BRAAAAAKKKK!
Sebuah mobil Kijang berkecepatan tinggi menabrak seorang gadis yang entah dari arah mana datangnya. Kecelakaan tak bisa dihindari. Tubuh gadis itu terkulai lemah. Dengan susah payah dia berdiri.
"Tolong ... tolong, selamatkan saya!" Alma memohon kepada orang-orang yang mengerumuninya.
Tapi mereka seolah tak menganggap keberadaannya. Mereka sibuk menyelamatkan seorang gadis yang kini bersimbah darah tak bernyawa. Rasa penasaran yang menggebu membuat Alma membalikkan badannya melihat siapa yang ada dihadapannya.
Gadis itu ternyata dirinya, dan di seberang sana wajah mantan kekasih dan mantan sahabatnya berubah menjadi secerah mentari dengan senyuman yang menyeringai.
Alma kembali mengingat kejadian hari ini.
Hari ini, 12 Desember 2000 hari yang seharusnya sangat spesial bagi gadis yang bernama Alma. Bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke 24 tahun dan hari dimana kekasihnya akan mempersunting untuk melanjutkan ke
jenjang pernikahan. Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam berlalu. Namun sang pujaan hati tidak menampakan batang hidungnya.
Kegelisahan nampak terlihat dari raut wajah keluarga. Alma meraih Nokia 6600 dan mulai melakukan panggilan telepon. Hingga panggilan ke sepuluh barulah seseorang menjawab panggilan tersebut.
"Halo, Mas Adrian!" Alma dengan suara bergetar menahan rasa kecewanya.
"Maaf, Mas Adrian sekarang mau siap-siap melakukan ijab kabul tidak bisa melakukan panggilan." Suara asing menjawab panggilan telepon yang sedari tadi dirasa mengganggu.
"Acaranya dimana?" tanya Alma.
"Di rumah Mas Adrian." Jawab orang itu.
Alma mematikan panggilannya. Bak tersambar petir di siang bolong, perasaannya remuk redam. Sulit untuk percaya. Alma melangkahkan kakinya yang berat tanpa memperdulikan tatapan keluarganya yang penuh tanda tanya.
Alma menarik tangan Adiknya Rio.
"Rio, antar Kakak ke rumah Mas Adrian, dan tolong apa yang kamu lihat hari ini semuanya dirahasiakan."
"Ada apa Kak?" tanya Rio yang heran melihat perubahan muka Alma yang memucat.
"Tolong jangan banyak tanya, hati Kakak sekarang perih seperti teriris silet." Alma sambil mengatur nafasnya.
Tanpa banyak ba bi bu Rio diam seribu bahasa dan fokus menyetir mobilnya. Sampailah mereka di rumah Adrian. Memang ada perayaan pesta outdoor dengan pelaminan yang mewah di sana. Bermacam-macam makanan tersaji apik di meja prasmanan.
"Alma!" Seseorang yang sangat Alma kenal memanggil namanya.
Adrian sangat tampan hari ini dengan busana pengantin berwarna putih dan peci di atas kepalanya.
"Mas Adrian, apa maksud semua ini?" tanya Alma.
"Hari ini hari pernikahanku." Jawab Adrian dengan entengnya.
"Dengan siapa?" Alma mencoba meminta penjelasan.
"Dengan orang yang ku cintai." Adrian memandang sinis ke arah Alma.
"Siapa?" Alma mencoba menahan gemuruh di dadanya.
"Denganku." Satu lagi suara yang sangat Alma kenal yaitu sahabatnya Dewi.
Alma membalikkan badannya, Dewi terlihat sangat cantik dengan balutan kebaya putih dan memakai mahkota bak Putri Raja serasi dengan pakaian yang dikenakan Adrian.
"Benar yang dikatakan orang, lebih baik banyak musuh dan nyata, daripada punya satu teman yang selama ini kita percaya ternyata musuh dalam selimut." Kedua mata Alma memicing melihat Dewi menggandeng tangan Adrian yang seakan memamerkan kebahagiaan mereka.
Alma menatap penuh murka, kemarahan yang hampir memuncak, pengkhianatan yang menoreh luka yang sangat dalam. Tanpa meminta lagi penjelasan, sudah cukup dengan apa yang dia lihat, Alma meninggalkan kedua musuhnya, ya musuh yang membakar dinding hatinya, menimbulkan rasa dendam yang membara, sampai kapanpun dendam ini akan dibawanya.
Dan BRAAKKKK!!
Alma menutup mata selamanya.
Yuukkk, masuk ke dalam cerita !
Arumi seorang gadis 19 tahun, berkacamata, memiliki mata bulat, berbulu mata lentik, hidung mancung, berkulit putih, tinggi 160 cm, rambut panjang yang lurus.
Sifatnya pendiam, pemalu, baik hati. Seorang anak yatim piatu, yang dibesarkan oleh Kakek dan Neneknya. Tidak pernah sekalipun menaruh hati kepada yang namanya lelaki. Karena Arumi takut mengalami kegagalan cinta.
Hingga dia bertemu dengan seorang pria yang bernama Nabil. Nama lengkapnya Nabil Zaydan 22 tahun, berwajah ganteng, memiliki rahang yang tegas, berjambang tipis, kulit sawo matang dengan tinggi 180 cm.
Yang membuat Arumi jatuh cinta karena sifatnya yang sopan, gampang bercanda, ramah dan perhatian. Berkali-kali Nabil mengejar dan menyatakan cinta selalu saja penolakan yang diterima. Karena kegigihannya akhirnya hati Arumi luluh.
Pertemuan mereka bermula saat Arumi mengantarkan makanan ke kantor Nabil. Arumi bekerja di sebuah rumah makan yang salah satu layanannya pesan antar. Hampir setiap hari karyawan di kantor Nabil memesan makanan di rumah makan tersebut, sesuai dengan slogannya 'harga kaki lima rasa bintang lima'.
Nabil menjemput Arumi di tempat kerjanya.
"Maaf Kak udah lama nunggu?" Arumi menghampiri Nabil.
"Belum, baru juga nyampe." Nabil memberikan helm kepada Arumi.
"Arumiiiii!" Panggil Nada sahabatnya.
"Nada, ada apa?" tanya Arumi.
"Iniiiii siapa?" tunjuk Nada, tatapannya menggoda Nabil.
"Oh iya, kenalin ini Kak Nabil, dan ini Nada sahabatku." Arumi mengenalkan mereka berdua.
"Nada," Nada mengulurkan tangannya.
"Nabil," membalas uluran tangan Nada. Ada perasaan tidak suka melihat Nada yang begitu agresif seolah bernafsu terhadapnya.
Jujur Nabil akui Nada jauh lebih cantik daripada Arumi. Bodynya begitu sexy, buah dada yang begitu aduhai, semuanya begitu sempurna, pokoknya meruntuhkan iman kaum Adam.
"Oh iya Arumi, aku ada perlu sebentar." Nada menarik tangan Arumi kemudian membisikkan sesuatu.
"Oke, sebentar." Arumi mengeluarkan sesuatu dari dalam dompetnya.
"Makasih, kamu memang pengertian." Bisik Nada.
Kemudian Nada pamit kepada Arumi dan sesekali mengedipkan mata nakalnya kepada Nabil.
"Ada perlu apa sama kamu?" Nabil menaruh curiga kepada Nada.
"Emmmm Nada lagi kesulitan uang Ka, pinjam dikit buat bayar kos." Arumi menjelaskan.
"Ayooo kita jalan." Nabil melajukan motornya menuju Mall untuk malam mingguan dengan Arumi.
Seperti sepasang kekasih yang lain, mereka nonton film, makan, shopping, tak lupa Nabil juga membelikan buah-buahan untuk Nenek dan Kakek Arumi di rumah.
"Makasih Kak untuk hari ini. Mampir dulu Kak!" ajak Arumi.
"Sudah malam gak enak sama Kakek dan Nenek." Nabil mendekat ingin mencium Arumi tapi Arumi mundur menghindar. Ini sudah keberapa kali Arumi menolaknya.
"Maaf Kak." Kata Arumi.
"Aku pulang." Nabil melangkah dengan penuh kekecewaan.
Dari jauh Nada memperhatikan.
Nabil melajukan motornya sampai di pertigaan jalan dia dihentikan seseorang yang berdiri di tengah jalan. Nabil membuka penutup helmnya ternyata yang ada dihadapannya adalah Nada dengan baju minim kurang bahan.
"Hallo Nabil, masih ingat aku?" Nada menghampiri Nabil dengan tatapan yang menggoda.
"Kamu Nada kan?" Nabil meneguk saliva tatapannya mengarah ke garis tengah dada Nada.
"Aku bisa memberikan yang tidak bisa Arumi berikan." Nada semakin berani mendekatkan diri ke arah Nabil.
"Baiklah ikut aku!" Nabil menarik tangan Nada untuk naik ke atas motor sportnya.
Nada melingkarkan tangan ke pinggang Nabil dan menancapkan gunung keramatnya ke belakang tubuh Nabil. Ada sengatan listrik yang membangunkan 'junior Nabil'. Tangan Nabil nakal meremas paha Nada, dan tak mau berlama-lama Nabil melajukan motornya menuju losmen terdekat.
"Apa yang kamu inginkan?" Nabil menatap penuh nafsu Nada yang ada dibawahnya.
"Yang aku inginkan hanyalah uang, aku tidak ingin menjalin hubungan, aku siap kapan saja melayanimu." Nada mengalungkan tangannya di leher Nabil. Dan terjadilah gencatan senjata di atas peraduan.
Sejak malam panas itu, Nabil dan Nada diam-diam selalu bertemu. Sikap Nabil tidak berubah terhadap Arumi. Perhatian yang sama, tiap hari selalu menjemput Arumi dari tempat kerja. Yang membedakan tidak lagi meminta ciuman kepada Arumi. Hal itu membuat Arumi merasa bersalah.
Kak Nabil kan kekasihku, wajar dong kalo dia minta sesuatu seperti sebuah ciuman tidak lebih. Apa aku yang berpikir terlalu jauh, Arumi berbicara dalam hati.
Sesampainya di rumah Arumi mencoba menghubungi Nabil, tidak ada jawaban. Arumi mencoba sekali lagi. Dan panggilan pun diangkat, tapi bukan suara sapaan yang didengarnya, melainkan suara hembusan nafas, lama-kelamaan berubah menjadi suara *******, dan itu bukan suara Nabil, tetapi suara seorang wanita.
Arumi mematikan ponsel. Dipegangnya dadanya, terasa sesak, aliran darahnya terasa berhenti, matanya berkunang-kunang, pandangannya gelap, dan Arumi pingsan.
Kakek dan Nenek panik, beruntung mereka bertemu dengan seseorang yang baik, yang dengan suka rela membawa Arumi ke rumah sakit.
"Terima kasih Nak." Kata Kakek kepada pemuda yang menolongnya.
"Iya, sama-sama." Pemuda itu meninggalkan Kakek.
"Bagaimana keadaan cucu kami Dok?" Tanya Kakek.
"Cucu Anda mengalami pingsan psikogenik. Pingsan tipe ini berhubungan dengan kondisi mental seperti cemas atau panik. Setelah beristirahat yang cukup cucu Anda akan kembali pulih." Dokter menerangkan.
"Terima kasih Dok." Kakek menyalami Dokter.
"Iya, saya permisi," Dokter keluar dari ruangan.
TOK! TOK! TOK!
"Permisi, Kakek dan Nenek biar istirahat di rumah, cucu Kakek dan Nenek biar saya yang jaga, dan biaya rumah sakit sudah saya selesaikan." Pemuda yang menolong mereka tadi rupanya kembali.
"Jangan, kami tidak mau merepotkan." Tolak Nenek dengan halus.
"Tidak apa-apa Nek, sudah seharusnya kita saling membantu. Ijinkan asisten saya mengantar Kakek dan Nenek pulang ke rumah." Pemuda itu menunjuk seseorang yang berdiri di depan pintu.
"Siapa namamu Nak?" Kakek bertanya.
"Nama saya Alvan." Pemuda itu dengan sopan mencium tangan Kakek dan Nenek Arumi.
"Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih, maaf kami telah banyak merepotkan." Kakek dan Nenek berpamitan.
Alvan mengantarkan mereka sampai depan pintu. Kemudian dia kembali ke ruangan dan melihat Arumi terbangun dan terkejut melihatnya.
"Maaf, aku ada dimana? Dan Anda siapa?" Arumi masih merasakan pening di kepalanya.
"Perkenalkan nama saya Alvan, kamu tadi di rumah pingsan, saya, Kakek dan Nenek membawamu kemari. Sekarang mereka beristirahat di rumah, ijinkan saya malam ini yang menjagamu." Alvan dengan sopan menjelaskan.
"Nama saya Arumi, terima kasih atas kebaikan Anda." Arumi menaruh hormat kepada Alvan.
"Panggil saja Alvan. Besok kamu sudah boleh pulang, beristirahatlah." Alvan merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di ruangan itu.
Arumi masih mengingat kejadian malam ini. Besok dia ingin mendengar penjelasan dari Nabil.
TIT! TIT! TIT! sebuah pesan masuk.
Daliya : Arumi, kamu mungkin tidak percaya apa yang aku lihat saat ini.
Arumi : Apa ???
Daliya : Nabil bersama Nada, mereka sangat intim. Maaf aku harus memberitahukan semua ini.
Arumi : Iya, makasih.
Besok aku harus menemuinya, batin Arumi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah pemeriksaan pagi, Arumi diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Arumi minta ijin tidak masuk kerja hari ini karena ada urusan yang harus diselesaikan dengan Nabil.
Alvan menawarkan diri untuk mengantar namun secara halus Arumi menolaknya.
Arumi memutuskan ke Apartemen Nabil. Setibanya, pintu Apartemen sedikit terbuka, perlahan Arumi membuka pintu dan masuk. Ada apa ini? Arumi bertanya dalam hati.
Seperti baru saja terjadi pergulatan. Ruang tamu seperti kapal pecah, beberapa pasang baju, celana berserakan di lantai, di atas meja terlihat botol miras yang menumpahkan sebagian isinya, puntung rokok dan ada alat kontrasepsi.
Dengan degup jantung yang tidak beraturan perlahan tangannya yang gemetar membuka pintu kamar. Mata Arumi membelalak.
Nabil dengan separuh badan tanpa busana berpelukan dalam selimut dengan seorang wanita.
BRUK!
Arumi lemas jatuh terduduk di depan pintu kamar. Bagai tsunami saat ini melanda hatinya.
Nabil terbangun, sambil mengucek matanya menatap tak percaya kearah Arumi.
"Arumi sedang apa kamu di sini?" tanya Nabil.
"Aku yang seharusnya bertanya Kak, apa yang sedang kamu lakukan?" dengan suara yang dipaksakan, Arumi mencucurkan air mata.
"Aku melakukan sesuatu yang tidak bisa aku dapatkan dari kamu."
"Maaf Kak, aku tidak bisa, kita belum menikah." Jawab Arumi masih dalam keadaan terduduk.
Dari balik selimut Nada terkejut melihat Arumi.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya Nada.
"Nada, apa kurangnya aku selama ini? Apa salahku padamu? Tega kamu ya!" Arumi mengeraskan suaranya.
"Di dunia ini tidak ada yang namanya cinta dan setia, seorang pria butuh kehangatan, sekarang kamu mengertikan?" Nada mencium Nabil dihadapan Nada, dan Nabil membalasnya penuh gairah.
"Cukup, hentikannnnn!" Arumi berdiri dengan tatapan jijiknya.
"Arumi, sadarlah, tidak ada yang menyukaimu, tampang culun, tidak peka seperti dirimu diobral pun tidak akan laku." Nada tertawa dengan ejekannya.
"Kak Nabil apa benar yang dikatakan Nada? Apa selama ini kamu tidak menyukaiku?" Arumi meminta penjelasan.
"Aku sangat menyukaimu, sampai sekarang masih menyukaimu, tapi aku seorang pria yang tidak tahan godaan apalagi dari Nada." Nabil membelai rambut Nada.
"Sudah cukup Kak! Jangan pamerkan kemesraan kalian! Terima kasih sudah membuka mata dan pikiranku. Saat ini juga kita putus!" Nada keluar dari Apartemen Nabil dengan perasaan marah, kecewa, sakit hati, akal sehatnya saat ini hilang.
Di hatinya tertanam akar kebencian, dendam karena sudah dikhianati orang yang dianggapnya sebagai sahabat yang hanya memanfaatkan dirinya dan dikhianati pujaan hati.
Baru pertama kali Arumi merasakan jatuh cinta dan juga pertama kali merasakan sakitnya dikhianati membuatnya seperti ditusuk-tusuk belati, hatinya tercabik, terkoyak kemudian lukanya ditabur dengan serpihan garam. Terbayangkan betapa perihnya.
Arumi terus melangkahkan kaki tanpa arah, entah sejauh mana dia berjalan, berapa banyak air mata yang terbuang, lelah mulai terasa. Lelah hati, lelah jiwa, serasa hampa. Dengan langkah lunglai Arumi berhenti.
Dilihatnya sebuah rumah kosong di ujung jalan. Rumah yang ditumbuhi dengan rumput-rumput liar yang tinggi, sarang laba-laba menghiasi hampir seluruh rumah. Kegelapan yang menambah keangkeran rumah tidak berpenghuni itu. Tidak sedikit pun Arumi ada rasa takut, karena dibandingkan dengan kisah hidupnya saat ini rumah angker yang menyeramkan itu tidak seberapa.
"Assalammualaikum." Arumi memasuki rumah, keadaan di dalam rumah berbanding terbalik dengan keadaan di luar. Rumah yang terlihat besar. Perabot rumah masih lengkap dan masih bagus.
Apa rumah ini ada penghuninya, Arumi bicara dalam hati. Arumi merebahkan diri di atas kursi tamu, tenaga yang hampir habis dan rasa kantuk yang luar biasa membuatnya terlelap.
Sekelebat bayangan hitam melayang-layang di atas Arumi. Bayangan itu memperhatikan Arumi dan mencium aroma dendam dan kemarahan yang kuat. Bayangan itu masuk ke dalam tubuh Arumi.
Seolah sudah mengetahui apa yang terjadi bayangan itu pun keluar dari tubuh Arumi, dengan senyum menyeringai dia memandangi Arumi, "Belum saatnya kita bertemu." Bayangan itu pun menghilang.
......................
Sementara itu Kakek dan Nenek Arumi sangat khawatir karena Arumi tidak pulang ke rumah. Nabil berkunjung ke rumah Arumi.
"Assalammualaikum." Nabil mengetok pintu rumah.
"Wa'alaikumussalam," Kakek membukakan pintu.
"Permisi Kek, Arumi ada?" Nabil seperti biasa sopan dengan Kakek.
"Belum pulang dari tadi Nak Nabil, Kakek dan Nenek khawatir, Arumi baru saja keluar dari rumah sakit." Kakek dengan kecemasannya cerita ke Nabil.
"Arumi sakit Kek?" tanya Nabil.
"Kemarin malam Arumi tiba-tiba pingsan, kami membawanya ke rumah sakit." Kata Kakek.
"Kalo begitu saya permisi dulu Kek." Nabil pamit sambil mencium punggung tangan Kakek.
"Ada apa dengan Arumi?" tanya Nada.
"Ternyata Arumi baru keluar dari rumah sakit, kemarin malam dia pingsan." Jawab Nabil.
"Kemarin malam Arumi nelpon kamu, sengaja aku angkat, di saat kita ...." Nada mengedipkan matanya.
"Apaaaa???? Pantas saja dia datang ke Apartemen tadi pagi." Nabil mengacak-acak rambutnya.
"Kenapa sih kamu suka dengan gadis culun kampungan itu." Nada bicara ketus.
"Ingat, hubungan kita hanya sebatas saling membutuhkan, tidak lebih. Kamu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Arumi." Nabil tersulut emosi.
"Oke, silakan kamu cari gadis culun itu." Nada berlalu pergi.
"Arumi dimana kamu?" Nabil pun beranjak pergi.
Tidak terima dengan pandangan rendah Nabil terhadap dirinya, Nada berniat jahat pergi ke rumah Arumi.
TOK! TOK! TOK!
"Eh Nak Nada, Arumi tidak ada di rumah." Nenek yang membukakan pintu.
"Begini Nek, tadi saya lihat Arumi pergi dengan Om-om. Mereka pergi ke Hotel dekat kota Nek." Kata Nada.
"A...apa?" Nenek tidak percaya.
"Siapa tahu Arumi masih di sana, Kakek dan Nenek bisa cek ke Hotel dekat Taman Kota. Permisi Nek." Nada cepat-cepat meninggalkan Nenek.
"Kek, Kek!" Nenek memanggil Kakek yang ada di kamar.
"Iya, ada apa?" Kakek melihat Nenek yang sedang kebingungan.
"Kata Nada, Arumi ke Hotel dekat Taman bersama Om-om." Nenek merasa nyeri di dada, masih tidak percaya. Apa mungkin Arumi seperti itu.
"Ayo kita buktikan ke sana!" Kakek juga tidak percaya apa yang dia dengar, Kakek mengambil kunci motor bututnya.
Mereka berdua menuju ke Hotel yang diceritakan Nada.
Sebuah mobil truk trailer melintas dengan kecepatan sedang, sekelebat bayangan hitam menutupi pandangan sopir truk tersebut, sementara motor yang dikendarai Kakek dan Nenek ditarik paksa untuk mengarah ke truk itu.
Mereka dikuasai kekuatan hitam, dan BRAAKKKK! DIN! DUAAARRR!
Kecelakaan berujung maut. Lautan darah membasahi aspal. Kakek dan Nenek dengan tubuh tuanya tidak dapat lagi menahan sakit, pandangan Nenek tertuju ke sosok bayangan yang ada dihadapannya. Sosok itu menampakkan wujud aslinya. "Al...ma!" Panggil Nenek lirih. Sayang nyawa Kakek dan Nenek tidak dapat ditolong, mereka menutup mata untuk selamanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!