NovelToon NovelToon

Luka Pernikahan Paksa Cantika

Pertemuan Pertama

Seorang wanita duduk di tepi halte busway, dengan riasan begitu cantik akan make-up tebal dan gaun berwarna merah terang. Dia adalah Cantika yang sebentar lagi akan bertemu dengan orang yang dijodohkan paksa dengan dirinya.

Cantika tersenyum miris menatap pantulan dirinya di mobil yang lewat. Begitu cantik dan menggairahkan. Tapi Cantika tidak merasa seperti itu. Perjodohan paksa yang ia terima sama sekali tak menarik di matanya.

Drttt, ponselnya berdering.

/Cepat temui laki-laki itu, kalau sama bapakmu tau kamu kabur. Habis nanti kamu di rumah./

Cantika menutup ponselnya dan kembali merenung.

"Padahal umur aku masih dua puluh tahun," ucapnya pelan.

Dari seberang jalan segerombolan perempuan dengan pakaian modis sedang bercengkrama dan tertawa lepas. Di tangannya menggenggam laptop serta binder membuat Cantika refleks menatap dirinya.

"Disaat orang seumuran aku lagi asyik kuliah dan cuma pusing mikirin kuliah doang. Aku harus pusing mikir masalah perjodohan yang bahkan nggak pernah aku mau."

"Diantara banyaknya orang, kenapa harus aku yang di jodohin ... aku gak siap," rengek Cantika. "Dan kenapa aku gak ada hak buat nolak," keluhnya pelan

Pada akhirnya,

Bayangan amukan sang bapak yang menyeramkan membuat Cantika memilih beranjak menuju alamat yang sudah Cantika tulis di note ponselnya.

Dengan perasaan campur aduk Cantika masuk ke dalam restoran yang di maksud. Ia menatap sekitaran lalu masuk. Begitu masuk tatapan orang langsung tertuju ke dirinya membuat Cantika refleks menuruni terus gaunnya.

Apa ada yang salah dengan penampilan dirinya?

"Mbak cari siapa?" tanya seorang penjaga perempuan menghampiri Cantika.

"Saya mau ketemu sama seseorang, ini saya harus daftar dulu atau gimana?" tanya Cantika bingung

Penjaga perempuan itu menatap Cantika dari atas sampai bawah. "Mbak nggak lagi salah alamat kan? ini restoran mahal loh mbak. Mbak bisa bayarnya? Mungkin mbak salah alamat. Atau mbak ada alamat tujuan mbak? biar saya antar, soalnya yang biasa makan di sini hanya orang kaya. Saya aja kadang minder ada di sini," ucapnya berakhir curhat

"Ah ... bener kok mbak," jawab Cantika. Buru-buru mengeluarkan alamat di kertas yang sudah sangat lecek karena Cantika remas terus setiap gugup

Pelayan itu mengangguk.

"Benar ... tapi kayaknya mbak ditipu? kurang tau saya juga. Tapi sepertinya mbak gak seharusnya ada di sini."

Cantika sedikit tersinggung. Tidak mau menggubris pegawai tersebut, Cantika melipir ke lobby restoran dan menghampiri orang yang duduk di meja depan komputer. Cantika mengetuk meja pelan membuat orang berpakaian ketat itu mendongak dan menatapnya bingung.

"Atas nama Tuan Alan," sebut Cantika hati-hati

Dengan sigap orang itu mencari di komputer dan mengantar Cantika ke sebuah ruangan privat. Begitu tiba, tak lupa perempuan itu mengucapkan terima kasih.

Hawa dingin langsung menyergap tubuh Cantika saat masuk. Ia memeluk tubuhnya sendiri, sibuk sendiri. Tak sadar kalau seorang pria sudah duduk di dalam sembari menatapnya remeh, menggeleng sambil mengangkat bahu acuh.

"Cepat duduk, waktu saya terbuang hanya karena perjodohan seperti ini!" sindir pria itu

"Eh?" kaget Cantika, mengedipkan mata bingung. Buru-buru duduk dengan jantung yang berdegup begitu kencang.

Cantika menatap pria di depannya lekat-lekat. Laki-laki dengan aura menyeramkan namun berwajah tampan itu sedikit menyudutkan dirinya. Begitu mata mereka bersitatap, Cantika langsung menunduk.

"Saya tidak mau panjang lebar, saya membenci perjodohan ini. Tapi saya tidak bisa menolak. Jadi, silahkan anda urus penolakan pernikahan ini."

"Ta— tapi aku nggak bisa."

Pria itu mengangguk paham. "Saya paham ... pasti anda setuju ya sama perjodohan ini? orang kaya anda palingan mengincar uang kan? jadi, butuh berapa? sebut saja. Biar saya langsung bayar. Saya rela mengeluarkan nominal berapa pun asal tidak menikah sama perempuan kampung seperti kamu."

Cantika menatap sedih sekaligus protes.

"Memangnya tuan kira aku mau nikah sama tuan?" serunya dengan kesal. "Aku juga nggak mau! Tapi aku nggak bisa apa-apa karena ibu sama bapak yang maksa. Jadi, kalau tuan memang nggak mau nikah sama aku. Tuan bisa temuin ibu sama bapak dan ngomong langsung. Tapi, maaf. Aku gak bisa nolak, karena bukan aku yang berhak mutusin itu semua."

"Alah ... palingan kalian semua kerja sama kan? lagian siapa yang nggak mau nikah sama orang yang punya banyak yang kayak saya. Wajar sih ... tapi tetep aja, saya tidak mau nikah sama perempuan menjijikkan seperti kamu."

Cantika tertawa membuat atensi laki-laki itu semakin tak suka. Berasa diremehkan. Tangannya menukik di atas meja dan sesekali ia mengepalkan tangan setiap Cantika balas omongannya.

"Baru pertama kali ketemu aja tuan udah ngatain aku sebanyak itu?" Cantika menggeleng. "Tenang tuan ... harta tuan memang banyak tapi aku nggak pengin semua itu sih. Aku nggak gils harta. Jadi, tuan tenang aja."

Mereka diam untuk sesaat. Suasana restoran berubah menjadi dingin dan menyeramkan membuat Cantika bahkan cukup mual bahkan sebelum makan makanan yang ada di depannya.

Lagian, Cantika rasa di situasi kayak gini. Dia nggak ada niatan buat makan sedikit pun. Keburu mual.

Lamunan Cantika buyar saat Alan mengetuk meja. Cantika berpaling.

"Kenapa?"

"Sepertinya saya terlalu malas untuk mengurus ini itu. Jadi, bagaimana kalau kita ikuti alur perjodohan ini. Tapi setelah menikah kita bisa hidup masing-masing. Kamu dengan hidup kamu, saya dengan anak saya."

"Anda duda?" tanya Cantika yang terkejut. Cantika menatap penampilan Alan. Bahkan Alan kelihatan cukup muda untuk menjadi seorang duda.

"Kenapa?" sengak Alan. "Memang ternyata masih banyak orang yang ngeremehin status saya. Kalau kamu gak mau menikah sama duda, ya saya nggak masalah. Saya juga gak mau nikah sama kamu!"

Cantika mendesis bingung. Ini kenapa laki-laki di hadapan nya sangat sensi? Padahal Cantika belum ada ngomong apa-apa.

"Sorry to say ... tapi aku nggak ada ngomong jelek tentang duda dah. Aku cuma nanya aja. Tuan bisa jawab dan nggak perlu ngomong ini itu. Aneh deh."

Alan mengusap tengkuknya. Tetap tidak mau disalahkan.

"Intinya ... saya terlalu malas buat ngurus ini itu. Jadi buat perjodohan ini bakalan tetep lanjut dan saya harap kamu bisa memantaskan diri untuk saya." Alan menunjukkan penampilan megahnya. "Kamu harus bisa sama seperti saya kalau memang mau menikah sama saya?"

"Ya elah, belum sejauh itu kali," balas Cantika santai. Membuat Alan semakin marah, emosinya di ubun-ubun dan tanpa sengaja ia menggebrak meja hingga Cantika tersentak dan spontan memusatkan perhatian ke Alan

"Pokoknya saya tidak mau penampilan kampung kamu membuat saya dan anak saya jadi malu!" serunya

"Dan pernikahan ini akan tetap berlanjut," sambungnya setelah memikirkan beberapa hal bagus jika mereka menikah. "Dan kamu tidak berhak untuk menolak!" final Alan

Fakta Mengejutkan

Cantika tidak tahu ini termasuk pemaksaan atau tidak. Tapi berada di pernikahan sendiri tanpa kemauan darinya sendiri membuat Cantika cukup muak berdiri tepat di samping laki-laki yang baru Cantika kenal satu bulan lalu.

Sungguh, Cantika tidak mau ini terjadi.

Tetapi setelah pertemuan pertama mereka, semuanya berjalan begitu cepat. Orang tua Cantika dan Alan bertemu dan membicarakan tentang perjodohan dari mendiang kakek keluarga mereka. Semuanya berjalan begitu cepat hingga Cantika kini duduk di depan meja rias yang menampilkan wajahnya yang sendu.

“Mbak kan mau menikah, kenapa sedih?” tanya mua yang berusaha menutupi genangan air mata diwajah pengantin

“Gimana mau bahagia kalau pernikahannya juga dipaksa,” jawabnya lirih

“Kenapa mbak?” tanya mua lagi, tidak dengar

Cantika menggeleng.

***

"Bagaimana para saksi?"

"Sah?"

"Sah!!"

Seiring seruan para tamu yang datang, ada hati seorang perempuan yang meringis. Menahan segala perih di dalam hatinya. Karena sadar, seruan itu membuat titik di hidupnya berubah. Kini statusnya sudah berubah dan perempuan itu harus tahu, bahwa ada banyak hal yang harus di siapkan untuk mengikuti status barunya ini.

Pernikahan berjalan dengan lancar. Semua berjalan begitu cepat sampai Cantika sendiri tidak sadar kalau saat ini semua tamu sudah kembali, meninggalkan dirinya bersama Alan yang sejak tadi tersenyum lebar menyambut para tamu.

Bahkan keluarga Cantika dan Alan sudah kembali ke kemar hotel masing-masing untuk istirahat.

Cantika kembali melirik ke arah Alan dan suaminya sudah membuka jas dengan wajah datarnya.

"Ternyata kamu berkepribadian ganda ya," ucap Cantika sambil mengangkat gaunnya dan mengikuti langkah Alan yang membawanya pergi dari aula pernikahan mereka.

"Maksudmu?" bingung Alan seiring dengan pintu lift yang tertutup

"Tadi siang, rasaan ada yang senyum terus," peringat Cantika. "Sampai aku ngerasa kalau kamu lagi seneng banget sama pernikahan yang nggak kita mau sama sekali ini. Soalnya tuan beneran senyum terus, kayak yang bahagia padahal tuan sendiri tau kita menikah terpaksa."

Alan mendengus.

"Itulah kenapa orang yang berpendidikan akan lebih pandai menghadapi hal begini."

"Lah kenapa jadi nyindir gitu," kesal Cantika sambil terus mengangkat ujung gaunnya.

"Siapa yang nyindir."

Ting! pintu lift terbuka.

"Saya ngomong yang sebenarnya kok," jawabnya sembari melengos. Tapi Alan kembali dan berdecak, ikut mengangkat ujung gaun Cantika. "Buruan, kamarnya ada di paling ujung. Saya bantu angkat ujung gaunmu."

Cantika tersenyum tipis dan melangkah riang menuju ujung lorong. Alan menaruh sebuah kartu lalu pintu terbuka.

"Segera bersih-bersih, pakaian semua ada di lemari. Kalau ada yang buat kamu bingung, tanyakan ke saya. Karena saya benci melihat melihat orang yang ribet sendiri tapi gak mau minta tolong."

"Iya ..."

Kini mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Disaat Annisa bersih-bersih, Alan memilih memainkan tabletnya di kasur.

"Akhirnya," seru Cantika saat gaun berat yang sejak tadi mengganggunya kini sudah terganti dengan pakaian tidur yang menggemaskan. Diam-diam Cantika tersenyum begitu tipis. "Tuan Alan dapet dari mana ya piyama pinky gini."

Cantika muter-muter di depan cermin untuk melihat detail piyama yang memiliki ekor di belakangnya. Ia terkikik pelan.

"Ternyata selera tuan Alan yang menggemaskan kayak gini ya," seru Cantika

Sedang asyik melihat penampilannya, pintu kamar mandi diketuk dari luar.

"Cantika ... jangan lama-lama di dalam, sudah malam. Gantian, saya juga mah bersih-bersih," pekik Alan dari luar. "Semuanya baik-baik aja kan di dalam? nggak ada yang bikin kamu kesulitan?"

"Enggak," jawab Cantika tak kalah kencang. "Bentar tuan, sebentar lagi," lanjutnya.

Sebelum Cantika membuka kenop pintu, ia tersenyum tipis.

"Ternyata tuan Alan nggak seburuk yang aku kira."

***

"Makan dulu, saya lihat dari tadi kamu belum makan sama sekali," ucap Alan yang keluar dari kamar mandi sambil menyampirkan handuk di lehernya. "Saya tahu, kalau kamu nggak suka sama pernikahan ini. Begitu juga dengan saya. Tapi jangan karena ini malah buat kamu nyakitin diri kamu sendiri. Rugi di kamu, enak di mereka."

Cantika mengangguk setuju.

"Buruan makan ..."

Cantika mendorong troli berisi makanan yang masih panas lalu menyusunnya ke atas meja kecil. Dia tuang beberapa lauk yang kelihatan enak ke piringnya lalu kembali duduk di sofa.

Sebelum menyuap, Cantika melirik ke arah Alan yang lagi dan lagi sibuk memainkan ponselnya.

"Tuan nggak makan?" tanya Cantika dengan begitu hati-hati

"Nanti saya nyusul ..."

"Ya udah, aku. makan duluan ya tuan."

"Hmm ..."

Cantika makan dengan khidmat. Sesekali dia bergumam setuju akan rasanya yang begitu enak. Suara erangan yang enak terus memenuhi seisi ruangan, membuat Alan yang sejak tadi sibuk sama kerjaannya ikut melirik. Merasa tergiur karena aroma yang begitu wangi dan suara Cantika yang sedikit menggiurkan.

Alan menyingkirkan egonya dan ikut duduk di hadapan Cantika.

Mereka makan bersama dengan khidmat.

"Besok pagi kita langsung kembali ke rumah saya. Kamu tidak perlu kembali ke rumah kamu, karena semua barang kamu udah dikirim ke rumah saya dan saya juga melarang kamu untuk kembali ke rumah kamu."

"Loh kenapa?" kaget Cantika. "Aku memang marah sama orang tua aku karena udah maksa jodohin aku gitu aja. Tapi aku nggak bakalan bisa marah sama mereka. Karena mereka udah rawat aku dari kecil. Jadi, aku nggak bisa kalau tuan maksa untuk nggak datang lagi ke rumah. Karena aku bakalan terus jadi anak mereka dan kalau bisa, setiap minggunya. Aku bakalan kunjungin ruman orang tua aku."

"Aneh ... bagaimana bisa kamu masih berbaik hati sama orang tua yang udah jual kamu."

"Hah?" kaget Cantika

Ia tertawa lalu menggeleng tak percaya.

"Aku tau kalau tuan nggak suka sama aku dan keluarga aku, karena udah masuk ke hidup tuan. Tapi jangan buat fitnah kayak gini dong," seru Cantika sambil menggeleng tidak terima sama seruan Alan

"Loh, jadi kamu belum tahu?"

Cantika mengedipkan mata, bingung. Ia beranjak mendekati Alan. "Maksud tuan apaan sih? belum tau apaan. Masalah di jual? orang kita dijodohin karena kakek kita kan yang nyuruh?"

Alan menggeleng. Ia mengeluarkan sebuah kertas yang bermaterai ke atas meja dan meminta Cantika untuk membacanya.

"Di satu sisi orang tua saya memaksa saya untuk menikah, hingga mereka bertemu dengan orang tua kamu yang berkeinginan kuat menjual kamu ke rumah bordil. Entah apa yang ada di pikiran orang tua saya, sampai pada akhirnya dia malah membeli kamu dan menciptakan skenario perjodohan nggak jelas ini."

Cantika tersentak.

"Maka dari itu, setelah tahu semuanya saya memilih untuk menerima pernikahan ini. Mengingat ini salah orang tua saya. Tapi jujur saja, saya baru tahu kalau kamu nggak mengetahui rencana buruk orang tua kamu itu."

Menangis dan Menenangkan

Cantika merasa dunianya berhenti untuk sesaat. Fakta mengejutkan yang baru ia dengar benar-benar membuatnya sedikit linglung karena tidak mengetahui orang tuanya akan setega ini. Sejak mendengarnya, Cantika hanya diam. Bahkan Cantika tidak bereaksi sama sekali saat Alan membereskan meja bekas mereka makan.

"Maaf kalau kabar ini mengejutkan kamu," ucap Alan. "Selain saya baru tahu kalau baru mendengar kabar ini. Tapi di sisi lain, menurut saya memang udah saatnya kamu tahu karena semakin lama kamu mendengar fakta ini. Maka makin lama juga kamu sakit hatinya."

"Tuan ..."

"Hmm?"

Cantika beranjak dan ikut duduk di samping Alan. Ditatap nya mata Alan yang selama ini tidak pernah Cantika berani untuk tatap itu. Cantika kesampingkan rasa takut dan gugup nya.

"Tapi .. apa alasan mereka ngelakuin ini?" tanya Cantika sambil menggeleng lalu mengerang pelan. "Bahkan aku sama sekali nggak ada pikiran ke arah sana. Karena semua nya baik-baik aja. Aku nggak pernah berantem sama ibu dan bapak. Pas masih di rumah juga, ibu sama bapak nggak ada tuh nunjukin keanehan yang buat aku bingung. Tapi ini ke napa tiba-tiba banget kayak gini."

"Jawabannya cuma satu, saya tidak tahu ... udah lebih baik kamu tidur. Sudah malam, karena besok pagi buta. Kita harus kembali ke rumah saya. Saya masih ada kerjaan."

Alan meninggalkan Cantika yang masih terduduk di pinggir kasur.

"Tuan ..."

"Kita lanjutin lagi besok Cantika," seru Alan lagi dengan tegas. "Karena kamu juga harus nyiapin diri untuk besok."

"Nyiapin diri?" Menoleh ke Alan

Laki-laki itu berdeham.

"Buat apa?"

"Oh? saya belum bilang ya?" anggukan Cantika membuat Alan mendengus pelan. "Kamu besok ke rumah saya dan artinya kamu bakalan bertemu sama anak saya. Jadi saya minta kamu untuk nyiapin diri."

"Kalau ketemu sama anak tuan kenapa harus nyiapin diri? kayak ketemu orang penting aja," jawab Cantika santai. "Dan kenapa dari tadi ajh nggak lihat anak tuan? bukan seharus nya dia ada di sini ya? di samping tuan pas orang tuanya lagi nikah. Tapi, kenapa malah nggak ada?"

"Itu tantangannya ... anak saya sangat menentang dan tidak setuju sama pernikahan saya. Dia juga sangat keras kepala. Entah apa yang akan terjadi besok, karena saya membawa kamu ke rumah saya. Tapi apa pun itu, harusnya kamu siap kan? kamu tinggal menarik hati anak saya dan ya semua masalah udah selesai."

"Santai banget tuan ngomongnya."

Perempuan itu bergidik. Belum selesai masalahnya tentang orang tuanya ini. Kini dia malah mendapat fakta baru lagi. Diam-diam Cantika mencengkram pergelangan tangannya hingga memerah dan sedikit memar.

"Sudah ...," potong Alan lagi berusaha menenangkan Cantika. "Istirahat saja, tidak usah terlalu di pikirkan akan masalah ini. Sudah kamu tidur di kasur, biar saya yang di sofa."

"Eh nggak usah!" Cantika langsung berdiri dan membawa bantal serta selimut di kasur. "Biar tuan aja yang di kasur. Aku udah biasa tidur di sofa atau lantai. Tapi kalau tuan, jangan. Nanti badannya malah sakit."

Alan menahan lengan Cantika dan menyuruhnya untuk tetap diam di tempat.

"Tidur di sana atau saya tiduri kamu!"

Mata Cantika membola dan buru-buru tiduran di atas kasur. Cantika membelakangi Alan dan berusaha memejamkan mata dengan begitu panik.

Di dalam hati Cantika sudah menggerutu kesal, apa-apaan ini. Kenapa dengan gampangnya Alan malah mengatakan hal yang begitu menyeramkan. Hal yang nggak pernah di pikirkan sama sekali oleh Cantika.

Sementara itu,

Melihat mata Cantika yang masih kelihatan berkedip walau sedang tertidur membuat Alan menggelengkan kepalanya sesaat.

Dia beranjak ke lemari, mengambil bantal lalu menaruhnya di sofa. Ia tiduran telentang dan menyelimuti tubuhnya sendiri.

Setelah beberapa waktu, keadaan mulai hening. Alan menoleh ke arah Cantika yang masih membelakanginya itu.

"Cantika ..."

"I— iya tuan?" jawabnya pelan

"Jangan pikirkan omongan saya yang tadi. Karena sampai kapan pun saya nggak akan pernah melakukannya sama orang yang bahkan nggak pernah saya cintai," ucap Alan

Cantika tertegun. Entah harus bersyukur atau meringis mendengar kabar ini.

"I— iya."

"Dan ... maafkan orang tua saya yang udah membeli kamu. Karena perlakuan orang tua saya sama saja seperti membeli dan memaksakan hidup kami. Pasti berat kan menjalani takdir yang nggak sejalan sama hidup kita?"

Cantika terdiam untuk sesaat. Perasaan sedihnya kembali menguap dan perempuan itu hanya bisa memeluk gulingnya dengan perasaan sedih.

"Saya juga minta maaf atas omongan kasar saat pertama kali kita bertemu. Tapi jujur saja, pada saat itu saya sama sekali nggak mengetahui rencana orang tua saya. Dan setelah mereka jujur, akhirnya saya luluh. Karena di sini salah orang tua kita berdua. Jadi, saya nggak berhak untuk menyalahkan kamu lagi."

Cantika menggeleng pelan.

"Mau tuan anggap aku apa pun, aku udah nggak peduli," ucapnya dengan sangat pelan. "Aku lebih sedih sama fakta ibu dan bapak yang udah jual aku. Disaat aku nggak tahu apa-apa. Padahal kalau mereka ada masalah uang, mereka bisa jelasin sama aku. Bukannya malah kayak gini. Aku bisa cari kerja, tapi mereka malah milih buat jual aku."

"..."

"Seolah aku nggak ada harga dirinya sama sekali di mata ibu dan bapak," gumam Cantika. "Juga ... kenapa mereka bisa mikir buat jual anaknya sendiri. Kayak semuanya gak masuk akal di otak aku."

Alan terduduk dan menatap tubuh Cantika yang bergetar, tanda menangis. Tapi Alan tidak bisa apa-apa dan milih untuk diam.

"Makanya ... pada akhirnya saya menerima kamu dengan lapang dada. Kamu tenang saja, setelah ini kamu bisa bebas ngelakuin apa yang kamu mau. Saya nggak akan maksa kamu untuk ngelakuin ini itu. Karena saya ingin nanti kita hidup masing-masing walaupun tinggal di satu atap dan juga kamu cukup narik hati anak saya. Setelahnya kamu bebas ngapain juga saya nggak peduli. Bahkan kalau nanti kamu bertemu sama laki-laki yang kamu suka. Saya nggak akan sungkan untuk menceraikan kamu."

Cantika terdiam.

"Saya nggak mau pernikahan ini malah membuat kamu susah. Anggap aja pernikahan ini main-main. Kamu bisa bahagia dengan cara kamu sendiri. Asal saya mau minta sesuatu untuk kamu dan jika kamu melanggarnya, jangan harap kamu bisa bahagia lagi di pernikahan ini."

"Maksud tuan?" tanya Cantika dengan suaranya yang serak

"Saya harap kamu tidak mencintai saya. Ini hanya pernikahan di atas kertas yang nggak serius di mata saya dan selamanya saya tidak akan pernah mencintai kamu. Hidup saya hanya terfokus ke almarhum istri saya dan anak saya saja. Jadi, jangan pernah mencintai saya!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!