NovelToon NovelToon

Tuan Willy: Duda Mencari Cinta

Prolog

Willy kira anaknya hanya bercanda ketika mengatakan akan mencari sendiri ibu untuknya, bahkan bocah itu berkata akan mencari juga kriteria yang sesuai dengannya, tentu saja jika wanita itu menjadi Ibunya, dia juga harus menjadi istri Willy.

Tapi saat ini Daren membawa seorang gadis kehadapannya dan berkata "Dia yang akan menjadi mommyku."

Willy mengalihkan tatapannya pada gadis yang di gandeng Daren, dan melihat dia juga mengeryit bingung membuatnya menerka jika gadis ini tak mengerti dengan ucapan Daren.

....

"Mom.. Kau.. Aku ingin kau menjadi Mommyku.."

"Anak kecil kau bicara apa.. Ayo aku bantu mencari Ibumu.." Isa berjongkok di depan seorang anak laki- laki yang dia perkirakan berumur 5 tahun.

"Tidak, Ibuku sudah tiada, dan aku ingin kau yang menjadi Mommy ku." Isa tertegun,lalu mengusap pucuk kepala anak laki- laki itu, kasihan sekali ternyata bocah ini sudah tak memiliki Ibu.

"Baiklah siapa namamu?."

"Namaku Daren, Daren Mikhael Wilson aku anak dari orang terkenal di kota ini, jadi jika kau menikah dengan Daddyku kau tidak akan miskin dan akan hidup senang." Isa terkekeh, namun Isa ingat dia sedang bicara di telepon dengan Amanda, sahabatnya.

"Hallo, Amy. Maaf aku ada urusan, aku akan menghubungimu lagi nanti.." Tanpa menunggu jawaban Amanda Isa segera mematikan ponselnya, dan kembali pada anak kecil di depannya.

"Baiklah, sebaiknya kita cari Ayahmu, hmm siapa namanya?." Isa mengedarkan pandangannya berharap ada yang memanggil anak ini.

"Willy, nama Ayahku.. Willy Mikhael Wilson, dia sangat tampan kau tidak akan menyesal menikah dengannya." Isa tertawa dan membawa Daren ke petugas yang sedang berjaga untuk mencari ayahnya. Isa sedang berada di sebuah hotel untuk menghadiri seminar bisnis, sambil menunggu acara dimulai Isa menghubungi Amanda, namun dia malah bertemu dengan bocah tampan yang bernama Daren ini, yang tiba- tiba menarik roknya hingga mau tak mau Isa pun menoleh, Isa rasa anak itu pasti sedang di cari ayahnya sekarang.

"Tunggulah disini, petugas akan mencari ayahmu dan menghubunginya." Isa berjongkok di depan Daren yang menggeleng menatapnya penuh permohonan, seolah dia tak ingin di tinggal sendiri.

"Ayahmu akan segera datang." Daren terus menggeleng.

"Bagaimana ini seminarnya akan segera dimulai.." Isa melihat jam yang melingkar di tangannya.

"Kami sudah menghubungi Tuan Willy, beliau akan segera datang." petugas keamanan menghampiri Isa. "Anda bisa pergi kami akan menjaganya."

Isa kembali menatap Daren yang menunduk sedih "Maafkan aku, tapi aku harus segera kembali.. Kau tahu aku harus bekerja.." Isa melepaskan pelan tangan mungil itu. Isa merogoh tasnya dan tersenyum, beruntung permennya masih ada "Untukmu." Isa memberikan lolipop berbentuk hati untuk Daren.

"Apa kita akan bertemu lagi?"

"Tentu, aku menginap di hotel ini, kamu hanya perlu mencariku.. Namaku Isa.. Isabella Alfaro."

Daren tersenyum dan mengangguk.

"Baiklah, tunggu disini aku pergi dulu." Isa keluar dari ruangan keamanan sambil terus menatap ponselnya, hingga tak menyadari dia hampir bertabrakan dengan seseorang. "Ma..af.." Isabella tertegun saat melihat pria tampan yang hampir bertabrakan dengannya, namun pria itu berjalan acuh diikuti beberapa pria berjas hitam memasuki ruangan keamanan.

Tiba- tiba Isa teringat ucapan Daren tentang nama Ayahnya.

"Willy, nama Ayahku.. Willy Mikhael Wilson.."

Isa kira nama itu tak hanya satu, tapi melihat pria itu kini masuk ke dalam ruang keamanan dan memeluk Daren, bukankah dia sungguh Tuan Willy.

Haruskan dia memanfaatkan momentum ini..?

...

Tes.. Tes.. Tes.. Percobaan.

Ada yang kenal Isa?

Ada yang kenal Willy?

TW 1: Isabella Alfaro

Willy menatap sekitarnya dengan alis terangkat, lalu kembali pada wanita di depannya.

Luciana wanita yang di kencaninya satu minggu terakhir, "Untuk apa semua ini?" katanya datar.

Luciana tersenyum, "Untukmu, apa kau suka?." Willy menghela nafasnya, jika bukan karena Daren dia tak ingin mengencani wanita ini, sudah dia bilang lebih baik dia sendiri karena dia tidak akan bisa mencintai lagi seperti dia mencintai mendiang istrinya.

Dan hari ini Luciana jelas membuang waktunya karena membuat makan malam romantis ini, jelas dia tidak membutuhkan ini, yang dia butuhkan justru Luciana bisa mengambil hati Daren, agar anak itu setuju dia menjadi ibunya.

Willy sendiri tak masalah asalkan Daren bahagia, dia akan menikahi Luciana. Tapi sekarang dia melihat jika Luciana hanya berniat menjadi istrinya bukan ibu untuk Daren, karena jelas dia sedang sibuk mencari perhatian Willy.

Willy menghela nafasnya "Sebaiknya kita tidak melanjutkan ini Lucy.." Luciana tercengang..

"Apa maksudmu, kau bercanda?."

"Aku sudah katakan jika aku tak butuh perhatianmu, ataupun apa yang menurutmu penting, tapi aku cuma butuh kau memperhatikan Daren, karena kelanjutan hubungan kita ada pada keputusannya."

"Dari sini aku melihat kau hanya ingin menjadi istriku, bukan ibu untuk anakku."

"Will.." Luciana berkaca- kaca, "Seandainya bisa, tapi Daren sangat sulit aku luluhkan.. Dia bahkan tak ingin menemuiku." Ya, Luciana bahkan sengaja datang ke sekolah Daren untuk mengajak anak itu jalan- jalan, tapi Daren malah acuh mengabaikannya. Dasar anak sombong!.

"Itu berarti kau sudah gagal." Willy bangun dan melihat jam di tangannya "Kau membuang waktuku." geramnya.

Luciana gelagapan saat Willy pergi meninggalkannya "Bagaimana dengan kita, apa kau tidak mencintaiku, tidak sepantasnya kita berkorban perasaan kita, hanya karena Daren." Luciana memegang tangan Willy.

Willy menggeram tak suka, dan menepis tangan Luciana "Daren adalah hidupku, salah jika kau kira aku tak rela berkorban, jangankan untuk cinta, nyawa pun akan aku berikan pada putraku."

"Dan kau salah tidak ada cinta di antara kita, aku bahkan tak tertarik padamu." Luciana meneteskan air matanya, perjuangannya untuk bersama Willy sia- sia, beberapa bulan ini dia gencar mendekati Willy, namun karena Daren dia harus menelan kepahitan.

Bahkan hanya dalam seminggu Willy mengakhiri hubungan mereka hanya karena Daren, anak sialannya.

Luciana menggenggam tangannya erat dan menatap tajam punggung Willy yang keluar dari restoran, susah payah dia menyiapkan makan malam romantis ini, tapi Willy tidak menghargai kerja kerasnya.

Dan ini semua karena Daren, brengsek!.

....

Di luar sana Willy menekan ponselnya lalu menempelkannya di telinga..

"Siapa selanjutnya..?"

"Kau gagal lagi..?" sapa seseorang di balik ponselnya.

"Bukan aku, tapi wanita itu yang gagal!.." Willy memasuki mobilnya setelah supir membuka pintu untuknya.

"Lalu kau mencari wanita yang seperti apa?" Ini adalah kencan Willy yang ke tiga dengan perempuan berbeda di bulan ini, dia katanya sedang mencari istri dan meminta asistennya menyeleksi siapa yang pantas untuknya, tidak sulit karena banyak wanita yang menginginkan Willy, tapi Willy yang menyulitkannya karena kencannya selalu gagal, lebih tepatnya Willy yang menggagalkannya.

"Wanita yang bisa menghabiskan waktu dengan Daren dan tentu di sukai Daren, dan mengambil hatinya."

"Jika begitu carilah, Baby sitter bukan istri.." keluh asistennya di seberang sana.

"Kau!, mau aku pecat.."

"Tidak tuan, maafkan aku." Si asisten bergidik mendengar nada tegas dari Willy, hingga bahasanya kembali formal.

"Kau ini mentang- mentang sahabatku jadi besar kepala!."

"Mana ada sahabat yang di perlakukan sepertiku.." gumamnya.

"Masih mengeluh.."

"Tidak tuan.."

"Jadi?"

Asisten Willy menghela nafasnya, lalu berkata.. "Dia putri perdana menteri, dia anggun dan cantik dengan sikap ke ibuan, kurasa dia cocok untuk Daren.."

"Ya, semoga.. Hubungi dia dan buatkan janji."

"Baik tu.." tak menunggu sang asisten menjawab Willy mematikan ponselnya.

Piter mengelus dadanya kala tuan sekaligus sahabatnya membuatnya kesal, selalu begitu.. Seenaknya saja, jika saja gaji yang di berikan Willy tidak banyak mungkin Piter akan menendang bo kong Willy satu kali saja.

Bolehkah?.

...

Isabella Alfaro..

Gadis itu sedang berlari, Isa sedang menghindar dari sakitnya..

Tidak, Isa tidak sakit hati, tapi Isa bahagia, bagian terdalam hatinya menyangkal jika hatinya sakit.

Kedua sahabatnya kini telah menikah dan bahagia meski hatinya merasakan sakit tapi sungguh kebahagiaannya lebih banyak.

Alan dan Amanda adalah sahabatnya sejak kecil dan tentu saja Isa mengagumi Alan sejak mereka tumbuh bersama, namun melihat cara Alan yang selalu berlaku posesif pada Amanda membuat Isa mundur perlahan, yakin dia tak bisa bersaing dengan keponakan Alan itu.

Hingga orang tua mereka menjodohkannya dengan Alan, Isa merasa bahagia, meski ia tahu mungkin jika terjadi pernikahan ini tidak akan berhasil, dengan menutupi perasaannya Isa mengatakan pada Alan untuk membatalkan perjodohan, karena bagaimanapun tidak ada cinta diantara mereka, Isa tahu Alan tak menginginkan perjodohan itu, namun Alan berjanji akan memulai dan berusaha untuk membuat pernikahan ini berhasil.

Isa percaya..

Namun hari itu Isa melihat Alan dan Amanda berciuman dan saling mengungkapkan perasaan, haruskan dia bersikap egois, dan melanjutkan perjodohan meski harus menyakiti dua sahabatnya.

Tentu saja egois itu bukan Isa, Isa yang sejak awal berpikir jika pernikahannya dan Alan tidak akan berhasil memilih menyatukan dua insan bodoh itu meski resikonya dirinya yang sakit hati.

Dan hari itu setelah Isa menyaksikan dua sahabatnya mengucap janji suci, Isa memutuskan untuk pergi..

Italia adalah tempat pelariannya, selain karena untuk mengobati perasaannya, Isa juga pergi karena sebuah misi.

....

Isa tiba di hotel di malam hari, setelah menempuh perjalanan yang melelahkan kini Isa membaringkan tubuhnya di ranjang empuk kamar VIP nya.

Hhhhhhh

Helaan nafasnya terdengar di suasana hening yang menyelimuti kamarnya.

Isa meneliti seluruh kamar, lalu kembali menatap langit- langit kamar.

Tanpa terasa mata Isa mulai memberat hingga gadis itu jatuh dalam tidurnya.

Isa bangun di pagi hari dan bersiap menghabiskan waktu untuk jalan- jalan sebelum kesibukan melandanya.

Sibuk..?

Sebenarnya tidak terlalu, namun karena misinya ini cukup sulit jadi Isa mempersiapkan diri sebelum memulai pekerjaannya.

Isa menoleh saat ponselnya berdering, mengetahui siapa yang menghubunginya Isa segera mengangkat panggilan tersebut.

"Ya, Mom.."

"Honey kau sudah tiba.." terdengar suara Monica di sebrang sana.

"Ya, tadi malam.. Bagaimana di sana?."

Monica menghela nafasnya "Kami baru saja menghadiri pemakaman tuan Barnes."

Isa mengeluh "Apa mom menyampaikan bela sungkawaku?"

"Tentu.."

Isa mengusap air matanya, Paman Barnes adalah pria yang baik dan tentu saja pria itu juga menyayanginya, sayangnya Isa tak bisa hadir di pemakaman paman Barnes karena dia tengah dalam perjalanan dan di dalam pesawat menuju Italia.

Belum lagi Isa juga berusaha menyembuhkan hatinya, jika dia datang dia akan melihat Amanda dan Alan, susah payah dia menyembunyikan hatinya, Isa tak yakin jika harus kembali bertemu apakan Isa masih bisa menyembunyikan perasaannya atau tidak.

"Aku merasa tak enak pada Bibi Sofia."

"Tidak apa nak, Sofia mengerti.."Monica menenangkan, Monica tahu apa yang di rasakan putrinya, tentu saja hanya padanya Isa mengungkapkan perasaannya.

"Hum.."

"Oh, bagaimana denganmu?, kapan seminarnya di adakan?."

"Besok lusa Mom, dan hari ini aku akan jalan- jalan dahulu.."

"Baiklah, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, okay?."

"Ya, Mom. Tapi aku yakin kali ini aku pasti bisa meyakinkan tuan Willy."

"Tentu, kau harus bersemangat."

TW 2: Belum Di Mulai

Sangat sulit bertemu tuan Willy, beberapa bulan lalu Isa dengan susah payah menemuinya, namun tuan Willy menolak mentah- mentah proposalnya, entah bagaimana pria itu nampak arogan dan menyebalkan dan begitu irit bicara, bicara tentang tuan Willy, Isa jadi teringat Alan, pria itu juga irit bicara, namun jika dengan orang terdekatnya Alan sangat hangat, beruntung Isa menjadi salah satunya yang Alan perhatikan meski tak seperhatian pada Amanda.

Alan kerap berlaku posesif dan memperlakukan Amanda seperti miliknya yang tak boleh di sentuh orang lain.

Isa menggeleng saat lagi- lagi ia mengingat Alan dan Amanda.

"Sudahlah, Isa. Lupakan semuanya mereka sudah bahagia, dan sudah seharusnya aku juga bahagia." Isa menghela nafasnya lalu menatap langit Italia yang tengah cerah.

Isa merogoh tasnya dan membuka satu bungkus permen dan memasukannya ke dalam mulut "Manisnya.." Isa melangkah riang menyusuri jalanan Italia dengan kamera di tangannya, memotret beberapa spot yang bagus bahkan sesekali berselfi untuk dia posting di akun media sosialnya.

Seharian ini akan dia habiskan untuk menyenangkan diri, jalan- jalan, belanja dan kulineran.

...

"Jadi apa yang harus aku lakukan bukankah kau ingin seorang ibu?" Willy menatap Daren yang sedang asik menyantap eskrimnya.. cuaca cerah hari ini membuat Daren ingin eskrim, dan mau tak mau Willy meninggalkan pekerjaannya demi menemani Daren memakan eskrim.

"Sudah kubilang sekarang giliranku, maka aku akan mendapatkan yang spesial untukmu.." Willy menaikkan alisnya, jangankan Daren, Willy sendiri susah payah mencari ibu untuk Daren, setelah Luciana, semalam dia menemui putri menteri seperti yang di katakan Piter. Namun perkataan Piter tentang putri menteri itu tidak benar, haruskah dia meminta Astra untuk mencari tahu dulu seluk beluk siapa wanita yang akan dia temui.

Jelas informasi dari Astra lebih akurat di banding asistennya yang bodoh itu.

Keibuan katanya..

Dia bahkan terlihat ke kanak- kanakan menurut Willy.

Anggun memang, saking anggunnya saat dia makan pun dia sangat takut kukunya kotor.

Baru satu kali bertemu saja Willy sudah memutuskan ini tidak akan berhasil, jelas Daren tidak akan menyukainya.

"Apa yang kau lakukan membuang waktu Dad.." Daren tahu daddy nya sedang mencari dan menyeleksi semua wanita yang kesukaannya centil dan mendekat padanya, bagaimana bisa daddynya berpikir mereka baik untuknya dan Daren.

"Berhenti bersikap sok dewasa, ini belum waktumu." Willy mengusap bibir Daren yang penuh eskrim. "Bermainlah dengan temanmu, dan habiskan masa kanak- kanakmu dengan bahagia."

Daren mendongak menatap Willy, tentu saja Daren ingin seperti itu, tapi Willy tak tahu jika Daren kerap mendapat perundungan dari teman- temannya karena tak memiliki Ibu.

Willy sendiri tak tahu karena merasa sudah menempatkan penjagaan untuk Daren lewat dua bodyguardnya, namun kedua orang itu tak tahu apa yang terjadi di dalam kelas sebelum para guru masuk atau saat Daren di dalam toilet sekolah.

Willy tak tahu karena itu dia selalu malas untuk pergi ke sekolah.

Bocah lima tahun itu mencebik dan mengalihkan tatapannya.

Willy menghela nafasnya dia bersyukur di beri anak yang pintar namun jika Daren bersikap dewasa sebelum waktunya Willy jadi kerepotan sendiri, seperti sekarang.

Daren masih mengalihkan tatapannya dari Willy, bahkan dia berhenti memakan eskrimnya.

Menurunkan kaki kecilnya dan menatap keluar jendela, mata Daren berbinar saat melihat seorang gadis berjalan sambil mengarahkan kameranya, Daren tersenyum saat si gadis melambaikan tangan ke arahnya, tentu saja jendela itu terlihat dengan jelas hingga dia bisa melihat Daren. "Dad aku ingin itu.." Daren menoleh ke arah Willy dengan telunjuk tangan mengarah ke luar jendela.

Willy mengeryit dan melihat ke arah luar jendela, "Apa?"

"Itu.." Daren berhenti bicara saat apa yang dilihatnya sudah tidak ada. "Dia sudah tidak ada.." Daren menunduk sedih.

Willy semakin mengerutkan keningnya menatap bingung "Tidak menghabiskan eskrimmu?" Daren menggeleng dia sudah tidak berselera.

Willy menghela nafasnya "Baiklah kita bisa pulang, Dad banyak pekerjaan." Daren mengangguk dan melangkahkan kaki mungilnya keluar kedai.

...

Isa benar- benar pergi jalan-jalan, menghabiskan waktu untuknya sendiri dan memanjakan dirinya.

Ini bukan pertama kalinya Isa datang ke Italia, jadi dia sudah tahu seluk beluk kota hingga tak memerlukan pemandu, begitupun dengan bahasa.. Sejak kecil Isa bahkan mempelajari beberapa bahasa salah satunya bahasa negara ini, jadi dia sudah fasih berbahasa Italia.

Isa mendudukkan dirinya di kursi taman sambil menikmati pemandangan, di sekitarnya banyak anak- anak yang tengah bermain bola, beberapa dari mereka juga ada yang menggelar tikar dan menikmati bekal yang mereka bawa dirumah.

Isa tersenyum, suatu saat dia juga akan melakukannya dengan anak- anak dan suaminya. Piknik bersama, jalan- jalan, bermain bola.

Isa ingat dia juga ingin punya banyak anak agar hidupnya tidak sepi, seperti dirinya yang menjadi anak tunggal, meski dia tak kesepian secara orang tuanya selalu memperhatikan, tapi jika kita punya saudara setidaknya kita ada teman bermain bahkan bertengkar.

Isa menoleh saat seseorang duduk di sebelahnya, "Sudah ku duga." Desahnya.

"Daddy anda tidak mungkin membiarkan anda berkeliaran sendiri Nona."

Isa menekan pipi pengawalnya, meski pelan namun pipi itu tertoleh ke samping "Baiklah, tapi jangan bertampang kaku, aku tidak suka. Dan ingat apa yang aku katakan?"

"Saya ingat nona.. Ehmm Isa.. Saya akan berlaku seperti teman anda agar orang lain tidak curiga."

Isa mengangguk puas "Lagi pula aku tak mau di bilang anak kecil yang selalu diikuti."

"Baiklah aku akan kembali ke hotel, besok lusa akan di adakan seminar dari tuan Willy aku harus hadir dan memastikan dia setuju dengan proposalku." Isa mengangkat tangannya.

"Baiklah semangat untukmu." Isa terkekeh lalu bangkit dan pergi diikuti Aldo di belakangnya, tahukah kalian Aldo sudah menemani sejak usianya 20 tahun, pria itu keturunan Indonesia yang terkenal dengan keramahannya, namun sudah empat tahun bersama, pria itu tetap kaku dan menjaga jarak meski Isa selalu berkata anggaplah mereka berteman.

"Al, kau sudah makan siang." Isa menghentikan langkahnya agar sejajar dengan Aldo.

"Belum."

"Sudah ku duga.. Bagaimana jika kita makan siang dulu sebelum ke hotel."

"Baik."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!