NovelToon NovelToon

Kalau Jodoh Takkan Kemana

Bab 1

"Tuan muda, tunggu! jangan lari!"beberapa orang berpakaian rapi dengan jas hitam, sedang mengejar seorang pria dengan pakaian rapi yang memakai jas maroon serta kemeja putih.

"Tuan Ferdi!" teriak pengawal itu lagi yang sudah kehilangan jejak Ferdinand Daffa Adipratama. Tuan muda dari keluarga Adipratama yang di jodohkan dengan Shanaya Aqeela Hartawan.

Brak!

"Astaqfirullah," ucap Shanaya, yang tak sengaja menabrak seorang pria yang tiba-tiba muncul di depan mobilnya, saat baru saja Shanaya keluar dari tempat parkiran pasar minggu.

"Aya, apa yang kamu lakukan?" tanya teman yang duduk di sebelah Shanaya, wanita itu adalah anak pemilik pondok pesantren yang saat ini sedang Shanaya tempati. Di saat Shanaya kabur dari rumah, tas beserta isinya di jambret oleh preman, untung saja ada Abi Hakim, yang menolong Shanaya waktu itu.

Abi Hakim mengenali keluarga Shanaya, tetapi tidak dengan Shanaya. Wanita ini memakai dress putih selutut dan juga hanya berbekal dengan uang tabungan di saat lari dari rumah karena tak mau menikah muda. Tetapi, tanpa Shanaya sadari ternyata dia malah tertimpa kesialan, di tengah jalan semua barangnya di jambret oleh preman, sehingga Shanaya tak memiliki uang sama sekali untung saja ada Abi Hakim yang menolongnya waktu itu.

Shanaya menceritakan perihal dia kabur dari rumah kepada Abi Hakim, sehingga Abi Hakim mengajak Shanaya ke pesantren dan tinggal di sana, bahkan anak dari Abi Hakim, Humairah, adalah teman Shanaya di masa sekolah menengah pertama dulu, tetapi Shanaya tak mengenali wanita itu karena Humaira telah berhijab dan bercadar.

Demi menghindari dari keluarganya, Shanaya juga ikut memakai pakaian muslimah, beserta cadar tentu saja dengan bimbingan Abi Hakim ayah dari Humairah.

Tok! Tok! Tok!

"Turun!" Titah seorang pria yang baru saja mengetuk pintu mobil mereka, Humairah dan Shanaya takut, karena mereka baru saja menabrak seseorang.

"Aya, kita turun dulu sebelum semua orang marah, kita baru saja menabrak orang, mungkin dia terluka," ujar Humairah, Shanaya 'pun bergegas untuk turun, tetapi ada beberapa orang wanita yang menarik paksa tangan Shanaya.

"Jangan kabur, kalian telah menabrak orang, dia terluka, "ucap Wanita itu sembari memarahi Shanaya. Wanita ini terus saja mendesak Shanaya dan Humairah.

"Bu, tenang. Saya dan teman saya tidak akan lari, kami akan bertanggung jawab, dan kami akan membawa korban ke rumah sakit, " ujar Humairah, tetapi berbeda dengan Shanaya, dia malah terlihat gugup dan takut.

"Cepat, bawa pria itu ke rumah sakit, " Shanaya dan Humairah 'pun menyusup masuk ke dalam kerumunan orang banyak, dan ingin melihat kondisi korban yang baru saja mereka tabrak.

Humairah mendekat, dan melihat keadaan pria yang baru saja di tabrak oleh Shanaya. Tetapi berbeda dengan Shanaya, ini pertama kali dia menabrak orang di jalan dan membuatnya takut.

"Pak, tolong bantu kami untuk mengangkat tubuh pria ini ke dalam mobil, kami akan membawanya ke rumah sakit, " ujar Humairah, beberapa orang membantu mengangkat tubuh pria itu dan membawa masuk ke dalam mobil.

"Jangan sampai di tinggalkan di jalan, di sini ada cctv, dan kami semua telah melihat plat mobil kalian," tukas seorang pria yang berdiri di depan Shanaya, wanita ini cukup takut dan gugup.

"Tentu, Pak. Kami tidak akan membuangnya di jalan, kami akan membawanya ke rumah sakit, kami permisi dulu." Humairah, dan Shanaya segera masuk ke dalam mobil, dan meninggalkan tempat tersebut.

Begitu mobil Shanaya meleset pergi meninggalkan TKP, beberapa pengawal Ferdinand Daffa Adipratama, tiba ke lokasi kejadian, tetapi mereka tidak dapat apa-apa, kecuali jam tangan milik Ferdinand yang terjatuh di aspal.

"Tuan muda, baru saja dari tempat ini, cepat cari mungkin Tuan muda belum jauh dari tempat ini," seru salah satu atasan para pengawal yang ikut mencari Ferdinand.

Pengawal itu pergi meninggalkan TKP. Sedangkan mobil Shanaya dan Humairah telah tiba di rumah sakit. Shanaya memarkirkan mobil tersebut, di saat Humairah akan turun dari mobil mereka terkejut melihat Ferdi yang sudah terbangun dari pingsannya. Sedangkan Shanaya sudah turun lebih dulu untuk memanggil perawat.

"Tuan, Anda sudah siuman?" tanya Humairah yang menoleh ke belakang melihat ke arah Ferdi yang memegang kepalanya.

"Kalian siapa?" tanya Ferdi, yang masih dalam keadaan setengah sadar dengan kepala yang terluka.

"Tuan, mari ikut kami biar dokter mengobati luka Anda," ujar Humairah kemudian. Humairah membuka pintu mobil, dan meminta Ferdi untuk turun dari mobil tersebut, tetapi pria ini nampak bengong melihat ke arah Shanaya yang datang bersama dengan beberapa perawat, serta membawa brankar untuk Ferdi.

Gamis ungu yang di kenakan Shanaya di terpa oleh angin sehingga membuat gamis itu terlihat begitu indah, untuk pertama kali Ferdi melihat seorang wanita dengan begitu lama, dan wanita itu adalah Shanaya.

"Bidadari, surga." Gumam Ferdi, tapi masih bisa di dengar oleh Humairah, wanita ini tersenyum, mungkin Humairah salah mengartikan ucapan Ferdi.

Begitu Shanaya tiba di depan mereka berdua, Shanaya langsung menyuruh perawat untuk membantu Ferdi membawa pria itu ke ruang pengobatan. Tatapan Ferdi, tak pernah hilang untuk terus melihat ke arah Shanaya yang mengikuti Ferdi hingga ke ruang pemeriksaan.

*

*

*

Sudah sejak seminggu Shanaya pergi dari rumah, membuat seluruh keluarga besar Rasya Hardiman, panik dan juga cemas, anak perempuan satu-satunya telah pergi dari rumah.

Seorang pria, berbadan tegap dan kekar berdiri di samping sofa, dimana seorang pria tua yang memegang tongkat duduk di sofa tersebut. Pria tua itu adalah kakek Shanaya, Hardiman Hartawan, seorang pemilik pertambangan emas terbesar di daerah Kalimantan Indonesia.

"Ayah, kenapa harus duduk di sofa, kesehatan ayah belum membaik, mari saya antar ke kamar," ucap seorang wanita yang baru saja kembali dari ruang makan. Wanita ini adalah ibu Shanaya, Juwita Hardiman. Pria yang tadi berdiri di sebelah sofa Hardiman adalah kakak laki-laki Shanaya, yaitu Lucki Hardiman.

Orang tua laki-laki Shanaya telah lama meninggal, Shanaya hanya tinggal bersama dengan Lucki dan juga Hardiman kakeknya. Hardiman berdiri dari tempat duduknya, lalu menatap Lucki penuh dengan arti.

"Bawa adikmu kembali, atau kamu tak usah kembali ke sini lagi!" tegas Hardiman kepada Lucki. Karena keluarga Adipratama beserta cucunya Ferdinand Daffa Adipratama baru saja pergi dari rumah mereka, datang untuk melihat calon istri Ferdi, tetapi Shanaya malah tak ada di rumah, dan belum di temukan.

"Baik, Kakek. Aku permisi dulu," setelah berpamitan dengan Hardiman, Lucki 'pun pergi meninggalkan rumah tersebut. Lucki yang mengambil tanggung jawab perusahaan Hartawan, perusahaan milik keluarga besarnya.

Perjodohan yang di lakukan oleh keluarga Hartawan dengan keluarga Adipratama bertujuan untuk memperkuatkan hubungan kakek Hardiman dengan kakek Rudi Adipratama, keduanya adalah sahabat masa kecil hingga menjalankan bisnis dari nol sampai kini menjadi keluarga yang terpandang di mata banyak orang, dan bisnis meraka terkenal hingga ke pelosok dunia.

Karya baru, jangan lupa subscribe ya ♥️

Bab 2

Shanaya dan Humairah, telah menunggu Ferdi di depan ruangan pemeriksaan, begitu pemeriksaan selesai, Humairah kembali masuk dalam bertemu dengan dokter yang menangani pria tersebut.

Humairah, mengambil resep dokter dan menebus obat untuk Ferdi, sementara Shanaya menemani pria tersebut yang baru saja selesai di obati oleh Dokter Irma.

"Pasien tak apa-apa, hanya geger otak ringan, dsn tidak perlu di rawat, asal 'kan minum obat tepat waktu. Tetapi, bila dalam dua hari ini masih merasa sakit bagian kepalanya Anda bisa membawanya untuk periksa kembali ke sini," ujar Dokter Irma, Shanaya tersenyum lalu berpamitan kepada Dokter Irma, serta mengucapakan terima kasih kepada wanita yang bergelar dokter itu.

Tiba di luar ruangan Ferdi duduk di kursi tunggu, sembari memperhatikan Shanaya yang sedang menunggu Humairah.

"Tuan, kami dapat mengantar Anda sampai ke rumah, jadi Anda tidak perlu takut kami tidak akan lari dari tanggung jawab, " ucap Shanaya, yang berdiri tak jauh dari tempat duduk Ferdi.

'Kembali ke rumah? tidak mungkin, masak iya aku mau di nikahkan dengan wanita yang sudah dewasa' batin Ferdi yang memang sudah salah paham sejak hari dimana mereka berdua di jodohkan. Ferdi berpikir ibu Shanaya adalah orang yang akan di jodoh dengan dirinya, tetapi ternyata maksud dari ucapan Kakek Hartawan adalah Shanaya cucunya yang akan di jodohkan dengan Ferdi.

Begitu juga dengan Shanaya yang salah paham, Shanaya berpikir orang yang mau di jodohkan dengan dirinya, adalah Ayah Ferdi, padahal maksud Kakek Rudi adalah Ferdinand Daffa Adipratama, karena nama orang tua laki-laki Ferdinand adalah Ferdi Firmansyah Adipratama.

Kesalahpahaman itu membuat ke duanya kabur dari rumah, dan menolak keras perjodohan itu. Humairah, kembali dengan kantong obat di tangannya, obat itu adalah milik Ferdi.

"Mari kita pulang, Abi juga sudah menelepon meminta kita untuk segera pulang, sebelum sore," tukas Humairah, mengajak Shanaya dan Ferdi untuk meninggalkan rumah sakit tersebut.

Setelah Ferdi berada di dalam mobil, Shanaya menyetir seperti biasanya, Ferdi terus saja memperhatikan Shanaya yang tengah fokus menyetir, sampai mobil keluar dari tempat parkiran rumah sakit.

Mobil berhenti, tepat di depan rumah sakit, membuat Humairah terkejut, begitu mobil berhenti, Shanaya menoleh ke arah Ferdi, membuat Ferdi menatapnya bingung, hingga satu alis ikut naik.

"Tuan, dimana alamat rumah Anda?" tanya Shanaya, dan Ferdi 'pun tersadar, yang di takutkan akhirnya terjadi.

"Rumah? saya tidak tahu dimana rumah saya, aagrh!" Ferdi, memegang kepalanya yang terluka, Shanaya melirik ke arah Humairah, begitu juga Humairah.

"Apa Tuan ini amnesia karena benturan di kepala?" bisik Humairah, Shanaya tak menjawabnya.

"Apa Anda ingat, siapa nama Anda?" tanya Shanaya lagi, Humairah menepuk pelan bahu Shanaya.

"Dia tidak ingat alamat rumahnya mungkin dia tak ingat dengan namanya," ujar Humairah. Shanaya menghela nafasnya berulang kali, lalu kembali duduk ke posisi semula sembari berpikir.

Shanaya dan Humairah 'pun berpikir bagaimana cara agar bisa mengantar Ferdi kembali ke rumahnya.

"Bagaimana kalau kita ke kantor polisi?" tanya Humairah.

"Tidak!" jawab Shanaya dan Ferdi serentak, membuat Humairah terkejut.

'Kalau ke kantor polisi mungkin mereka akan tahu siapa aku, yang sedang menyamar,' batin Shanaya.

'Kalau kami ke kantor polisi, mereka akan mengirim aku ke rumah, dan sia-sia saja aku telah kabur dari Kakek,' batin Ferdi, yang akhirnya memikirkan satu cara agar tak di antar kembali ke kediaman Adipratama.

"Bagaimana kalau aku ikut kalian?"

"Tidak!" kini Shanaya dan Humairah, yang menolak Ferdi, membuat Ferdi membulatkan matanya karena teriakan dari dua wanita yang ada di depannya, bagaimanapun mereka tidak ingin mendapat masalah dari Abi kalau membawa Ferdi ke pesantren.

Akhirnya tiga orang yang berada di dalam mobil itu, nampak berpikir kemana mereka harus membawa Ferdi, sedangkan Ferdi tidak mengingat alamat rumah dan juga bahkan namanya.

"Shanaya, kita harus membawa pria ini bertemu dengan Abi, biarkan Abi yang mengatasi masalah ini," ujar Humairah, pasrah. Tidak mungkin mereka akan terus berada di depan rumah sakit selama itu, bisa-bisa mengundang fitnah dari orang sekeliling, yang melihat mereka satu mobil dengan pria asing. Itu yang Humairah, pikirkan saat ini.

"Kamu, benar."

Shanaya kembali menyalakan mesin mobilnya, dan memutar arah pulang kembali ke pesantren Abi Hakim, yang ada di magelang yang ada di tanah Jawa.

Pesantren Al-Hakim, salah satu pondok pesantren yang di pimpin oleh Abi Hakim, yang berada di tanah jawa tengah, tepatnya di Magelang.

Mobil yang di kendarai oleh Shanaya memasuki halaman pondok pesantren, dan dari jauh, Abi Hakim dan anak murid nya Ustaz Aiman, adalah senior di pondok tersebut, yang sudah mengabdi dirinya kepada pondok pesantren selama 10 tahun.

Humairah dan Shanaya segera turun dari mobil, dan membawa turun semua barang belanjaan mereka, untuk kebutuhan para santriwan dan santriwati.

"Neng Aya, Aa bantuin ya," ucap Aiman, yang menghampiri Shanaya dan Humairah, wanita ini tidak bisa menolak karena Ustaz Aiman adalah murid Abi Hakim yang paling Abi percayai.

Ferdi membuka pintu mobil, dan segera turun dari mobil tersebut. Sepatu pantofel hitam milik Ferdi menginjak tanah pesantren Al-Hakim untuk pertama kali, dan ke dua kakinya berhasil menginjak tanah tersebut, dan pria itu berdiri dengan tegap di samping mobil.

Kebetulan mereka berhenti di depan dapur, dimana dapur santriwan dan santriwati satu tempat, sehingga kedatangan Ferdi ke pondok pesantren membuat seluruh penghuni dapur terpesona oleh ketampanan Ferdi yang tergolong cukup sempurna, untuk seorang manusia seperti Ferdi. Tampan, mampan, dan juga berkelas, aura Ferdi cukup mahal sehingga mampu menarik sejumlah perhatian orang yang ada di tempat itu.

Abi Hakim mendekat, saat melihat Ferdi yang turun dari mobil, Aiman 'pun memandangi sosok pria itu dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas, seakan-akan menelisik cela yang ada pada Ferdi, tetapi memang cukup sempurna tak ada cela sedikitpun.

Seluruh santriwati yang ada di dapur kini berkumpul di depan pintu dapur, dan melihat ke arah Ferdi dengan begitu kagum.

"Bubar," ucap Abi Hakim dengan pelan, tetapi semua orang langsung mengangkat kaki dan pergi dari sana. Abi Hakim tak menampilkan ekspresi apapun, tetapi setiap apa yang di ucapakan Abi Hakim, tidak boleh di langgar, semuanya terasa seperti perintah bagi mereka.

"Humairah? pria ini?"

Bab 3

"Humairah? pria ini?" Abi Hakim, melihat ke arah Humairah, lalu beralih menatap wajah Ferdi, yang nampak memperhatikan sekeliling tempat tersebut.

'Tidak buruk, sampai kakek membatalkan perjodohan itu, mungkin sementara aku harus di sini, lebih dulu.' Ferdi memperhatikan tempat baru yang dia datangi bersama dua wanita cadar, Humairah dan Shanaya. Namun, pandangan Ferdi kepada Shanaya membuat Ustaz Aiman, tidak suka.

"Ehem!" Abi Hakim, berdehem saat lama memperhatikan gerak gerik Ferdi yang sedikit mencurigakan. Ferdi menoleh, tatkala Abi Hakim berdehem, dan dirinya menampilkan senyuman yang sopan terhadap pria yang lebih tua darinya.

Ferdi, mendekat lalu meraih tangan Abi Hakim, serta mencium punggung dan telapak tangan Abi Hakim, perbuatan itu membuat Shanaya dan Humairah membulatkan matanya. Mereka tak menyangka jika pria seperti Ferdi, tahu menghormati orang yang lebih tua, padahal di lihat dari penampilan Ferdi, pria itu memiliki sifat sopan dan mungkin sedikit arogan. Ternyata tebakan mereka salah, Ferdi cukup sopan, dan bahkan menampilkan senyuman tulus kepada Abi Hakim.

Humairah, menyenggol siku Shanaya, saat melihat Ferdi mendekati Abi Hakim secara pribadi, tanpa harus mereka suruh.

"Maaf, Abi. Saya...." Ferdi menggantungkan ucapannya lalu menoleh ke arah Humairah dan Shanaya, karena Ferdi tidak tahu harus memperkenalkan dirinya yang seperti apa.

"Maaf, Abi. Pria ini tidak mengingat siapa dirinya, dan juga dimana tempat tinggalnya. Luka yang pria ini dapatkan itu sebab karena kita berdua," Humairah, menundukkan kepalanya, karena netra Abi Hakim, membuat Humairah sedikit takut.

"Lalu, kami membawanya ke sini, karena mungkin Abi bisa memberi solusi terhadap masalah ini," sambung Shanaya, Ferdi kembali tersenyum lalu melihat ke arah Abi Hakim.

"Nanti dia hanya menipu kalian? harusnya kalian jangan mau membawa dia ke sini, periksa saja dompetnya, barang kali ada identitasnya!" ucap Ustaz, Aiman dengan tegas, perkataan itu membuat Ferdi gugup, kenapa dia harus lupa dengan dompetnya.

"Ah, benar. Tolong tunjukkan identitas Anda, Tuan." Pinta Shanaya, Ferdi menaikan satu alisnya.

'Kenapa aku lupa dengan dompetku, harusnya aku membuangnya terlebih dulu tadi di jalan,' batin Ferdi, meskipun saat ini semua orang sedang menunggu Ferdi untuk menunjukkan identitasnya, tetapi Ferdi masih berusaha untuk tenang, agar kebohongannya bisa bertahan lebih lama, minimal sampai perjodohan itu di batalkan.

"Sudah ku duga, dia hanya berpura-pura," cibir Ustaz Aiman, Ferdi langsung menatap pria itu dengan raut wajah tak suka. Jika bukan karena Ferdi mau di jodohkan dia 'pun tak akan berada di tempat itu, untuk sementara waktu Ferdi harus bersembunyi. Keluarganya memiliki banyak cara untuk menemukan dirinya, tentu saja Ferdi butuh tempat seperti pondok pesantren ini, kakeknya tidak akan pernah tahu tempat ini, pikir Ferdi.

"Berikan dompet, Tuan. Saya akan memeriksanya," ujar Humairah, Ferdi tersenyum kecut, dan tak punya pilihan lain, mau tak mau dia 'pun menuruti perkataan mereka semua.

'Loh, mana dompetku?' batin Ferdi, yang tak menemukan adanya dompet di dalam saku celananya.

"Bagaimana, Tuan?" tanya Ustaz Aiman, yang mulai tak sabar, di saat melihat gelagat Ferdi yang mencurigakan.

"Mohon maaf ini sebelumnya, sepertinya dompet saya terjatuh di saat saya tertabrak tadi," jawab Ferdi, dengan raut wajah yang penuh kemenangan, akhirnya dompet itu hilang dengan sendirinya.

"Ya sudah, kalau begitu untuk sementara kamu saya izinkan tinggal di sini, tetapi begitu kami mengetahui informasi tentang kamu, kamu boleh pergi meninggalkan tempat ini," tukas Abi Hakim, membuat Aiman tak suka dengan keputusan dari Abi Hakim.

"Terima kasih, banyak Abi." Ferdi kembali mencium punggung tangan pria tua itu, membuat Abi tersenyum tipis, sembari melirik ke arah Humairah.

"Jadi, siapa nama saya?" tanya Ferdi, Shanaya dan Humairah kembali menghela nafas.

"Bagaimana kalau Daffa saja? sepertinya nama itu cocok denganmu," saran Shanaya, Ferdi membulatkan matanya, karena Shanaya memberikan nama yang cocok dengannya.

'Kalau jodoh memang langsung sehati, iya itu memang nama saya neng,' batin Ferdi tersenyum ke arah Shanaya.

Abi Hakim setuju dengan saran dari Shanaya atas nama yang diberikan kepada Ferdi barusan. Abi Hakim, menyuruh Ustaz Aiman untuk membawa Ferdi ke salah satu bilik yang gak jauh dari rumah Abi Hakim. Bahkan, Abi Hakim menyuruh Ustaz Aiman, untuk memberikan beberapa pakaian lama milik Abi Hakim untuk di kenakan Ferdi sementara waktu.

Ferdi dan Aiman 'pun berlalu pergi dari hadapan mereka bertiga, kini hanya tinggal Humairah dan juga Shanaya.

"Shanaya, Abi melihat kamu sangat cocok mengenakan pakaian seperti ini, apa kamu mau melakukannya terus? maksud Abi, bukan hanya melakukan di saat kamu lari dari rumah saja, Abi ingin kamu melakukannya karena Allah, ikhlas lahir dan batinmu bukan hanya keterpaksaan," Abi Hakim, berbicara begitu lembut dengan Shanaya layaknya anak sendiri.

"InsyaAllah, Abi. Shanaya siap, seumur hidup baru kali ini Shanaya tersentuh dengan ucapan dan dorongan orang lain, sebelumya Shanaya tidak pernah mau menuruti ataupun ajakan orang lain, Shanaya sangat senang berada di tempat ini, biarkan Shanaya menjadi bagian dari pesantren ini, Abi." Pungkas Shanaya, Abi Hakim tersenyum dan hanya mengangguk mendengar ucapan Shanaya, Abi Hakim menghormati setiap putusan Shanaya, wanita yang sudah di anggap seperti anak sendiri.

Humairah dan Shanaya berpamitan untuk kembali ke dapur, karena sebentar lagi jadwal untuk makan siang akan tiba.

Rumah berlantai dua yang ada di pusat kota, rumah kuning bewarna keemasan, dengan corak dan interior yang cukup mewah dan elegan. Rumah itu milik keluarga Adipratama.

Ferdi Firmansyah Adipratama, pria yang kerap di sapa dengan sebutan Tuan Firman, pria ini adalah ayah dari Ferdinand Daffa Adipratama. Firman berdiri di depan jendela besar yang ada di lantai dua di sebuah ruangan kerjanya.

"Tuan, maaf. Kami kehilangan jejak Tuan Ferdi, kamu hanya menemukan jam tangannya saja," tukas pria berjas hitam, yang sedikit menunduk kala berbicara dengan Firman.

"Temukan, dia secepatnya!" ucap pria itu dengan tegas, dan berbalik menatap pengawal pribadinya dengan raut wajah yang dingin.

"Jika kalian, tidak bisa menemukan Ferdi, jangan harap kalian bisa kembali kesini," lanjutnya, beberapa pengawal berdiri dengan lutut yang gemetar, bahkan tidak berani menatap raut wajah Firman untuk saat ini.

"Bubar!" titah Firman lantang, semuanya bergegas pergi tanpa melihat ke arah firman lagi. Pintu ruangan kembali tertutup. Bukan hanya Kakek Rudi dan Kakek Hartawan saja bersahabat, tetapi Firman dan Ibu Shanaya adalah teman sekolah dulu, hanya saja Firman dan Ibu Shanaya tak di jodohkan, mereka berjanji akan menjodohkan anak mereka kelak, jika diantara mereka memiliki anak laki-laki ataupun perempuan.

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!