"Mas, minggu depan ada hajatan di rumah Paman. Jadi kiriman uang belanjanya di tambah ya. Aku mau beli baju, tas dan sandal baru. Aku malu dong Mas kalau harus pakai baju itu itu terus saat ada acara keluarga," cakap seorang perempuan dari seberang telpon dengan nada yang ketus kepada Niko.
"Iya Dek, nanti Mas kirim uangnya akhir pekan seperti biasa. Tapi Mas nggak janji bisa ngasih tambahan atau tidak, sebab Mas nggak dapat lemburan." jawab Niko dengan nada yang merendah, tetapi dia justru mendapat tanggapan dengan nada yang lebih tinggi dari istrinya yang bernama Mila.
"Aduh Mas, itu urusan kamu lah, bukan urusanku! Yang penting aku minta sama kamu karena kamu itu suamiku. Sebagai laki laki, harusnya kamu usaha dong bagaimana caranya bisa nurutin permintaan istri. Nyari kerjaan sampingan kek, atau jadi makelar kek atau apalah penting dapat duit yang banyak..." cerocos Mila, perempuan yang selama setahun terakhir ini menjadi istri Niko.
"Iya Dek, Mas kan udah berusaha bekerja dengan keras demi memenuhi kebutuhan keluarga kita. Kamu yang sabar ya, doain Mas agar dapat banyak rezeki dan bisa menuruti semua kemauan kamu." tukas Niko kemudian dengan tetap menjaga nada rendahnya. Dia sama sekali tidak terpancing emosi mendengar celotehan Mila, meski Mila dan keluarganya sering merendahkannya.
"Sabar, sabar terus! Sampai kapan harus sabar Mas? Kamu itu yang kreatif dong, cari kerjaan lain yang lebih berkelas biar aku nggak malu punya suami yang kerjanya cuma sebagai kuli bangunan!" cecar Mila kepada suaminya.
Sebelum dan selama menikah dengan Mila, Niko memang hanya seorang kuli bangunan yang sering bekerja dari kota ke kota demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Kehidupannya di desa membuat dia kesulitan untuk mencari pekerjaan yang pasti, sehingga satu satunya pilihan yang bisa di ambil tanpa memiliki latar pendidikan yang tinggi adalah menjadi kuli bangunan. Namun, profesi yang di geluti oleh Niko sering kali mendapat tanggapan sebelah mata dari keluarga Mila.
"Gimana Mila, kamu sudah bilang ke suamimu untuk minta duit yang lebih?" tanya mertua Niko yang bernama Sari kepada putrinya, setelah melihat mereka selesai berkomunikasi lewat telepon.
"Sudah Bu," jawab Mila dengan malas malasan.
"Terus, dia jawab apa? Nanti kiriman uang jatah belanja kamu akan di tambahin kan?" tanya Sari kemudian.
"Iya Bu, tapi tambahannya bukan uang, melainkan harus sabar!" sahut Mila, lagi lagi dengan nada yang masam.
"Apa? Sabar? Memang keterlaluan suami kamu itu! Laki laki nggak becus nyenengin keluarga! Dasar kere! Padahal Ibu kan juga mau beli baju dan tas baru untuk acara minggu depan!" geram Sari kepada Niko. Bukannya menasehati putrinya untuk bersabar ketika suaminya belum bisa memberi uang lebih, Sari justru malah mengolok olok menantunya.
"Entahlah Bu, dulu kan Ibu juga yang lebih dulu ngenalin dia sama aku. Kalau tau bakal hidup pas pasan gini, mending Mila dulu jadi TKW aja ke luar negeri dan dapat uang banyak!" ketus Mila menanggapi ocehan Ibunya. Dia protes kepada Sari, karena dulu memang Sari yang menyuruh Mila menikah dengan Niko.
"Ya mana Ibu tau kalau begini jadinya? Yang Ibu tau kan orang tuanya punya banyak tanah yang luas. Pasti kamu akan dapat banyak warisan. Eh, ternyata malah seperti ini." dalih Sari untuk membenarkan diri.
Ketika mereka sedang membicarakan Niko, tiba tiba terdengar pintu rumah mereka di ketuk. Mila bergegas berjalan ke arah pintu lalu membukanya. Rupanya ada tetangga Mila yang datang memberikan oleh oleh setelah pergi berlibur.
Setelah menerima pemberian dari tetangganya, Mila menutup kembali pintu rumahnya dengan kasar. Dan dengan langkah lebar, dia berjalan ke arah Ibunya sambil berseru. "Nih lihat Bu! Mau sampai kapan kita ini hanya menerima pemberian oleh oleh dari liburan tetangga? Aku kan juga ingin pergi liburan? Tapi suamiku memang benar benar tidak bisa di andalkan!" geram Mila sembari membayangkan wajah Niko. Selama ini uang yang di berikan oleh Niko memang hanya pas untuk belanja kebutuhan sehari hari. Sementara Mila, dia selalu menuntut lebih dari Niko. Mila sering merasa iri jika ada tetangga yang bergaya hidup lebih. Niko tidak bisa menurutinya, sehingga Niko sering kali mendapat kalimat pedas dan buruk dari istri serta mertuanya.
"Kamu pikir, kamu aja yang merasa kesal? Ibu inj juga kesal. Lihat Bu Fatma tetangga sebelah, dia sering di belikan mantunya baju baru dan perhiasan baru. Lah Ibu? Boro boro suamimu mau ngasih baju baru dan perhiasan baru, uang belanja aja pas pasan. Makan tiap hari juga sama tahu, tempe dan telur!" timpal Sari. Dia memang gemar menjelekkan menantunya, bukan hanya di belakang Niko, tetapi juga di hadapannya ataupun di hadapan orang banyak.
Di lain tempat, Niko sedang melamun memikirkan ucapan istrinya yang makin hari makin kasar. Niko merasa tidak di hargai sama sekali. Jerih payahnya untuk bekerja keras menghidupi istri serta mertuanya, hanya di pandang sebelah mata. Dan ketika Niko tengah larut dalam lamunannya, dia mendengar suara seseorang.
"Dok, sepuluh menit lagi ada jadwal operasi. Semua sudah di persiapkan, dan tinggal menunggu kehadiran Dokter saja di ruang operasi." ucap seorang perawat.
Niko terkejut kala mendengar suara itu, dia kemudian membuang jauh pikiran tentang keluarganya, kemudian lebih fokus pada pekerjaannya.
"Baik, saya akan segera ke sana." jawab seorang laki laki berjas putih yang sedang duduk pada kursi kebesarannya. Dia lekas memasukkan ponsel ke dalam tas, kemudian berdiri dan keluar dari ruang kerjanya untuk menuju ke ruang operasi.
"Selamat sore Dokter, semua sudah siap dan operasinya bisa kita mulai." ucap salah seorang tim anestesi menyambut kedatangan Niko di ruang operasi.
Niko seorang Dokter? Iya, itu adalah status yang selama ini tidak di ketahui oleh Mila beserta keluarganya. Setelah melakukan operasi selama hampir satu jam, Niko keluar dari ruang operasi dan bersiap untuk pulang. Tubuhnya terasa begitu penat karena operasi yang baru saja dia jalani adalah operasi yang ke empat pada hari itu. Dia membereskan peralatan pribadinya kemudian segera menuju ke tempat parkir menghampiri mobil pribadinya.
Mobil pribadi? Ya, selama ini Niko mempunyai mobil pribadi dari gaji yang dia dapat sebagai seorang Dokter. Mobil sekaligus profesi tersebut sama sekali tidak di ketahui oleh keluarga istrinya karena Niko sengaja menyembunyikannya. Setelah melakukan perjalanan selama empat puluh lima menit, Niko tiba di sebuah mansion milik orang tua angkatnya.
"Kamu sudah pulang?" sapa seorang pria berambut putih dan berkaca mata yang bernama Tuan Surya.
"Sudah Pa," jawab Niko seraya mencium tangan lelaki tua tersebut.
Tidak ada yang tahu jika selama tinggal di kota, Niko memiliki orang tua angkat yang merupakan seorang Dokter Spesialis Kandungan. Beliaulah rupanya yang selama ini sudah membantu pendidikan Niko hingga dirinya resmi bergelar seorang Dokter Spesialis Kandungan selama enam bulan terakhir.
"Niko, Papa mau bicara sama kamu," cakap Tuan Surya kepada putra angkatnya tersebut. Beliau hanya tinggal seorang diri karena tidak memiliki keturunan. Sementara semua keluarganya tinggal di luar negeri, dan hanya beliau yang masih menetap di Indonesia karena beliau ingin dekat dengan makam sang istri. Bahkan berkali kali Tuan Surya mengatakan kepada Niko, jika suatu saat beliau meninggal, beliau meminta untuk di makamkan di sebelah pemakaman istrinya.
"Iya Pa, Papa mau bicara apa? Sepertinya serius sekali?" sahut Niko. Mereka memang tidak mempunyai hubungan darah, tetapi keduanya sangat dekat seperti layaknya hubungan seorang ayah dengan putra kandungnya.
"Sampai kapan kamu akan bersembunyi? Papa sudah tua, Papa khawatir jika tidak bisa selalu menemani kamu dalam persembunyian ini. Lebih baik kamu mulai terbuka dengan keluarga kamu, terutama istri kamu dan keluarganya agar kamu tidak selalu di remehkan oleh mereka," cakap Tuan Surya memulai pembicaraannya.
Niko menghela nafas panjang mendengar petuah tersebut. Kemudian dia lekas menjawab pertanyaan Tuan Surya. " Sebenarnya Niko juga ingin mengakui semuanya, tetapi jika Niko tahu sifat istri serta mertua Niko yang gila harta, keinginan itu mendadak menghilang Pa. Niko ingin di terima bukan karena harta dan jabatan, tapi sayangnya mereka tidak bisa menerima Niko dalam keadaan seperti itu."
"Tapi semua itu tidak ada gunanya Niko. Mila sudah terlanjur menjadi istri kamu, kamu harus terbuka pada dia dan keluarganya. Bukannya kamu malah akan lebih nyaman jika mereka lebih menghargai kamu dengan profesi kamu yang sebenarnya dari pada harus selalu di remehkan karena kamu hanya seorang kuli bangunan? Selagi istri kamu masih ada dan menjadi milikmu, jangan kecewakan dia. Karena jika dia sudah tidak ada dan tidak menjadi milik kamu lagi, jangan sampai kamu di liputi rasa bersalah dan penyesalan seperti yang Papa rasakan selama ini. Hidup dalam kesepian dan penyesalan," cakap Tuan Surya meratapi nasibnya.
Beliau merasa begitu bersalah atas kematian istrinya lima belas tahun yang lalu, karena istrinya meninggal di saat mereka berusaha melakukan program bayi tabung yang di tangani sendiri oleh dirinya sebagai Dokter Spesialis Kandungan. Satu masalah kesehatan yang di derita oleh mendiang istri Tuan Surya membuatnya tidak bisa hamil, sehingga satu satunya jalan mereka harus melakukan program bayi tabung. Namun sayang, di saat usia kehamilan mendiang istri beliau berusia lima bulan, kondisi kesehatannya mendadak drop dan harus sering melakukan rontgen serta harus mengkonsumsi obat obatan tertentu. Akan tetapi, karena sedang hamil, obat obatan itu tidak boleh di konsumsi sehingga membuat kesehatannya semakin memburuk hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.
Niko selalu menjadi pendengar setia kala Tuan Surya kembali mengenang masa pahit itu, tetapi setelah itu dia berusaha menyampaikan pendapatnya.
"Tapi posisi kita berbeda Pa. Istriku dan mendiang istri Papa tidak sama. Istri serta mertuaku gila harta. Dan aku baru tahu semua itu setelah menikah dengan dia. Bahkan dia bilang bahwa dulu sengaja ingin menikah denganku karena orang tuaku di kampung punya tanah yang luas yang pasti akan di wariskan kepadaku sebagai putra tunggal. Namun ketika istriku tahu jika sebagian tanah tersebut di wakafkan untuk tempat ibadah, dia sangat kecewa kepadaku dan tidak mau lagi berkunjung ke rumah orang tuaku. Padahal, dulu ketika aku masih kuliah, aku berniat memberinya surprise dengan gelar kedokteran ku jika sudah lulus. Sayangnya semua tidak seperti yang aku harapkan," ungkap Niko dengan nada kekecewaan.
Selama lima tahun menjalani pendidikan fakultas kedokteran di kota, tidak ada satu orangpun di kampungnya yang tahu kecuali orang tua kandung Niko. Akan tetapi Niko sengaja meminta mereka untuk merahasiakan hal tersebut dengan alasan Niko ingin mendapat pasangan yang benar benar tulus menerima keadaan Niko bukan dari profesi atau jabatan. Yang di ketahui banyak orang, Niko sering kerja di luar kota sebagai kuli bangunan, bukan sebagai mahasiswa kedokteran. Hingga pada akhirnya dua tahun yang lalu Niko kenal dengan Mila, lalu setelah menjalin hubungan dekat selama satu tahun, mereka kemudian mengikat hubungan serius dalam suatu pernikahan.
Keberuntungan nasib Niko semakin bertambah kala di perkenalkan dengan Tuan Surya enam tahun yang lalu. Pada saat itu Niko menolong Tuan Surya yang sedang mengalami kecelakaan di jalan, dan sebagai rasa terima kasihnya, Tuan Surya mengajak Niko untuk tinggal bersama karena memang beliau hanya tinggal seorang diri. Niko awalnya tidak menyangka jika dirinya akan berhasil menempuh pendidikan kedokteran yang pasti akan memakan biaya yang besar karena pada saat itu dia memang benar benar hanya menjadi kuli bangunan untuk mencari penghasilan tambahan. Akan tetapi, rupanya Tuhan mempunyai rencana yang indah dengan mengutus Tuan Surya sebagai perantara untuk membantu Niko menggapai cita citanya. Kepribadian Niko yang jujur, rendah hati serta di karuniai kecerdasan otak yang luar biasa membuat Tuan Surya semakin menyukainya. Bahkan, Tuan Surya yang memberi saran kepada Niko untuk mengambil pendidikan Spesialis Kandungan seperti beliau.
Siang itu, tepat pada hari sabtu, Niko berkemas untuk pulang kampung. Satu rutinitas yang selalu di lakukan oleh Niko, yakni pulang ke kampung pada tiap akhir minggu ke empat, atau dengan kata lain, satu bulan sekali Niko pulang untuk mengunjungi istri serta orang tuanya.
Pada kepulangannya kali ini, Niko berencana untuk jujur pada Mila sesuai dengan petuah yang di berikan oleh Ayah angkatnya. Dia berharap, kedepannya bisa membangun rumah tangga yang lebih harmonis dengan sang istri dan akan segera di beri keturunan. Selama ini Mila selalu menolak untuk hamil dengan alasan karena belum cukup tabungan dan biaya untuk melahirkan serta merawat bayi. Apalagi pekerjaan Niko hanya menghasilkan uang yang pas pasan. Mila merasa ekonomi mereka masih tergolong lemah untuk mengasuh seorang anak yang mestinya butuh banyak biaya.
Ketika tiba di rumah, bukan secangkir minuman atau senyuman hangat yang menyapa kedatangan Niko, melainkan sikap dingin dan ketus dari istri serta mertuanya. Bahkan ketika Niko datang, tidak ada yang menyapanya sama sekali, hingga akhirnya Niko yang lebih mengalah untuk menyapa duluan.
"Selamat sore Bu," sapa Niko kepada mertuanya lalu hendak mencium tangannya, tetapi Sari justru membuang muka dengan kasar lalu pergi dari hadapan menantunya.
Tak jauh beda dengan apa yang di lakukan oleh Ibunya, Mila pun juga bersikap demikian ketika Niko berjalan mendekat ke arahnya. Bahkan Mila semakin memperlihatkan rasa tidak sukanya dengan kata kata,
"Nggak usah sok manis Mas. Yang aku mau itu kamu ngasih tambahan uang untuk kebutuhanku, bukan senyuman basi yang tidak bermanfaat!"
Niko menghela nafas panjang mendengar ucapan istrinya. Akan tetapi, dia berusaha untuk tetap menenangkan diri lalu memberi petuah kepada istrinya.
"Jangan bilang gitu dong Dek. Meski semua butuh uang, tapi uang juga bukan segalanya Dek. Jangan sampai gara gara uang, hubungan keluarga jadi nggak harmonis," tegur Niko kepada istrinya dengan nada yang lembut.
"Harmonis itu kalau semua kebutuhan tercukupi Mas. Dan caranya harus pakai uang. Jadi, kalau nggak ada uang lebih, ya bagaimana bisa harmonis? Udahlah Mas, kalau kamu pulang hanya untuk ceramah dan bawa baju kotor, mending kamu nggak usah sering sering pulang deh Mas. Pulangnya pas lebaran aja, biar ngumpul duitnya dari pada buat transportasi sia sia!" sahut Mila sembari melipat kedua tangan di dada. Dan kata kata itu berhasil membuat kesabaran Niko benar benar habis. Niko yang awalnya berniat untuk mengakui profesi dia yang sebenarnya, mendadak dia urungkan niat tersebut karena sambutan pahit yang dia terima dari sang istri serta mertuanya. Bahkan, untuk pertama kalinya Niko memberi jawaban tegas kepada Mila.
"Baiklah Dek, jika itu maumu. Aku tidak akan pulang sebelum lebaran. Semoga kamu tidak menyesal dengan keputusan kamu!" tegas Niko sembari kembali meraih tasnya yang sempat dia taruh di atas meja.
"Kenapa harus menyesal? Apa yang perlu aku sesalkan Mas? Kecuali kamu itu pejabat atau pengusaha dengan gaji yang besar terus aku sia sia kan, itu baru aku menyesal. Orang kamu cuma kuli bangunan dengan modal tampang doang, apanya yang di sesali? Emang kenyang makan tampang ganteng doang?" cerocos Mila seraya menggelengkan kepala mendengar ucapan Niko. Memang Mila akui jika suaminya tergolong pria yang tampan dan berkulit bersih. Sangat berbeda dengan profesinya sebagai kuli bangunan, karena memang sebenarnya Niko adalah seorang Dokter. Hanya saja, ketika pulang ke kampung, penampilan Niko tidak seperti ketika dia sedang berada di Rumah Sakit. Niko hanya menggunakan celana, kaos serta jaket yang kusam. Penampilan rambutnya pun tidak serapi ketika dirinya menjadi seorang Dokter, karena Niko lebih sering memakai topi yang sudah usang.
Tanpa banyak kata lagi, Niko pergi meninggalkan rumah istrinya lalu hendak pergi menuju ke rumah orang tuanya. Dan setelah berkunjung selama dua hari, Niko kembali lagi ke kota pada hari senen.
"Dok, hari ini ada operasi dadakan. Ada Ibu hamil yang mengalami pendarahan yang membahayakan janin serta Ibunya. Kita harus melakukan tindakan yang cepat untuk menyelamatkan nyawa keduanya. Apalagi, Ibu hamil tersebut mempunyai riwayat tekanan darah tinggi," tukas seorang perawat kepada Niko. Dan dengan cepat Niko mengiyakan laporan tersebut.
"Baiklah, mari kita persiapkan semuanya. Sekarang juga saya akan segera menuju ke ruang operasi!" seru Niko kepada sang perawat kemudian dia pun juga lekas keluar dari ruangannya untuk membantu mempersiapkan peralatan operasi.
Nampak beberapa kerabat dari pasien berdiri di depan ruang operasi. Dan ketika mereka melihat kedatangan Niko, suami pasien mendekat ke arah Niko sambil berkata, " Dokter, tolong selamatkan istri dan anak saya. Ini adalah anak pertama kami selama delapan tahun kami menanti kehadirannya."
Sejenak Niko menghentikan langkah, lalu menoleh ke arah lelaki tersebut. Wajahnya terasa seperti tak asing bagi Niko, begitu pula yang di rasakan oleh suami dari pasien tersebut. Akan tetapi, keduanya tidak bisa saling mengingat dimana mereka pernah bertemu sebelumnya.
"Baik Tuan, saya akan berusaha semaksimal mungkin. Selebihnya, hasilnya kita pasrahkan kepada Tuhan. Bantu juga dengan doa ya," cakap Niko sembari menepuk pundak lelaki itu dengan pelan untuk memberi semangat. Lalu, tanpa menunggu jawaban lagi dari lelaki tersebut, Niko segera masuk ke ruang operasi.
Setelah Niko masuk ke dalam ruangan tersebut, lelaki yang merupakan suami dari pasien yang di tangani Niko itu masih berusaha mengingat wajah familiar dari wajah Niko. Dan ketika dia sedang berusaha mengingatnya, mendadak ada seseorang yang menepuk pundaknya sambil bertanya, "Bagaimana keadaan Mbak Nia Mas Anto?" tanya Mila yang juga turut hadir di depan ruang operasi itu. Rupanya, pasien yang sedang di tangani oleh Niko tersebut adalah kakak sepupu Mila yang tinggal di kota tempat Niko bekerja.
"Mila, kapan kamu datang ke sini? Kamu datang sama siapa?" tanya Anto, lelaki yang merupakan suami dari Nia, pasien Niko.
"Baru saja datang Mas Anto, aku ke sini bareng bareng sama keluarga yang lain dengan menyewa travel. Ini ada Ibu juga yang ikut ke sini Mas, " jawab Mila sembari menunjuk ke arah Sari.
"Nia sedang di ruang operasi. Doakan semoga operasinya berjalan dengan lancar ya," pinta Anto kepada sanak keluarga yang datang beramai ramai ke Rumah Sakit untuk menjenguk istrinya. Setelah berbicara dengan Mila, mendadak Anto teringat bahwa wajah Dokter yang baru saja dia ajak bicara tadi mirip sekali dengan suami Mila.
"Oh ya Mil, Dokter yang lagi nanganin operasi istriku wajahnya mirip sekali dengan suami kamu. Namanya Dokter Niko," ujar Anto kepada Mila, lalu Mila pun menanggapi dengan tawa.
"Oh ya? Yang benar Mas? Sial sekali Dokter itu, masak iya di samakan sama kuli bangunan? Namanya juga sama lagi?" sahut Mila menanggapinya sebagai lelucon.
"Iya benar. Kalau nggak percaya, tunggu aja di sini sampai operasi selesai." cakap Anto kemudian. Dan menariknya, Mila serta Ibunya bersedia menunggu di depan pintu operasi untuk melihat wajah orang yang di bilang mirip dengan Niko.
Setelah hampir satu jam menunggu, pintu ruangan operasi mulai terbuka. Nampak ada seorang perawat yang keluar dari ruangan tersebut, dan tak berselang lama, keluarlah Niko dengan di iringi beberapa rekan Dokter serta tim anestesi.
Anto, Mila, Sari dan beberapa kerabat lainnya lekas mendekat ke arah Niko untuk menanyakan keadaan Nia.
"Bagaimana keadaan istri dan anak saya Dok? Mereka semua selamat kan Dok?" tanya Anto dengan tidak sabar.
Mata Mila dan Sari tak hentinya memperhatikan wajah Niko yang di bilang Anto mirip dengan suaminya, bahkan Mila masih menganggapnya sebagai sebuah lelucon.
"Ayo Bu kita perhatikan, kata Mas Anto Dokternya mirip Niko suamiku yang kuli bangunan itu," bisik Mila di telinga Ibunya sambil tertawa kecil. Kemudian kedua nya dengan seksama memperhatikan setiap gerakan yang di lakukan oleh Niko. Akan tetapi, Niko sendiri tidak menyadari jika di hadapannya ada istri serta mertuanya karena dia masih sibuk melepas sarung tangan. Dan betapa terkejutnya Mila serta Sari, ketika Niko mengangkat wajahnya lalu menoleh ke arah Anto untuk memberi jawaban.
"Syukurlah, operasinya berjalan dengan lancar. Anak serta istri Tuan selamat,"
Deg! Jantung Mila dan Sari serasa mau lepas ketika mendengar suara Dokter tersebut yang sama persis dengan suara Niko suami Mila. Wajahnya pun sama persis. Saat itu rambut Niko tertutup kantong hijau pasca menangani operasi. Yang berbeda dari Niko hanya kaca mata yang selama ini tidak pernah dia pakai saat berada di hadapan Mila.
Hingga saat itu, Niko masih belum menyadari kehadiran Mila dan Sari karena pandangan mata Niko hanya tertuju pada Anto. Barulah ketika dia mendengar Mila menyebut namanya, Niko menoleh ke arah Mila.
"Mas Niko? Kamu beneran Mas Niko? Sejak kapan kamu menjadi Dokter Mas?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!