NovelToon NovelToon

Istri Ustadz Alif

Mendadak nikah

"Na, nyokap gue nyuruh pulang nih. Sorry banget ya gak bisa nemenin lo hari ini. "

Meski merasa kecewa, Anna tetap tersenyum mengiyakan. Anna melihat sahabatnya bergegas mengemasi buku-bukunya lalu berpamitan.

Huhhh.....

Anna memejamkan matanya, menyandarkan kepalanya pada dinding yang dingin, berharap bisa mendinginkan kepalanya saat ini. Setetes air mata turun tanpa permisi, namun bibir cantik itu malah tersenyum mengingat ucapan ibunya pagi tadi.

(Ibu udah nggak sanggup lagi sama ayah kamu. Selama ini ibu bertahan cuma untuk kamu. Kalau ibu dan ayah berpisah, kamu ikut ibu aja. Ayah kamu nggak akan sanggup membiayai kamu, apalagi hutangnya dimana-mana. Bahkan berani menggadaikan sertifikat rumah kita. Ingat Anna! selama ini ibu yang biayai keluarga kita, termasuk biaya sekolah kamu dari kecil.) 

Sedih, kecewa, benci, marah, semua hal negatif sedang mendominasi perasaan Anna saat ini. Bahkan selama perkuliahan berlangsung dari tadi, Anna tak bisa fokus. Semua hal tentang permasalahan orang tuanya menjelma bagaikan film di kepalanya.

Niat hati ingin curhat dengan sahabat, namun keadaan tidak mendukung hari ini. Anna menghapus air matanya, mengemasi buku-bukunya lalu keluar dari kelas yang sudah kosong dari tadi.

Motor matic berwarna hitam melaju bersama dengan para pengguna jalan raya sore itu. Kemacetan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi warga Jakarta, apalagi di jam pulang kantor.

Anna mengamati sekitarnya, banyak pengendara yang merasa kesal akan kemacetan ini. Suara klakson dimana-mana, Namun ia merasa heran dengan jalan satunya yang lenggang.

'Sudah mau magrib sih, apalagi aku nggak tau daerah sana'

Entah kenapa ia tertarik untuk healing sore itu. Mungkin karena persoalan yang sedang ia rasakan membuat Anna ingin melepaskan beban-bebannya dengan jalan-jalan sore.

'Sunset nya indah banget' ucap Anna dalam hati.

Sesaat hatinya mulai membaik dan melupakan permasalahan yang sedang ia hadapi.

Tanpa Anna sadari segerombolan laki-laki memantaunya didepannya. Salah seorang diantara mereka melihat jam di pergelangan tangannya lalu tersenyum misterius.

"Saatnya bereaksi" Ucap salah seorang laki-laki pada teman-temannya.

Anna yang melihat banyak pengendara motor didepannya didominasi laki-laki, mendadak menjadi takut dengan berbagai pikiran buruk dikepalanya. Apalagi jalanan yang ia lewati saat ini adalah jalanan sepi ditambah hari mulai tampak gelap.

"Turun" Bentak salah seorang dari laki-laki itu.

"Eh, kalian mau apa? "

Tanpa babibubebo dua orang laki-laki memegang tangan Anna dan menahannya. Anna mencoba untuk melepaskan tangannya dan hendak berteriak meminta tolong. Namun, mulutnya segera dibungkam oleh salah seorang laki-laki yang memegang tangannya.

'Ya Allah, Anna nyesel. Harusnya tadi langsung pulang bukannya malah mampir-mampir gak jelas dan berujung kayak gini. Tolongin Anna ya rabb, Anna takut hiks hiks'

Anna hanya bisa berdoa meminta pertolongan pada sang pencipta. Karena ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Tak lama kemudian mobil hitam datang dari arah depan. Salah seorang penjahat tersebut tersenyum angkuh sambil menatap ke arah layar HP nya.

"Astaghfirullah. Apa yang kalian lakukan pada perempuan itu. Lepaskan dia! " Ucap pemilik mobil yang baru saja keluar dari dalam mobilnya.

"Lepaskan? Hahahaha"

Para penjahat itu saling tertawa meremehkan lalu mereka mengepung laki-laki yang baru saja datang itu.

Anna menyaksikan bagaimana laki-laki itu mulai melawan para penjahat itu hingga mampu membuat para penjahat babak belur. Namun hal itu hanya sebentar, karena tiba-tiba salah seorang dari penjahat itu segera menempelkan sapu tangan ke penciuman laki-laki itu hingga ia tak sadarkan diri.

'Eh'

Anna bingung dan panik lalu secara tiba-tiba ia pun juga di paksa dibungkam dengan sapu tangan yang sama hingga tak sadarkan diri.

*

Suara berisik tertangkap di indra pendengaran Anna hingga ia mulai membuka mata. Kepalanya masih terasa sakit karena efek bius tadi.

"Nah akhirnya sudah sadar juga si eneng. Itu bangunin cowoknya, tidur kayak kebo" Ucap salah seorang bapak-bapak padanya.

"Cowok, cowok ap... Aaaaaaaa"

Anna berteriak kencang hingga membuat para warga tersentak kaget. Apalagi laki-laki yang tidur di sampingnya dengan tangan melingkar di atas perutnya.

Anna melihat bajunya masih utuh, meski sedikit berantakan. Ia kembali menoleh pada laki-laki yang berada di sebelahnya yang masih mengenakan pakaian lengkap, namun tangannya berani melingkar diatas perutnya. Dengan segera Anna menjauh dari laki-laki asing yang ada disebelahnya.

Mendengar teriakan yang keras membuat laki-laki disamping Anna terbangun dan mulai mencoba memahami situasi sekitar. Belum juga ia paham dengan situasi yang dihadapi sudah harus menghadap ketua RT dan para warga yang hendak mengadili.

"Astaghfirullah ustadz" Ucap seorang bapak-bapak yang baru saja hadir.

"Pak RT kenal dengan laki-laki ini? " Tanya salah seorang warga.

"Dia ustadz Alif, anaknya kyai Ibrahim" Jawab Pak RT tersebut yang sontak membuat para warga syok.

"Astaghfirullah, jadi gini kelakuan anaknya Kyai Ibrahim. Ini tidak bisa dibiarkan, ini sudah menodai kampung kita. Kalau kelakuan anaknya saja kayak gini, apalagi ajaran bapaknya. Lebih baik bubarkan saja pondok pesantren itu" Ucap salah seorang warga yang geram dan disetujui para warga lainnya.

Alif yang tadinya diam, sekarang tidak bisa membiarkan semuanya salah paham lagi. Ia tidak mau atas apa yang menimpanya malah berimbas pada pondok pesantren keluarganya yang sudah lama berdiri.

"Tunggu dulu. Kalian tidak bisa menghakimi kami secara sepihak. Apalagi membawa persoalan ini untuk disangkut pautkan dengan pondok pesantren"

"Halah semuanya sudah jelas bahwa kalian sudah berbuat zina di kampung kami. Kami semua saksinya, kalau kamu tidur dengan perempuan itu. Mau membela diri bagaimana lagi hah? "

"Kami tidak berbuat zina. Tadi ada penjahat yang mau berbuat jahat ke saya, trus mas-mas itu nolongin. Tapi malah dibius begitu juga saya dan berakhir disini. " Ucap Anna ikut membela diri.

Semua warga saling pandang dan terheran-heran.

"Itu benar" Ucap Alif menimpali.

"Alasan mereka aja itu. Sudah jelas mereka berbuat zina dan mau membela diri dengan mengarang cerita bohong. Di rumah kosong ini cuma ada mereka berdua dan tidak ada siapapun lagi. " Ucap salah seorang warga dengan lantang dan disetujui para warga lainnya karena mereka tidak bisa menunjukkan bukti yang akurat.

"Udah, nikahin aja. Panggil orang tuanya"

"Eh"

Anna terkejut dengan tindakan warga yang hendak menikahkanya paksa dengan laki-laki asing yang tak ia kenal sama sekali.

Segala bentuk pembelaan yang mereka lakukan sia-sia saja. Kini mereka diminta menghubungi kedua orang tua masing-masing.

Tak lama kemudian akhirnya kedua orang tua Anna dan Alif sudah hadir, mereka juga sudah mendengar penjelasan dari anak-anak mereka dan para warga. Namun, karena tidak memiliki bukti yang kuat bahwa mereka tidak melakukan zina. Mau tidak mau mereka dinikahkan saat itu juga.

Anna yang pasrah hanya bisa meneteskan air mata, saat kata sah terdengar lantang di pendengarannya. Tiba-tiba menjadi seorang istri disaat ia belum lulus kuliah, apalagi membanggakan orang tuanya.

Anna melirik ke arah kedua orang tuanya, dimana kedua orang tuanya menunjukkan sikap kompak pada sang besan seolah-olah mereka pasangan yang baik-baik saja.

Lalu ia melirik pada orang asing yang sekarang menjadi suaminya, yang sedang menandatangani akta nikah mereka. Entah bagaimana prosesnya hanya dalam satu jam semua berjalan layaknya pernikahan pada umumnya.

Dengar-dengar tadi katanya kyai Ibrahim punya kerabat dekat yang bertugas di KUA, makanya semua diproses dengan cepat.

"Ini"

Suara lembut sang suami membuyarkan lamunan Anna yang tadinya menatap ustadz Alif dengan tatapan tak terbaca. Anna menerima akta nikah dan menandatanganinya.

"Kalau dilihat-lihat mertua kamu dan suami kamu orang berada. Baguslah, setidaknya bisa menafkahi kamu nantinya. Nggak kayak ayahmu." Ucap Ibu Anna setengah berbisik sambil menatap sinis sang suami.

Anna sudah tidak ada tenaga lagi untuk meladeni ucapan ibunya, ia lelah sekali hari ini dengan permasalahan yang bertubi-tubi. Ia melirik pada sang ayah yang tak ada keinginan protes dengan ucapan istrinya, dan lebih memilih menghampiri menantunya untuk diajak ngobrol.

***

Cerai

"Kak Alif"

Teriak anak kecil yang berumur sekitar tujuh tahun. Anak perempuan itu berlari lalu memeluk kaki ustadz Alif.

"Amira kok belum tidur, Ini sudah malam"

Bisa Anna lihat jika laki-laki yang ada disebelahnya sangat penyayang pada anak kecil.

"Belum ngantuk kak. Nungguin kakak, kata umi hari ini kakak pulang dari Bandung. "

"Kakak bawa istri ya? Kapan nikahnya? " Tanyanya polos sambil melirik ke arah Anna.

"Amira salim dulu sama kak Alif dan kak Anna" Tegur Umi Dewi pada Amira yang membuat umi tidak enak dengan Alif dan Anna.

"Amira" Ucap Amira memperkenalkan diri setelah bersalaman dengan Anna.

"Anna" Jawab Anna sambil tersenyum dan mencubit halus pipi gembul Amira.

"Kalian istirahat dulu. Alif ajak Anna istirahat dikamar kamu" Ucap Kyai Ibrahim pada putranya.

"Ayo kak, Amira punya sesuatu untuk kakak"

Dengan semangat empat lima, bahkan baru  mengenal Anna. Amira langsung menarik tangan Anna untuk diajak menuju kamar Alif.

Alif hanya bisa menghela nafasnya pasrah mendengar ucapan abinya yang mengingatkanya akan status barunya. Ia mengekor dibelakang Amira yang masih menarik Anna menaiki tangga hingga berhenti di depan pintu sebuah kamar.

Saat pintu dibuka oleh Amira, seketika Alif dan Anna melotot dengan pipi yang sama-sama memerah.

Kamar pengantin

"Bagus tidak kak? Tadi Amira yang buat sama bi Ajeng. Katanya kak Alif pulang bawa istri, jadi bibi ajak Amira buat ini"

Krik... Krik...

Tidak ada jawaban apapun dari Alif maupun Anna. Keduanya sama-sama memalingkan wajah karena malu.

'Bi Ajeng ini usilnya gak sembuh-sembuh. Mana ngajakin Amira lagi' gerutu Alif dalam hati.

'Duh cobaan apalagi ini. Aku nggak mau ngelakuin itu sama dia. Pengen kabur aja rasanya tapi gak tau jalan pulang.'

"Kak? "

Merasa tidak ada yang merespon, Amira menarik-narik kedua baju kakak dan kakak iparnya menunggu jawaban.

"Amira sudah malam, ayo tidur! " Panggil Umi Dewi mendekat ke arah Amira.

"Bentar lagi Umi. Amira masih mau sama kak Alif dan kak Anna." Jawabnya sambil menunjukkan ekspresi memelas namun nampak lucu dimata Anna.

"Ini sudah malam nak, Kak Alif dan kak Anna juga butuh istirahat. Amira nggak boleh nakal"

"Iya deh"

Setelah kepergian Amira dan Umi Dewi, kini hanya tinggal Alif dan Anna yang saling canggung satu sama lain di depan pintu kamar.

"Ehem, silahkan masuk"

Anna mengekor dibelakang Alif dengan pasrah. Selagi suaminya masuk kedalam kamar mandi, Ia bisa melihat ada taburan bunga berbentuk love di ranjang beserta handuk yang dibentuk jadi bebek-bebekan.

Ceklek.....

'Waduh, kenapa pintunya ditutup mana dikunci juga lagi. Tamat sudah riwayat lo Anna.'

"Kamar mandi sebelah sana, kalau mau ambil wudhu silahkan, saya tunggu untuk sholat isya berjamaah"

Anna mengangguk lalu bergegas pergi ke kamar mandi untuk ambil wudhu.

Selesai melaksanakan sholat isya berjamaah. Ustadz Alif berbalik kebelakang lalu mentap Anna. Anna yang ditatap cukup lama tanpa ekspresi apapun oleh suaminya, hanya bisa menunduk karena tidak nyaman.

'Dia marah atau apa sih? Ekspresi nya sulit ditebak. Gitu banget natapnya, pengen gue colok matanya kalau gak inget dia udah jadi suami gue.'

"Saya bacakan doa, kamu aamiinkan"

"Hah"

Belum sempat Anna menjawab, ia sudah dibuat membeku karena tangan kanan suaminya sudah berada di atas kepalanya dan mulai membacakan doa.

Anna yang tidak mengerti dan tidak tahu doa apa yang dibacakan. Hanya bisa mengaminkan saja.

"A-aku minta maaf. Gara-gara aku kita harus terikat pernikahan kayak gini"

Ustadz Alif hanya menggumam mengiyakan tanpa menoleh sambil merapikan peralatan sholatnya. Sedangkan Anna sudah berpikir bahwa ia dibenci oleh suaminya.

"Habis ini kita cerai kan? " Tanya Anna.

Mendengar kata cerai dari wanita yang baru saja menjadi istrinya, mendadak membuat Alif merasa marah.

"Tidak" Jawabnya singkat dan tegas, lalu keluar dari kamar pengantin dan meninggalkan sang istri seorang diri entah kemana.

Anna masih terbengong lama melihat suaminya pergi dari kamar. Ia mencerna apa yang terjadi barusan.

"Dia pergi? Apa dia marah? Apa salahku? Kan cuma nanya. "

"Wait, itu berarti dia tidak tidur disini kan! "

"Syukurlah, lo selamat hari ini Anna"

Anna yang sudah lelah seharian, tak memikirkan hal itu lagi. Ia mulai mengantuk dan tidur. Tak peduli sedang berada dimana dan dikamar siapa, yang penting ngantuk itu ya tidur, hehe.

*

Ditempat lain, tepatnya di sebuah ruangan penuh buku-buku tertata rapi. Ustadz Alif sedang sibuk didepan laptopnya.

Drrrt.... Drttt.....

Suara telepon masuk dari Harun mengalihkan fokusnya pada laptop.

"Gimana? "

"Waalaikumsalam pengantin baru"

Mendengar salam sambil tertawa cekikikan, Ustadz Alif mencebikkan bibirnya.

"Assalamu'alaikum gimana? "

"Waalaikumsalam, gitu dong. Buru buru amat napa sih? Udah gak sabar ya mau itu? Ehem....ehem...."

"Jangan aneh-aneh Run, gue serius. Ini menyangkut nama baik pondok pesantren. Apalagi tadi warga ada yang ngevidioin, sudah bisa ketebak kalau besok bakal rame." Protes Ustadz Alif.

"Iya iya, woles bro. Ini gue udah dapet rekaman CCTV-nya. Gue kirim nih, sono lo cek."

"Kok... "

Ucapan Ustadz Alif menggantung, saat ia fokus mengecek CCTV ditempat kejadian tadi. Ada sesuatu yang ganjil dimana setelah dia dan Anna dibius. Sebuah mobil berwarna abu-abu datang lalu memperlihatkan seseorang yang misterius memakai setelan serba hitam termasuk topi dan maskernya, ia nampak berbincang-bincang  dengan salah seorang penjahat itu sambil menyerahkan segepok uang.

"Siapa dia? Jadi semua ini jebakan seseorang? "

Lalu dengan segera, Ustadz Alif mengirim pesan pada sepupunya Harun untuk mencari tahu orang misterius itu lewat nomer plat mobilnya.

Harun

[Udah gue coba cari, tapi ternyata itu mobil rental. Niat banget mainnya, keren sih.]

Alif

[Kirim alamat tempat dia rental]

Harun

[Wokeyy]

Setelah mengantongi bukti yang dia dapatkan, Ustadz Alif keluar dari ruang kerjanya. Namun ia dibuat terkejut melihat adik laki-lakinya baru masuk rumah dijam segini.

"Habis darimana dia? "

Niat hati ingin bertanya, namun ia urungkan karena ini sudah sangat malam. Ia akan menanyakanya besok pada sang adik.

Sesampainya di dalam kamarnya ia melihat Anna sudah tertidur dengan pulas, bahkan mukenanya masih ia kenakan.

Alif menatap lama pada perempuan didepannya, cantik sih. Tanpa sadar tangannya terulur untuk megusap wajah cantik sang istri. Namun sedetik kemudian ia tersadar dan teringat dengan Fatimah yang sudah ia lamar.

"Astaghfirullah"

Alif menjauhkan tangannya dan reflek mundur beberapa langkah. Ia merasa kepalanya tambah sakit saja dengan banyaknya persoalan hari ini.

Alif merasa bimbang, disisi lain ia sudah menikahi Anna dan tak mungkin menceraikannya tanpa alasan yang benar. Namun, Ia juga merasa bersalah dengan Fatimah dan harus berkata apa pada Fatimah dan keluarganya. Sedangkan tanggal pernikahannya sudah ditentukan.

***

Kemarahan para wali santri

Suara notifikasi HP membangunkan Anna dari tidurnya. Ia terlonjak kaget melihat dimana ia berada. Namun, sesaat kemudian ia mengingat kalau dia sudah menjadi istri orang.

Pandangan Anna mencari sosok yang tak ia jumpai sejak ia membuka mata. Ia juga melihat space kosong di ranjang yang masih rapi. Anna berfikir kalau suaminya tidak masuk ke dalam kamar sejak tadi malam.

"Mampus, udah jam setengah enam. Mana belum sholat subuh lagi."

Dengan segera Anna berlari ke arah kamar mandi untuk mandi dan mengambil wudhu.

Ceklek....

"Untuk sementara pinjam baju Umi dulu. Nanti, saya antar kamu ambil barang-barang kamu."

Anna masih terbengong dengan sajadah ditangannya, ia yang baru selesai sholat dikejutkan dengan sosok laki-laki yang sudah menjadi suaminya.

"Maksudnya bagaimana? "

"Kita akan tinggal disini. Apa kamu keberatan? "

"Ustadz kenapa jadi begini sih? " Protes Anna.

"Jadi begini bagaimana? " Tanya Ustadz Alif bingung.

"Kita kan menikah karena dipaksa. Dan pernikahan ini tidak diharapkan. Seharusnya kita itu berpisah bukan malah mendalami pernikahan ini layaknya pernikahan sungguhan."

Ustadz Alif mencerna maksud perkataan Anna. Ia mendekat pada sang istri yang terus melangkah mundur hingga berhenti saat menabrak dinding.

Anna yang merasa takut memilih memalingkan wajahnya dan menutup matanya. Ia bisa merasakan tangan suaminya memegang kedua lengannya.

"Buka mata kamu! "

Anna mulai membuka perlahan matanya, lalu ia mendapati wajahnya begitu dekat dengan wajah suaminya.

"Tidak ada perpisahan Anna Citra Olivia. Kamu istri saya, sekarang dan seterusnya. Pernikahan ini memang tidak pernah kita harapkan, namun berpisah tanpa alasan yang benar itu dimurkai Allah."

"Bagaimana bisa pernikahan ini berjalan, sedangkan kita orang asing dan tidak saling mencintai."

Anna memberanikan diri menjawab ucapan suaminya. Ia tetap kekeuh untuk berpisah, karena ia tidak mengharapkan pernikahan ini. Apalagi kalau dilanjutkan.

Ustadz Alif diam sesaat dan menimbang-nimbang perkataan istrinya.

'Hah, gak bisa jawab kan? Anna kok dilawan hahaha'

Anna yang merasa cukup dengan pembahasan yang membuatnya tidak nyaman, hendak pergi dari hadapan suaminya. Namun, ia malah mendapatkan sebuah ciuman singkat dibibirnya yang masih virgin. Ralat, sebelumnya virgin.

Anna melotot dengan pipi yang memerah. Ia melihat suaminya tersenyum manis padanya. Padahal kemarin sikapnya dingin sekali padanya.

"Saya akan berusaha mencintai kamu karena Allah. Begitu juga kamu! " Jawab Ustadz Alif

"Nggak mau. Enak saja maksa-maksa orang. " Protes Anna lalu mendorong tubuh suaminya.

"Bukan maksa, saya bilangnya untuk berusaha. Lagian halal kok mencintai suaminya sendiri." Jawabannya sambil cengengesan.

Anna berbalik menatap suaminya dengan sebal.

"Kenapa? Jujur aja kalau suami kamu ini ganteng. Gitu banget natap nya"

"Pede banget jadi orang"

Tak mau berlama-lama dengan suaminya, Anna segera mengganti bajunya dikamar mandi.

"Gila, gue dicium."

Anna masih tak percaya dengan apa yang terjadi barusan. Ia menatap pantulan wajahnya pada cermin kamar mandi. Ia masih bisa merasakan bagaimana bibirnya bersentuhan dengan bibir suaminya.

"Astaga, nggak nggak nggak. Jangan kemakan omongan laki-laki dengan mudahnya Anna. Bisa-bisanya baru kenal langsung cinta. Jangan-jangan dia buaya cap cicak lagi."

Tak mau lama-lama memikirkan tentang orang yang menyebalkan dalam hidupnya. Anna bergegas mengganti pakaiannya.

*

"Emm, apa ada yang bisa Anna bantu Umi? "

Umi Dewi yang sedang memasak didapur langsung menghentikan kesibukannya. Lalu tersenyum mengajak Anna untuk bergabung.

"Oh masih kuliah ya? Dijurusan apa? " Tanya Umi Dewi ramah.

"Manajemen bisnis umi" Jawab Anna yang merasa senang mengobrol dengan Umi Dewi.

"Wah, kebetulan sekali. Nanti magangnya dikantor Alif aja."

'Dia punya kantor? Katanya ustadz? Sebenarnya dia ini siapa sih? Nggak sekalian dia ini Alien sodaranya Adudu si kepala kotak. '

"Kenapa Na? Apa Alif belum cerita ke kamu soal pekerjaannya? "

Anna hanya bisa menggeleng polos. Sedangkan Umi tersenyum melihatnya.

"Dia membantu abinya mengurus pondok ini sekaligus memimpin perusahaan AM Company yang ia rintis. Anaknya cukup sibuk sih harus membagi waktu, tolong dimaklumi ya Na."

Oohh

Anna specless mendengar penuturan dari Umi Dewi. Namun, sesaat kemudian menyadarkan dirinya untuk tak peduli soal Ustadz Alif.

Saat sarapan pagi tiba, mau tak mau ia harus duduk disebelah suaminya. Ia yang masih baru dalam keluarga tersebut, hanya bisa mendengarkan tanpa ikut berbicara.

"Kamu udah dapat buktinya lif?" Tanya Abi Ibrahim setelah selesai makan.

"Udah bi, tapi orang yang menjebak masih belum diketahui identitasnya."

Anna menoleh ke arah suaminya. Mengapa dirinya tidak dikasih tahu tentang hal ini. Ia kan juga berhak tahu.

"Astaghfirullah, ada-ada saja kejahatan orang dimuka bumi ini. Semoga pelakunya segera ditemukan."

"Oh ya Mal, kamu semalam pulang jam 12 malam habis darimana? "

Mendapat pertanyaan dari sang kakak, membuat Akmal gelagapan.

"Dari rumah temen kak, nyelesain tugas kelompok karena hari ini harus dikumpulin. " Jawab Akmal yang membuat sang kakak mengerti.

Selesai sarapan, Alif berpamitan untuk mengantar Anna mengambil barang-barangnya. Namun hal itu harus diurungkan karena persoalan di pondok sedang membutuhkan kehadirannya.

"Nah itu dia orangnya." Ucap salah seorang wali santri yang melihat kehadiran Ustadz Alif.

"Kami sebagai orang tua dari santri dan santriwati ingin membawa pulang anak kami dari pondok pesantren ini. Kelakuan anak pemilik pondok ini saja menjijikkan, apalagi pendidikan yang diajarkannya. Bubarkan saja pondok pesantren ini, dan juga kembalikan uang spp anak kami. " Ucap salah seorang wali santri dengan pengeras suara dan di setujui semua wali santri yang hadir.

"Bapak ibu tenang dulu. Saya Alif putra Kyai Ibrahim ingin meluruskan bahwa berita itu tidak benar. "

"Halah, semuanya sudah ada buktinya. Kalau Ustadz Alif sudah berbuat zina."

"Itu fitnah, dan saya punya buktinya."

Dengan segera Ustadz Alif memperlihatkan rekaman CCTV tentang kejadian kemarin di layar monitor agar semua wali santri dapat melihatnya.

"Bapak ibu sudah lihat bukan, kalau itu adalah fitnah. Dan saya berani menjamin kalau pendidikan yang diajarkan di pondok pesantren ini masih lurus, sesuai ajaran islam. Dengan adanya berita ini saya akan segera menyelesaikannya dan menangkap pelaku tersebut."

Mendengar klarifikasi dan melihat bukti yang diberikan Ustadz Alif, para wali santri setuju untuk tetap memondokkan anak-anaknya dengan syarat nama baik pondok harus segera bersih lagi, akibat fitnah yang sudah tersebar di mana-mana.

Selesai dengan urusannya di pondok pesantren, Alif kembali ke rumah untuk menjemput istrinya.

"Anna mana Umi? " Tanya Alif pada Umi Dewi.

"Ditaman samping dengan Fatimah."

Deg....

Jantung Alif rasanya seperti berhenti sebentar. Bagaimana bisa Fatimah ada disini menemui istrinya. Alif kembali frustasi harus bagaimana menghadapi keduanya.

*

"Tanggal pernikahanku dengan mas Alif sudah ditentukan. Dia pasti sudah memeberitahumu bukan? "

Tanya Fatimah sambil menatap Anna dari ujung kepala sampai ujung kaki seolah-olah mencari sesuatu.

'Apa mereka benar-benar sudah melakukannya, seperti yang diberitakan itu? Cih, menjijikkan sekali selera mas Alif. Cantikan juga aku.' gerutu Fatimah dalam hati.

"Tidak" Jawab Anna ketus.

Anna yang sejak awal tidak suka dengan Fatimah semakin sebal dengan tatapannya yang seolah-olah merendahkannya.

"Mungkin mas Alif ingin menceraikanmu, makanya tak penting memberitahumu atau tidak."

"Oh"

'Sombong sekali dia. Coba lihat ekpresi datarnya yang seolah-olah meremehkan. Awas saja kau, kanku buat perhitungan karena berani merebut calon suamiku.' geram Fatimah dalam hati.

Ekor mata Fatimah menangkap seseorang yang tengah berdiri melihat kearahnya dan Anna. Ia tersenyum dan berjalan menghampiri calon suaminya.

"Mas Alif, kok kamu tega sih. Kamu udah janji kan sama abah kalau nggak ada niatan punya istri dua."

Ucapnya dengan ekpresi sedih bahkan air matanya sudah menggenang di kelopak matanya.

Alif yang tak tega melihatnya hendak menjelaskan secara baik-baik pada Fatimah, namun tiba-tiba dikejutkan dengan sikap Fatimah yang memeluknya secara tiba-tiba.

Anna yang melihatnya melotot menyaksikan suaminya dipeluk wanita lain dihadapanya. Meski ia adalah calon istri dari suaminya.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!