Almeera Tungga Dewi Hutomo putri tunggal dari pasangan Anita Rosadi mantan penyanyi terkenal dieranya dan Gunawan Tri Hutomo seorang lawyer terkemuka hingga sekarang. Hidup berbekal sendok emas sudah menjadi takdir untuknya. Di dukung wajah ayu serta otak yang bisa dibilang encer membuat gadis 16 tahun tersebut bisa dikatakan sebagai salah satu manusia beruntung di dunia ini.
Almeera Tungga Dewi Hutomo layaknya cover buku yang begitu menarik untuk dimiliki. Namun terkadang kita lupa, cover memang ditakdirkan untuk dibuat semenarik mungkin tapi isi, terkadang tak semenarik apa yang kita pikirkan. Akan ada banyak catatan serta goresan yang membuatmu tersadar. Hidup tak selamanya berbicara akan kebahagiaan, tangisan serta ratapan juga akan selalu membayangi.
"Non Mira," panggil Bi Surti.
Bi Surti adalah pembantu yang sudah belasan tahun mengabdi untuk keluarga Hutomo. Kerjanya yang cekatan dan beres membuatnya lama kerja untuk keluarga ini.
"Iya Bi, ada apa?" sahutnya sembari menghentikan aktifitasnya yang sedang sarapan.
"Maaf non, Pak Ujang bilang mobilnya sudah siap jika non ingin berangkat sekarang."
"Bilang pada Pak Ujang, hari ini saya berangkat bareng Jovan Bi."
"Baik Non." Jawab Bi Surti dengan cepat kemudian berlalu keluar rumah menemui Pak Ujang.
Almeera lantas melanjutkan sarapannya kembali. Tak lama kemudian terdengar bunyi notifikasi dari ponsel miliknya yang kebetulan ia taruh diatas meja samping piring. Ternyata ada pesan masuk dari Jovan.
Jovan : Sayang aku udah didepan.
Jovan Andrea Putra adalah kekasih Almeera sejak setahun yang lalu. Tampang yang bisa dibilang good looking serta pribadi yang hangat membuatnya terpilih untuk mengisi hati seorang Almeera Tungga Dewi Hutomo.
Almeera : tunggu sebentar.
Almeera memutuskan menyudahi sarapannya kemudian mencangklongkan tasnya lalu keluar rumah rumah untuk berangkat sekolah bersama kekasihnya, Jovan Andrea Putra. Begitu tiba dihalaman rumah terlihat sosok Jovan dengan memakai seragam berbalut Hoodie warna biru laut tersenyum kearahnya.
Almeera sangat bersyukur ditengah rasa sepi akibat terlahir menjadi anak tunggal dan orang tua yang banyak acara, dia dipertemukan dengan cowok seperti Jovan. Cowok itu membuat apa yang awalnya kosong sedikit demi sedikit mulai terisi.
"Pakai helmnya!" suruh Jovan sembari menyodorkan helm warna putih ke arah Almeera.
"Siap kapten." Jawabnya dengan mengangkat tangan memberi hormat lalu mengambil helm yang disodorkan kekasihnya tersebut.
...**********...
Sekitar lima belasan menit Kawasaki Ninja 250R warna hijau milik Jovan akhirnya memasuki kawasan SMA 1 Kartini. SMA tersebut adalah salah satu SMA terfavorit di kota ini. Fasilitas yang lengkap dan bagus serta para guru yang kompeten membuat banyak pesohor negeri berbondong-bondong menyekolahkan anak mereka kesini. Jadi sudah tidak heran lagi banyak jebolan alumni dari sekolah ini yang menjadi orang-orang hebat seantero negeri.
"Kamu turun disini atau ikut ke parkiran?" tanya Jovan setelah mematikan mesin motornya di halaman sekolah.
"Disini saja." Jawab Almeera kemudian turun dari motor Jovan lalu melepas helm yang dia pakai dan memberikannya kepada Jovan.
"Ingat nggak boleh nakal di kelas apalagi curi-curi waktu main game!" nasehat Jovan seraya menerima helm dari Almeera.
"Kayak situ nggak," celetuk Almeera yang masih bisa didengar oleh Jovan.
"Dibilangin bantah. Awas aja kalau sampai ketahuan, ponsel kamu aku sita." Ancaman Jovan mau tak mau membuat Almeera menurut.
"Iya-iya." Almeera hanya bisa pasrah sembari mendumel dalam hati.
"Gitu dong, sana masuk kelas!" suruh Jovan sambil mengacak-acak rambut Almeera gemas.
Almeera lantas tersenyum hangat menikmati setiap moment yang terjadi diantara mereka berdua. Jovan layaknya kuas yang memberikan coretan penuh warna dalam hidup Almeera. Almeera berharap sosok Jovan bisa terus mewarnai harinya sepanjang hidupnya, walau dia tahu manusia hanyalah makhluk yang bisa berencana. Kita tidak akan pernah tahu kejutan apa yang terjadi diujung sana.
"Malah nglamun, sana masuk kelas!" suara Jovan membuat Almeera tersadar dari lamunannya.
"Bawel," Almeera lantas membalikkan tubuhnya kemudian bergegas menuju kelasnya.
Jovan hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah kekasihnya. Jovan menyadari selama setahun ini sosok Almeera selalu hadir dihidupnya. Sosok yang membuatnya nyaman untuk berbagi cerita kehidupan dikala duka maupun suka. Dia berharap apapun yang terjadi nanti mereka akan tetap berhubungan baik.
...************...
Tiba di kelas XI IPA Almeera segera mendudukkan tubuhnya disamping cewek berambut panjang memakai bandana polkadot hitam dan putih. Freya Artalita Yafa Nasution, sahabat Almeera semenjak kelas X. Hubungan persahabatan mereka terjalin karena insiden MOS yang tengah berlangsung. Saat itu Almeera tidak sengaja meninggalkan salah satu atribut penting untuk ikut kegiatan tersebut. Beruntungnya dia dipertemukan dengan Freya yang kebetulan tidak bisa lanjut mengikuti kegiata MOS karena alasan kesehatan.
Freya Artalita Yafa Nasution bungsu dua bersaudara yang terlahir kurang beruntung karena harus menjadi yatim semenjak ia dilahirkan. Ayahnya seorang abdi negara harus gugur ketika tengah bertugas didaerah konflik. Saat itu Freya masih dalam kandungan berumur delapan bulan. Walaupun hidup menjadi seorang yatim Freya tak pernah kekurangan kasih sayang. Ibunya, Mirna Nasution selalu memberi yang terbaik untuk dia. Kakak lelaki satu-satunya Yuda Mahendra Nasution juga selalu menjadi pelindung terdepan.
"Selamat pagi" sapa Almeera dengan nada ceria.
"Pagi juga." Balas Freya juga dengan senyuman pula.
"Ngomong-ngomong Dika sudah datang?" tanya Almeera sambil celingak-celinguk mencari sosok sahabat satunya lagi.
"Belum, dia tadi malam bilang katanya ada urusan dengan kakaknya sampai pagi. Malahan dia kerumah bawa buku Matematika suruh ngerjain PRnya. Mau nolak, lihat mukanya jadi kasian." Terang Freya panjang lebar.
"Jadi tadi malam dia kerumah kamu?"
"He eh."
"Oh." Respon Almeera sembari mengangguk-anggukkan kepala.
"Mungkin bakalan terlambat dia, secara rumah kakaknya jauh dari sekolah."
"Bener juga. Eh memang kemarin ada PR Matematika?" Almeera tiba-tiba teringat semalam dia main game hingga larut dan tidak ingat kalau ada PR matematika.
"Ada, lima nomor kemarin. Soalnya dibuat langsung oleh Pak Amir dipapan tulis."
"Ya ampun aku lupa. Pinjam punya kamu dong. Aku lagi males mikir nih, kepalaku pusing. Tadi malam begadang. Hehehe." Ungkap Almeera mencoba menampilkan wajah semelas mungkin.
"Nih." Tanpa menunggu lama Freya segera menyerahkan buku bersampul biru muda kearah Almeera.
"Makasih." Ungkap Almeera girang.
Ini yang membuat Almeera betah bersahabat dengan Freya. Cewek itu memiliki sifat dan kepribadian yang baik. Pembawaannya yang kalem dan wajah yang meneduhkan mata membuat siapa pun betah didekatnya. Ada juga hal yang membuat Almeera kagum akan sosok Freya. Freya adalah jenis manusia yang bisa dibilang langka saat ini. Dia seringkali mengabaikan kebahagiaannya sendiri dan lebih memilih membahagiakan orang lain. Terkadang Almeera ikut gemas dibutnya. Freya juga tak pernah itung-itungan dalam segala hal.
"Hai semua!" makhluk yang tengah dibicarakan oleh Almeera dan Freya akhirnya tiba dikelas dengan penampilan yang bisa dibilang berantakan.
"Habis nguli Dik?" tanya Almeera dengan nada mengejek kemudian kembali fokus menyalin PR milik Freya.
Dika Nanda Al Ghazali cowok tinggi berkulit putih dengan mata sedikit sipit yang ditakdirkan untuk bersahabat dengan Almeera dan Freeya. Pembawaanya yang santuy dan humoris membuat cowok itu mudah bergaul dengan siapa saja, meskipun diawal-awal Almeera dan Dika lebih mirip musuh daripada sahabat.
"Enak aja, gue habis naik angkot desak-desakan. Mana disebelah bapak-bapak serem, kumisnya tebel bawa ayam lagi. Belum lagi nglihat wajahku ini kayak lihat pangeran sampai nggak kedip." Cerocos Dika tanpa jeda dan koma.
"Mungkin dia naksir kali." Celetuk Almeera menyulut api permusuhan.
"Enak saja dikiri sini gay apa." Sangkal Dika tak terima.
"Tuh ngaku sendiri." Kata Almeera dengan mati-matian menahan diri untuk tidak tertawa ngakak.
"Dasar Almeera si nenek lampir." Balas Dika mengolok-olok Almeera.
Almeera spontan menghentikan aktifitasnya mendongak kearah Dika sekaligus memberi plototan tajam. Dika malah terlihat senang dan balik menjulukan lidahnya mengejek Almeera. Melihat kelakuan mereka Freya hanya geleng-geleng kepala karena hal seperti ini sudah lumprah dan sering dia lihat.
"Almeera sebentar lagi masuk, Pak Amir tau sendiri killernya gimana kalau kita nggak ngerjain PR." Peringatan Freya membuat Almeera kembali fokus.
"Dika taruh tas kamu dibelakang kemudian cuci muka sebentar dikamar mandi. Nanti kalau Pak Amir datang aku yang akan bilang ke beliau kalau kamu nggak telat dan PR kamu nanti aku juga yang ngumpulin." Ketika Freya Altalita Yafa Nasution sudah bertitah, Dika Nanda Al Ghazali langsung pasrah tanpa mendebat.
Hari semakin siang, terik matahari mulai menyengat. Pergantian musim tampaknya telah dimulai. Air hujan berhenti turun setelah menyapa penduduk bumi untuk waktu yang sedikit lebih lama dari biasanya. Musim kemarau benar-benar telah tiba. Manusia harus siap berkawan dengan cuaca panas dan kucuran keringat yang menderas.
"Gila hari ini panas banget sih. kak Jovan kemana lagi, ditelfon nggak diangkat." Almeera terus menggerutu sembari mencoba menghubungi kekasihnya yang hilang seperti ditelan bumi.
Waktu perpulangan sudah berlangsung sejak lima belas menit yang lalu. Rencananya Almeera ingin segera pulang mendinginkan tubuhnya dengan segelas air dingin mirip iklan minuman soda di televisi. Namun rencana tersebut tampaknya harus tertunda dulu. Jovan tak bisa dihubungi, Dika dijemput kakak iparnya dan Freya ikut-ikutan sibuk dengan eskul tarinya. Terakir Almeera menghubungi Pak Ujang untuk menjemputnya, tapi lagi-lagi kekecewaan yang didapat. Pak Ujang pergi dengan Mamanya.
"Kak," Panggil seorang bocah kecil yang tiba-tiba muncul didepan Almeera etah dari mana datangnya.
"E....iya dek ada apa?" Almeera spontan mengalihkan seluruh atensinya kebocah kecil tersebut.
"Saya lapar belum makan," adunya dengan seperti ingin menangis.
Tanpa babibu Almeera segera mengambil selembar uang lima puluh ribuan dan memberikannya ke anak tersebut. Dasarnya Almeera adalah pribadi yang sangat sensitif dengan hal-hal berbau sosial, jadi tanpa pikir panjang entah dibohongi atau tidak jiwa sosialnya pasti meronta-ronta dengan sendirinya.
"Makasih kak," ucap bocah malang tersebut begitu uang yang dikasih Almeera sudah ditangannya.
"Sama-sama." balas Almeera seraya tersenyum tipis.
Si bocah kecil lantas berlari dengan kencang meninggalka Almeera tanpa pamit. Melihat kejadian itu Almeera hanya geleng-geleng kepala kemudian memfokuskan pikirannya kembali bagaimana caranya ia bisa sampai rumah.
"Gimana pulangnya cobAAAA........,"Keluh Almeera dengan sedikit berteriak.
"Berisik," tegur seseorang yang sukses menyadarkan Almeera dari kekonyolannya.
"Hehehe maaf," sesal Almeera salah tingkah.
Almeera meruntuki kebodohannya dengan berterik tidak jelas ditempat umum, tepatnya di halte dekat sekolah. Saking fokusnya ingin pulang dia melupakan fakta bahwa ditempat tersebut tidak hanya ada dirinya saja. Masih ada beberapa murid yang juga akan pulang. Sialnya lagi dia harus bersinggungan dengan Barra Rafeyfa Zayan Permadi. Ketua kelas XI IPA 1 yang sifatnya sok cool mirip gletser. Almeera sungguh malas berhadapan dengan cowok modelan begini. Ya syukur kalau nyegerin wong faktanya malah nyebelin.
"Punya ponsel?" Bara bertanya dengan nada datar.
"Aku," Almeera menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuknya takut ke geeran.
" Ya."
"Ada." Ujar Almeera seraya mengangkat iPhone 12 Pro Max miliknya.
"Mau pulang?" pertanyaan kedua Bara benar-benar mengejutkan Almeera.
Almeera hanya membalas dengan anggukan kepala. Dia sedikit tak percaya bisa berbincang dengan Bara membahas topik yang tidak penting seperti sekarang. Bara tipikal manusia serius yang anti akan namanya basa-basi.
"Lo bisa pesen Grab." Setelah mengatakan kaliman pendek tersebut Bara pergi meninggalkan Almeera menuju mobil jemputannya.
Almeera melongo dibuatnya. Dari gosip yang beredar memang ada beberapa murid mengatakan Bara itu baik sebenarnya walau modelannya begitu. Hari ini Almeera sedikit percaya, buktinya dia mengikuti saran Bara untuk pulang. Cuaca panas, otak panas, perut panas membuat Almeera harus dibantu memanaskan pikirannya untuk mencari bagaimana caranya pulang ke rumah dia sendiri.
...**********...
Disisi lain Jovan baru saja selesai latihan futsal dilapangan bersama temannya. Jovan kemudian berinisiatif mengambil handuk kecil untuk mengelap keringatnya yang sudah sedari tadi keluar dari pori-porinya. Dia mendadak menghentikan aktifitasnya teringat akan Almeera. Kekasihnya itu pasti ngambek karena dia lupa mengabari. Jovan lantas mengambil ponsel miliknya dan mengirim pesan untuk Almeera.
Jovan: sayang aku minta maaf. Td anak2 minta main futsal bareng. Aku lupa ngabarin kamu.
Jovan menunggu sebentar balasan dari Almeera. Tapi bunyi notifikasi tak kunjung terdengar. Jovan segera menyimpan ponselnya kembali dan bersiap untuk pulang.
"Guys gue cabut dulu." Pamit Jovan pada teman-temannya.
"Oke," serentak mereka menjawab dengan keras.
Jovan dengan tergesa berjalan kearah parkir untuk mengambil motornya. Ketika dia mengendarai motornya dekat gerbang, Jovan melihat ada Freya sendirian disitu.
"Fre," panggil Jovan spontan.
"Eh kak Jovan,"
"Kok belum balik?" Jovan berpikir pasalnya jam segini seharusnya Freya sudah pulang dari tadi.
"Tadi latihan nari dulu kak." Jawabnya jujur.
"Oh, terus rencana pulang naik apa?"tanyanya ingin tahu.
"Mau naik bus saja." Hanya itu yang terpikir di otak Freya setelah kakaknya ada kelas tambahan di kampus dan tidak bisa menjemput dia.
"Bareng kakak saja Frey, kebetulan gue juga bawa helm dua." Tawar Jovan kemudian.
Freya tak langsung menjawab dia nampak berpikir sebentar. "Tapi bukankah kakak yang repot nanti kalau harus antar Freya dulu."
"Santai kali Frey kayak sama siapa saja."
"Trus Almeera tadi pulangnya gimana kak?" Freya teringat sahabatnya itu, bagaimana dia pulang sedangkan tadi dia berangkat sekolah bareng Jovan.
"Nah itu gue juga belum tahu," jawab Jovan seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Mudah-mudahan dia sudah pulang sampai rumah sekarang," harap Freya tulus.
"Iya, nanti gue telfon dia." Jovan menjeda ucapannya sebentar. "Ayo kita pulang!" ajaknya.
Freya menurut ajakan Jovan. Dia segera mengambil helm yang disodorkan Jovan kemudian memakainya. Begitu helm terpasang Freya langsung naik ke Kawasaki Ninja 250R milik Jovan. Mereka lantas menyusuri jalanan kota berdua dengan mode pesawat hening.
...**********...
Setiba dari sekolah Almeera memilih untul tidur. Sekitar pukul setengah empat lebih dia baru terbangun. Almeera kemudian mengecek ponsel, berharap ada kabar dari Jovan. Benar saja ada satu pesan dari kekasihnya tersebut. Jovan minta maaf tidak bisa dihubungi tadi siang karena ada latihan futsal. Almeera masih merasa sebal dengan Jovan. Bagaimana dia bisa lupa dengan kekasihnya sendiri.
"Drrttttt..... drrtttt...."
Ponsel Almeera berbunyi. Dilayar ada nama Jovan yang muncul. Almeera menghebuskan nafas sebentar kemudian mengangkat telfon dari kekasihnya.
"Halo,"
"Sayang, maaf. Tadi aku bener-bener lupa." Sesal Jovan diseberang sana.
"Oh." Balasnya datar.
"Marah?"
"Menurut kamu?"
"Kakak nggak berniat seperti itu. Anak-anak tiba ngajak latihan mendadak."
"Tapi kan sebelum latihan kakak bisa ngabarin aku dulu,"
"Rencananya mau ngabarin kok, cuma keburu diseret ke lapangan sama Nino."
"Alasan aja terus, memang sebenarnya kakak lebih mentingin futsal dari pada aku."
"Nggak gitu konsepnya sayang,"
"Kan hari ini terbukti."
"Kebuti apanya, futsal hanya hobi sedangkan kamu kekasih kakak.
"Tapi konsep kakak hari ini mengabaikan kekasih dan memilih main futsal." Tidak tahu kenapa jika cewek berdebat dengan cowoknya spontan menjadi debater sejati.
"Iya-iya kakak yang salah hari ini, kakak minta maaf."
"Memang kakak yang salah, harusnya kalau sayang kakak nggak mungkin lupain aku."
"Namanya manusia sayang,"
"Alasan klasik."
Jovan menghela nafas sebentar sebelum berbicara. "Jadi kamu maunya gimana?"
"Es krim dua box yang ukuran large." Hanya itu yang ada dipikiran Almeera dan emang dasarnya sejak kemarin dia mau beli es krim dan belum terlaksana.
"Hehehe, oke ada lagi?
" Nggak."
"Sudah nggak marah kan?"
"Masih sedikit."
"Sudah mandi?" Jovan mengalihkan pembicaraan, mungkin sudah bosan berdebat dengan Almeera.
"Belum."
"Mandi dulu sayang, biar setannya menghilang. Kamunya seger dan nggak marah-marah lagi."
"Kayak situ sudah mandi aja," sewot Almeera.
"Memang belum yang." Jovan menjeda ucapanya sebentar. "Jangan-jangan kamu mau ngajakin aku mandi bareng."
Almeera tak menjawab, dia memilih memutus telfon mereka secara sepihak. Jovan sedang dimode absurd dan dia malas meladeni. Kalaupun tetap berlanjut perang bisa saja terjadi lagi. Tak lama kemudian ponsel Almeera beegetar ada notifikasi pesan masuk dari Jovan.
Jovan: sayang aku sudah pesen Gofood buat anterin es krim ke rumah kamu.
Almeera senyum-senyum sendiri begitu membaca pesan singkat dari kekasihnya itu.
Waktu istirahat tengah berlangsung. Kantin SMA 1 Kartini mulai penuh dengan para murid yang ingin mengisi perut mereka setelah beberapa jam berjuang dengan masalah pelajaran yang tak kunjung habis. Dika, Almeera dan Freya menjadi bagian dari mereka. Sembari menunggu pesanan tiba Almeera dan Dika bercengkrama terlebih dahulu, sedangkan Freya memilih membaca komik kesukaannya.
"Gue pusing dengan soal kimia tadi, bagaimana para ilmuwan dulu mau repot-repot nyiptain pelajaran yang bikin kita botak muda." Keluh Dika seperti tengah berpikir serius.
"Itu kalau kamu dik, kalau Jabir Ibnu Hayyan mah beda. Orang yang otaknya encer, mereka lebih senang mencari dan menciptakan masalah kemudian diselesaikan." Papar Almeera mencoba bijak.
"Harusnya dulu masuk IPS saja, salah pilih jurusan kayaknya gue." Kata Dika sambil nyengir.
"Memang kamu mau mikirin masalalu yang bikin galau?" pertanyaan Almeera sukses membuat Freya menghentikan bacaannya sebentar dan Dika memincingkan bola matanya.
"Maksudnya apa?"
"Sejarah." Jawab Almeera enteng.
"Terus?" Dika nampak belum faham dengan maksud Almeera.
"Coba sebutkan apa saja yang dipelajari dalam sejarah!"tantang Almeera kemudian.
"Pahlawan Nasional." Ceplos Dika spontan.
"Lainnya,"
"Emm....," Dika mencoba berpikir sebentar. "Ruang dan waktu." Tebaknya kemudian.
"Lainnya lagi,"
"Penjajahan." Tiba-tiba Freya ikut nimbrung ke obrolan absurd mereka.
"Nah itu, coba kalian bayangin rasanya dijajah itu gimana?"
"Pasti menderita lah."
"Gue nggak bisa bayangin bagaimana seram dan mencekamnya zaman penjajahan dulu. Orang-orang disuruh kerja paksa, dipukul, ditembak dan diperlakukan nggak manusiawi lainnya. Mereka pasti ketakuatan dan menderita." Papar Almeera dengan nada sedih.
"Yaiyalah pasti menderita banget mereka, untuk masalah makan aja juga susah pasti." Dika ikut-ikut menimpali.
"Udah tau sejarah masalalu itu menyakitkan kenapa musti diingat-ingat lagi sampai segitu keponya. Tempat, tokoh, tanggal, peristiwa pokoknya sampai ke akar-akarnya deh." Cerocos Almeera menggebu-gebu.
"Ya nggak gitu juga kali konsepnya," Dika nggak habis pikir dengan ke randomnya Almeera hari ini.
"terus?"
"Kita mempelajari sejarah untuk meningkatkan jiwa nasionalisme dan menghargai jasa pahlawan yang telah gugur. Lo pikir konsepnya kayak percintaan lo. Ditinggal pasangan terus patah hati terus gagal move on terus terbayang-bayang terus sakit hati, heh." Dika tampak puas setelah berhasil mengejek Almeera.
"Mulutmu Dik, aku kasih lakban baru tahu rasa kamu." Almeera begitu terpancing dengan ejekan Jovan di akhir pembicaraan.
"Abis aneh sih lo,"
"Ngomongin masalah nasionalisme, memangnya jiwamu sudah nasionalisme Dik?" tanyanya setengah mengejek.
"Jelas dong, tiap bulan Agustus gue ikut lomba makan krupuk. Pas upacara bendera hari senin gue juga ikut mengheningkan cipta." Dika menjawab dengan penuh percaya diri.
"Halah ucapan kamu nggak sesuai fakta yang ada." Sindir Almeera songong.
"Maksud ngana?"
"Katanya Nasionalisme cinta negeri sendiri, tapi sepatu jam tangan milih dari luar negeri." Cibir Almeera sedangakan Dika ingin sekali membuang Almeera ke hutan rimba.
"Sudah-sudah ayo kita makan!" lerai Freya bersamaan dengan pesanan mereka yang sudah tersaji diatas meja kantin.
Mereka lantas menikmati makanan masing-masing. Dalam hati Freya merasa heran dengan mereka berdua. Perut keroncongan tidak menyurutkan kegiatan mereka dalam berdebat. Padahal sedari tadi Freya sudah merasa lemas akibat lapar, kebetulan pesannya mereka datang agak lama dari biasanya.
Ditengah aktifitas makan mereka, tiba-tiba dikejutakan dengan kedatangan Jovan yang duduk disamping Almeera dengan seenaknya. Kebetulan bangku disamping Almeera kosong. Dika dan Freya memilih duduk bersebelahan.
"Ngapain kakak kesini?"tanya Almeera setengah berbisik.
Jovan itu bisa dibilang kategori cowok populer di sekolah ini, Almeera hari ini ingin makan dengan tenang. Dia sedang malas mendengar bisikan-bisikan para tetangga, entah itu positif atau negatif.
"Lapar mau makan," jawabnya enteng.
"Terus kenapa kesini sih, biasanya juga sama teman kakak.''
"Nyamperin pacar sendiri apa salahnya sih." Jovan merasa heran dengan respon Almeera yang menurutnya berlebihan.
"Jangan-jangan lo ada selingkuhan Mir, Jovan mau jadi pacar lo aja sudah syukur. Jangan aneh-aneh deh!" kompor memang jiwa Dika kayaknya.
"Kepala kalau kena sepatuku sakit Dik, bisa sampai ke Rumah sakit pasti." Seketika Dika kicep walaupun sebenarnya dia mati-matian menahan tawa.
Disela perdebatan Dika dan Almeera, Jovan malah memanfaatkan peluang tersebut untuk memakan batagor pesenan kekasihnya yang belum disentuh. Almeera lebih dulu memakan baksonya.
"Itu batagor aku," ucap Almeera begitu melihat batagor miliknya raib ditangan kekasihnya sendiri.
"Karena lapar batagor kamu jadi menggiurkan dan ternyata memang enak, hehehe." Jovan malah tak merasa bersalah dan terus makan dengan lahap.
"Yaudah kakak makan aja." Mana mungkin Almeera tega merebut kembali. Apalagi ini hanya soal makanan.
"Makasih."
"Iya," ucapnya lesu. Dalam hati Almeera sedikit belum ikhlas.
Mereka berempat melanjutkan makan kembali. Freya yang sedari tadi diam makan dengan tenang berniat ingin menambah sambal ke dalam baksonya yang menurut dia masih hambar.
"Frey itu sambal bukan gula, gerd kamu bisa kambuh kalau berlebihan." Tegur Jovan ketika tak sengaja melihat Freya menambahkan hampir tiga sendok sambal ke mangkuknya.
"Iya Frey, dulu juga pernah kejadian sampai opname kan," tambah Dika.
Freya hanya tersenyum kikuk, merasa seperti maling yang tertangkap basah. Disisi lain Almeera tak habis pikir dengan Jovan dan Dika, secara bakso tanpa hal berbau cabe itu ibarat lautan tanpa garam. Almeera saja juga akan menambah sambal lagi sama seperti Freya malah lebih. Baru saja membuka mangkuk sambal terdengar suara yang menyebalkan untuk di dengar.
"Mau jadi penunggu toilet Mir?" sindir Dika dengan nada sedikit keras.
Almeera ingin membalas sekaligus menyumpal mulut Dika tapi harus terhenti, karena tiba-tiba ada tangan yang menjitak kepalanya. Jitakannya tidak keras sih, tapi cukup terasa.
"Mau bandel ceritanya heh," itu suara Jovan dari samping.
Almeera seketika nyengir sambil sesekali menggerutu. Mereka alay banget sih, sambal dan Almeera itu kan CS an. Sesama CS ya nggak mungkin lah saling nyakiti.
...************...
Jam sekolah usai Almeera memutuskan pulang bersama Jovan. Begitu motor yang dikendarai mereka keluar gerbang, terlihat Freya masih duduk sendirian di halte. Jovan berinisiatif mengajak Almeera untuk meneman dan Almeera pun menyetujuinya. Almeera mana tega melihat sahabatnya duduk di halte sendiri, dan terlihat murung begitu.
Saat motor Jovan sudah di depan halte, Almeera buru-buru turun dan berjalan kearah Freya lalu mendudukkan diri disamping Freya dengan helm dipangkuannya. Tak lama setelah itu Jovan juga iku menyusul.
"Kakak kamu udah mau jemput Frey, kalau belum atau nggak bisa jemput kita naik taksi aja biar kak Jovan pulang sendiri." Usul Almeera.
"Iya, gue nggak apa-apa Frey pulang sendiri." Imbuh Jovan.
"Kak Yuda sudah otw kok, kalian pulang bareng aja." Freya merasa tak enak hati harus ngrepotin mereka berdua.
"Benar Frey?" tanya Jovan memastikan.
"Iya, sebentar lagi juga tiba." Jawab Freya seraya menganggukkan kepala beberapa kali.
Apa yang dibilang Freya ternyata benar, tak sampai lima belas menit kakak Freya sudah tiba. Freya dengan cepat pamitan dan mengucapkan terimakasih kepada Jovan dan Almeera karena sudah ditemani, kemudian dia melangakah kearah kakaknya. Freya lantas memakai helm yang diberikan Yuda dan naik di jok belakan motor Yuda. Freya tahu Almeera sebenarnya sudah bosan dan terlihat kecapekan, jadi dia buru-buru naik ke motor kakaknya agar mereka semua cepat pulang.
"Thanks ya bro, mir udah nemanin Freya," ucap Yuda tulus.
"Santai kali bro, kayak sama siapa." Balas Jovan sambil tersenyum. Yuda dan Jovan memang sudah bersahabat lama, jadi mereka sudah seperti saudara.
"Benar kak, kayak sama siapa." Tambah Almeera dengan tulus.
Almeera sebenarnya iri melihat kedekatan Freya dan kakaknya. Mereka berdua selalu kompak dan saling melindungi. Menjadi anak tunggal tanpa saudara membuat Almeera terkadang kesepian ketika dirumah. Almeera ingin sekali merasakan bagaimana rasanya berebut sesuatu dengan saudara atau hanya sekedar ngopi bareng. Tapi mau bagaimana lagi jadi anak tunggal sudah menjadi takdirnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!