NovelToon NovelToon

Bukan Salah Istri Melawan

PERGULATAN

Wanita berjas putih itu berhenti di tengah koridor klinik kesehatan. Memeriksa ponsel yang bergetar di saku jasnya. Keningnya mengerut, mendapatkan pesan dari orang yang tidak dia kenal, kemudian kembali memasukkan ponselnya ke dalam sakunya. Mengabaikan pesan yang tidak jelas itu dan kembali berjalan. Namun, lagi-lagi getaran di ponselnya membuat dia kembali berhenti.

Dengan berdecak malas, wanita itu pun membuka pesan yang dia terima. Matanya terbelalak begitu melihat isi pesan itu. Dia tidak ingin percaya. Namun, pesan berikutnya yang berupa video membuat dia terguncang. Kakinya serasa seperti jelly, lemas. Tidak kuat menopang badannya sendiri untuk berdiri. Beruntung ada salah seorang perawat yang menangkap tubuhnya yang sempat limbung.

Renata yang tersadar jika dirinya masih di klinik. Buru-buru untuk segera pulang yang sebelumnya menghubungi ibunya terlebih dahulu untuk menitip Ghea dan akan menjemputnya nanti malam.

...****************...

Begitu dia sampai di rumahnya, bersamaan dengan itu pula suaminya datang. Renata mencoba untuk menenangkan dirinya terlebih dahulu. Kemudian menyambut Bagas.

“Baru pulang juga?” sapa Bagas dengan mencium kening Renata.

Renata mengangguk kaku. Hatinya pilu ketika mendapati bau parfum wanita lain di tubuh suaminya.

“Bagaimana kerjaannya? Lancar?” tanya Renata mencoba menahan suaranya agar tidak bergetar.

Bagas tersenyum, mengangguk. “Iya. Sangat lancar,” jawabnya.

Renata meringis mendengarnya. Dia mencoba menguatkan hatinya. Memandangi wajah Bagas. “Mas dari hotel?” tanya Renata lagi dengan raut muka yang sudah sangat cemas akan kenyataan.

Bagas tersentak kaget. Namun, dengan cepat dia menormalkan kembali ekspresinya. “Dari kantor, sayang. Mas kan, kerja,” balasnya tersenyum.

“Gak apa, Mas. Lebih baik mas jujur saja. Aku bisa mencium aroma parfum lain di tubuh kamu!” ucap Renata menahan emosinya.

“Kamu kenapa, sih, Sayang? Nuduh-nuduh aku. Baru pulang kerja juga!” Bagas kesal dan berlalu masuk ke dalam rumah.

Renata tidak tinggal diam saja. Dia menyusul suaminya yang terus berjalan ke kamar mereka berdua.

“Aku gak nuduh, Mas!” seru Renata membuat Bagas yang tengah membuka jasnya menoleh ke arahnya.

“Apa, sih, Ren! Kamu kebanyakan nonton sinetron!” tuduh Bagas yang sedikit terpancing emosinya.

Renata mendekat ke arah Bagas. Kemudian menarik kerah baju suaminya. Dengan mata merah dan berkaca-kaca. Renata menatap tepat di mata suaminya.

“Kamu selingkuh, Mas! Kamu selingkuh!” teriak Renata tepat di hadapan suaminya.

Bagas membelalakkan matanya dan menyentak tangan Renata yang menarik kerahnya. “Apa sih! Gak sopan kamu nuduh-nuduh suami. Aku ini suami kamu. Jaga tingkah kamu, Renata!” bentak Bagas.

“Lalu ini bekas lipstik siapa, Mas. Lipstik siapa yang menempel di baju kamu?!” sentak Renata yang kembali menarik baju Bagas untuk memperlihatkan bekas lipstik itu ke suaminya.

Lagi-lagi Bagas menyentak tangan Renata. “Ya bekas kamu lah. Siapa lagi!”

Renata sedikit ternganga mendengar Bagas yang tak kunjung mengaku. Dia menggelengkan kepalanya. Karena bisa-bisanya suaminya tidak mau jujur dengannya. Menyembunyikan kebenaran darinya.

“Kamu lupa? Aku bahkan berangkat lebih dulu tadi pagi saat kamu masih tertidur lelap!” seru Renata lagi dengan menunjuk wajah Bagas.

Bagas terbelalak kaget. “Udah, lah, kamu tambah ngaco. Aku mau mandi!” elaknya menghindari Renata.

Renata tak mau membuang waktu. Dia segera mencegat suaminya yang akan masuk ke kamar mandi.

“Kita selesain ini dulu!”

“Apanya yang mau diselesain, sih, Renata!” sentak Bagas.

“Mending kamu jemput Ghea di rumah mama kamu,” tambahnya.

“Gak! Biarin Ghea di sana! Aku gak mau dia tau kalau papanya tengah berselingkuh!” tolak Renata mentah-mentah.

Bagas menggeram marah. Karena istrinya sangat menguji kesabarannya. Dia pun menatap istrinya dengan sorot mata yang berkilat marah. Namun, dia mencoba untuk menekan emosinya

“Maumu apa? Kenapa kamu nuduh-nuduh aku selingkuh, Ren?” geramnya mengepalkan tangannya.

“Aku cuma mau dengar kejujuran kamu, Mas,” ucap Renata yang mulai menurunkan intonasinya, menunduk terisak.

“Iya, aku udah jujur. Aku gak selingkuh! Aku dari kantor, kerja!” tekan Bagas.

Renata mendongak. Menatap suaminya dengan wajah yang sudah acak-acakan. Air mata yang sudah berjatuhan membasahi wajahnya.

“Terus apa kamu bisa menjelaskan ini semua?” lirihnya dengan menyodorkan ponselnya yang berisi foto dan video Bagas yang tengah bergulat dengan wanita lain di kamar hotel.

Bagas terdiam. Dia tidak lagi bisa berkata untuk mengelak. Dia sendiri bingung akan menjelaskan apa kepada istrinya. Terlebih lagi Renata punya bukti yang entah dari mana dia dapatkan.

Bagas menatap pias ke arah Renata. “Sayang ... kamu dapat ini dari mana?” tanya Bagas tergagap.

Melihat wajah suaminya yang pias, membuat hati Renata hancur. Itu sudah menjadi penjelasan tersirat akan kebenaran yang terjadi.

Renata menangis sejadi-jadinya. Hatinya sakit, lidahnya juga kelu untuk sekedar berbicara. Dia hanya bisa menjerit menangisi keadaanya. Suami yang dia cintai dan dia banggakan telah menghianatinya. Bahkan, di umur sang anak yang masih belum genap 1 tahun.

“Sayang ... maaf. Maafin aku,” ucap Bagas mendekat ke arah Renata yang secara refleks wanita itu mundur menjauhi suaminya.

“Kenapa ... kenapa mas ngelakuin ini. Apa salahku?” Renata meraung mundur.

“Sayang ... maaf. Aku salah. Maafin, Mas, ya?”

Renata tak menghiraukannya. Dia mengusap air matanya. Dengan sedikit terisak wanita itu pergi keluar dari kamarnya.

Melihat itu Bagas segera mencegahnya. Dia tidak ingin istrinya itu pergi dalam keadaan kacau. Di tambah itu karena dirinya. Dia mencekal tangan Renata tepat ketika wanita itu menggenggam ganggang pintu.

“Sayang ... aku mohon. Jangan pergi!” mohonnya mengalihkan wajah Renata yang tidak mau menatap kepadanya.

“Lepasin aku!” Renata meronta dari cekalan tangan Bagas.

“Gak! Sayang ... aku minta maaf. Jangan tinggalin aku.”

“Aku mau pergi!” sentak Renata kasar dan kuat.

Bagas tersentak dan menggeram marah ketika Renata berhasil menyentak tangannya. “Jangan berlagak paling tersakiti, Ren!” seru Bagas membuat langkah kaki Renata terhenti.

“Aku seperti ini juga gara-gara kamu!” imbuhnya.

Hal itu berhasil membuat Renata menolehkan badannya sempurna ke arah Bagas. “Apa?” tanyanya kelu.

Bagas mendengus. “Kamu pikir aku begini karena apa? Jelas-jelas itu karena kamu, Ren. Kamu yang tidak pernah ada waktu buat aku!”

“Kamu selalu sibuk dengan dunia kamu sendiri. Kamu sibuk kerja, kerja, dan kerja. Tanpa peduli kalau aku juga butuh kamu!” jelasnya menggebu membuat Renata membeku.

Di tengah ketegangan itu. Tiba-tiba ponsel Renata berbunyi memecah keheningan. Alis Bagas terangkat tinggi ketika panggilan itu tak kunjung di angkat oleh istrinya.

“Kenapa gak diangkat?” Suara Bagas terdengar membuat Renata yang menatap layar ponselnya tersentak.

“Dari klinik?” tanya Bagas lagi yang diangguki kaku oleh Renata.

Bagas mengumpat, kemudian mengusap wajahnya kasar. Menggelengkan kepalanya dan menatap Renata yang tengah menatapnya sendu.

“Bahkan, di saat seperti ini. Kamu masih mau bekerja?” dengusnya.

“Aku harus pergi, Mas. Ada pasien yang mau mel—” Belum selesai Renata berbicara, Bagas telah memotongnya terlebih dahulu. Dengan bentakan yang membuat Renata terlonjak kaget.

“Apa tidak ada lagi seorang bidan di klinik itu? Huh!”

“Apa cuma kamu satu-satunya yang bisa nanganin hal itu, Renata?” Bagas berseru marah, dengan mata yang menyorot tajam.

“Tapi—”

“Ini yang aku maksud. Kenapa aku bisa selingkuh itu karena hal ini. Kamu gak peduli, aku baru datang kerja. Kamu gak peduli kita baru bertemu. Dan kamu lebih peduli ke pekerjaan sialan kamu itu!”

“Tidakkah kamu mengerti. Aku sebagai suamimu juga butuh kehadiran kamu!” murka Bagas tepat di wajah Teresa. Kemudian melesat pergi meninggalkan istrinya yang tertegun dan kembali terisak.

Hai semua salam kenal yaa

Mohon dukungannya agar author semangat untuk rajin up :)

Salam sayang dari author 😉

Cap Lima Jari

Mendengar ungkapan suaminya dia menjadi termenung. Dia mencoba mengingat hari-harinya yang telah terlewati. Memang benar dirinya sibuk bekerja. Tak jarang pula dia pulang hingga malam untuk menggantikan temannya. Namun, dia tidak lantas melupakan kewajibannya sebagai seorang istri.

Dia bangun lebih pagi menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya. Membereskan rumah agar terasa lebih nyaman. Bahkan, dia sebisa mungkin untuk mengurus buah hatinya bersama Bagas. Akan tetapi, tidak jarang memang dia meminta bantuan Bagas untuk menjaga Ghea. Terkadang dia juga meminta bantuan pada suaminya untuk membereskan rumah dan jarang memiliki waktu berdua.

Kini hati dan pikirannya sedang kusut. Hatinya sakit mengetahui suaminya selingkuh. Namun, pikirannya mengiyakan ucapan Bagas—suaminya. Renata terdiam cukup lama mengintrospeksi dirinya.

“Aku juga butuh waktu bersama kamu, Ren,” ungkap Bagas lagi dengan lirih.

Renata tersadar, kemudian mendongak menatap Bagas dengan mata yang berkaca-kaca. “Maaf jika selama ini aku terlalu sibuk sendiri. Sampai aku melewatkan waktu bersama kamu, Mas,” ucapnya tak kalah lirih.

Mendengar itu dengan segera Bagas membawa Renata ke pelukannya. Dia mencium puncak kepala istrinya lembut. Merasa bersalah dan juga bersyukur karena istrinya akhirnya mau di sentuh olehnya, mau berbicara baik-baik dengannya.

“Gak apa-apa. Mas juga salah. Maafin, Mas, ya, Sayang. Maaf, karena, Mas sudah nyakitin kamu,” ucap Bagas lembut dengan mengelus surai hitam istrinya.

Renata mengangguk di dalam dekapan Bagas dan membalas pelukan suaminya itu. Benar kata suaminya. Masalah ini tidak sepenuhnya salah suaminya. Namun, dia cukup andil membuat masalah ini ada. Kurangnya waktu berdua dan komunikasi, membuat mereka berdua berada di situasi seperti sekarang.

“Aku sayang sama kamu, Mas,” bisik Renata yang semakin mengeratakan pelukannya ke Bagas.

Bagas tersenyum mendengarnya. Dia tidak henti-hentinya menciumi puncak kepala Renata. “Mas juga sayang kamu,” balasnya. Kemudian mengurai pelukannya.

Dia sedikit menunduk menyejajarkan wajahnya dengan wajah Renata. Kemudian menatap sang istri hangat dan menghapus jejak air mata di wajah cantik istrinya itu. Dirinya kembali bersyukur karena mempunyai istri seperti Renata. Selain karena cantik, istrinya itu juga sangat sabar dan penuh kelembutan.

“Jangan nangis lagi, ya. Mas gak suka lihat kamu nangis,” terang Bagas yang diangguki oleh Renata.

“Sayang ... mas boleh minta suatu hal ke kamu?” tanya Bagas lagi dengan pelan.

Renata mendongak menatap mata kelam suaminya. “Apa, Mas?” sahut Renata dengan mengelus wajah Bagas yang beberapa hari ini tidak bersamanya.

Bagas tersenyum menikmati elusan tangan sang istri di wajahnya. “Bisakah kamu resign?” tanyanya hati-hati.

Tangan Renata refleks terhenti mengelus wajah Bagas. Dia lagi-lagi tertegun mendengar permintaan suaminya. “Kenapa?” dengan menatap intens kedua bola mata suaminya.

“Mas bisa memenuhi kebutuhan kamu dan Ghea, Sayang. Selain itu kamu jadi punya waktu lebih banyak di rumah. Kamu tidak akan kelelahan nantinya. Aku lebih senang istriku berada di rumah dan menunggu kepulanganku. Rasanya seperti benar-benar pulang,” jelas Bagas.

Renata terdiam. Memang benar jika dia berhenti bekerja. Dia akan punya banyak waktu untuk keluarga kecilnya. Akan tetapi, karir yang selama ini dia perjuangkan akan berakhir sia-sia. Waktu dan segala hal yang dia korbankan dulu demi menempuh pendidikan dan menjadi seorang Bidan tidak akan berguna, jika dirinya menyetujui permintaan Bagas.

“Apa tidak ada pilihan lain selain aku harus resign?” tanya Renata.

Bagas menghela nafas. “Tidak ada, Sayang. Akan lebih baik jika kamu berhenti. Mas jadi lebih bisa bertanggung jawab ke kamu dan Ghea,” tuturnya.

Renata harus menghadapi pilihan yang rumit. Tidak bisakah dirinya untuk tetap bekerja. Karena selain sayang dengan perjuangannya. Dirinya juga sedikit sayang untuk meninggalkan klinik dan temannya yang sudah seperti keluarga.

Namun, lagi-lagi pikiran akan suaminya selingkuh karena kurangnya waktu dengan dirinya membuat dia jadi dilema. Lalu bayangan Ghea muncul di benaknya. Anaknya itu pasti juga butuh waktu yang lebih banyak dengannya untuk tumbuh kembangnya dengan baik.

Setelah cukup lama berpikir dengan menimbang-nimbang segala konsekuensi setiap apa pun keputusan yang dia ambil. Akhirnya Renata memutuskannya.

Dengan menghela nafas yang cukup berat. Renata menatap dalam mata suaminya. “Baiklah. Aku akan berhenti,” putusnya memantapkan hati.

Iya, dia memilih keutuhan keluarga kecilnya. Di banding dengan karir yang selama ini dia perjuangkan. Hal itu membuat Bagas mengukir senyum lebarnya. Kemudian kembali membawa Renata ke dalam pelukannya.

...****************...

Meski awalnya Renata merasa aneh dan berat ketika baru berhenti kerja. Namun, akhir-akhir ini Renata mulai menikmati peran barunya sebagai ibu rumah tangga. Dia bisa menjadi lebih punya banyak waktu dengan Ghea. Bercanda gurau dan memantau langsung perkembangan anaknya yang semakin pintar.

Dirinya juga senang di saat pagi dia bisa menemani Bagas sarapan dan mengantarnya bekerja sampai depan rumah. Kemudian mencium tangan Bagas dan suaminya mencium keningnya. Menjadi pasangan romantis seperti bayangannya selama ini yang dia impikan.

Sedang asyiknya dia bercanda dengan Ghea, bunyi ponsel mengalihkan atensinya. Sejenak dia mengambil ponselnya untuk melihat siap yang mengirimi dia pesan. Ternyata dokter Reyhan lah yang mengirimi pesan brosur seminar. Tidak ingin di anggap sombong atau apa pun. Teresa pun membalas pesan itu.

Dr. Reyhan;

Ini ada seminar kebidanan. Siapa tau kamu tertarik.

Renata;

Iya, Dok. Terima kasih

Setelah itu Renata kembali fokus ke anaknya. Mengajak sang anak untuk tidur siang. Kemudian dia membereskan segala mainan Renata. Seperti ibu rumah tangga lainnya, Renata juga menggunakan waktu senggangnya untuk mengangkat jemuran, dan menyetrika.

Beruntungnya Ghea bukan anak yang rewel. Bahkan, Ghea sangat mandiri meskipun masih belum genap satu tahun. Di saat bangun, anak itu akan merangkak mencari keberadaan Renata atau hanya sekedar mengambil mainannya.

Setelah memandikan Ghea ketika baru bangun dari tidur siangnya. Lantas, Renata memasak untuk menyiapkan makan malam sebelum suaminya datang bekerja.

“Sayang, main di sini sebentar, ya. Mama mau masak dulu,” ucapnya ke Ghea yang ditanggapi tawa kecil oleh balita itu.

...****************...

Tepat saat masakannya selesai suaminya datang. “Aku pulang!” seru Bagas kemudian masuk menghampiri Ghea yang tengah asyik bermain sendiri dengan bonekanya.

Renata bergegas menyambut suaminya. Menyalami tangan sang suami dan juga mengambil tas suaminya untuk ditaruh ke kamarnya. Kemudian Renata menyuruh suaminya untuk mandi selagi dia menyiapkan makan malam.

Namun, Renata mengernyit bingung karena Bagas tidak kunjung keluar dari kamarnya. Akhirnya, dia menyusul sang suami ke kamar pribadi mereka. Dia heran karena begitu dia masuk ke dalam kamar. Malah mendapati suaminya tengah memegang ponsel miliknya.

“Mas, belum selesai?” tanya Renata dengan melangkah menghampirinya.

Bagas menoleh menatap Renata. “Sudah," jawabnya singkat.

“Kalau begitu, ayo makan malam!” ajak Renata tersenyum begitu sampai di dekat Bagas.

“Kenapa kamu chat sama mantan kamu, Renata?” tuduh Bagas yanh sudah mengeraskan rahangnya.

Renata mengernyit keningnya bingung. Dia tidak merasa melakukan yang dituduhkan suaminya. Hingga dia teringat jika tadi siang dia mendapat pesan dari dokter Reyhan—mantannya. Namun, tidak ada chat aneh, hanya sekedar info seminar saja.

“Jawab, Renata!” bentak Bagas membuat Renata terlonjak kaget.

“Aku gak chatan, Mas," balasnya kukuh.

“Gak ngaku, kamu? Padahal ini ada buktinya!” Bagas berseru kesal.

“Itu hanya sekedar info seminar, Mas. Tidak ada hal lain,” sanggah Renata mencoba mengambil tangan suaminya untuk menenangkan.

“Sama saja! Dia itu mantan kamu. Kenapa bisa-bisanya kamu chat dengan pria lain,” serunya dengan menepis tangannya Renata.

“Iya ... aku hanya menghargainya, Mas." Renata mencoba memberi penjelasan.

“Kamu masih ngejawab!” bentak Bagas lagi-lagi menyentak tangan Renata yang hendak menyentuhnya.

“Bisa-bisanya kamu berkirim pesan sama pria lain tanpa sepengetahuanku! Kamu berniat kembali ke dia, huh?!” hardiknya lagi yang kini sudah menatap tajam Renata.

Renata menggeleng dengan air mata yang mulai luruh. “Gak, Mas. Bukan sepeti itu,” ucap Renata terisak dan kembali mendekati Bagas.

“Lalu kenapa kamu menyembunyikannya dari aku. Aku ini suamimu kalo kamu lupa!” teriak Bagas yang sudah gelap mata meluapkan emosinya.

Plak

Renata sedikit limbung dan tersentak ketika tangan Bagas menyapa pipinya. Rasa panas menjalar di pipi Renata. Dengan pelan Renata mengusap pipinya yang dia yakini sudah memerah. Untuk pertama kalinya, Bagas bermain tangan dengannya. Dia menjadi terdiam membeku. Bahkan, tangisannya pun seketika terhenti.

Suasana menjadi hening. Renata yang masih mencerna keadaan yang terjadi dengan cepat tadi. Bahkan, tidak pernah dia bayangkan sebelumnya dan juga Bagas yang tertegun karena kehilangan kendalinya sampai tanganya begitu ringan menampar pipi sang Istri.

Keadaan hening itu terpecah ketika suara tangis Ghea kembali menyentak keduanya. Renata dengan bergetar mencoba untuk berdiri dan menghampiri anaknya, karena mendengar tangis Ghea yang semakin menjadi. Tidak dia sangka, justru Bagas bergegas keluar sendiri dari kamar dengan keterdiaman. Membuat Renata kembali menjatuhkan air matanya.

BRAKK!!!

Suara pintu yang tertutup kasar menjadi penutup pertengkaran suami istri yang masih muda itu. Bagas meninggalkan Renata dan Ghea, dua wanita yang menjadi tanggung jawabnya dalam keadaan berurai air mata tanpa sepatah kata pun.

Hai semua

Jangan lupa tinggalkan jejak dan dukungannya yaa

Salama sayang dari author 😘

Kedatangan Mertua

Bagas membuka pintunya di tengah malam dengan pelan-pelan. Dia takut mengganggu anak dan istrinya yang sudah terlelap dalam tidurnya.

Di dalam kamar yang remang. Bagas mendekati Renata. Dia tersentak karena masih bisa melihat bekas air mata di wajah istrinya. Dia berjongkok untuk melihat lebih dekat ke wajah tenang istrinya tengah tertidur.

Lagi-lagi dia tertegun ketika netranya mendapati pipi Renata yang memerah bekas telapak tangannya sendiri. Kemudian, Bagas mengelus pelan pipi Renata, sedikit meringis tatkala istrinya sedikit menggeliat begitu dia menyentuhnya. Lantas Bagas mencium kening Renata dan merebahkan dirinya di sebelah sang istri.

***

Renata tersentak ketika mendapati ada tangan yang melingkar di pinggangnya begitu bangun. Dia membalikkan badannya untuk melihat Bagas yang tengah tertidur memeluknya.

Kejadian semalam membayanginya. Kilatan marah sang suami hingga lepas kendali menamparnya berputar jelas di pikirannta, bagai kaset yang di putar ulang. Tanpa sadar air matanya jatuh dan dirinya kembali terisak. Hal itu membuat Bagas terbangun.

Melihat istrinya menangis, Bagas tersentak dan segera membawa istrinya ke pelukannya. Bagas mengelus lembut surai sang istri dan menepuk-nepuk punggung istrinya dengan lembut. Tak lupa gumaman kata maaf dan sayang dia bisikkan.

“Maafin aku, Sayang,” bisik Bagas.

Renata semakin terisak. Menumpahkan kesedihannya di pelukan sang suami. Bagas pun tidak henti-hentinya menggumamkan kata maaf di telinga sang istri. Tidak lupa dia juga sesekali mengecup kepala Renata guna meminta maaf dan menenangkan istrinya.

“Maaf. Aku khilaf. Aku gak seharusnya sampai hilang kendali. Aku terlalu terbakar rasa cemburu,” sesalnya dengan suara seraknya.

“Kamu ... jahat,” lirih Renata mencengkeram ujung kaos yang dipakai suaminya.

Bagas kembali menghujani Renata dengan ciuman di kepalanya. “Iya ... Mas jahat. Mas salah. Kamu berhak marah balik ke Mas sekarang. Tapi ... maafin Mas, ya, Sayang. Jangan tinggalin, Mas,” pintanya menyendu.

“Mas sayang baget sama kamu. Mas gak tau bakal gimana kalau kamu sampai ninggalin Mas, Sayang. Jadi ... marahlah! Pukul kalau perlu. Tapi jangan tinggalin, Mas, ya,” sambungnya semakin mengeratkan pelukannya ke Renata.

Renata yang sudah sedikit tenang, kemudian mengurai pelukan suaminya. Dengan masih ada isakan, dia menatap wajah suaminya yang kini ikut meneteskan air mata meskipun tidak sebanyak dirinya.

“Mas jangan kayak gitu lagi. Aku ... takut,” cicitnya dengan suara yang sedikit bergetar.

Bagas mengangguk mengusap bekas air mata di wajah istrinya. Kemudian mengucup kedua mata Renata yang sembab karena ulahnya. “Iya ... Sayang. Maafin, Mas, ya?”

Renata mengangguk dan kembali memeluk suaminya. Namun, tak lama dia tersentak. Kemudian menoleh ke jam dinding di atas pintu kamarnya.

Dia terlonjak kaget dan bergegas untuk berdiri. Akan tetapi, tubuhnya sedikit terhuyung ketika dirinya bangkit dari duduknya. Renata sontak memegang kepalanya yang terasa pening. Membuat Bagas segera menegakkan tubuhnya.

“Sayang kenapa?” paniknya dan merengkuh istrinya.

“Kepalaku pusing,” jawab Renata lirih, memijit pelan pelipisnya.

“Ya udah, kamu tidur dulu lagi aja, ya. Maaf, Sayang. Karena aku kamu jadi sakit,” ucap Bagas dan membantu Renata merebahkan dirinya.

“Iya. Tapi ... aku harus nyiapin sarapan buat kamu dan Ghea.”

“Udah gak apa-apa. Beli aja makanannya dan Ghea biar aku yang urus. Kamu istirahat aja, ya,” ucap Bagas lembut mengelus surai hitam istrinya.

“Tapi ... kamu kerja,” sanggah Renata membuat Bagas menghela nafas dalam.

“Aku bisa kerja dari rumah kalau kamu lupa. Jadi hari ini kamu bisa bebas me time. Istirahat, ok,” terangnya membuat Renata tersenyum dan mengangguk.

...****************...

Suasana tenang di rumah keluarga kecil Renata tidak bertahan lama. Karena menjelang sore, Santi dan Burhan—orang tua Bagas datang mengunjungi kediamannya. Renata yang tengah tertidur lelap ketika baru meminum obat merasa terusik ketika mendengar suara keras masuk ke indra pendengarnya. Bahkan, Renata jadi terbangun dengan sempurna. Tidak bisa untuk kembali memejamkan matanya.

“Enak banget, ya. Suami kerja di rumah, istrinya enak-enakan tidur. Bukannya jagain anaknya. Malah ngebiarin suaminya yang nanganin semua,” sindir Santi ketika mendapati Renata yang tidur.

Mendengar hal itu Renata mengusap dadanya agar bisa bersabar menghadapi mertuanya yang memang sedikit julid padanya. Kemudian dia mencuci muka dan menghampiri Santi dan Burhan untuk menyambut dan menyalami kedua mertuanya.

Ghea yang tengah berada di pangkuan Burhan—kakeknya terlonjak kesenangan mendapati kehadiran mamanya.

“Sudah lama, Ma, Pa?” tanya Renata berbasa-basi.

Santi hanya melengos. Berbeda dengan Burhan yang tersenyum hangat pada Renata. “Belum, kok, Nak. Belum ada setengah jam,” jawab Burhan hangat.

Renata tersenyum menghiraukan Santi yang menghiraukannya. “Renata buatin teh dulu, ya,” pamit Renata. Kemudian melesat ke dapur.

Namun, siapa yang menyangka jika Santi akan menyusulnya ke dapur dan mengecek isi kulkasnya. Bahkan, mertuanya juga mengecek barang-barang di dapur yang di milikinya.

“Memang udah bener kamu berhenti kerja. Biar anak saya ada yang ngurusin,” ujar Santi ketus dengan melirik menantunya itu.

Renata menoleh dengan menghela nafas pelan. “Iya, Ma.” Renata menjawab singkat, tak ingin memancing keributan.

“Jadi istri itu harus yang berbakti kepada suami. Biar suaminya tidak macam-macam. Karena kalo suami sampai macam-macam berarti ada yang salah dengan istrinya.” Sinta kembali bersuara memberi petuah yang hanya diangguki oleh Renata.

Kemudian Sinta melengos, berlalu pergi begitu saja. Renata hanya bisa diam dan menghela nafas pasrah menyusul mertuanya ke ruang tamu untuk menyuguhkan minuman dan beberapa makanan ringan.

...****************...

Di karenakan sudah malam, dan perjalanan yang lumayan jauh. Mertua Renata memutuskan untuk menginap semalam di rumah pasutri itu. Lantas Renata pun menyiapkan kamar untuk mereka agar bisa istirahat dengan nyaman.

Dia ingin mertuanya betah layaknya rumah sendiri. Lagi pula, suaminya pasti senang bisa bertemu dan berlama-lama dengan orang tuanya. Seperti halnya dia jika bertemu orang tuanya.

“Bagas, gajimu masih tetap apa sudah naik?” tanya Santi keras membuat Renata yang posisinya di kamar tamu mendengarnya dengan jelas.

“Masih, Ma,” jawab Bagas kalem yang masih sibuk dengan pekerjaannya.

Renata yang telah selesai membereskan kamar tidur untuk mertuanya, lantas ikut bergabung dengan suami, anak, dan mertuanya di ruang tamu. Dia mengambil tempat di samping Bagas.

“Sudah selesai, Sayang?” bisik Bagas pada istrinya.

Renata menoleh tersenyum ke suaminya. “Udah, Mas. Mama sama Papa udah bisa istirahat dengan nyaman,” balasnya lembut membalas genggaman suaminya.

Mendengar hal itu, Burhan mengangguk dan mengajak istrinya untuk beristirahat. “Ayo, Ma. Istirahat dulu. Besok lagi ngobrolnya.”

“Bentar, Pa.” Santi menolak, kemudian menatap anak dan menantunya bergantian.

“Per bulan berapa pengeluaran kalian?” tanya Santi dengan serius.

Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Renata tersentak. Bukankah itu termasuk hal privasi. Meskipun Santi adalah mertuanya, bukankah tidak seharusnya bertanya mengenai kehidupan anaknya, selagi anak tidak meminta saran. Dia tidak habis pikir mertuanya itu akan bertanya hal-hal seperti itu.

“Mama bukannya mau ikut campur masalah ekonomi kalian. Cuma Mama merasa aneh saja,” ucapnya lagi mencoba menjelaskan, karena tidak kunjung mendapat jawaban dari keduanya.

“A-aneh seperti apa, ya, Ma?” tanya Renata pelan, mencoba berpikiran baik, terlebih suaminya kini menggenggam tangannya semakin erat.

“Iya aneh saja. Kebutuhan kalian itu berapa, sih, sebulan dengan satu anak. Renata juga baru sebulan ini yang berhenti kerja. Kenapa, kok, gak bisa beli mobil baru kayak Bima. Padahal, istri Bima dari awal nikah gak kerja. Anaknya juga dua, tapi bisa, tuh, beli mobil yang baru. Bukan bekas!” lontar Santi menggebu, membandingkan antara kedua anak dan menantunya.

“Ma, udah! Ayo istirahat,” sentak Burhan menarik tangan istrinya.

Santi menolak. Dia masih bersikukuh untuk mewawancarai anak dan mantunya. “Bentar dulu, Pa. Mama belum selesai. Ini buat kebaikan mereka juga,” ujarnya dengan menarik suaminya untuk kembali duduk.

“Kalian jangan boros-boros! Masa, iya, gaji 8 juta sebulan habis. Gak ada tabungan! Kamu lagi Bagas! Sebagai suami kamu itu harus bisa tegas ke istrinya. Jangan semuanya dituruti,” tekannya berapi-api.

Kemudian Santi menatap Renata. “ Dan kamu Renata! Sebagai istri harus pinter ngelola uang. Kalau tidak perlu, gak usah beli. Mama lihat banyak mainan Ghea yang gak terlalu penting. Jadi istri harus irit! Gak usah pakek skincare-skincare mahal. Pakek sabun muka sama bedak aja udah cukup!” Lagi-lagi Santi memberi petuah dengan menunjuk-nunjuk wajah Renata.

“Kan, Bagas ada cicilan rumah, Ma. Gak kayak Mas Bima yang dapat rumah dari mertuanya.” Bagas bersuara tegas, berharap mamanya bisa mengerti.

“Justru itu! Kenapa kamu gak minta juga ke mertuamu. Biar kamu gak ada cicilan. Kamu tinggal sama anaknya juga, kan. Masa iya gak bisa!” balas Santi yang kini mulai berdiri dan berkacak pinggang.

“Sama satu lagi. Jangan terlalu sering manja yang makan harus beli. Masak sendiri lebih hemat. Kalau cuma pusing sedikit aja itu tahan. Masak sebentar gak akan buat kamu langsung masuk UGD!” tambahnya menggebu-gebu kembali menunjuk Renata.

“Cukup, Ma! Ayo tidur atau kita pulang!” seru Burhan yang sudah jengah, dan menarik tangan Santi untuk masuk ke dalam kamar dengan sedikit kasar.

Suasana tegang itu akhirnya kembali tenang tatkala mertua Renata masuk ke dalam kamar. Renata pun menghembuskan nafas kasar yang sedari tadi dia tahan, dan mengusap dadanya. Tidak bisa dia pungkiri, hatinya berdenyut sakit mendengar kata per kata yang mertuanya lontarkan padanya. Terlebih saat dirinya di tunjuk-tunjuk tepat di depan wajahnya. Karena seumur hidup dia tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh orang tuanya atau siapa pun.

Lagi-lagi air matanya luruh tak bisa dia bendung. Namun, dia setidaknya sedikit bersyukur, karena anaknya sudah tertidur. Jadi, dia bisa sedikit tenang. Karena Ghea tidak mendengar suara-suara keras dan caci makian yang dirinya terima.

Bagas tidak bisa berbuat banyak. Karena bagaimana pun juga, Santi adalah ibunya. Meskipun dia membela Renata, ujung-ujungnya akan semakin panjang. Dia hanya bisa membawa sang istri masuk ke dalam kamarnya begitu kedua orang tuanya beristiraha. Kemudian merengkuh tubuh Renata yang sudah bergetar hebat, karena menangis.

“Maafin Mama, ya. Jangan di masukin ke hati. Mungkin Mama hanya mengingatkan kita untuk hemat, untuk kebaikan kita,” ucap Bagas lembut dengan mengecup puncak kepala istrinya. Membuat tangis Renata semakin pecah di dalam pelukan Bagas.

Hai semua

Jangan lupa tinggalin jejak sebanyak-banyaknya 😊

Salam sayang dari author 😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!