Seperti biasanya setelah menjalankan ibadah salat Subuh, Yeni memasak air dua kompor sekaligus. Satu untuk membuat teh yang dimasukan ke dalam teremos dan menyeduh kopi untuk Eros. Sedang satu kompor lagi untuk memasak air hangat. Karena suaminya selalu minta mandi air hangat pada pagi hari.
Sambil menunggu air yang dimasaķ mendidih, Yeni memasukan baju dan celana kotor miliknya serta pakaian milik suami ke dalam mesin cuci. Kemudian ia pencet tombol "ON". Lantas terdengarlah suara gemuruh dari mesin cuci bekas.
Selain suara mesin cuci yang cukup keras itu, terdengar pula rebusan air yang mendidih dari moncong teko yang berbunyi melengking. Belum lagi suara pancuran air pam yang jatuh ke ember kosong.
"Berisik sekali ganggu orang tidur!" Tiba-tiba Eros keluar dari kamar dan langsung ngomel.
"Airnya baru masak, Mas mau mandi sekarang," balas Yeni tidak merespon omelan suaminya.
Eros yang disuruh mandi malah tidur lagi di bangku dapur.
Rumah bertipe 45 yang dibelikan oleh orangtua Eros itu akhir-akhir ini dirasakan oleh Yeni terasa kering tidak ada kesejukan sama sekali. Bukan karena barang dagangan Yeni, berupa toples-toples kue roti makin banyak, atau bau bahan kue yang menyengat hidung.
Namun karena tak jarang Yeni mendapat perlakuan kasar dari Eros. Baik secara fisik maupun ucapan. Yeni yang berasal dari keluarga baik-baik dan sederhana merasa terhina dengan perlakuan suaminya seperti itu. Tapi Yeni adalah tipe wanita yang patuh dan berbakti keoada suami. Sehingga ia tidak berani melawan.
"Bau acem ayuh mandi airnya sudah saya siapkan," kata Yeni mencium pipi suaminya. Ia selalu bersikap manis kepada Eros walaupun sebenarnya hatinya memendam perasaan jengkel.
"Huh! Tau ndak kamu. Udara masih dingin!" bentak Eros.
Yeni cuma diam sambil menyingkir meneruskan aktivitasnya sendiri di dapur.
Eros dan Yeni menikah atas dasar saling cinta. Mereka pacaran selama satu tahun pada semester terakhir mereka kuliah di perguruan tinggi yang sama. Setelah lulus Eros langsung bisa bekerja di sebuah kantor swasta.
Sedangkan Yeni tidak sempat melamar pekerjaan karena keburu menikah dengan Eros.
Yeni kembali lagi menemui Eros yang masih melungker di kursi panjang, setelah selesai membuat oseng-oseng tempe dan menggoreng dua ikan peda.
"Mandinya kan pakai air hangat, Mas. Itu sudah saya siapkan di ember. Kalau kelamaan dibiarkan nanti malah jadi dingin lagi," katanya sambil menarik tangan Eros agar bangun.
Dengan muka masam Eros akhirnya mau masuk ke kamar mandi. Yeni melanjutkan aktivitasnya lagi membuat sambal terasi.
Sekarang ini usia pernikahan mereka baru memasuki tahun kedua. Suasana rumah tangga yang semula harmonis dan penuh kasih sayang, tiba-tiba menjadi tidak mengenakan untuk Yeni. Hal itu dimulai sejak mertua mengunjungi mereka.
Padahal Yeni merasa sudah menjadi istri yang berbakti kepada suami. Apa pun yang diperintahkan Eros selalu ia turuti. Keluhan Eros bahwa penghasilannya belum banyak, juga direspon positif dengan berjualan kue kering yang dibuat sendiri oleh Yeni.
Sebulan lalu ibu mertuanya, Marlena, menanyakan lagi kondisi Yeni kok belum juga hamil. Yeni hanya tersenyum malu tidak berani menjawab pertanyaan tersebut.
"Jangan kuatir, Ma. Yeni pasti hamil bila sudah tiba saatnya nanti," kata Eros waktu itu.
"Apakah kalian takut bahwa mengurus anak itu membutuhkan biaya banyak. Ibu siap membantumu kok?" Kata Marlena.
Mata perempuan setengah baya itu melirik kepada Yeni. Menandakan agar Yeni yang menjawab pertanyaannya itu. Bukan Eros.
"Ngapunten, Ma. Mas Eros dan saya sudah merencanakan sejak pacaran untuk tidak punya anak dulu sampai kami mapan. Sehingga tidak merepotkan Ibu terus menerus."
Jawaban Yeni itu justru mengakibatkan Marlena tersinggung. Yeni dianggap sudah meremehkan wanita tengah baya itu. Seolah dianggap oleh Yeni tidak mampu lagi membantu kebutuhan rumah tangga Eros.
"Orangtua Eros itu hidup bergelimang harta. Tidak ada artinya kalau cuma membelikan popok, susu dan kebutuhan bayi lainnya. Kalau perlu saya biayai seluruhnya sampai besar kelak. Berbeda dengan orangtuamu yang hidupnya pas-pasan," kata Marlena sangat menghina.
Yeni hanya menunduk sedih.
Setelah memarahi Yeni seperti itu Marlena pulang ke rumahnya sendiri dengan muka cemberut diantar sopir pribadinya.
Yeni merasa bersalah telah menyinggung perasaan wanita berperawakan tinggi besar itu. Dia sudah minta maaf sebelum Marlena pergi. Tetapi permintaan maaf Yeni ditanggapi dengan dingin oleh Marlena.
"Saya tidak akan membantu kamu lagi, Ros. Istrimu kelihatan tidak berkenan," katanya tanpa peduli kepada Yeni yang sudah merasa sangat bersalah.
Usai Marlena pergi ganti Eros yang menyalahkan Yeni.
"Ini gara-gara kamu. Kalau bicara dengan Mama itu harus hati-hati," kata Eros tanpa mempedulikan perasaan istrinya sendiri.
Sekuat tenaga Yeni bertahan agar tidak menangis. Dari awal ia sudah siapkan mentalnya menikah dengan Eros, karena perbedaan kehidupan keluarganya dengan keluarga Eros seperti bumi dan langit.
Setelah selesai memasak dan Eros juga sudah berpakaian untuk berangkat kerja, Yeni membawa seluruh masakan yang sudah selesai itu ditaruh di atas meja makan. Tidak lupa kopi panas kesukaan Eros juga disajikan dengan rapih.
Ketika duduk di depan meja makan Eros hanya memandangi masakan yang disajikan Yeni. Lalu menyeruput kopi seduhan Yeni yang dikenal hebat itu hanya sedikit.
"Saya tidak sempat sarapan harus sgera berangkat kerja." ucap Eros.
"Kok gitu sih, Mas. Aku sudah susah payah memasaknya kenapa tidak dimakan," Yeni mencoba minta pengertian suaminya agar menghargai jerih payahnya itu.
"Ada rapat penting di kantor pagi ini. Kebetulan saya yang disuruh menyiapkan segala sesuatunya," kata Eros sambil meraih tas kerjanya di meja.
"Sekarang baru jam enam. Biasanya Mas berangkat jam tujuh. Kan masih ada waktu tigapuluh menit untuk sarapan," Yeni kembali menawar.
"Kamu kok ngeyel, sih. Dibilang ada rapat penting kok!" Eros membentak.
"Mas Eros tidak menghargai jerih payah Yeni!" suara wanita sederhana itu nyaris tak terdengar karena tangisnya keburu meledak.
Eros bukannya iba melihat istrinya tapi malah emosinya meluap. Dan semua masakan yang ada di atas meja itu malah disapu kasar oleh tas kerja Eros.
Praaank!
Gelas, piring, kopi dan masakan yang baru matang dan masih hangat itu tak ayal berserakan di lantai dan meja.
"Masya Allaaah...," Yeni tidak kuat melihat sarapan yang baru dimasak hancur lebur tidak karuan.
Dengan meneteskan air mata Yeni memunguti satu persatu pecahan gelas, piring, oseng-oseng tempe, nasi dan ikan peda yang berserakan di lantai. Lalu ia buang ke tong sampah.
Pedih rasanya melihat makanan yang baru dimasak itu masuk ke tong sampah bercampur dengan sampah lainnya yang tidak berguna. Sia-sia sejak subuh tadi ia bekerja.
Hari ini adalah yang ketiga kalinya Eros berangkat kerja dengan meninggalkan duka yang amat dalam pada diri Yeni. Perubahan sikap Eros begitu drastis sejak Yeni punya masalah dengan Mama Eros.
....Hallo readers salam hangat selalu, mohon like, koment dan diikuti ya, trims atas dukungannya 🙏🙏🙏
Bersambung
Yeni tak mau sedih berlarut-larut. Setelah membersihkan lantai dengan dipel, dia memasak lagi makanan yang lebih enak. Yeni tidak mau kendor dalam berbakti kepada suami. Apa pun perlakuan Eros terhadap dirinya akan dihadapinya dengan sabar.
Setelah tugas rutin itu selesai, dia ganti kerja membuat kue kering yang dijual dengan dititipkan ke warung dan toko kue terdekat.
Peminat kue buatan Yeni sebenarnya makin banyak. Karena rasanya enak dan renyah. Penghasilannya kian hari makin naik. Uang hasil dari jerih payahnya itu lumayan bisa digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan sisanya di tabung.
Sendirian Yeni berkutat mengerjakan pembuatan kue roti kering tanpa pembantu. Dimulai dari membuat adonan, mencetak adonan menjadi bulatan-bulatan atau balok-balok kecil. Kemudian dimasukan ke dalam open. Setelah matang dimasukan ke dalam toples kecil.
Hingga sore hari dia berhasil membuat roti kering itu sampai 10 toples. Keringat bercucuran di seluruh badannya. Namun tidak ia rasakan hal itu. Ia mengerjakan semuanya sendirian dengan senang hati.
Rasanya capek sekali setelah seluruh pekerjaan itu selesai. Maklum ia bekerja sejak dari selesai solat Subuh. Istirahat bila tiba waktunya solat Duhur dan Asar. Saking sibuknya kadang sampai lupa makan siang. Badannya yang dulu berisi dan seksi, kini menyusut sekian kilogram.
Tepat pukul 17.00 Yeni pergi mandi. Badan menjadi segar kembali. Usai mandi dan mengenakan gaun santai, ia rebahan di kasur. Kedua matanya menatap langit-langit, menerawang suaminya di kantor sedang sibuk bekerja. Yeni tidak pernah curiga kepada suaminya. Walaupun suaminya terang-terangan sering memuji Dista tetangga depan rumah.
"Dista itu gadis yang rajin seperti kamu. Mencuci baju sendiri, memasak sendiri, tapi tak pernah kendor semangatnya. Padahal dia termasuk wanita yang sibuk bekerja di kantor," kata Eros suatu hari.
Lalu pada hari yang lain Eros memuji lagi dengan menambahkan kalimat yang kurang enak didengar oleh Yeni; "Kenapa kamu tidak bisa seperti dia??"
Ya. Yeni memang sama dengan Dista, yaitu sama-sama wanita yang mengenyam pendidikan tinggi hingga lulus sarjana. Yang tidak sama adalah nasibnya. Dista beruntung memiliki pekerjaan kantoran. Sedangkan Yeni cuma ibu rumah tangga biasa.
"Kalau aku disuruh bekerja di kantor seperti Dista ya sulit, Mas. Karena kesempatanku sudah terbuang hampir dua tahun hanya untuk mengurus rumah tangga."
"Itu karena kesalahanmu sendiri. Kenapa ketika lulus sarjana dulu tidak langsung mendaftar sebagai pegawai?" Eros tidak memberikan solusi malah menghujat Yeni.
"Bagaimana saya bisa mendaftar. Karena setelah lulus langsung Mas nikahi. Kemudian Mas memintaku untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik, hemat dan rajin mengurus rumah," tidak ingin sebenarnya Yeni mengungkapkan kekesalan hatinya itu.
"Tapi saya tidak melarangmu menjadi pegawai. Harusnya kamu seperti Dista itu. Walaupun rajin mengurus rumah tapi dia bisa sebagai pekerja kantoran. Hidupnya terpandang. Dan disegani oleh para wanita di kamplek perumahan ini.
"Karena dia masih sendirian, Mas. Masih banyak waktunya untuk kegiatan ini itu. Sedangkan aku...," Yeni tak berani melanjutkan kalimatnya takut menyinggung perasaan suaminya lagi. Seperti waktu salah ucap dengan mertuanya.
Dan benar perkiraannya itu. Suaminya merasa tersinggung dengan kalimatnya yang polos itu.
"Sedangkan kamu kenapa? Lanjutkan kalimatnya kalau berani. Kamu ingin mengatakan bahwa kamu tidak sempat melamar pekerjaan karena sibuk mengurus aku dan adikku, kan? Itu yang ingin kau katakan bukan?!"
Plak!!!
Yeni ditampar oleh tangan suaminya yang bulat dan kekar itu. Pipi Yeni yang putih mulus itu pun langsung berubah merah.
Selain itu Yeni dikatain sebagai istri yang tidak ikhlas mengurus suami. Semua yang dikerjakan di rumah dari subuh hingga sore itu hari karena terpaksa. Pamrih supaya dianggap sebagai istri yang solekhah.
Yeni merasa serba salah. Apa pun yang dia kerjakan dan ucapkan tidak ada yang benar di mata Eros. Itu dirasakan oleh Yeni setelah ibu mertua tersinggung akibat persoalan yang sepele. Karena dia mengucapkan kalimat yang seolah tidak mau lagi dibantu oleh orangtua eros. Karena sudah mampu menghasilkan uang sendiri dengan berjualan kue.
Kedua mata Yeni basah mengingat semua kejadian itu. Lalu buru-buru dilap dengan kain daster yang ia kenakan. Jangan sampai Eros tahu dia sedang menangis. Nanti bisa muncul praduga yang memicu pertengkaran lagi.
Bubaran kantor biasanya pada pukul 17.00. Setelah itu Eos sampai di rumah 30 menit kemudian. Karena letak kantor tidak begitu jauh.
Maka Yeni bergegas menyiapkan makan malamnya di meja dengan rapih.
Tetapi sampai pukul 19.00 Eros belum juga pulang. Yeni akhirnya pergi dulu ke kamar mandi untuk mengambil air wudlu. Lalu ia cepat-cepat kembali ke kamar untuk menjalankan solat Isya.
Tepat ketika Yeni sedang solat terdengar suara mesin motor eros datang. Yeni mendengarnya. Tetapi saat itu dia sedang menjalankan solat baru tiga rokaat. Kurang satu rokaat. Tanggung untuk segera lari ke depan membukakan pintu.
Setelah selesai empat rokaat dan salam, Yeni langsung lari ke depan dengan masih mengenakan mukena. Saat itu Eros sudah menggedor-gedor pintu dan berteriak memanggil namanya dengan kasar.
"Lama sekali budek!" bentak Eros sambil mendorong daun pintu keras-keras hingga membuat Yeni terjengkang jatuh ke belakang.
"Astagfirullah..., sabar dong, Mas," cuma itu yang diucapkan Yeni sambil merangkak bangun dari lantai.
"Sediakan aku air panas untuk mandi," ucap Eros setelah Yeni menyalami dan mencium tangannya.
Yeni cepat melangkah ke dapur. Menghidupkan kembali kompornya yang sudah dipadamkan setekah merebus air. Karena Eros belum juga pulang. Akhirnya air yang sudah mendidih menjadi dingin lagi.
"Sudah kau tuangkan air panasnya?" tanya Eros ketika keluar dari kamar untuk bersiap mandi.
"Belum, Mas. Baru saja saya panasi lagi," jawab Yeni ketakutan.
"Sini kamu duduk!" Bentak Eros.
"Ya, Mas." Yeni mendekat tapi was-was.
Tapi akhirnya Yeni mau duduk juga dengan perasaan tidak karu-karuan.
"Saya mau tanya sebenarnya kamu itu mau tidak bekerja di kantor?" tanya Eros dengan pandangan menyelidik.
"Kenapa sih saya harus bekerja di kantor, Mas. Bukankah nanti malah repot. Waktu saya akan tersita di kantor, rumah tidak terurus, saya tidak bisa melayani Mas Eros lagi dengan baik," jawab Yeni panjang.
"Kamu itu kalau bicara selalu saja banyak kata. Ini yang menyebabkan Mama jadi marah kepadamu. Tinggal dijawab saja kamu mau tidak bekerja di kantor!" Eros membentaknya.
"Iya mau, Mas. Tapi perlu Mas ketahui dulu konsekuensinya kalau saya bekerja di kantor. Waktu saya akan lebih banyak berada di kantor. Berarti ada sekitar delapan jam saya meninggalkan pekerjaan rumah. Saya takut nanti malah Mas tidak terurus dan Mama jadi tambah benci kepadaku."
"Cerewet amat sih kamu. Ini demi kebaikan kamu juga. Kamu nantinya tidak akan dipandang sebelah mata lagi oleh tetangga. Dengan bekerja di kantor harga dirimu akan baik. Kamu akan sejajar dengan Dista. Sebagai wanita yang dihormati."
"Saya tidak berpikir kesitu, Mas. Apalah artinya diri saya ini dihormati, tetapi di dalam rumah tangga saya mengabaikan tugasnya sebagai istri."
"Sudah jangan berpikir yang ribet dulu. Kamu masih punya waktu mengurus rumah pada pagi sebelum berangkat kerja dan sore sepulang kerja," saran Eros tanpa berpikir bahwa Yeni adalah wanita biasa, yang tenaganya sangat terbatas.
"Apakah ada kantor yang membuka lowongan, Mas?" Akhirnya Yeni membuka diri untuk menerima tawaran Eros. Daripada suaminya itu nanti memukulnya.
"Kalau kamu mau besok pagi ikut aku ke kantor. Kebetulan ada lowongan sekretaris. Masih sesuai dengan ijazahmu. Dan lagi pimpinan sudah memberikan lampu hijau kepadaku untuk diajukan saja lamarannya."
Tiiiiiiiith
Ceret di kompor memberi tanda air sudah masak. Bergegas Yeni lari ke belakang dan menyiapkan air panas di kamar mandi untuk suaminya.
Bersambung
Yeni yang memiliki tinggi badan 165 cm dengan tubuh langsing padat berisi, sangat pas sekali duduk di kursi sekretris sebuah perusahaan besar Nakamura, tempat Eros juga bekerja disitu.
Banyak karyawan pria yang melirik ke Yeni. Keluwesannya dalam berbusana, ditambah wajahnya yang cantik dengan kerudungnya yang serasi, wajar bila dia langsung menjadi pusat perhatian pada hari pertama masuk kerja.
Pekerjaan Yeni di kantor bisa dikatakan cukup berat. Sebagai karyawan baru dan pertama kalinya bekerja di kantor, dia langsung diserahi tugas sebagai sekretaris pimpinan perusahaan.
"Tugas kamu adalah mengatur jadwal dan agenda kegiatan beliau sehari-hari," kata seorang karyawati senior.
"Selain itu apa saja pekerjaan yang saya lakukan," tanya Yeni.
"Bagus kamu mau bertanya apa yang tidak kamu ketahui. Itu tandanya bahwa kamu kritis," puji seniornya itu.
"Saya baru bekerja di kantor, Mbak. Jadi maklum kalau saya harus banyak bertanya," kata Yeni jujur.
"Begini kamu tahu kan disini ada sejumlah departemen. Nah, kamu harus pinter juga membuat jadwal rapat di perusahaan ini dan menginformasikan kepada mereka yang diundang sebagai peserta rapat. Misalnya para pelanggan, vendor atau pemegang saham," panjang lebar karyawati senior itu menjelaskan tugas-tugas Yeni.
"Waduh, susah sekali ya mbak pekerjaan saya. Apa tidak ada lagi pekerjaan yang lebih ringan dari sekretaris," ucap Yeni prihatin.
"Kamu jangan pesimis. Kalau kamu pingin jadi sekretaris yang baik maka harus percaya diri kamu bisa. Pokoknya ikuti saja perintah pimpinan. Jangan membangkang kepadanya. Kamu pasti akan berhasil," kata karyawati senior yang kelihatannya baik hati itu.
Pada hari pertama itu sikap Yeni masih kaku dan malu-malu. Tetapi pada hari berikutnya sudah bisa menyesuaikan kondisi kantor. Serta mengenal karyawan lainnya. Sehingga ia mulai percaya diri menjalankan tugas-tugasnya.
Sampai kemudian pada hari ketujuh bekerja di kantor perusahaan besar itu, datang karyawati senior itu lagi ke meja kerjanya. Yeni sekarang sudah mengenal namanya Miraklie. Yeni memanggilnya Mbak Mirak.
"Bagaimana pekerjaanmu tujuh hari ini. Sudah bisa lancar kan?" tanya mbak mirak.
"Ya, Mbak. Terimakasih. Tanpa bantuan Mbak Mirak mana mungkin saya bisa bekerja sebagai sekretaris," kata Yeni memuji kebaikan wanita tersebut.
"Saya juga waktu pertama kali bekerja mengalami perasaan seperti kamu. Tapi kemudian bisa bekerja dengan lancar seperti karyawan lainnya," ujar Mirak.
"Terimakasih sekali lagi atas bantuan Mbak Mirak."
"Sudah lupakan saja hal itu. Saya kesini cuma mau menyampaikan salam dari Tuan Nakamura, CEO perusahaan ini. Kamu kata beliau karyawan baru yang berbakat sebagai sekretaris. Tetapi masih banyak kesalahannya. Nanti sore sebelum pulang kantor kamu diminta datang ke ruang kerjanya," kata Mirak serius.
Yeni terasa melambung ke awang-awang kemudian jatuh kembali ke tanah keras. Brak!!
Kata-kata Mbak Mirak tadi pertama sangat menyenangkan karena seperti memujinya sebagai karyawati yang berbakat sebagai sekretaris. Tapi di belakangnya dikatakan masih banyak kesalahan. Seketika dia merasa jatuh dari tempat yang tinggi.
"Kesalahan apa yang aku lakukan? Aku pikir semua pekerjaanku sudah benar. Karena tidak ada komplain. Ternyata masih banyak kesalahan. Dan ini yang menegur pimpinan langsung," kata Yeni dalam hati.
Setelah Mbak Mirak pergi Yeni masih terus memikirkan kata-katanya. Dan menterjemahkan sendiri apa maksudnya.
Yang paling membuatnya bingung adalah bagaimana nanti menghadapi Tuan Nakamura. Karena belum pernah berhadapan langsung. Kalau sosoknya Yeni sudah tahu. Beliau seorang pria yang egois. Sedikit bicara dan jarang tersenyum walaupun jauhlebih tampan dari suaminya.
Maka ketika waktu sore tiba, dada Yeni berdebar hebat.
Menjelang kantor tutup Yeni berjalan menuju ke kantor Tuan Nakamura yang terletak tidak jauh dari meja kerjanya. Sejumlah karyawan sudah banyak yang berkemas meninggalkan kantor. Tetapi Yeni malah ada tugas lagi yang sangat berat baginya.
Pelan sekali Yeni mengetuk pintu kaca. Dia tidak bisa melihat ke dalam karena ruangan itu seluruhnya tertutup kaca hitam. Sayup-sayup terdengar suara musik instrumental mengalun dari dalam. Musik yang sangat asing terdengar di telinga Yeni.
Sekali lagi Yeni ketuk pintu agak keras. Tapi tetap tidak ada sahutan. Lalu ia dorong pintu kaca yang agak berat itu. Pintu terbuka pelan-pelan dan langsung terlihat Tuan Nakamura sedang sibuk menghadap ke layar komputer.
"Assalamualaikum, selamat sore Tuan!" ucap Yeni dengan suara yang kalah keras dengan alunan musik instrumtal.
"Selamat sore Tuan!!" Yeni meninggikan nada suaranya.
"Hai! Siapa kamu!" suara Tuan Nakamura terdengar keras. Pria gagah dan tampan itu menoleh ke arah pintu dimana Yeni berdiri dengan kaki gemetar.
"Sa-saya...Yeni, Tuan," hampir saja Yeni tersedak karena tenggorokannya tiba-tiba tercekat.
"Kamu karyawati baru?" tanya Tuan Nakamura dengan angkuh masih tetap duduk di kursi kerjanya.
"Ya, Tuan. Saya karyawati baru," mati-matian Yeni menetralkan detak jantungnya untuk mengeluarkan kalimat itu.
"Masuk. Duduk disitu!" teriak Nakamura menunjuk ke sofa.
Yeni tak berani langsung ke sofa. Tempat duduk yang biasa digunakan untuk menerima tamu penting. Pantatnya mampir lebih dulu di meja kecil di sudut ruangan. Dirinya lebih pantas disitu. Karena karyawan biasa yang kebetulan bertugas sebagai sekretaris.
Hai! Itu tempat pot bunga tau!" teriak Nakamura.
Yeni mengangkat pantatnya seketika.
"Itu bukan tempat duduk. Disini nih!" Tuan Nakamura beranjak dari kursi kerjanya dan duduk di sofa dengan menyilangkan kakinya.
Yeni berdiri dari meja kecil itu kemudian berjalan ke sofa. Kakinya yang putih karena sepatunya ia lepas menginjak bulu-bulu halus karpet yang tebal. Lalu ia letakan pantatnya pelan-pelan ke kulit sofa yang empuk. Ia berusaha bersikap tenang tapi kepalanya tetap menunduk.
"Kamu sebagai sektetarisku jangan bersikap kampungan begitu," kata Tuan Nakamura dengan mengamati Yeni dari ujung kaki sampai ujung kepala.
"Ya, Tuan," Yeni tengadahkan kepalanya ke arah pimpinsnnya yang gagah dan tampan itu.
"Bagus begitu," ucap Nakamura "Apa kamu tidak suka menjadi sekretarisku?"
"Suka, Tuan," jawab Yeni berusaha tenang.
"Kamu tahu kenapa kusuruh menghadap?"
"Tidak tahu, Tuan."
"Karena kamu salah dalam menempati pekerjaan!"
Yeni kaget dikatakan salah menempati pekerjaan. Bukankah dari awal masuk Mbak Mirak langsung menempatkannya sebagai sekretaris. Suaminya Eros waktu menawarinya bekerja juga mengatakan menjadi sekretaris.
Hal seperti inilah yang tidak ia sukai bekerja di kantor. Lebih enak bekerja di rumah. Bebas tidak ada yang mengawasi atau mengatur-atur. Tapi untuk menuruti keinginan suami, Yeni rela melepas egonya sendiri.
"Seharusnya tempat saya dimana, Tuan?"
"Kamu bekerja disini memang sebagai sekretaris. Tapi tempat kamu nanti aku yang menentukan," terang Tuan Nakamura.
Yeni mengangguk.
"Dan satu lagi. Sebagai sekretarisku pakaianmu tidak seperti itu. Yang menarik sedikit dong. Kamu kan cantik. Tunjukan kelebihanmu itu agar semua orang memandangmu tidak udik begitu."
"Ya, Tuan. Akan aku perbaiki."
"Ok. Sekarang kamu boleh pulang. Besok akan aku tunjukan dimana tempat bekerjamu yang baru."
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!