NovelToon NovelToon

My Win Kill You

1. Jas hujan

Akhir akhir ini banyak terjadi pembunuhan, maraknya berita menyebar luas kemana mana, pembunuhan terjadi bukan hanya anak-anak, bahkan sampai dengan orang orang dewasa. Hingga di mana kota tersebut diancam oleh ketakutan kematian di mana saat ini nyawa mereka berada diambang kematian.

Sampai saat ini para polisi masih mengatasi kasus kasus namun para polisi belum menemukan siapa pembunuh akhir akhir ini.

Malam itu seorang anak kecil berjalan tengah malam sendiriannya, anak itu mengenalan jas hujan berwarna merah, memakai sepatu sekolah, bahkan masih menyandang tas sekolahnya. Seseorang peria yang melihat anak itu langsung menghampirinya.

“Hay, nak apa yang kau lakukan ditengah malam begini?” tanya orang itu.

“Aku baru pulang sekolah, aku tadi ketinggalan bus jadi aku memutuskan untuk betjalan kaki sekalian mencari gambar-gambar organ tubuh manusia untuk pelajaran Biologi besok,” jelasnya seperti anak sekolah pada umumnya untuk lebih jelasnya menggunakan gambar gambar sebagai contoh penjelasan materi.

“Kalau begitu biar aku antarkan kau pulang, ini sudah terlalu malam takutnya ada apa apa nanti.”

“Ya sudah, boleh saja kok apa itu tidak keberatan?” tanya anak itu yang takut merepotkan.

Selama perjalanan mereka berdua mengobrol dengan hangat, nama orang itu tenyata adalah Hendri, ia dan Frians begitu keduanya seperti abang, dan adek.

“Kau tidak takut pulang tengah malam sendiri seperti ini?” tanya Hendri.

“Takut kenapa?” Frians ingin melihat wajah Hendri namun karena badannya pendek jadi ia hanya mendungak untuk sesaat.

“Karena berita sekarang banyaknya pembunuhan, orang orang saja tidak ada yang berani keluar.”

“Lalu mengapa kau keluar?” ujar Frians melontarkan pertanyaan.

“Ya itu karena aku melihatmu, aku takut kenapa napa dengan anak kecil seusiamu apa lagi ini sudah malam.”

“Lantas kau tidak memperdulikan dirimu? Bagaimana kalau kau yang jadi korban pembunuhan itu?” Frians menghentikan langkahnya.

“Itu tidak mungkin, memgapa kau berhenti? Apa ada sesuatu?”

“Tidak,” Frians melanjutkan langkahnya.

“Bagaimana mungkin dia mau menyelamatkanku dari pembunuhan, sementara aku yang membunuh mereka," dalam hati Frians, aku juga melirik tangan kananku yang digandeng oleh Hendri.

“Rumahmu masih jauh?” tanyak Hendri.

“Sedikit lagi, di depan sana komplek snediri itu.”

Tak terasa sampailah di rumah Frians, anak itu mengetuk pintu rumah terlihatlah kedua orang tuanya yang keluar, mereka sedikit bingung, dan was was karena ada seseorang yang bersama Frians.

“Yaampun nak, mengapa kau baru pulang jam segini?” seorang wanita memeluk Frians.

“Siapa kamu?” lontar ayah Frians melihat anaknya bersama lelaki asing.

“Saya cuma mengantarkan Frians karena sudah larut malam, saya melihatnya berjalan sendirian tadi pak.”

“Sudah sayang, suruh orang itu masuk dulu, biar aku buatin minum.”

Sementara ayah Frians membawa Hendri masuk, dan Frians dibawa ibunya ke kamar.

“Kau membawa korban lagi?” tanya wanita itu mengambilkan baju Frians dalam lemari.

“Tidak, dia hanya mengantarku pulang.”

“Lalu mengapa kau mau dihantarkannya?”

“Karena aku tidak menolak, lagian dia juga tidak ada niatan lain kok ma.”

“Terserahmu saja, sekarang istirahatlah, dan kerjakan tugasmu,” perintah wanita itu yang sudah berada di depan pintu kamar.

“Aku ada tugas tentang organ tubuh manusia, tetapi aku belum mendapatkan gambarnya,” jelas Frians sedikit kecewa kepada dirinya sendiri.

“Buat apa gambar seperti itu nak? Kita sudah punya langsung contohnya, sabarlah sebentar lagi kau akan belajar langsung mengenai oragan tubuh untuk tugasmu, dan papamu yang akan menjelaskannya.”

“Sialnya kalian harus membunuh lagi?”

“Hmm … itu urusan kami,” wanita itu langsung menutup pintu kamar.

Ia beranjak ke dapur menyiapkan minum, selesai mengaduk minuman ia memasukkan obat untuk membuat Hendri terbius.

“Ini minumannya, maaf nak sedikit lama aku baru selesai mengurus Frians,” ujarnya menyerahkan minuman, wanita itu melirik suaminya yang berada di samping Hendri.

Melihat lirikan itu sang suami tau bahwa itu adalah kode untuk menyuruh Hendri minum menghabiskan airnya.

“Hayo diminum dulu, kamu pasti hauskan,” ujarnya ramah.

“Ia pak nanti saya minum kok.”

“Eeh ini juga sudah malam istri saya sudah siap menyiapkan kamar buat kamu tidur malam ini.”

“Loh pak, saya pulang ajalah gak enak juga kalau mau nginap,” tolak Hendri sungkan.

“Loh ga perlu seperti itu, lagian ini juga udah malamloh takutnya ada apa apa sama kamu, mending disini dulu,” ia juga menyodorkan kembali air yang ada di gelas Hendri.

“Baiklah pak kalau tidak merepotkan saya mau kok," Hendri pun sudi menenggak air tadi sampai mau pengahabisan tiba tiba tubuh Hendri lemas tak berdaya ia tersungkur jatuh kebawah.

“Mah, dia sudah tidak sadar,” teriak suaminya mengangkat tubuh Hendri.

“Baiklah kalau gitu serahkan pada saya.”

“Kamu mau motong motong daging manusia lagi? Kita sudah banyak stok," lelaki itu bingung melihat istrinya.

“Bukan,” perempuan yang tadi mengambil sebuah koper ia membuka koper itu ada banyak peralatan peratan aneh didalamnya.

“Yah, seret orang ini ke ruangan bawah,” perintahnya yang sudah selesai memakai sarung tangan berwarna putih.

“Baiklah kalau begitu,” lelaki itu mengumpulkan kedua tangan Hendri sebagai pengangan menyeret.

“Aku mau memanggil Frians dulu ya,” ia langsung membawa Frians ke ruangan bawah.

“Kau sudah membawa bukumu untuk catatan tugas yang kau bilang?” tanya ibunya.

“Ini sudah,” Frians memperlihatkan buku tugas sekaligus catatan.

“Ada apa ini sebenarnya?”

“Aku memiliki tugas biologi mengenai organ tubuh manusia,” jelas Frians.

“Oh kalau begitu, mengapa tidak kau saja yang mengerjakannya, ini," lelaki tadi menyodorkan pisau yang cukup tajam dari sebelumnya.

“Tapi yah!”

“Silahkan kau belah tubuh orang ini untuk melihat organnya, aku akan memberi penjelasan kepadamu.”

“Im sory, ibu tidak bisa membantah ucapan ayahmu, sebaiknya gunakan sarung tangan ini,” wanita tadi kembali harus membuka sarung tangannya.

“Tidak perlu,” Frians mengambil pisau dan mulai membelah perlahan mulai dari leher orang itu. Darah pun mulai mengalir deras keluar hingga sampai ke perutnya, terlihat sudah bagian jantung, paru paru korban.

“Belahanmu lurus ya nak,” puji lelaki tadi.

“Aku sudah selesai, jadi bisa jelaskan mengenai organ orang ini?”

“Tentu saja, catat baik baik, ini jantung, ini paru parunya, ini usus sedangkan ini pula lambung, lelaki itu menunjuk organ tubuh Hendiri menjelaskannya detail ke Frians sampai anaknya itu benar benar mengerti.

“Selain orang tuaku sekolah pertama, mereka juga guru bagiku meski jalannya mengerikan tapi mereka mampu menjelakan langsung bersama orangnya, meski pun masih berdarah darah setidaknya organ itu terlihat jelas.”

Tugas Biolagi Frians pun selesai tepat waktu, selain nama nama oragan di dalam tubuh, anak itu juga membuat keterangan atau penjelasan mengenai nama nama organ tubuh.

2. Nilai Biologi

"Hari ini aku masak roti bakar daging lagi," ujar wanita itu menyiapkan sarapan ke atas meja.

"Lagi?" ungkap Frians sedikit bosan harus memakan roti bakar daging.

"Kenapa sayang? Kau bosan ya?"

"Ti- tidak bu, aku hanya sudah malas melihat daging itu. Memangnya tidak bisa di sedekahkan saja? Diluar sana banyak orang yang kepingin makan daging."

"Frians, memangnya siapa yang mau makan daging manusia seperti ini?" Tanya ayahnya yang berada di meja makan sambil membaca koran.

"Mereka Kan tidak tahu kalau ini daging manusia, aku sudah lama tidak merasakan daging hewan."

"Apa bedanya sayang daging hewan dengan manusia? Jelas masih enakan daging manusia," sahut ibu Frians mengangkat roti bakar ke atas meja makan.

"Ini sausnya," lanjut beliau menuangkan ke dalam mangkok kaca berwarna putih.

"Huft, aku makan setengah saja," Frians mengambil ke piringnya.

"Baiklah baik, ayah akan mencarikan daging hewan untukmu nanti, daging yang ada di kulkas masih banyak bu?"

"Masih, aku juga tidak tahu harus melakukan apa akhir akhir ini terlalu banyak korban ya?"

"Kalau begitu buang, atau tanam saja," ujar Frians memberi saran.

"Masalah itu gampang, kamu tenang saja Frians, cepat habiskan makananmu dan pergilah ke sekolah nanti kamu telat."

"Siap ayah," anak kecil itu memberi hormat kepada kedua orang tuanya.

"Bagus, buku pr mu sudah selesaikan? Sudah kau masukkan ke dalam tasmu?"

"Sudah ibu."

"Aku berangkat dulu," ia meneguk beberapa tegukan susu hangat yang terhidang.

***

"Apakah tugas kalian sudah selesai hari ini?" tanya sang guru memulai pelajaran.

"Sudah buk …" sahut beberapa anak termasuk Frians.

"Kalau begitu kumpulkan ke depan, apakah ada yang tidak mengerjakan tugas!" serunya menaikkan nada bicara.

"Angkat tangan buat yang belum mengerjakan tugas!" serunya sekali lagi.

"Aduh gimana ini bos?" terlihat 6 orang anak duduk paling belakang dengan raut wajah paling panik.

"Gimana ini? Apa kita angkat tangan saja," ujar anak lelaki berbadan kecil di samping si gendut.

"Jangan nanti kita kena marah."

"Terus? Atau kita minta paksa si Frians saja?" ujar mereka merencanakan sesuatu.

"Ibu bagaimana kalau pr kami nanti saja," tawar anak yang berbadan gemuk itu karena ia merupakan bos dari ke 5 orang di anak anak di belakang yang belum selesai pr ini.

"Kalau begitu tidak masalah setelah istirahat kalian harus mengumpulkan tugas kalian jika tidak, kalian akan dapat hukuman!" ancam sang guru, ia kembali mengarah ke papan tulis menjelaskan materi hari ini.

***

"Ini kerjain tugas kita," mereka ber 6 serentak melemparkan buku ke Frians yang ingin makan bekal dari ibunya tadi.

"Tapi bukannya ini pekerjaan kalian, mengapa tidak kalian saja?" Frians membuka kotak bekal terlihat makanan yang begitu enak daging bakar serta saus pedas di sisi lain.

"Fiuh, daging lagi," ujar Frians.

"Aku memerintahkanmu buat mengerjakan tugas kami, jika tidak siap kau akan dapat pembalasan dariku," ancamnya mengepalkan tangan.

Frians tak berkata apa apa ia mengambil buku mereka, begitu pula dengan mereka yang mengambil kotak bekal Frians.

"Kotak bekalku mau kalian kemana kan?"

"Memakan makanan ini sedikit tidak masalahkan," ungkap salah seorang dari mereka.

"Ouh kalian mau memakannya yasudah tidak apa," lagi lagi Frians hanya diam tak melawan ia terlihat seperti bocah culun yang tak berani. Frians hanya pasrah terhadap semuanya.

Sementara Frians mengerjakan tugas ke-6 anak itu, sementara mereka asik bersantai sambil makan nasi di dalam bekal Frians.

"Dagingnya kok rasanya berbeda ya?"

"Ia nih, ga seperti daging pada umumnya," sahut seseorang diantara mereka.

Sedangkan anak gendut itu sangat menikmati makanan bekal Frians, tanpa banyak komentar yang keluar dari mulutnya.

"Atau mungkin dagingnya campuran kali," sahut salah seseorang lainnya.

Mereka terus terusan berkomentar tentang daging itu, meskipun banyak komentar yang keluar isinya sudah habis, ke 6 orang itu meninggalkan kotak bekal di atas meja begitu saja.

Mereka kembali ke kelas, melihat Frians yang tengah mengerjakan yang lain mereka kembali mengganggu Frians dan mainannya.

"Tugas kami sudah selesaikan Frians?"

"Kalian bisa cek aja sendiri," ujar Frians sambil bermain game kejar kejaran.

"Kalau begitu sini buku kami," pinta si gendut.

"Nih," Frians memberinya sabar meskipun ia tahu dirinya sendiri sedang diganggu.

"Tidak ada lagikan?"

"Kelihatannya permainanmu itu seru, serahin buatku," salah seorang diantara keenamnya menarik permainan yang dimainkan Frians.

"Tapi, kalian mau main itu?" tanya Frians tak percaya.

"Kenapa tidak ini permainan yang mudah," ujar si gendut.

"Ya sudah kalau kau bisa, ngomong ngomong dimana tempat bekalku?" lanjut Frians menanyakan karena ia tak melihat kotak bekal yang dibawanya itu.

"Tidak tahu, tinggal mungkin sudahlah jangan ganggu aku," mereka berenam kembali ke bangku belakang.

"Anak anak yang perlu diajarkan sopan santun, dan tanggung jawab!" Frians mengepalkan tangannya tetapi ia masih tenang mengatur posisinya untuk diam.

Jam istirahat pun selesai kini masuk kembali pelajaran Biologi keenam anak ini mengumpulkan tugasnya. Mereka mendapatkan nilai 100, begitu juga dengan Frians yang dapat 100.

"Lucu, aku harus berbagai nilai padahal aku sudah capai capai untuk mendapatkan, dan mempelajari langsung organ manusia ini," batin Frians.

"Hanya 7 orang yang mendapatkan nilai sempurna," nama mereka di bacakan setelah itu para siswa memberi apresiasi dengan bertepuk tangan.

***

Frians memasuki ke rumah, wajahnya murung marah bercampur aduk perasaan jengkel tak tau mau ia lampiaskan kemana.

"Sayang kamu sudah pulang," si ibu langsung menghampiri anaknya itu.

"Ia bu," Frians memeluk ibunya sebagai untuk mengisi tenaga, apa lagi di peluk balik sudah cukup untuknya menghilangkan capai.

"Gimana nilai Biologinya dapat berapa?"

Frians mengeluarkan kertasnya, ia tak ragu untuk memperlihatkan nilai dari hasil yang ia dapat berkat kerjanya itu.

"Anak ibu memang pintar, papamu pasti juga bangga sama kamu nak."

"Ngomong ngomong papa dimana bu?"

"Keluar," wanita itu hanya menjawab singkat.

"Tumben, biasanya papa tidak pernah keluar selama ini, ada urusan penting ya bu?"

"Tidak tahu."

"Papa tumben tidak memberi tahu ibu kemana dia pergi," cetus Frians sedikit curiga.

"Tidak perlu menanyakan papamu, mungkin saja ada urusan pribadinya kau cukup tahu sampai sini bahwa dia sedang keluar."

"Kamu mau makan siang, ibu sudah belikan sayuran, dan daging hewan," wanita itu tersenyum menampakkan giginya.

"Boleh bu, aku ganti baju sebentar."

"Eeh, Frians tempat bekalmu mana biar ibu cuci."

"Hilang, tadi teman sekelasku yang membuatnya, mereka juga menghabiskan bekalku," Frians menjelaskan semuanya apa yang terjadi hari ini.

"So, kau mau menghabisi mereka sendiri atau dengan Rabbit killer?"

"Rabbit killer?" Frians baru pertama kali mendengar nama itu, sebelumnya ia bahka tidak tau sejenis apa rabbit killer ini.

Pesta kelinci bagian1

"Ini permainan jelekmu, aku tidak mengerti bagaimana mana mainnya susah, semuanya kejar kejaran untuk selamat dari pembunuh," anak laki laki yang mengambil permainan Frians semalam melemparkan kasar benda itu ke bawah hingga rusak.

"Kau ingin melihat bagaimana permainan ini? Nanti ada saatnya!" seru Frians mengambil permainannya yang di berantakan di bawah.

"Halah banyak omong," ia berjalan di samping Frians.

Frians meliriknya marah, rasa ingin membunuh anak itu sudah timbul tetapi ia harus menahannya takut ketahuan apa lagi tempatnya saat ini tidak cocok untuk melakukan aksinya itu.

"Sabar sedikit," Frians mengambil ponselnya menghubungi sang ibu.

"Mah, hari ini aku ada korban tetapi tanganku enggan kotor karena darahnya," ketikan Frians sudah terlihat berbeda dari sebelumnya ia memanggil ibu kini sudah menjadi mama, itu artinya ia ingin menghabisi seseorang.

"Mama tidak mau, kau saja sendiri yang membunuh," balas sang mama.

"Kalau begitu, kabar berita akan terdengar lagi."

"Siapa korbanmu?" tanya wanita itu penasaran.

Frians mencari foto keenam anak yang mengganggunya lalu ia mengirim untuk menunjukkan ke mamanya sekaligus akan menjadi foto korbannya.

"Sudahlah, kau belajarlah bagus bagus."

Frians kembali beralih ke kontak lain yaitu papanya sendiri.

"Pisau ini sudah lama tak terpakai, ia bahkan hanya menjadi pajangan di dalam tasku," ujar Frians mengirim pesan ke papanya.

"Maksudmu? Apa kau punya target? Kalau begitu jangan membawa pulang dagingnya!"

"Aku mau membunuh, pisauku sudah lama tak terguna," jelas Frians to the point.

"Kampakmu juga sudah lama tak terpakai di ruang bawah, tidak mau menggunakannya?" tanya lelaki itu menawarkan kepada anak laki laki satu-satunya.

"Tidak, itu terlalu ribet."

"Mana korbanmu? Kau bisa mengirim fotonya papa ingin melihatnya."

Frians mengirimkan foto orang yang sama ke papanya itu, tindakannya sudah bulat tak dapat diganggu gugat.

Sementara Frians tak tahu bahwa ayahnya bersama orang-orang penting yaitu mantan organisasi mereka dulu Rabbit Killer. Bahkan mereka juga melihat percakapan papa Frans dengan anak laki lakinya tersebut.

"Teman teman aku rasa kita akan pesta nanti malam," ujar ayah Frans semangat.

"Aku suka ini, aku akan mencari anggur merah untuk kita," ujar seorang laki laki, ia langsung bangkit dari duduknya.

"Anakmu hebat kau mau membiarkannya membunuh?" tanya lelaki botak sekaligus adalah ketua Rabbit killer.

"Tadinya, namun karena aku sudah berada di sini biarkan aku yang akan menghabisinya," ujar ayah Frians minum sedikit bir.

"Kalau begitu mengapa tidak kami saja yang kau perintahkan, selesai ini kita akan berpesta. Aku akan memerintahkan anak anak buahku menangkap ke 6 bocah itu," ia pun bangkit bersiap sedia ingin memberi arahan.

"Baiklah aku serahkan ini ke kalian."

"Oyy," ia mendatangi bawahannya yang sebagian sedang bermain kartu.

"Kalian semua bersiaplah, siapkan pisau kalian," ujar orang itu begitu saja. Mendengar perintahnya mereka yang bermain kartu tadi langsung bubar begitu saja ke dalam ruangan yang berbeda beda.

Begitu pula dengan ayahnya Frians, ia mengambil baju hitam dan sebuah topeng kelinci kepunyaannya dulu. Di saat ia ingin memakai itu tiba tiba salah seorang rekannya datang menemui lelaki yang sedang memakai kostum itu.

"Hari ini hari pertama kamu lagi membunuhkan Jak?" tanya orang itu.

"Ia, setelah selama ini anakku," ia melanjutkan memakai sarung tangannya.

"Kau masih ingatkan caranya membunuh?" ungkapnya sambil tertawa kecil.

"Smith jangan merendahkanku seperti itu," orang itu terlihat kesal karena Smith.

"Ngomong ngomong bagaimana dengan istrimu Yesias? Dia bahkan tidak pernah terlihat lagi."

"Dia sudah menjadi ibu rumah tangga yang baik, disamping itu ia juga mengajarkan anak kami membunuh, dan merawat anak laki laki kami, dia sekarang termasuk wanita sibuk," jelas Jak.

"Hmm seperti itu, kau kelihatannya sudah selesai kalau gitu aku mau siap siap dulu," Smith pun meninggalkan Jak untuk memakai kostumnya.

***

Yesias pov:

"Suamiku sudah 1 harian tidak pulang, apa dia tahu kabar tentang anaknya? Atau dia malah terjun kedalam dunia Rabbit itu, aku harus ke markas mereka bagaimanapun ceritanya," Yesias langsung mengambil jaketnya, dan mengambil kunci mobil untuk pergi ke sebuah tempat yaitu markas para Rabbit killer.

Setelah melalui perjalanan panjang ia sampai pada sebuah rumah besar, halaman rumah itu sangat kotor rumput rumput yang sudah panjang, pohon pohon besar, lantai yang berabu dan dalam rumah yang gelap.

"Sial, aku tidak membawa senter, baterai ponselku sudah mau habis tetapi aku rasa ini mungkin bisa untuk sementara," Yesias menyalakan ponselnya senter pun terpancar mengeluarkan cahaya.

Sepanjang perjalanannya Yesias melihat banyaknya benda benda tajam yang berserakan, termasuk gunting, bahkan ada ujung sepatu hak tinggi disitu.

Yesias membuka sebuah ruangan ia mengira tadinya suaminya ada di dalam ternyata itu hanya ruangan picket, Yesias mendekat kesitu.

"Sepertinya gantungan ini barusan terpakai, talinya masih sedikit hangat," ujarnya memegang tali gantungan itu.

Yesias mengubah posisinya jongkok ia mengambil sebuah garpu yang berada di lantai itu.

Tak berapa lama ia bertemu dengan salah seorang lelaki bertubuh lebih pendek darinya.

"Yesias?"

"Kamu Query bukan?" tanya Yesias ragu, karena ia sudah lama tak melihat mereka lagi, hampir 5 tahun lebih akhirnya Yesias kembali melihat teman lamanya itu.

"Apa yang membuatmu datang kemari temanku," Query memeluk hangat Yesias sebagai unjuk rasa rindunya.

"Aku mencari Jak suamiku, kau melihatnya?"

"Ayo ikut aku," Query sebagai petunjuk jalan, dan Yesias mengikuti Query di belakang.

"Lihat siapa yang ada disini," ujar Antoni si botak yang merupakan ketua mereka.

"Antoni, kau kah itu?" tanya Yesias tercengang takjub.

"Ia siapa lagi, ada keperluan apa kemari Yesias, bukankah suamimu berada disini, tumben tumbenan."

"Aku hanya ingin menghabisi orang yang mengganggu anakku," ujar Yesias.

"Kalau begitu target kita sama," sahut Query.

"Benar, apa yang dibilang Query kami juga ingin menghabisinya, tetapi biarkanlah itu Jak yang menghajar, aku dan Query menunggu disini."

"Sama siapa saja suamiku?"

"Ia, Smith, Arnold, Kuanti," jelas Antoni.

"Kau tidak ingin bergabung, Yesias?" tanya Query melirik.

"Kalau begitu, aku juga sudah lama tidak menggunakan bolpoinku juga sudah lama tak terpakai," Yesias langsung gerak memakai seragam merah, serta topeng sehingga dirinya tak di kenalin lagi.

Sementara Smith, Arnold, dan Kuanti, Jak telah selesai, keempat orang ini berkumpul menghadap Antoni, dan Query yang tinggal di markas.

"Semuanya sudah selesai kalau begitu ayo kita berangkat," ujar Smith.

"Tenang dulu, kau terlalu terburu buru satu orang lagi sepertinya belum selesai," cetus Smith membuat ke 3 orang ini bingung, mereka bertanya tanya satu sama lain.

"Siapa satu lagi memangnya?" tanya Smith.

Sementara Jak hanya diam saja, ia juga penasaran tetapi tidak mau tau siapa pun itu yang penting ia membunuh hari itu juga.

"Entahlah," sahut kedua orang rekannya.

Ditengah mereka yang sedang bertanya tanya Yesias pun keluar mengenakan kostumnya.

"Siapa dia?" tanya mereka kembali.

Mata Jak melotot seperti tanda pada orang dibalik topeng itu tetapi mustahil baginya, Jak tetap tenang.

"Yesias, kau sudah selesai?"

"Sudah," Yesias membuka topengnya, membuat mereka bertiga terkejut itu adalah istri Jak.

"Kejutan macam apa ini?" Jak bingung seperti tak percaya bahwa itu adalah istrinya sendiri.

"Istriku," Jak memeluk Yesias, Yesias membalas pelukan suaminya itu.

"Sudah jangan membuang waktu kita, sebentar lagi mereka akan pulang sekolah,"

***

"Ikut kami," ancam Smith mengeluarkan pisau, barulah yang lain ikut keluar menyusul.

"Lepasin aku tidak mau ikut," berontaknya memaksa.

Geram melihat tingkah anak itu Yesias mencucukkan bolpoinnya ke perut anak yang merengek tadi.

Kelima anak yang lainnya menjerit histeris ketakutan, sehingga suara mereka memenuhi mobil.

"Diam!" bentak Yesias, ia masih memasukkan bolpoin itu kedalam semangkin dalam cucukan semangkin kuat teriakan.

"Aku membunuhmu, aku menang. Lalu siapa lagi yang ingin menyusul?"

Mereka diam membungkam dalam ketakutan, dan hanya bisa berpasrah ada pertolongan.

Perjalanan yang panjang akhirnya mereka sampailah di markas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!