Byurr
Hujan membasahi kota di sore hari membuat semua orang yang sedang melakukan perjalanan sedikit terkendala, banyak pengemudi roda dua yang memilih untuk menepi karena tidak memakai mantel hujan. Namun tidak dengan pengendara mobil yang masih melanjutkan tujuan mereka. Di sebuah ruko yang memiliki teras lumayan lebar untuk berteduh, seorang gadis tengah kedinginan dengan pakaian setengah basahnya.
Gadis itu adalah Luna Marisa yang sedang berteduh saat tiba-tiba hujan mengguyur kota. Luna yang pulang dari bekerja harus melipir dulu untuk berteduh, agar pakainya tidak semakin basah karena dirinya lupa tidak memakai mantel hujan.
Hujan di sertai angin kencang membuat Luna mengusap lenganya sendiri sambil memeluknya erat, udara dingin seakan menusuk tulangnya.
"Cuaca siang begitu panas, kenapa tiba-tiba menjadi hujan." Gumam Luna sambil melihat langit yang berwarna hitam.
Sudah pukul lima sore, seharusnya dia sudah sampai rumah dan menemani sang kakek dirumah, tapi karena hujan Luna harus terjebak lebih lama di luar.
*
*
Pukul enam kurang sepuluh menit waktu sore hari, Luna baru saja sampai dirumah dan menaikkan motornya ke teras rumah karena memang tidak memiliki garasi, gadis itu mengambil selang air dan menghidupkan kran untuk menyiram motornya yang habis kena hujan. Luna melakukan cuma sebentar dikira sudah cukup gadis itu kembali menaruh selang ketempat semula.
"Tunggu sebentar, nanti aku masukan kau si biru," Luna menepuk jok motornya dan berlalu masuk kedalam rumah.
Saat masuk rumah indera penciumannya sudah mencium bau yang begitu menggoda perutnya yang sudah keroncongan, Luna segera mengayunkan kakinya menuju dapur.
"Kakek sedang apa?" Tanya Luna yang berdiri dibelakang kakeknya.
Kakek Luna menoleh kebelakang dan tersenyum, "Buatin kamu mie, hujan-hujan begini pasti kamu butuh makanan favorit mu ini," Kakek Seto terkekeh melihat cucu satu-satunya melakukan gerakan mencium aroma uap mie yang baru saja kakek Seto tuangkan di mangkuk.
"Kakek dengar sesuatu tidak?" Tanya Luna sambil diam memasang telinganya untuk mendengarkan sesuatu.
"Tidak dengar apa-apa Luna, memangnya apa?" Tanya sang Kakek dengan wajah penasarannya.
Krukkk...krukkk...
Luna tersenyum lebar sambil memamerkan giginya yang terlihat rapi, gadis itu lalu menjawab.
"Bunyi cacing diperut Luna kelaparan Kakek,"
Kakek Seto hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah cucunya yang selalu membuatnya tersenyum dan tertawa, apalagi ekpresi wajah Luna yang begitu lucu.
"Ya sudah bawa kemeja, kamu makan." Titah sang Kakek yang berjalan lebih dulu dan duduk di kursi.
Luna segara membawa mangkuk berisikan mie kuah dengan toping telur dan cabe, yang mampu menggugah selera Luna.
"Ganti baju dulu, kalau basah."
Luna menggeleng sambil menyeruput kuah panas gurih dan pedas itu.
"Udah laper kek," Jawab Luna sangat antusias memakan mie buatan sang kakek.
Kakek Seto hanya terkekeh, sesekali memperingati Luna agar makan dengan pelan dan hati-hati.
Kakek Seto menatap cucunya lamat-lamat, rasanya baru kemarin beliau mengendong Luna saat bayi, tapi sekarang bayi Luna itu sudah tumbuh dewasa diusianya yang 19 tahun.
"Habiskan, setelah ini ada yang akan Kakek bicarakan," Kakek Seto menyeruput teh sambil memakan cemilan roti. Mekipun sudah berumur tapi Kakek Seto terlihat masih bugar dan sehat, walupun kulitnya sudah keriput.
Luna tidak menjawab perkataan kakeknya, tapi gadis itu tak lama menyelesaikan makanannya dan kini menunggu Kakek Seto yang ingin bicara.
"Luna dengarkan Kakek," Ucap kakek Seto dengan tatapan serius, Luna sendiri menjadi penasaran dan juga was-was melihat keseriusan kakeknya.
"Iya kek, Luna akan dengarkan kakek baik-baik," Jawabnya sambil tersenyum.
Kakek Seto mendelik membuat Luna terkekeh, "Kamu ingat Kakek Rizal?" Luna mengangguk, "Beliau sedang sakit keras, dan beliau ingin bertemu dengan mu." Ucap kakek Seto, "Besok kita jenguk ya, tapi Kakek berpesan agar kamu mau menuruti permintaan Kakek Rizal."
Luna menaikkan satu alisnya, "Menuruti apa kek? kalau Luna disuruh terjun ke jurang, Luna ngak mau!" Luna menggelengkan kepalanya keras-keras.
Kakek Seto justru tertawa, "Tidak akan, kakek jamin itu."
Luna pun mengangguk setuju, kakeknya tidak mungkin akan menjerumuskan dirinya dengan hal yang tidak benar, maka dari itu Luna menyetujui saja. Meskipun dirinya memiliki rencana lain nanti.
*
*
Haloo semuanya, kembali lagi dengan karya baru author receh ini, 😘 JANGAN lupa beri dukungan author selalu untuk karya author receh ini ya..😘😘😘
Luna merangkul lengan kakek Seto sambil berjalan di lorong rumah sakit setelah keluar dari pintu lift. Dilihat dari keadaan sekitar Luna yakin ini adalah ruangan VVIP dirumah sakit ini yang hanya di tempati oleh kalangan orang kaya.
Luna sendiri berasal dari keluarga sederhana namun cukup, kehidupannya yang serba sederhana membuat Luna tidak pernah iri dengan kehidupan mewah di luaran sana.
Kedua orang tuanya meninggal sejak dirinya berumur 11 tahun, kecelakaan lalu lintas dan membuat Luna harus tinggal dengan kakeknya yang seorang diri. Meskipun begitu Luna masih bersyukur masih ada seseorang yang ia sayangi hidup di dunia ini.
Kakeknya adalah pensiunan tentara jadi meksipun sudah berumur kakek Seto tetap memiliki aura tegas dan juga wibawa.
Dari jarak yang tidak jauh Luna melihat dua orang yang berpakaian serba hitam berjaga didepan pintu, Luna yakin jika mereka adalah penjaga kakek Rizal.
Sampainya didepan dua penjaga mereka saling menghalangi pintu, seperti kedatangan penjahat saja, pikir Luna.
"Saya Seto ingin bertemu Rizal."
Setelah Kakek Seto bicara mereka pun mempersilahkan keduanya untuk masuk.
"Ayo, di dalam pasti dia sedang sendirian," ucap kakek Seto sambil mengajak Luna untuk masuk.
Benar saja apa yang kakek Seto katakan, di dalam kakek Rizal hanya sendiri.
"Seto kau datang," kakek Rizal langsung bergerak untuk duduk sambil bersandar pria itu sepertinya begitu antusias melihat kakek Rizal datang.
"Aku tidak percaya jika kau benar-benar terbaring dirumah sakit." Kakek Seto mendekat dan mereka berpelukan seperti kawan lama yang tidak bertemu.
"Aku juga manusia ciptanya, jadi tidak ada salahnya aku berada di sini." Dua orang tua itu terkekeh bersama.
"Ya, kau sudah tidak sebugar dulu, dan sekarang kau sudah tua," ucap kakek Seto bercanda tapi dengan nada mengejek.
"Sesama tua jangan saling menghina Seto."
Keduanya malah tertawa, hingga beberapa saat tawa mereka berhenti saat Kakek Rizal melihat seorang gadis yang berdiri diam sejak tadi.
"Seto apa dia cucumu?" tanya kakek Rizal yang memang belum pernah bertemu dengan Luna.
"Ya, di cucuku satu-satunya." Jawab kakek Seto sambil mengulurkan tangannya agar Luna mendekat.
"Ini kakek Rizal sahabat kakek," kakek Seto memperkenalkan pada Luna.
"Luna kek," Luna menyalami tangan kakek Rizal dan mencium pugung tangannya.
"Kau cantik seperti ibumu,"
Luna hanya tersenyum mendapat pujian seperti itu, karena memang wajahnya begitu mirip dengan ibunya saat masih muda dulu.
"Dia memang cantik, bahkan banyak pria yang mencoba mendekatinya." Kakek Seto menyombongkan Cucunya yang banyak disukai banyak pria.
"Tapi tetap saja, cucuku nanti yang akan menjadi pemenangnya." Kakek Rizal menatap Kakek Seto dengan senyum smirk nya, membuat kakek Seto berdecak sebal.
"Sebenarnya aku tidak setuju dengan perjanjian itu, biar bagaimanapun cucumu dan Luna memiliki jarak umur yang cukup jauh,"
"Umur hanyalah angka Seto, kau pun tahu rasanya jadi tidak usah cari alasan yang tidak pernah aku terima."
Kakek Seto hanya bisa menatap kakek Rizal sebal, aura pria tua itu masih kental dengan aurat intimidasinya, membuat siapa saja pasti akan bertekuk lutut.
Sedangkan Luna hanya bisa mendengar obrolan keduanya yang sedikit banyak tahu.
"Luna, kau sudah tahu kan jika kamu dan cucu kakek dijodohkan?" tanya kakek Rizal untuk mematikan jika gadis itu sangat sudah tahu.
Luna hanya bisa mengangguk, sejujurnya dia merasa keberatan dengan perjodohan ini, karena bagaimana pun Luna masih ingin sendiri untuk bebas.
"Bagus, kalau begitu siang nanti temui cucu kakek di kafe xxx."
"S-siang ini? tapi kek aku-"
"Sstttt, tidak ada bantahan, kamu harus menemui cucu Kakek!"
Luna menelan ludah, benar jika tatapan intimidasi kakek Rizal mampu membuatnya bertekuk lutut.
*
*
Apakah mereka akan bertemu??
Hari ini Luna hanya bekerja setengah hari, gadis itu memikirkan janji temunya dengan cucu kakek Rizal.
Kafe Harmoni menjadi tempat untuk mereka bertemu, dan Luna lebih dulu sampai sebelum cucu kakek Rizal. Luna sendiri sengaja datang lebih cepat, gadis itu masuk kedalam toilet dan mengeluarkan sesuatu yang ia bawa tadi.
Sebuah kacamata bulat dan tebal, dan Luna mengepang rambutnya yang hitam dan panjang, tidak lupa Luna menabahkan tempel dibagian dagu setelah selesai Luna kok malah ngeri sendiri melihat penampilannya di cermin.
"Kok aku culunnya kebangetan," Gumam Luna yang merasa lucu sekaligus aneh melihat wajahnya sendiri.
Luna menghela napas panjang sebelum keluar dari toilet, mungkin cucu kakek Rizal sudah datang.
Sambil membenarkan penampilannya yang hanya memakai kemeja agak kedodoran dan rok yang panjangnya semata kaki sedikit-sedikit Luna membenarkan kacamata yang bertengger di hidung kecilnya.
Sampainya di meja yang sudah di reservasi dari jarak yang lumayan jauh Luna bisa melihat seorang pria yang sudah duduk disana dengan posisi membelakanginya, pria itu sesekali melihat jam tangannya mungkin terlalu lama menunggu.
"Ini baru permulaan, aku akan berusaha untuk menggagalkan perjodohan ini, salah satunya mengubah wajah ku menjadi culun," Gumam Luna sambil melangkah mendekati meja.
Luna langsung duduk, tanpa basa-basi memberi salam, gadis itu sudah seperti lupa akan sopan santun.
"Saya Luna, cucu kakek Seto." ucapnya dengan nada ketus dan tatapan sinis.
Pria didepanya hanya diam dengan tatapan memindai gadis didepanya, Luna menjadi gugup ditatap seperti itu, padahal tadi baru datang sok judes. Ditatap pria tampan justru membuat Luna lama-lama kok jadi tidak nyaman dengan tatapannya, ganteng sih ganteng keren plus tajir tapi lihat wajahnya ituloh kok membeku sendiri.
"Kenapa menatapku seperti itu, apa mata anda bermasalah," Sinis Luna lagi menunjukan sifat arogan dan sombong, padahal dalam hatinya sudah sudah ketar-ketir duluan.
Pria itu tidak bicara apapun, melainkan memanggil pelayan kafe dan memesan makan dan minum. Luna malah jadi sebal sendiri, tangannya ia lipat didepan dada.
"Tuan, saya ingin bicara," nada bicara Luna sudah seperti seorang guru yang sedang memarahi muridnya.
Pria itu mengangkat alisnya sebelah, "Bukanya dari tadi kamu sudah bicara,"
Luna mendengus kesal, suara pria itu terdengar mengejek.
"Ini serius, saya tidak ingin menikah dengan anda. Jadi anda harus membatalkan perjodohan ini." Luna bicara dengan nada serius sambil menajamkan tatapannya pada pria dingin didepanya ini.
"Oke," jawab pria itu santai membuat bibir Luna mengembangkan senyum. "Hanya itu?" Pria itu menatap Luna dengan alis terangkat.
bengong, tapi setelahnya mengangguk, "Deal, anda harus membatalkan perjodohan ini, kalau tidak anda akan malu punya istri seperti saya ini." Luna berkata sambil tersenyum penuh misteri, sedangkan pria itu hanya menatap Luna datar tanpa ekspresi.
Satu yang ia tahu, gadis didepanya ini memiliki lesung pipi saat ia tersenyum.
*
*
Luna tersenyum lega saat keluar dari kafe, gadis itu melambaikan tangan dengan senyum mengembang saat sebuah mobil melintasinya.
"Dadahh, jangan lupa apa yang sudah kita sepakati!" Luna berteriak sambil mendekatkan kedua telapak tangannya di sisi mulutnya, tidak dipungkiri Luna begitu senang setidaknya perjodohan ini tidak akan terjadi karena cucu kakek Rizal mau membatalkannya.
"Semoga dia berhasil," Gumam Luna. "Seharunya sih berhasil, masa dia mau nikah sama gadis jelek culun begini, dia kan gantengnya plus,plus,plus," lanjutnya lagi sambil berjalan kearah motornya, "Eh, kenapa aku malah memujinya," Luna merutuki mulutnya yang sudah memuji pria es tadi, berada didekat pria itu bukannya terpesona justru malah merinding disko.
*
*
Dapat cogan loh Lun, masak Ngak mau
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!