NovelToon NovelToon

Saling Cinta Setelah Menikah

1 : Awal Mula

Kepala Ryuna masih terasa sangat pusing ketika wanita berusia 22 tahun itu mendengar helaan napas kasar khas seorang laki-laki, dari sebelah kanannya. Samar-samar kedua matanya yang terasa berat untuk terbuka, menangkap cahaya terang dari langit-langit sekaligus dinding sekitar. Dinding berupa bilik tua yang sana sini bolong, membuat Ryuna menyadari, dirinya tengah berada di tempat asing. Suasana di sana memang masih khas pedesaan, tapi Ryuna yakin, kini ia tidak berada di tempat harusnya ia tinggal.

Detik itu juga nyawa Ryuna seolah dicabut paksa. Jantung wanita berkulit kuning langsat itu seolah lompat seiring rasa dingin yang ia rasa makin kuat. Segera ia bangun dan benar saja, ia benar-benar tak memakai bu*sana, yang mana ia refleks meringis akibat rasa sakit luar biasa dari kewanita*annya. Kedua pahanya sampai terasa kebas dan ia sungguh terbatas dalam bergerak.

“Maaf, tapi aku akan bertanggung jawab!”

Terbangun di sebuah gubuk tempatnya berteduh tanpa sehelai pakaian pun yang menempel di tubuh saja sudah membuat Ryuna terkejut sekaligus takut. Apalagi ketika Ryuna mendengar suara pria tadi dan ia kenali sebagai suara Kim—ketua KKN dari kelompok sebelah yang terkenal sangat tampan sekaligus bertanggung jawab!

Mereka benar-benar bersebelahan, berdua, dan sama-sama tak berbu*sana!

Ryuna dan Kim telah melakukan kesalahan fatal! Mereka menjalani ‘cint*a satu m*alam’! Ryuna yakin itu. Buru-buru kedua tangan Ryuna meraba-raba sekitar, mencoba mengambil asal pakaian yang paling dekat dengannya di tengah jantungnya yang berdetak tak karuan. Saking takutnya, Ryuna sampai gemetaran. Lebih terkejutnya lagi lantaran pakaian yang berhasil ia ambil justru jaket Kim. Ryuna refleks melemparnya padahal jelas, jaket warna hitam itu bukanlah benda yang harusnya ia takuti.

Masalahnya, mereka sedang menjalani KKN dan baru jalan satu minggu, selain mereka yang memang tidak saling kenal karena mereka berasal dari fakultas berbeda. Fatalnya, Ryuna yang hidup sebatang kara merupakan mahasiswi beasiswa! Ryuna benar-benar takut. Bukan hanya mengenai nasibnya, karena ulahnya dan Kim pasti akan berdampak pada semua anggota KKN mereka!

Melihat wanita di sebelahnya sampai gemetaran mirip menggigil dan terus berusaha memunggungi bahkan menghindarinya, Kim yakin wanita yang ia ketahui bernama Ryuna itu terkena serangan panik atas apa yang mereka alami. Kim berinisiatif mengambil jaket miliknya yang sempat Ryuna buang, kemudian mengenakannya ke punggung Ryuna. Namun tanpa Kim sadari, ulahnya sukses membuat air mata Ryuna berlinang.

“Kepalaku pusing dan aku mulai kehilangan fokus tak lama setelah minum minuman di meja acara pernikahan anak pak kades kemarin malam,” ucap Kim sambil sesekali melirik Ryuna yang masih memunggunginya. Ia memutuskan untuk memakai pakaiannya.

Bukan hanya Kim yang merasakan apa yang baru saja pria itu keluhkan. Karena Ryuna juga merasakan hal yang sama, setelah dirinya meminum minuman yang mereka minum di pernikahan anak pak kades, kemarin malam.

Hadirnya Kim dan Ryuna di acara pernikahan anak pak kades memang mewakili kelompok KKN mereka. Meski sebenarnya, harusnya bukan Ryuna yang mewakili kelompoknya lantaran Ryuna bukan ketua. Namun karena selain kordes kelompok Ryuna jatuh sakit, anggota lain juga tidak ada yang mau akibat musim hujan membuat jalanan di desa mereka KKN, makin sulit dilalui. Jadi, daripada mendapat masalah, Ryuna mengalah, selain wanita cantik itu yang memang ditumba*lkan oleh kelompoknya.

“Aku tunggu di luar, ya,” ucap Kim masih belum bersemangat karena jujur saja, ia juga merasa sangat terpukul. Terbangun dan mendapati dirinya telah mnidu*ri anak gadis orang. Kim bahkan tak menyangka, dirinya akan merengg*ut mahkota seorang gadis yang sama sekali tidak begitu ia kenal, di luar pernikahan.

Tanpa banyak kata apalagi kembali melakukan penjelasan, Kim pergi. Diam-diam, Ryuna yang mengawasi melalui ekor lirikannya, justru berakhir tersedu-sedu. Namun, Ryuna sengaja menggunakan kedua tangannya untuk membekap mulut guna meredam suara tangisnya. Meski yang ada, ulahnya tetap membuat langkah seorang Kim sangat peka, menghentikan langkahnya. Di antara dedaunan kering, kedua kaki bersepatu sneakers hitam itu menjadi agak gemetaran.

“Sudah lupakan saja, yang penting kita apalagi anak-anak yang lain enggak dapat masalah!” ucap Ryuna dengan suara sengau khas orang habis menangis, beberapa saat kemudian. Tanpa melihat Kim dan memang tidak berani, ia yang sudah berpakaian lengkap, sengaja mengangsurkan jaket pria itu yang ia pegang menggunakan tangan kanan.

Cicitan burung dan juga suara ternak dari kejauhan khas suasana pedesaan, mengiringi kebersamaan mereka. Kim menerima jaketnya, membiarkan wanita yang telah ia rengg*ut mahkotanya berjalan buru-buru. Sesekali, ia memergoki Ryuna meringis dan berakhir mendes*ah pelan. Tak jarang, tangan kanan Ryuna juga akan menahan pinggang.

Kim tak ubahnya seorang pengawas baik, memperhatikan setiap gerak Ryuna melewati jalanan licin penuh lumpur dan baru saja membuat sandal Ryuna terjebak di salah satu lumpur. Jalanan ru*sak yang juga akan Kim dan kawan-kawan perbaiki di KKN yang mereka jalani.

“Jangan dipa*ksa, ... biar aku saja!” lembut Kim meski sebenarnya ia agak berseru. Ia yakin, perasaan Ryuna yang kacau telah membuat wanita itu makin mudah membuat kesalahan. Segera ia mempercepat langkah, menyusul Ryuna kemudian jongkok dan mengambil alih kinerja Ryuna.

Seperti yang Kim duga, perasaan yang kacau bahkan mungkin hati yang hancur, membuat Ryuna makin mudah melakukan kesalahan. Buktinya, Kim cukup mengambil sandal Ryuna dengan mudah. Kontras dari Ryuna yang sampai nyaris jatuh terduduk andai Kim tak menangkap pinggang Ryuna kemudian mendekapnya erat, tepat waktu.

“Singkirkan tanganmu dan menjauhlah dariku!” tegas Ryuna marah. Ia menahan napas, dan lagi-lagi air matanya berlinang meski kali ini, ia tak lagi menangis dengan suara apalagi sampai tersedu-sedu. Ryuna benar-benar tak menyangka, KKN yang ia jalani justru menjadi awal malapet*aka untuknya. Bahkan, Ryuna terancam menjadi malapeta*ka untuk banyak orang!

Sempat bengong dan tidak bisa berkata-kata, Kim yang masih menatap Ryuna meski wanita itu terus menghindarinya sengaja berkata, “Tidak akan. Mulai sekarang aku tidak akan pernah melepaskanmu. Karena mulai sekarang, yang akan aku lakukan adalah menjagamu. Meski aku belum bisa menjalaninya layaknya pasangan lain, mulai sekarang aku pasangan kamu dan kamu prioritasku!”

“Aku benar-benar akan bertanggung jawab. Meski di sini belum ada sinyal buat komunikasi, ada tidaknya restu orang tua sekaligus keluargaku, aku akan tetap menikahimu. Ini benar-benar sudah jadi risiko aku harus bertanggung jawab!” yakin Kim.

Namun, keyakinan yang Kim lakukan justru makin membuat Ryuna takut. “Sudah, kamu enggak usah aneh-aneh. Nasib delapan belas teman kita, ada di tangan kita!” kesalnya sambil berusaha mengakhiri dekapan tangan kanan Kim dari pinggangnya. Namun, meski Kim mengakhiri dekapannya, tangan itu tetap kembali menjadi bagian dari Ryuna. Karena Kim menggunakan tangan kanan tersebut untuk menggandeng tangan kiri Ryuna.

Kim berangsur jongkok, kemudian memasangkan kedua sandal Ryuna. Tanpa banyak kata, Kim sudah menggandeng Ryuna meski harus dengan agak memak*sa lantaran Ryuna terus saja berusaha menolaknya.

🌟Merupakan novel anak-anak dari novel : Mempelai Pengganti Ketua Mafia Buta yang Kejam 🌟

2 : Kita Harus Menikah!

Sepanjang perjalanan yang dihiasi keheningan karena baik Kim maupun Ryuna kompak diam, jalan yang Kim pilih membuat Ryuna yakin, pria yang berdalih akan bertanggung jawab dan sampai detik ini masih menggandengnya erat, akan membawanya ke rumah pak kades.

Kini, walau di beberapa kesempatan sempat terpleset dan membuat Kim susah payah menahan keseimbangan mereka, Ryuna sengaja memberontak. Ryuna tidak mau melanjutkan perjalanan mereka. Ryuna berniat pergi, memilih jalan berbeda dari Kim. Tentu saja, melupakan apa yang terjadi, menganggapnya tidak pernah ada, demi kebaikan bersama.

Tanpa bersuara, Kim menatap Ryuna penuh tanya. Wanita berambut panjang dan sebagiannya berantakan lolos dari ikatan, menatapnya dengan tatapan marah. Kim maklum Ryuna begitu karena baginya, meski ia juga tidak berniat melakukannya, Ryuna berhak marah. Ryuna berhak membencinya setelah semua yang terjadi.

“Kamu beneran mau jujur ke pak Kades? Apa yang terjadi pada kita bisa merugikan teman-teman kita. Acara KKN kita bahkan baru berjalan satu minggu. Iya kalau hanya kita yang harus menanggung meski beneran enggak mau kehilangan apa yang sudah aku raih.” Ryuna meluapkan kemarahannya.

“Asal kamu tahu, aku hanya mahasiswi beasiswa. Aku sudah tidak punya orang tua dan hanya mengandalkan beasiswa itu sambil bekerja serabutan agar aku bisa menjadi sarjana seperti harapan orang tuaku! Aku beneran enggak mau karena apa yang terjadi kepada kita, semua yang aku dan juga anggota KKN perjuangkan susah payah, ....” Menjeda ucapannya, Ryuna yang sampai berlinang air mata sambil menatap Kim penuh emosional, berangsur menggeleng berat. “Semuanya benar-benar fatal hanya karena apa yang kita lakukan, bahkan walau kita tidak sengaja!”

Kim yang masih menggandeng erat tangan Ryuna, makin menatap kedua mata lebar itu penuh keseriusan. “Kamu benar-benar sebatang kara?”

Ryuna terdiam bingung bersama tatapannya kepada Kim yang tak lagi seemosional sebelumnya.

“Kamu bahkan enggak punya saudara?” lanjut Kim benar-benar ingin tahu.

Tanpa berani menatap Kim lagi, Ryuna yang menunduk pun berkata, “Orang tuaku terlalu mis*kin untuk membesarkan anak lebih dari satu.”

“Kalau begitu ayo kita menikah!” sergah Kim.

Detik itu juga Ryuna merinding. Ia refleks menatap Kim, hingga ia mendapati kedua mata lebar itu yang menatapnya nyaris tak berkedip.

“Ayo kita menikah agar kehadirannya, tidak dianggap sebagai anak ha*ram. Dia tidak bersalah, dan dia berhak bahagia karena memiliki kita.” Setelah berucap demikian, Kim sengaja berkata, “Kita menikah tanpa harus mengatakan apa yang telah terjadi kepada kita. Deal?”

Menikah? Sungguh itu tidak ada dalam kamus hidup seorang Ryuna apalagi menikah muda dengan orang yang juga tidak ia kenal.

“Kita harus menikah!” tegas Kim lantaran Ryuna jadi sibuk menggeleng. Namun kali ini, wanita itu tiba-tiba diam dan tampak sangat syok dalam menatapnya.

Jika di luar sana kebanyakan yang memaksa dinikahi atau segera diadakan pernikahan setelah “kece*lakaan”, pihak wanita, untuk kas*us mereka benar-benar beda. Karena Kim yang terus memaksa. Kim sampai memanggul Ryuna, terus begitu meski Ryuna terus memberontak, kerap mukul punggung Kim menggunakan topi hitam yang awalnya menutupi kepala sekaligus sebagian wajah Kim.

“Akhirnya kita sampai ...!” ucap Kim yang kemudian mengembuskan napas lega.

Ryuna benar-benar baru menyadarinya. Mereka sungguh sudah sampai di teratag penuh hiasan janur kuning setelah melangkah susah payah melalui jalanan becek bertanah merah akibat hujan semalam.

Kedatangan Kim dan Ryuna sudah langsung disambut tatapan sulit diartikan dari kelima pemuda desa yang semalam menjadi tukang antar makanan bagi para tamu. Ryuna yang sempat takut dan refleks buru-buru berlindung di belakang punggung Kim, berangsur memasang wajah galak dan balas menatap tegas setiap mata pemuda desa.

“Mas, maaf. Pak kades masih di rumah, kan? Adiknya pak kades, penghulu, kan?” tanya Kim yang selalu dibalas anggukkan oleh kelima pemuda di sana. Kelimanya masih menatap Kim maupun Ryuna, dengan tatapan seolah kelimanya sedang menatap hantu.

“Kalian ingin dinikahkan?” tanya pak Kades, setelah akhirnya pertemuan yang Kim harapkan, terjadi.

Di sana hanya ada Kim, Ryuna, juga pak Kades yang duduk di hadapan mereka.

“Begini, Pak kades ... sebenarnya—” ucap Ryuna berusaha menjelaskan.

“Kami sudah berpacaran sejak lama, dan kami juga sudah ada rencana menikah ....” Kim sengaja mengambil alih ucapan Ryuna dengan santun, menjelaskan sekaligus membuat pak Kades percaya.

Pak kades yang menyimak, jadi sibuk mengangguk-angguk paham.

Di sebelah Kim, Ryuna yang memang terpaksa diam, menatap tak percaya Kim. Ia sungguh tak habis pikir kenapa Kim sampai melakukan segala cara agar bisa menikahinya?

“Jika ini mengenai anak ... masa iya sih, yang terjadi kemarin malam langsung ‘jadi’ calon bayi?” pikir Ryuna. Yang ia tahu dari Kim beberapa saat lalu sebelum mereka sampai di rumah pak kades, Kim hanya anak seorang kuli bangunan. Orang tua Kim merupakan petani, tapi jika bukan musim tanam dan panen, bapak Kim akan pergi ke ibukota untuk bekerja sebagai kuli bangunan.

Ketika Ryuna menepi dari renungannya, ia memergoki salah satu pemuda yang tadi berkumpul di depan sana. Pemuda tersebut mengendap-endap, menghadap pak kades dengan sangat santun. Kemudian, setelah menyimak bisik-bisik si pemuda, pak Kades tampak terkejut.

“Maaf, Mas dan Mbaknya, ... semalam yang Mas dan Mbaknya minum, yang saya taruh di meja sebelah panggung orgen dan kebetulan tempat yang enggak kehujanan. Itu ... sebenarnya itu punyanya kedua pengantin dan harusnya enggak boleh buat orang lain!” ucap si pemuda berkulit hitam mengkilap itu.

Mendengar itu, Kim dan Ryuna sudah langsung bengong. Makin bengong lagi ketika pak Kades mengambil alih, mengabarkan bahwa anaknya merupakan korban perjodohan, hingga minuman dan makanan yang sengaja disediakan khusus oleh keduanya, sampai dibubuhi obat pera*ngsang.

“Makanya gara-gara enggak minum sekaligus makan makanan itu, anak saya kabur, Mas. Mbak. Anak saya minggat enggak tahu ke mana. Tadi, pagi-pagi, sudah nggak ada di kamar. Hanya tinggal suaminya yang kaki dan tangannya diikat pakai tali, sementara mulutnya sampai disumpal!” jelas pak kades.

“Tapi kami korban, loh Pak!” tegas Kim tak mau disalahkan.

“Ya iya ... gara-gara dia, sih. Pipisnya enggak bisa diarahkan. Enggak bisa tahan sebentar, beres antar baru pergi. Ya jadi tragedi makanan dan minuman yang tertukar!” rengek pak kades benar-benar ngenes. Tangan kanannya refleks men*oyor kepala si pemuda yang duduk di lantai, meski ia dan Kim maupun Ryuna, kompak duduk di kursi.

Jadi, Ryuna dan Kim salah makan. Keduanya meminum sekaligus memakan jatah milik pengantin korban perjodohan. Hingga karena jatah makanan dan minuman tersebut, justru mereka yang menjalani ‘cinta satu malam’. Namun setelah penjelasan yang mereka dengar, masih kah Kim ingin menikahi Ryuna?

3 : Suami Istri

“Jadi, kalian beneran mau lanjut menikah? Atau memang sudah terjadi sesuatu karena jatah pengantin yang kalian konsumsi?” tanya pak kades.

Pertanyaan tersebut pula yang tengah membuat Ryuna bertanya-tanya. Namun di hadapannya, si pak kades mendadak terlihat ketakutan. Dan setelah Ryuna pastikan, ternyata karena Kim menatap pak Kades dengan sangat marah.

“Siapa yang harus disalahkan atas kasus ini? Bayangkan jika ada warga yang mengetahui apa yang terjadi kepada kami, lalu itu akan berdampak fatal kepada KKN kami?!” tegas Kim.

“Ok-oke ... kalian akan saya nikahkan. Namun selama di sini, kalian harus merahasiakan hubungan kalian. Selanjutnya, pastikan kalian juga membersihkan tempat bekas kalian ‘melakukan’ karena memang ada larangan-larangan yang harus tetap dipatuhi sesuai adat desa kami!” ucap pak Kades berusaha memberikan solusi terbaik.

“Kenapa kami harus merahasiakan hubungan kami?” tanya Kim. Pertanyaan yang sebenarnya juga sangat ingin langsung Ryuna tanyakan.

“Karena warga pasti akan sangat marah jika tahu apa yang sudah kalian lakukan. Bisa jadi, kalian akan langsung diusir dan dampaknya juga kembali pada acara KKN yang serang kalian jalani. Tentu, meski saya kepala desa, saya tetap tidak bisa melindungi kalian apa pun alasannya!” tegas pak kades.

Alasan tersebut pula yang membuat Kim dan Ryuna terpaksa merahasiakan hubungan mereka, meski ijab kabul yang Kim lakukan dipimpin adik pak kades, disaksikan pak kades sekeluarga, sudah langsung mendapat kata sah!

Beres ijab kabul, pak kades langsung memboyong Kim dan Ryuna untuk melakukan pembersihan di gubuk keduanya melakukan ‘cinta satu malam’ akibat jatah pengantin yang mereka konsumsi. Selain berada di pelosok dan jauh dari kecanggihan teknologi, masyarakat setempat juga masih memegang adat istiadat kuat. Ada sesajen yang pak kades sertakan di acara ritua*alnya, kemudian diletakan tak jauh dari amben kecil yang ada di gubug sana.

Sebagai pendatang, tentunya Kim dan Ryuna hanya mengikuti. Keduanya menghargai sekaligus menghormati adat dan peraturan setempat, demi keamanan sekaligus keselamatan bersama. Di daerah pegunungan dan sebagiannya berupa hutan tempat mereka menjalani KKN, hingga sekadar sinyal ponsel saja nyaris tidak ada, baik Kim maupun Ryuna benar-benar tak menyangka, mereka akan melakukan kesalahan fatal yang membuat keduanya terikat dalam pernikahan. Jadi, ketika tatapan mereka tak sengaja bertemu, Ryuna yang masih belum bisa menerima kenyataan, refleks melipir sekaligus menjaga jarak.

“Meski sudah menikah, jangan minta yang aneh-aneh ya. Mulai sekarang kita fokus ke KKN saja. Kita masih punya sekitar 23 hari untuk menyelesaikannya. Toh, kita juga diminta untuk merahasiakan hubungan kita,” lirih Ryuna yang mengatakannya tanpa berani menatap Kim secara terang-terangan. Padahal di sebelahnya, meski Kim yang kembali memakai topi hitamnya hanya diam, pria itu terus mengawasi Ryuna, menatap Ryuna nyaris tak berkedip. “Jangan terus melihatku itu!” keluh Ryuna yang kali ini merengek.

“Iya,” singkat Kim dan detik itu juga tak lagi banyak bicara.

Acara ritua*l yang pak kades lakukan akhirnya usai dan baik Kim maupun Ryuna dipersilakan ke pondok masing-masing.

Di KKN yang mereka jalani, para laki-laki tinggal di aula yang bentuknya mirip sanggar dan keberadaannya ada di balai desa. Sementara para wanita tinggal di rumah warga, di tempat yang sama, demi keamanan bersama. Acara KKN sendiri akan libur jika di hari Sabtu dan Minggu, jika warga memang tidak membutuhkan bantuan mereka. Kendati demikian, dan lagi-lagi masih demi keamanan bersama, peserta KKN tidak boleh pergi jauh-jauh apalagi memasuki area hutan tanpa didampingi warga.

“Hari ini kalian masih libur, kan?” tanya pak kades sambil melalui jalanan yang jauh dari kata layak di sana. Sebagai warga sana dan harusnya sudah terbiasa dengan keadaan, ia juga kerap nyaris terpleset andai Kim yang terus menggandeng Ryuna, tak membantunya.

“Iya karena hari ini hari Sabtu, Pak kades. Namun jika melihat keadaan jalan yang sangat memprihatinkan, tampaknya hari ini juga kami harus mempercepat perbaikan jalan,” ucap Kim. Di sebelahnya, ia justru memergoki sang istri yang terpukau kepada beberapa pemuda. Pemuda yang jumlahnya ada lima itu mengendarai motor dengan bar-bar di jalan yang jauh dari baik-baik saja sambil membonceng muatan karung besar sekaligus ditumpuk.

“Selamat siang Pak Kades ...?” setiap pemuda di sana menyapa Pak kades dengan semringah.

“Kalau boleh tahu, yang mereka angkut, itu apa, Pak?” tanya Ryuna.

“Oh itu ... itu kolang kaling, Mbak. Kebetulan, kami sedang panen kolang-kaling,” jelas pak kades.

“Oh ....” Ryuna mengangguk-angguk, tapi jujur, keinginan untuk ikut serta memanen kolang-kaling, tiba-tiba menggebu menguasai hati kecilnya.

Demi mengalihkan perbincangan pak Kades dan Ryuna yang tengah membahas panen kolang-kaling, Kim sengaja berdeham. Ia meminta izin untuk segera melakukan perbaikan jalan, besok hari juga. Namun, Kim butuh bantuan pak kades untuk menggerakkan warga agar saling gotong royong.

“Ah, siap Mas. Siap! Biar cepat beres juga, ya? Nanti saya sendiri yang akan memimpin!” ucap pak Kades bersemangat. “Terus kalau para wanita mau bantu panen kolang-kaling, kupas-kupas di gubug dekat hutan, nanti bisa ditemani istri saya!” lanjutnya yang kali ini mengajak Ryuna berbicara. Wanita itu sudah langsung tersenyum kemudian mengangguk-angguk. “Nanti saya sendiri yang bilang ke teman-teman mbaknya. Biar hari besok ada kegiatan selagi tim putra juga mulai bekerja sama membangun jalan.”

“Iya, Pak. Begitu saja. Sekali lagi, terima kasih banyak!” ucap Kim dan Ryuna benar-benar bersamaan. Meski setelah sadar ucapan yang mereka lakukan sama, mereka juga refleks bertatapan. Pak kades lah yang terhibur, menertawakan keduanya, sebelum akhirnya pria bertubuh subur itu malah bernostalgia, menceritakan keromantisan awal mula hubungannya dengan sang istri. Kim dan Ryuna jadi kikuk dan terpaksa menjadi pendengar baik cerita pak kades yang ternyata terbilang ala*y jika sudah membahas percintaan.

Sebagai bentuk rasa bertanggung jawabnya, Kim sengaja mengantar Ryuna hingga ke tempat Ryuna tinggal bersama peserta KKN perempuan lainnya. Kim tetap melakukannya meski aula tempat ia tinggal selama di sana, sudah ada di hadapannya. Juga, meski pak kades berdalih akan mengantar Ryuna hingga tujuan dengan selamat.

Sekitar dua puluh menit kemudian, sampailah mereka di sebuah rumah gubuk yang lantainya saja masih berupa tanah. Namun, yang membuat para perempuan di sana heboh berbondong-bondong keluar, bukan karena kepulangan Ryuna. Bukan juga karena pak kades turut serta. Melainkan karena adanya Kim di sana. Karenanya, Ryuna yang menyadari itu dan awalnya ada di balik punggung Kim, buru-buru mengakhiri gandengan mereka.

Dari semua mahasiswi sekaligus perempuan di kampung sana, memang naksir Kim karena bagi mereka, selain sangat tampan, Kim juga sangat sopan sekaligus bertanggung jawab. Ibaratnya, Kim itu paket komplit laki-laki sekaligus suami idaman. Namun setelah Ryuna tahu bahwa Kim hanya anak petani dan bapaknya akan pergi ke Jakarta untuk menjadi kuli bangunan ketika bukan di musim tanam maupun panen padi, Ryuna jadi tidak yakin, para perempuan itu dan sebagiannya tipikal perempuan matr*ealis*tis, akan tetap mengidolakan Kim. Sebab yang Ryuna dengar dari beberapa teman KKN-nya, yang mereka tahu, Kim anak orang kaya raya. Namun pagi tadi, Ryuna dengar sendiri dari Kim, fakta mengenai siapa pria itu.

“Tapi andai mereka tahu kalau aku justru sudah menikah sama Kim, ... matilah aku!” batin Ryuna benar-benar takut. Karenanya, ia memilih masuk dan tak mau jadi bagian kerumunan untuk suaminya sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!