NovelToon NovelToon

Benci ( Benar-benar Cinta )

Prolog Gading & Alkira

...Demi dirimu, aku bersedia menikah denganmu. Walau tidak pernah terbesit di pikiranku bahwa kamu akan menjadi istriku. Niat hati pernah muncul. Akan tetapi, mengingat jika kita bersaudara walau tidak sekandung, membuatku mengurungkan niat hati ini. Siapa yang tidak menyukai gadis kecil nan manis putri kandung Papi Ali dan Mami Kinara....

...Penyelamat sekaligus penolong bagiku. Jika bukan tanpa keduanya, pastilah aku sudah tiada saat itu. Aku tidak bisa membalas budiku pada mereka. Tetapi, aku bisa membuat diri ini berguna walau hanya dengan cara melindungi putri dan putranya. Akan tetapi, seolah takdir sudah menentukan nasib masa depanku seperti apa....

...Aku harus menikahi gadis kecil yang sedari bayi bersamaku. Aku hatus menikahinya karena suatu sebab. Akankah rumah tangga kami berdua bahagia di tengah kondisi dirinya yang sedang tidak baik?...

...Sayang.. Abang akan menerima semua kelebihan dan kekuranganmu. Aku akan berusaha untuk menyembuhkan trauma yang kamu alami akibat kejadian nahas itu. Semoga kita selalu berbahagia hingga akhir hayat kita berdua....

...Gading...

...Maafkan aku yang terpaksa membuatmu memasuki hidupku karena suatu hal, Bang Gading. Tak pernah sedikit pun terpikir olehku, jika hal ini terjadi padaku. Nasib buruk sedang menimpaku karena parasku. Beruntungnya aku, bisa selamat karenamu....

...Jika tidak, mungkin Alkira tidak ada lagi di dunia ini. Aku tidak akan menyesal bila menikah denganmu. Tetapi, ku mohon.. Jangan hina dan benci aku karena diriku yang sudah ternoda. Jangan hukum aku dengan cara menghina dan membuka aibku....

...Cukup aku, kamu dan kedua orangtua kita yang tahu seperti apa keadaanku. Aku menerimamu segenap hatiku. Sebab, aku pernah berdoa, jika kamulah suami masa depanku. Dan ya, Allah mengabulkannya walau dengan cara yang lain. Cara yang tidak pernah terpikirkan olehku....

...Bang Gading.....

...Kamu cinta kedua setelah Papi Ali. Sejak kecil aku sudah menginginkanmu. Bersamamu aku ceria. Bersamamu, aku merasa senang. Dan saat tidur di pangkuanmu, membuat hatiku nyaman dan tentram. Aku mohon.. Jangan tinggalkan aku jika diri ini tidak bisa kembali seperti sedia kala. Aku butuh kamu untuk bisa menghadapi rasa takut dan hina pada tubuhku ini....

...Aku menginginkanmu Bang Gading. Sangat menginginkanmu....

...Alkira...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Noh, spoilernya ye? Tunggu othor update babnya. Othor jamin seru! Tapi.. Sebelum itu, othor siapkan Kak Andara dulu.

Tinggal beberapa bab lagi di sana, baru othor rilis di sini. Dukung karya ini ya, dengan cara like, komen, hadiah dan vote.

Karya ini udah lama othor simpan di kepala. Niat hati nanti saja. Eh, tak tahunya ada yang sesuai dengan ide othor ini. Dan juga karya ini othor ikutkan lomba.

Hihihi..

Senangnya bisa nulis karya baru lagi??

So, ditungguin ye?

Bye!

Mendadak Nikah

"Tidak!!!! Pergi! Jangan ganggu aku! Lepas! lepas! Aarrkkh,"

Suara lengkinagn dari kamar lantai dua mengejutkan semua orang yang kini berada di bawah. Gading berlari lebih dulu meninggalkan kedua orangtuanya di sana. Ia membuka pintu dengan kuat hingga menimbulkan suara gaduh.

Dengan napas memburu, Gading mendekati Alkira dan memeluknya dengan erat. Adik kecil yang tak pernah ia sentuh lagi kini terpaksa ia sentuh kembali karena suatu hal.

Gadis kecil yang sedari bayi tidur dengannya hingga ia menjelang baligh. Baru beberapa tahun ini keduanya berpisah tidur lantaran Alkira bukan mahram untuknya.

"Ssstt.. Ini abang, Sayang. Cukup menyiksa dirimu, mereka tak akan bisa menyakiti kamu lagi. Kamu aman bersama abang, Sayangku! Cup," ia labuhkan kecupan hangat di kening Alkira yang kini berkeringat dingin.

Ya, Allah.. Begitu berat cobaan-Mu untuk adikku..

Bating Gading menangis pilu.

Alkira yang meronta-ronta akibat traumanya kambuh lagi, tiba-tiba saja terdiam di tempat. Tubuhnya membeku kala merasakan elusan lembut di punggungnya yang hanya terbalut piayama tipis. Rambut hitam ikalnya tergerai indah dan saat ini Gading sedang mengelusnya dengan lembut.

Rasa tenang, aman dan nyaman kini menulusup ke hati dan pikirannya. Alkira yang mendongak dengan mata terpejam segera menyurukkan wajahnya ke leher Gading. Aroma maskulin yang selalu Alkira inginkan di saat ia terlelap membuatnya semakin nyaman.

Abang..

Alkira semakin memeluk erat tubuh pemuda yang sudah menjadi candu untuknya itu. Ia terisak di sana. Gading semakin mengeratkan pelukannya di tubuh ramping adik angkatnya itu.

Ya, Alkira merupakan putri kandung mami Kinara dan Papi Ali yang sudah menyelamatkan Gading delapan belas tahun silam. Gading merupakan anak angkat Papi Ali dan Mami Kinara. ( Baca PENANTIAN KINARA agar kalian nyambung dengan cerita ini)

"Hiks.. Jangan pergi, Bang. Jangan tinggalkan adek. Adek takut! Mereka selalu datang dan mencoba ingin melecehkan ku lagi! A-aku su-sudah tidak suci lagi! A-aku ternoda Bang Gading! S-siapa yang mau menikah denganku nantinya?! Hiks.. Tidak! Tidak! Enggak! Lepas! lepas! Aku tidak mau! Aarrgghhtt sakitttt! Mami! Papi!! Sakit tubuhku! Arrggtt..." teriak Alkira meronta-ronta di pelukan Gading kembali.

Gading semakin menangis melihat itu. Buliran bening itu mengalir deras di pipinya. Gading terus berusaha membujuk Alkira untuk diam. Mami Kinara dan Papi Ali mematung di depan pintu kamar putrinya itu.

"Sayang! Dengarkan abang! Hei! Ini abangmu! Gading Jaber Al Bashri! Hentikan Alkira! JANGAN MENYIKSA DIRIMU! ABANG YANG AKAN MENIKAHIMU!!!"

Deg!

Deg!

Deg!

Ucapan Gading baru saja membuat Alkira berhenti. Matanya spontan terbuka dan menatap Gading yang kini ada di hadapannya dengan tubuh Gading menimpa tubuhnya. Air mata itu terus beruraian. Bibir Alkira bergetar. Begitu pun dengan Gading.

"Tenang, ya? Jangan takut. Abang akan menikahimu. Kamu 'kan tahu, kalau kita tidak sedarah? Jangan khawatirkan mami dan papi. Mereka pasti setuju. Ayo, duduk dulu." Ucap Gading yang membuat Alkira segera duduk dan menyeka air mata itu dengan cepat.

Deg!

Deg!

Tubuh Alkira membeku di tempat kala melihat mami Kinara dan Papi Ali ada di sana. Keduanya menatap terpaku padanya.

Lagi, buliran bening itu mengalir di pipi Alkira. Gading segera mengambil minum dan memberikannya pada Alkira. Baju piyamanya basah dengan air mata dan juga keringatnya. Gading bangkit dan menuju lemari untuk mengambil baju ganti dan membawanya pada Alkira.

Segera Gading lepas kancing baju itu satu persatu dengan mata menatap lurus pada mata Alkira yang kini menatap lurus pada kedua orangtuanya yang juga mengeluarkan air mata.

"Sudah, ayo, berbaring dulu. Abang akan ambilkan makan malammu. Tunggu sebentar, ya? Jangan menangis lagi!" peringat Gading pada Alkira yang kini semakin mengeluarkan air matanya.

Gading mendekati mami dan papinya dan mengajak keduanya untuk turun.

"Maafkan abang, Mi. Carikan penghulu malam ini juga. Abang harus menikahi Alkira. Abang mohon restu dari Mami dan Papi untuk menikahi adik kecilku dan juga putri kalian berdua. Semua ini demi trauma yang ia alami Mami, Papi. Abang mohon.. Izinkan abang menikahi Adek. Hanya abang yang bisa menenangkannya," lirih Gading bersimpuh dan meletakkan kepalanya di pangkuan mami Kinara dan Papi Ali yang semakin sesak dadanya melihat putra sulungnya itu walau bukan anak kandung mereka.

Mami Kinara mengelus lembut kepala Gading.

"Baik, akan Papi panggilkan penghulunya malam ini. Papi akan menghubungi Uwak kalian dulu. Uwak kalian harus tahu tentang pernikahan ini. Karena Alkira belum tamat sekolah, pernikahan kalian berdua harus di sembunyikan. Cukup tetua saja yang tahu. Bersiaplah! Sayang!" jawab Papi Ali sekaligus memanggil mami Kinara yang mengangguk padanya.

Mami Kinara memeluk Gading dengan tubuh bergetar. Gading pun demikian. Papi Ali segera menghubungi Uwak Lana dan Uwak Ira serta Mami Annisa. Ketiganya harus tahu hal ini. Untuk Papi Algi dan Papi Rayyan, mereka bisa menyusul nantinya.

Mami Kinara pun segera menghubungi dapur Kinara miliknya untuk membawa makanan yang ada di sana ke rumahnya. Lengkap dengan kue berasal dari toko kue milik almarhum sang mami yang masih berjaya hingga saat ini.

Pukul sembilan malam, akad nikah itu pun segera berlangsung dengan di saksikan kedua Uwak Alkira dan juga mami Annisa.

"Gading!"

"Saya, Pi!"

"Papi Nikahkan dan Papi Kawinkan kamu dengan putri kandungku, Sofia Alkira Bashri binti Ali Jaberl Al Bashri dengan mas kawin perhiasan emas murni seberat 32 gram di bayar dan seperangkat alat sholat di bayar tunai!" Papi Ali menyentak sedikit tangan Gading.

"Saya terima Nikah dan Kawinnya Sofia Alkira Bashri binti Ali Jaber Al Bashri untuk saya, dengan mas kawin perhiasan emas murni seberat 32 gram dan seperangkat alat sholat di bayar tunai!"

"Bagaimana saksi? Sah?"

Kedua saksi dari kedua belah pihak mengangguk dan menjawab,

"Sah!"

"Sah!"

"Alhamdulillahirobbil 'alamin. Brakallahu 'alaikuma wabaroka 'alaikuma fi khair.." Pak Penghulu yang dipilihkan Papi Ali mendoakan kedua pengantin itu.

Tubuh Alkira meremang kala ucapan sah itu menggema di dalam ruangan itu. Matanya redup ketika melihat tatapan Gading padanya yang begitu lembut dan penuh kasih sayang padanya.

Kenapa Abang menikahiku? Kenapa Bang?

Mami Annisa memeluk keponakannya itu dengan erat. Ia baru tahu jika Alkira mengalami hal buruk sebab ia memaksa mami Kinara untuk jujur, kenapa Gading harus secepat itu menikahi Alkira sementara keponakannya itu masihlah kecil. Masih berusia 17 tahun. Masih di bawah umur.

Mami Kinara terpaka menjelaskan perkaranya kepada kakak tersayangnya itu. Mami Annisa sampai menangis tersedu saat mami Kinara menceritakan perihal pelecehan yang dialami Alkira dua hari yang lalu.

Semua yang ada di sana makan malam bersama dengan makanan yang sudah di hidangkan. Sementara Gading segera menuntun Alkira untuk menuju ke kamar mereka di mana dua malam ini Gading tidur di sana walau itu di sofa demi menjaga Alkira agar tidak selalu menjerit karena trauma itu kembali di dalam mimpinya.

"Istirahatlah, mulai malam ini. Abang akan melindungimu dari mereka. Jangan takut lagi. Cepat sehat agar abang bisa membawamu jalan-jalan, hem?" ucap Gading yang diangguki oleh Alkira dengan senyum manis sambil memeluk erat tubuh suaminya yang merupakan abang angkatnya.

Harus di pindahkan

Selesai dengan mengurus Alkira, Gading keluar dari kamar itu dan menemui para orangtua yang kini menunggu dirinya untuk kelanjutan masalah pelecehan Alkira dua hari yang lalu.

Gading duduk di hadapan semua keluarganya saat ini dengan menunduk. Mami Kinara mendekati putra sulungnya itu. Putra yang pernah menemaninya ketika Papi Ali menghilang saat dalam bertugas hingga enam tahun lamanya.

"Kenapa kamu menutupi ini dari kami, Dek? Kenapa kamu nggak ngomong? Udah begini baru kamu beritahu kami? Apakah kami ini bukan keluarga kamu lagi?" tuding uwak Lana yang membuat Gading menghela napasnya.

"Maafkan Gading, Wak. Bukan mami dan papi yang tidak memberitahu kalian. Tetapi, aku yang melarangnya." Balas Gading yang membuat Uwak Lana menatap dingin padanya.

"Apa hak mu melarang kami untuk tahu masalah ini? Apa hak mu untuk melarang adikku untuk memberitahukan pada kami semua? Ingat? Kamu itu hanya orang asing di dalam keluarga ini! Jadi, kamu harus sadar posisimu itu apa di dalam keluarga ini!"

Deg!

Ucapan pedas dna menusuk dari Uwak lana membuat sejumput daging di dalam hati Gading tersentil. Mami Kinara marah padanya.

"Jaga bicaramu, Bang Lana! Gading putraku! Selamanya akan menjadi putraku! Kamu tahu kenapa Gading melarang kami berdua? Huh?" sentak mami Kinara dengan tatapan tajamnya dan napas memburu.

Papi Ali mengeleng padanya. Gading memeluk maminya itu.

"Mi," tegur Gading dengan lembut serta mengegelengkan kepalanya. Mami Kinara tidka peduli.

"Biar! Biar Uwak kamu tahu kenapa kamu melarang kami! Ini dia alasannya asal Abang tahu! Abang akan memarahi putraku serta mengungkit asal usulnya! Kamu tidak tahu duduk perkaranya, tetapi langsung saja menudingnya bukan keluarga! Ingat bang Lana! Walau kamu menjagaku setiap saat, tanpa Gading mungkin aku sudah mati!"

Dduuaar!

Uwak Lana tersentak dengan ucapan adiknya itu. Begitu juga dengan yang lainnya. Mereka langsung saja menatap tajam pada Uwak lana yang kini menatap nanar pada adik kecilnya itu.

Gading memeluk erat maminya itu. "Udah, jangan ngomong begitu, Mi. Uwak benar. Abang bukan siapa-siapa di sini. Abang hanya orang lain di dalam keluarga kalian yang di kutip oleh papi karena kasihan. Mami jangan melawan Uwak. Hanya Uwak yang Mami miliki saat ini," bisik Gading di telinga Mami Kinara yang kini begitu geram pada abang sulungnya itu.

Papi Ali menghela napasnya. "Aku juga melarang Gading, Bang. Bukan salahnya saja di sini. Kami sengaja menyembunyikan fakta ini karena kami tidak ingin putriku semakin tertekan jika semua sepupunya tahu akan masalah yang saat ini ia dapatkan. Tidakkah Abang pikir, bagaimana kalau semua sepupu Al tahu tentang yang terjadi padanya? Apa Abang bisa menjamin mulut mereka agar tidak membuka aib ini? Kami memutuskan semua ini dengan pertimbanagn matang, Bang. Tidak sembarangan dalam mengambil keputusan yang berakibat fatal untuk putriku! Abang jangan lupa, Gading itu putraku!" Tegas Papi Ali pada Uwak Lana yang kini menghela napas panjang karena dirinya salah lagi.

Salah lagi!

"Kenapa ucapan Abang selalu salah pada kalian berdua? Apakah kamu masih marah perihal Tania dan Ziana? Abang sudah bilang bukan? Semua itu sudah berlalu. Lagi pula, keponakan kamu itu sudah bahagia bersama suaminya saat ini. Lantas, kenapa kalian berdua masih ketus begini? Apakah Abang ini bukan abang kalian berdua lagi?" ucapnya dengan raut wajah sendu.

Mami Annisa berdecih. "Makanya kalau punya telinga, di dengar dulu apa ucapan orang. Punya mulut itu di jaga. Jangan suka menyakiti hati orang! Ini nih, yang selalu abang lakukan! Heran aku sama abang? Udah setua ini, masih saja perilaku mu tidak berubah?" ucapan pedas Mami Annisa lontarkan untuk abang kandungnya sembari berdecih sinis padanya.

Uwak Lana terdiam mendengar ucapan adik kecilnya itu.

"Sudah, jangan berdebat dulu. Tinggalkan pembahasan itu! Ingat? Kita sedang membahas masalah Alkira saat ini. Untuk masalah sekolah Alkira udan ditentukan di mana? Apakah masih lanjut di sana?" Uwak Ira melerai keduanya untuk tidak bertengkar dulu.

Lagi pula, masalah Alkira lebih penting saat ini dibandingkan dengan masalah perdebatan keduanya. Mami Annisa mencibir abang kandungnya itu. Sedangkan mami Kinara mendengkus melihat abang kandung seibu dengannya itu.

Gading menatap lekat pada Uwak Ira yang kini juga menatap padanya. "Untuk sekarang dna selanjutnya, Alkira harus pindah sekolah, Wak." balas Gading dengan tatapan seriusnya.

"Apa tidak masalah? Bukannya Al sebentar lagi lulus, ya?" balas Uwak Ira yang diangguki oleh Gading.

Mami Kinara dan Papi Ali tidak bisa ikut campur dalam masalah sekolah Alkira. Sebab Gading lebih paham dengan kondisi sekolah itu untuk putrinya.

"benar. Akan tetapi, alangkah baiknya Al harus kita pindahkan, Wak. Awal mula kejadian itu di sekolah itu. Tepat di dalam kelas Al sendiri. Jika aku terlambat sedikit saja untuk menjemputnya, Al pasti sudah tiada saat ini karena di lecehkan oleh tiga orang laki-laki kakak kelasnya sendiri," ujar Gading dengan tangan mengepal erat saat mengingat kejadian dua hari lalu itu.

Uwak Ira tercenung dengan ucapan Gading baru saja. "Lantas, sekolah mana yang akan kamu cari untuk menempatkan Alkira? Uwak rasa.. Selagi trauma Al sendiri belum pulih, maka Al akan sulit untuk bersekolah kembali."

Gading diam. Benar apa kata Uwak Ira. Yang terpenting saat ini kondisi Alkira sendiri. Alkira harus sembuh dulu dari rasa takut dan traumanya itu. Jika untuk sekolah, bisa di pikirkan nanti.

"Uwak kamu benar, Nak. Lebih baik, Al di obati dulu sampai sembuh. Untuk sementara, biarlah Al homescoling aja di rumah. Itu lebih baik untuk menjaga mentalnya. Untuk segala pr atau pelajaran sekolahnya, Al bisa daring dengan guru di sekolahnya. Kamu harus menutupi ini dari semua orang termasuk teman Al sendiri, jika ingin Al cepat sembuh. Uwak bisa melihat, betapa traumanya Al saat ini akibat pelecehan itu," tutur Uwak Raga memberikan saran pada Gading tentang situasi dan kondisi untuk Alkira bisa sekolah lagi atau tidak.

Semuanya terdiam setelah mendengarkan ucapan Uwak Raga yang memang benar adanya. Gading terdiam cukup lama menimbang dan memutuskan semua masalah ini dengan bijak. Sebab dirinya lah pemilik Alkira yang sesungguhnya saat ini.

Mami Kinara dan Papi Ali percaya pada keputusan putra sulungnya itu. Sedari dulu, apapun yang Gading sarankan untuk Alkira, keduanya pasti manut saja. Terkecuali keputusan Al yanng ingin sekolah di sekolah umum itu. Awalnya Gading menolak dan menentangnya. Akan tetapi, Al merengek dan merajuk tetap keukeuh pada keinginannya waktu itu hingga Gading terpaksa mengalah.

"Bagaimana, Nak? Apa keputusanmu saat ini untuk istrimu?" tanya Mami Annisa setelah begitu lama terdiam kini ia kembali buka suara.

Gading mengehla napasnya. "Uwak benar. Al harus tetap di rumah dulu sampai traumanya itu sembuh. Tidka mudah untuk kembali bergaul di dalam sekolah yang sama di mana para pemuda pelaku pelecehan itu masih berkeliaran di sana. Hanya satu yang tertangkap. Sedang dua lagi? Hingga saat ini belum aku temukan. Baik, Al tetap akan sekoalh di sana. Akan tetapi, melalui darinng saja. Aku akan datang ke sekolah untuk menyampaikan hal ini. Kesehatan Al lebih penting saat ini." Imbuh Gading yang diangguki oleh mereka semua.

Papi Ali dna Mami Kinatra mengusap lembut puncak kepala pria dewasa berusia dua puluh empat tahun itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!