NovelToon NovelToon

Tahanan Sang MAFIA

CH-1

Manila-ITALI

——————-

Sphora Restaurant.

Ada sesuatu yang berbeda dari tempat makan yang mendapat predikat sebagai restaurant terbaik dikota Manila, pada malam hari ini. Jika di hari biasanya lobby hingga area parkirnya dipenuhi jejeran mobil mewah pun mahal, kali ini nampak sepi pengunjung. Anehnya lagi, setiap pengunjung yang hendak mampir untuk mengisi perut, diminta agar datang dilain hari. Tentu hal ini mengundang rasa penasaran bagi setiap orang yang ingin masuk ke dalam sana.

“Maaf, restaurant ini sudah di reservasi untuk pertemuan penting”

Hanya kalimat itu yang mereka dengar ketika bertanya alasan dibalik penolakan para pria berbadan besar dengan setelan hitamnya. Sangar-sangar meminta mereka agar mengurungkan niatnya terkhusus malam ini saja.

Sebagian dari mereka menebak-nebak, pejabat atau orang penting mana yang meresvasi restaurant mewah ini. Sebab terasa sedikit mengerikan kala mendapati beberapa bodyguard tengah berjaga dengan mata waspada dibalik kacamata hitamnya. Namun jika saja mereka mendengar nama sang tamu utamanya, pastinya tidak akan merasa heran. Mungkin saja, mereka akan mundur dengan sendirinya tanpa harus diminta.

Sama halnya dengan para staff restaurant yang tengah berjuang keras mempersiapkan segala sesuatunya, demi memberikan pelayanan yang terbaik untuk sang tamu penting malam ini.

“10 menit lagi, tuan LUZ akan sampai”

kalimat ini sontak membuat sang manager restaurant, berlari kocar kacir demi memastikan segala sesuatu benar-benar tersiapkan dengan baik. Panik pun khawatir terlukis jelas diwajah pria bernama Richard. Di cek kembali satu persatu anak buahnya demi memastikan semua berjalan lancar, tak mau jika tamu istimewanya merasa kecewa.

“Lucia, ingat baik-baik apa yang aku ajarkan padamu selama 1 minggu ini. Jangan sampai kau membuat kesalahan” begitu serius mimik wajah Richard, memberi peringatan terakhirnya kepada gadis yang ia tugasnya sebagai waiters utama.

“Aku mengerti tuan Richard, kau sudah mengucapkan kalimat yang sama sebanyak lima kali” dengan santainya sang karyawan berucap tepat didepan cermin sembari mengunyah permen karet, sedangkan Richard hampir frustasi. Entah mengapa ia masih saja merasa khawatir padahal gadis ini merupakan waiters terbaik ditempat ini.

“Jika sampai kau membuat kesalahan, akan aku kuliti kau hidup-hidup” ancamnya lagi, benar-benar ia hampir gila dibuatnya.

Javier Luz Thiago, pria yang menyandang status sebagai orang kaya kedua di itali, datang dan melakukan jamuan makan di restaurant yang Richard pimpin. Siapa yang tidak tahu pria kejam ini, sosok Ceo muda dengan bisnis gelapnya yang tersebar di berbagai negara. Tersohor namanya, tampan tak tersentuh oleh mereka para kaum hawa. Teliti dan begitu terperinci setiap tindakannya, tidak akan memberi toleransi apapun kepada mereka yang berbuat ceroboh.

Pantaslah keringat Richard tak henti mengucur, sebab satu kesalahan yang diperbuat maka kehancuran akan didapat dalam hitungan detik. Bagi seorang Javier, restaurant ini hanyalah bangunan kecil yang bisa dihancurkan dalam satu jentikan jari.

“Oh Tuhanku..” pekik Richard, ketika benda yang tertempel ditelinganya memberi sebuah sinyal.

“Lucia! Lucia! Cepatlah bersiap! Dia sudah sampai! Tuhanku, tolong lindungi aku” Richard berlari keluar, meninggalkan gadis yang masih sibuk menilik parasnya melalui cermin besar.

Lucia Cataline, ialah waiters terbaik di restaurant ini. Kemampuannya dalam melakukan tugas tidak perlu diragukan lagi. Parasnya yang cantik dengan tubuh bak model, senyuman manis seolah membius mereka serta penguasaan bahasa asing, menjadi point plus untuk dirinya. Beberapa pengunjung bahkan mengingat nama gadis itu dengan sangat baik dan meminta agar dilayani olehnya lagi, setiap kali berkunjung. Pejabat bahkan pebisnis dari mancanegara sudah sangat sering ia layani, maka tak heran jika sekarang pun ia merasa santai.

“Aku sedikit penasaran, semengerikan apa pria itu hingga membuat Richard ketakutan” dialognya dengan dirinya sendiri. Tidaklah merasa heran mengapa seorang Lucia begitu santai, sebab ia sendiri tak begitu mengenal nama sang mafia manipulatif itu. Lucia bukanlah lahir sert tumbuh besar di kota Manila, ia berasal dari desa kecil dan datang kemari untuk mengadu nasib.

********

VVIP ROOM

Didalam ruangan yang sengaja ditata sedemikian rupa dengan nuansa light grey, seorang pria duduk dengan gagah pun agung pada kursi yang terletak diujung meja. Kokoh punggungnya yang lebar berotot kekar, bersandar pada kursi. Dilipat naik salah satu kakinya, menyilang sexy dengan satu tangan bertumpu diatasnya. Mata setajam elang itu, menatap fokus ke arah layar IPad, membaca satu persatu laporan yang dikirimkan oleh anak buahnya.

Tepat di sisi kanan maupun kirinya, berdiri pria berbadan besar pun berotot kekar. Sigap kedua bola matanya menelusuri setiap sudut ruangan, dibalik kacamata hitam yang tersangga pada pangkal hidung masing-masing.

Sedangkan deretan kursi lainnya, diisi oleh mereka para rekanan bisnis. Tersanjung pun bangga karena diundang untuk menikmati makan malam bersama salah satu pria tersohor di negeri ini.

“Selamat malam tuan Miguel” membungkuk hormat Richard dihadapan seorang pria dengan tatapan tajam bak katana. Gemetar kedua kakinya meminta ijin untuk menjamu tamu terhormatnya. Tahu betul dengan siapa ia berhadapan sekarang ini.

Miguel Theodor, ialah Sosok pria yang diklaim memiliki mimik wajah datar serta sikap tegas pun bengis seperti tuannya, bahkan melebihi dari itu. merupakan garda terdepan yang harus mereka hadapi ketika hendak bertemu Javier.

“Pastikan tidak ada kesalahan sekecil apapun, jika kau masih menyayangi karir serta nyawamu” aura mengintimidasi menguar, begitu pekat hingga Richard tak mampu membalas tatapan Miguel. Pria dengan kacamata tebal itu hanya mengangguk paham, pun memberi isyarat pada anak buahnya untuk melaksanakan tugas mereka.

Lucia, gadis itu sudah sigap berdiri dibelakang sang manager yang lantas melangkah maju. Sama halnya seperti Richard, menunduk hormat ia dihadapan Miguel yang tengah menatapnya penuh selidik.

“Sial, tatapannya membuat lututku sedikit lemas” gerutu Lucia dalam hati.

Namun ia tak mau terlalu memikirkan hal itu, Lucia tetap berfokus pada tugasnya. Melangkah dengan anggunnya sembari mendorong troli, penuh akan hidangan malam ini. Tujuan pertamanya ialah kursi diujung meja sana, tempat seorang pria dengan postur tinggi tegap duduk penuh wibawa.

“Apakah dia yang bernama Javier?”

“Ternyata Richard tidaklah berbohong. Pria ini benar-benar menakutkan” Lucia berdialog dengan dirinya sendiri.

Langkah demi langkah yang diambil Lucia, perlahan mulai terasa berat seiring ia semakin dekat dengan tujuan. Aura mengintimidasi dari pria ini begitu kuat pun menguar, memenuhi atmosfer. Lucia merasa sesak dan ingin segera menyelesaikan tugasnya.

Namun ada sesuatu hal yang baru Lucia sadari, dan jujur ia terpesona. Tampan, itulah kesan pertama yang muncul dibenak Lucia.

“Dia seperti raksasa” pikirnya lagi, jika tidak salah dalam menebak, tinggi pria ini hampir 2 meter. Lagi, otot-otot kekar itu seolah ingin menyembul keluar. Belum lagi dada bidang serta bahu lebar itu, benar-benar membuat Lucia merinding takut.

Tidak terasa, ia sudah sampai tepat disisi kiri sang mafia. Bau maskulin menabrak Indra penciumannya, hingga sempat membuat jiwa wanita Lucia bergejolak.

“Fokuslah Lucia” pintanya pada dirinya sendiri, sebab tangannya tiba-tiba terasa lemas.

“Selamat malam tuan Luz” sapa Lucia ramah dengan senyum manis, seperti biasanya. Begitu merdu suaranya, berhasil menarik perhatian Javier.

Mata tajam itu kini bertemu dengan tatapan ramah si waiters untuk durasi yang cukup lama. Hingga Lucia yang memilih mengakhirinya, sebab tak kuasa dengan tatapan penuh intimidasi itu. Berbeda halnya dengan Javier, nampak pria itu tak berkedip serta menatap penuh arti.

“Selamat menikmati makan malam anda tuan Luz” kembali Lucia berucap masih dengan ekspresi yang sama.

Javier, pria itu tak bergeming dan tak bersuara. Ekspresinya datar namun tatapan masih belum lepas dari sosok Lucia, bahkan ketika gadis itu sudah menghilang dari balik pintu.

“Gadis yang menarik” gumam Javier dalam hati.

“Miguel..” panggilnya, sigap pria itu mendekat kearahnya.

“Bawa dia kehadapanku setelah ini!” Titahnya mutlak dengan smrik iblisnya.

Tak pernah seorang Javier merasa tertarik dengan wanita manapun, karena baginya mereka hanya pemuas nafsu saja. Namun entah mengapa, kepada Lucia ia tertarik dan begitu penasaran. Atau sederhananya, ia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang pelayan restaurant.

Bersambung..

CH-2

“Lucia!! Lucia!!”

Mulut yang sudah terbuka lebar, bersiap memasukkan satu sendok penuh makanan kedalam sana, terjeda untuk sesaat ketika seseorang kembali menyebut namanya.

Lucia, gadis itu hanya bisa memutar bolamatanya malas “Cckk bisakah aku mengisi perut terlebih dahulu?” Gerutunya, kesal karena tak diberi waktu untuk sekedar menyantap makanannya dengan tenang.

“Hey!! Hey!! Letakkan makananmu dulu! Ini gawat, benar-benar gawat” Richard, pria itu datang dengan tergopoh-gopoh pun wajah panik. Secepat kilat meraih piring ditangan Lucia lalu meletakkannya ke atas meja.

“Uuiihh, apa lagi tuan Richard?! Bukankah tugasku sudah selesai?” Lucia mengeluh lesu, jujur ia memang sangat lapar saat ini, setelah menuntaskan pekerjaannya tadi.

“Tuan Luz, dia-, dia ingin bertemu denganmu!” Sedikit tergagap Richard menyampaikan pesan dari tamunya itu. Ada pun perasaan khawatir akan nasibnya. Memanglah Javier tak mengkritik apapun tentang restaurant ini, namun tiba-tiba saja ia ingin bertemu dengan salah satu karyawannya, apa itu tidak terdengar aneh?

“Bertemu denganku?” Tanya Lucia memastikan sembari menunjuk dirinya. Sama halnya seperti Richard, ia pun bingung dengan hal ini.

Richard mengangguk ribut “Cepatlah Lucia! Jangan sampai tuan Luz murka karena terlalu lama menunggu”

Lucia masih terdiam, pikirannya benar-benar tidak tenang. Bertanya juga mengingat kembali kira-kira kesalahan apa yang telah ia perbuat.

“Cckk ayo!” Richard dibuat gemas, ditarik tangan Lucia dengan cepat membuat gadis itu sedikit terkejut.

Tanpa melayangkan protes, Lucia mengikuti langkah Richard dari arah belakang dengan sedikit terburu-buru. Masih tenggelam ia dengan pemikiran sendiri mengenai motif pertemuan mendadak ini.

*********

“Aku mohon Lucia, jangan sampai kau membuatnya murka. Awas saja jika namaku sampai terseret” ancam Richard begitu ia dengan Lucia sampai di depan ruangan VVIP, masih pada tempat yang sama.

Lucia menatap horor ke arah sang manager sekaligus sahabatnya ini “Cckk Richard, bisakah kau tenang dan jangan menakutiku! Aku melakukan tugasku sesuai prosedur, tidak mungkin ada kesalahan” Saking kesalnya, Lucia bahkan melupakan panggilan formalnya kepada Richard.

Richard menghela nafas “Oke-oke, maafkan aku. Sekarang masuklah” pintanya kepada Lucia sedikit lebih lembut.

Lucia pun sama seperti Richard, walaupun ia terlihat tenang namun nyatanya perasaan gugup mulai menguasai hatinya. Perlahan namun pasti, ia melangkah masuk, membuka pintu ruangan itu dengan hati-hati.

“Se-selamat malam” menunduk kepala Lucia sejenak lengkap dengan kalimat sapaannya. Semakin gugup dirinya kala mendapati dua sosok dengan aura mengintimidasi, didepan sana.

“Duduklah nona Lucia” pinta pria yang berdiri dibelakang sang mafia, ialah Miguel sang tangan kanan.

Lucia mengangguk patuh, melangkah menuju sofa, yang sepertinya telah disediakan khusus untuknya. Duduklah ia disana dengan rasa kepercayaan diri yang semakin menipis. Hening, sesaat tak ada pembicaraan apapun yang tercipta dan tentunya semakin membuat Lucia takut. Tertunduk kepala tak berani membalas tatapan Javier, yang ia sadari telah mengawasi sedari masuk ke ruangan ini.

“Lucia Cataline..” merdu pun berat maskulin terdengar suara pria itu, berdengung ditelinga Lucia.

Lucia mengangkat kepalanya “Saya tuan..”

“Sial, kenapa dia tersenyum aneh seperti itu?” Batin Lucia, sedikit ngeri dengan smrik yang ditampilkan oleh Javier.

“Nama yang bagus..” puji Javier, fokus matanya menatap gadis dihadapannya bahkan hampir tak berkedip.

“Terima kasih tuan” malu-malu bercampur canggung ia mengucapkan kalimat itu.

“Berapa upahmu bekerja sebagai pelayan disini?” Kening Lucia sedikit mengkerut dengan pertanyaan ini.

“Apa yang ia maksud adalah gajiku? Kenapa dia menanyakan hal itu?” Lucia hanya bisa membatin, tak berani jika bertanya secara langsung.

“Aku rasa tidaklah terlalu besar. Untuk itu bekerjalah denganku” sambung Javier , ia rasa terlalu lama jika harus mendengar jawaban dari gadis ini. Cukup membuang-buang waktu, pikirnya.

“Be-bekerja dengan anda?” Ragu-ragu Lucia bertanya, alih-alih menjawab pertanyaan Javier yang pertama.

“Hhmm.. aku tertarik padamu dan bekerjalah denganku!” Diperjelas oleh Javier sekali lagi, membuat Lucia terkejut dengan pernyataan itu.

Bukan hanya Lucia, pria yang setia berdiri dibelakang tuannya pun dibuat terkejut dengan pernyataan Javier. Miguel sangat tahu jika tuannya tidak suka berbasa-basi, apapun yang ia inginkan pastilah harus to the point. Namun tetap saja, pernyataan Javier yang satu ini diluar dugaan.

“Bekerja dengan anda?” Lucia kembali bertanya, harus ia perjelas maksud dari kalimat itu.

“Aku akan membayarmu 5 kali lipat dari gajimu sebagai pelayan disini. Pekerjaannya cukup mudah, jadilah asisten pribadiku. Siapkan segala sesuatu kebutuhanku, temani kemana pun aku pergi dan...” urai Javier, namun ia seperti sengaja menggantung kalimatnya di akhir.

Lucia semakin merasa bingung “Dan?”

Javier mengubah posisi duduknya, kaki yang semula terlipat penuh wibawa kini dibawa turun sejajar, dengan kedua tangan menumpu diatasnya. Tak lupa menampilkan smirknya, membuat Lucia merasa tidak nyaman lagi.

“Dan berikan aku service terbaikmu saat berada diranjang” bisiknya, namun masih terdengar jelas ditelinga Lucia dan Miguel.

Sesaat Lucia membeku, berusaha mencerna kalimat terakhir yang diucapkan oleh Javier. Service terbaik saat berada di ranjang? Apa ini artinya, Javier memintanya untuk menjadi seorang j*lang?

Lucia menarik nafas dalam-dalam, sontak berani membalas tatapan Javier tak kalah tajamnya. Lenyap sudah rasa hormatnya kepada pria yang nampak berwibawa pun bijaksana ini. Sungguh Lucia tak terima jika harga dirinya direndahkan.

Satu lagi, ia akan tarik kembali pemikirannya waktu itu, tentang pesona Javier yang menawan. Paras tampannya telah dikotori dengan sifat bajingannya.

“Maaf atas kelancangan saya, tuan Javier yang terhormat. Mengenai tawaran anda, saya benar-benar tidak tertarik.” Tolak Lucia, seketika mimik wajahnya menunjukkan rasa kesal yang teramat.

Apakah seorang gadis sederhana seperti dirinya harus dipandang rendah seperti ini?

Memanglah ia membutuhkan uang, namun bukan berarti ia bersedia membuka selangkangannya untuk pria mesum seperti Javier.

“Jika tidak ada hal penting lagi yang ingin anda sampaikan. Saya mohon undur diri, sebab masih banyak hal yang harus dikerjakan” lantas berdiri dengan kepala tertunduk sejenak, masih ia sisakan sedikit rasa hormatnya kepada Javier. Harus ia akhiri pertemuan tak berfaedah ini secepat mungkin. Lantas Lucia berbalik dan hendak melangkah keluar.

Javier mengangkat kedua alisnya dengan sudut bibir sedikit tertarik membentuk smrik meremehkan. Menarik, ia semakin merasa tertantang, sebab Lucia adalah wanita pertama yang berani menolak pesona serta permintaan mutlak darinya.

“Bagaimana dengan 10 kali lipat?” Cegah Javier, mencoba untuk memberikan sebuah penawaran dan dirasa kali ini Lucia tak akan menolak. Lihat, langkah Lucia terhenti, membuat pria ini tersenyum bangga. Sudah ia yakini, jika tak satu wanita pun mampu menolak pesona serta uangnya.

Tubuh Lucia berbalik, kembali bertatapan dengan Javier pun terkekeh merdu “Sungguh, saya tidak tertarik tuan. Saran saya, simpan uang anda atau berikan kepada j*lang diluar sana. Saya yakin mereka akan membuka selangkangannya dengan senang hati. Selamat malam” final Lucia, lantas benar-benar melangkah pergi.

Alih-alih marah, senyum di wajah tampan Javier semakin mengembang lebar. Jiwa penakluknya bergejolak karena penolakan gadis ini.

“Nona Lucia!” Panggil Miguel, hendak mencegah dari pada kepergian gadis itu, namun sayang dihiraukan sedikit pun.

“Biarkan dia pergi!” Titah Javier yang dijawab dengan anggukan kepala oleh empunya. Jujur jika Miguel pun tertegun dengan sikap berani Lucia, mengingat selama ini seorang Javier tak pernah mendapat penolakan atas apapun yang ia kehendaki.

“Cari tahu tentang gadis itu!” Titahnya yang langsung disanggupi saat itu juga.

“Kita lihat, sejauh mana sifat sombong itu akan bertahan”\~Javier

Bersambung..

CH-3

Marah, kecewa, sedih, bercampur menjadi satu. Rasanya ingin mengamuk saja demi melampiaskan kekesalannya kepada bajingan yang ia temui dengan kurun waktu kurang dari 24 jam. Kerja kerasnya selama 5 tahun terakhir, terbuang sia-sia hanya karena penolakannya kepada seorang pria penggila lubang wanita.

“Lu-Lucia, aku minta maaf. Aku tidak bisa berbuat apa-apa..” lirih penuh penyesalasan Richard berucap dihadapan wanita yang menyandang status sebagai sahabat sekaligus karyawannya. Tanpa tahu apa kesalahan Lucia, sang pemilik restaurant meminta untuk memberhentikan karyawan terbaiknya ini. Satu yang pasti, jika ini semua ada sangkut pautnya dengan Javier Luz.

Lucia yang tengah dikuasai perasaan kecewa, memilih terdiam sembari sibuk mengemasi barang-barangnya. Jangan tanyakan apakah gadis ini tak menangis, sebab lantai dibawah sana sudah basah oleh air matanya. Beberapa saat setelah meninggalkan ruangan Javier, dirinya sudah tahu hal ini pasti akan terjadi.

“Richard, aku pamit” serak, tenggorokan Lucia hampir mengering. Tanpa mau menatap sang manager, Lucia melangkah dengan paper bag besar di tangannya. Bukanlah ia marah kepada Richard, sebab Lucia tahu jika ini bukan kehendaknya. Lucia hanya tak ingin semakin bersedih jika harus berbicara lebih banyak kepada semua orang. Jadilah dirinya memilih untuk pergi tanpa berpamitan kepada siapapun terkecuali Richard, Itupun hanya sekedar.

Lesu ia melangkah menuju pintu keluar, langsung saja mencari taxi karena khusus malam ini sangat malas jika harus berdesakan di dalam bus. Belum lagi merasa malu dengan mata sembabnya yang sulit untuk disembunyikan.

Begitu lega pun sedikit terangkat kesedihannya ketika Lucia selesai membersihkan diri. Tak lupa membuat segelas coklat hangat, berharap agar ia kembali bersemangat. Terduduk melamun memandangi gelapnya malam tanpa dihiasi bintang pada balkon sunyi, menerawang jauh berusaha melupakan kesialan hari ini. Tak terasa jatuh kembali cairan bening di atas pipi mulusnya, meratapi kembali pada pekerjaannya yang hilang dalam hitungan jam. Mengutuk murka pada sosok pria angkuh dengan segala kuasa di atas tumpukan uangnya, begitu tega melakukan ini padanya.

Tersentak kaget begitu ponsel yang tergeletak di atas meja, bergetar menandakan seseorang mencoba untuk menghubunginya. Buyar sudah semua bayangan kelamnya. Sejenak ia lirik benda kotak itu, tertera nama seseorang yang begitu familiar dilayar.

“Daddy?” Rasanya begitu malas menerima panggilan dari pria tua yang dalam hidupnya hanya ada uang dan uang, tanpa perduli keadaan keluarganya sendiri. Namun kembali lagi, perasaan tidak tega selalu menggerogoti hati serta pikiran Lucia, sehingga mau tidak mau ia menjawab panggilan itu.

“Ada apa dad?” Tanya Lucia dengan ketusnya.

📞: Lu-Lucia..

Dahi lucia mengkerut kala mendengar nada gemetar sang ayah tiri “Dad?”

📞: Tolong daddy...

Spontan Lucia beranjak dari tempatnya dengan perasaan khawatir “Kenapa? Katakan ada apa!”

📞: Monkey Bar.. tolong datanglah kemari dan selamatkan daddy.

Sambungan telepun terputus dengan kalimat menggantung sang ayah tanpa penjelasan yang lebih detail.

“Dad, Hallo! Dad..” panggil Lucia beberapa kali, sayangnya tak membuahkan apapun.

“Cckk, apalagi yang diperbuat bajingan tua ini” gerutu Lucia, sangat paham dengan apa yang terjadi kala mendengar sebuah nama tempat yang begitu familiar itu. Pastinya berhubungan dengan uang.

Siapa yang tidak tahu Monkey Bar, club malam dengan berbagai permainan licik serta menguras isi dompet para pengunjungnya. Berkali-kali Lucia ingatkan kepada sang ayah, agar jangan menginjakkan kaki ditempat terlarang itu. Namun nyatanya tak pernah sekalipun digubris.

Berlari kencang hingga ke tepian jalan raya besar, berharap masih ada kendaraan umum yang melintas. Melambai ribut dengan wajah paniknya kala sebuah mobil taxi melaju ke arahnya. Cepat-cepat masuk ke dalam sana, begitu mobil berhenti tepat dihadapannya.

“Monkey Bar..” pintanya dengan nafas tersengal-sengal. Dibawa melaju kencang oleh sang supir taxi mobil berwarna hitam pekatnya, memecah jalanan ibukota yang nampak senggang.

*******

Tidak butuh waktu lama, Lucia sudah berdiri tepat didepan satu-satunya bangunan yang masih aktif ketika malam tiba. Silau matanya memandang ke depan sana, tak menyangka jika dalam hidupnya akan menginjakkan kaki ditempat ini. Tanpa keraguan, masuk ia dengan mata siaga pun penuh kewaspadaan.

“Selamat malam nona, perlihatkan kartu akses anda” seseorang dengan tubuh besar pun kekar menghadang langkahnya. Berhenti tanpa gentar nya ia menatap penjaga ditempat ini.

“Aku tidak punya” jawab Lucia, tidak ada tatapan takut dimata gadis ini.

“Maka anda tidak diijinkan untuk masuk” tolak sang penjaga dengan wajah dingin pun tegas ucapannya.

“Ayahku, Debora ada didalam sana dan memintaku datang” jelas Lucia singkat, mengundang senyum remeh dari pria dihadapannya.

“Oh, jadi kau putri si pecundang itu. Masuklah, ayahmu sedang meminta pengampunan didalam. Lurus dan carilah ruangan yang terletak paling ujung,m.” bergeser tubuh tegapnya guna memberi akses kepada Lucia setelah melontarkan kalimat ejekan.

Terserah, Lucia tak akan marah dengan kalimat penghinaan yang ditujukan kepada sang ayah, karena apa yang dikatakan oleh pria ini memang benar adanya. Tidak mau memikirkan apapun lagi, melangkah ia menuju ruangan yang dimaksud, melewati manusia-manusia penikmat surga dunia yang sesekali menggonggong memanggilnya. Sial, Lucia benar-benar benci dengan tempat ini. Bau alkohol bercampur keringat para pendosa, menusuk Indra penciumannya.

Langkahnya yang cepat pun terburu-buru berhasil membawa Lucia pada ruangan yang dituju, berhenti sejenak dirinya sembari menghirup nafas dalam-dalam sebelum masuk ke dalam sana. Perlahan namun pasti ia buka pintu itu, terpampang jelas sosok yang Lucia cari keberadaannya di sana.

Kaget, melotot tak percaya ia dengan apa yang dilihat bahkan sempat membuat tubuhnya membeku. Bukan karena sosok tua yang sudah babak belur tergeletak dilantai, melainkan seseorang yang duduk dengan senyum liciknya. Sorot mata penuh kesombongan pun angkuh tertuju ke arah Lucia.

“Bajingan ini” geram Lucia, terkepal kuat telapak tangannya dengan perasaan marah yang kembali menguasai.

“Hallo nona Lucia, kita bertemu lagi” sapa seorang pria, yang tak lain adalah Javier Luz.

“Miguel, persilakan pada tamu kita untuk duduk” sambung Javier, masih santai ia walaupun tengah ditatap galak oleh Lucia.

Sedangkan Lucia, gadis itu benar-benar marah pun muak melihat wajah pria yang menyebabkan dirinya kehilangan pekerjaan. Senyum lebar Javier membangkitkan kebencian teramat dalam, bahkan jika ia memilik pisau, ingin rasanya merobek bibir yang selalu tersenyum penuh kelicikan itu.

“Kau ingin meminum sesuatu nona? Aku akan meminta Miguel menyiapkannya untukmu” Javier kembali berbicara, melihat tak ada respon apapun dari wanita dihadapannya bahkan ketika diberikan sebuah kursi untuk duduk.

“Hentikan omong kosongmu itu tuan Javier dan bebaskan ayahku!” Balas Lucia geram, semakin ia tilik tajam Javier yang nampak tak terpengaruh.

Javier memasang wajah terkejut, lebih tepatnya pura-pura dengan fakta yang dikatakan oleh Lucia “Wah, pria tua ini ayahmu? Maaf karena tidak berlaku sopan padanya”

Wanita galak, berjiwa pemberani serta keras kepala seperti Lucia sungguh membuat Jiwa penakluk Javier meronta. Bukan hanya karena parasnya, Javier juga tertarik dengan sifat Lucia.

“Rasanya ingin ku cabik-cabik wajah bajingan ini” batin Lucia dalam hati.

“Dad, jelaskan apa yang terjadi” alih-alih menjawab pertanyaan Javier yang tidak penting itu, Lucia kini menatap jengah ke arah sang ayah yang sudah lemas tak berdaya dibawah sana.

Debora, sosok ayah tiri yang senang berjudi serta mabuk-mabukkan itu, menatap nanar ke arah putrinya “Ayah ti-tidak mampu membayar hutang....”

“Ayahmu tercinta berhutang padaku dan tak mau membayarnya. Padahal aku sudah berbaik hati memberinya waktu” potong Javier.

Lucia menghela nafas berat, lagi dan lagi ayahnya berhutang padahal terakhir kali sudah ia selesaikan.

“Katakan, berapa hutang ayahku?” pinta Lucia, tatapannya tak pernah berubah untuk Javier, tetaplah marah diselingi kebencian terdalam.

Javier tersenyum licik, sudah ia tunggu kalimat ini keluar dari mulut Lucia “30 ribu dollar”

“30 ribu dollar?” Pekik Lucia dalam hati, terkejut bukan main kala mendengar nominal yang disebutkan oleh Javier.

“Dad..” Lucia tak percaya dengan mulut Javier, sehingga ia memutuskan untuk bertanya kepada ayah.

Debora mengangguk lemah, tak bisa mengelak dengan nominal yang disebutkan oleh Javier. Jika bukan dihadapan pria yang ia benci, sudah dipastikan Lucia akan terduduk lemas. Nominal itu cukup tinggi untuk dirinya yang hidup penuh perjuangan.

Sesaat Lucia terdiam, pikirannya berkecamuk “Nominal itu cukup tinggi. Jika aku membayarnya sekarang, tabunganku pastinya habis dan bagaimana dengan biaya rumah sakit Ellio. Belum lagi aku tidak bekerja sekarang” batinnya.

Javier menegakkan kepalanya penuh kemenangan, yakin jika gadis ini tak akan sanggup membayar nominal itu. Seperti sebuah keberuntungan untuknya, Debora merupakan ayah dari gadis yang ingin ia miliki. Jadilah, Javier tak sulit untuk menyusun rencana agar Lucia jatuh ke dalam pelukannya.

“Tidak perlu berpikir keras nona. Aku adalah sosok yang baik hati kepada siapapun. Jika kau tak sanggup membayarnya, katakan saja padaku. Dengan senang hati aku akan membantumu, asalkan...”

“Berikan nomer rekeningmu! Aku akan mentransfernya malam ini juga” potong Lucia cepat-cepat, bahkan segala pertimbangan tadi ia singkirkan.

Masalah biaya rumah sakit sang adik akan ia pikirkan nanti, terpenting dirinya dapat terlepas dari bajingan ini. Sedari awal Lucia sangat mengerti dan paham akan maksud Javier. Pria dengan segala kekuasaannya, pastilah mengandalkan berbagai cara untuk menjerat mangsanya. Dan Lucia, ia tidak akan mau jatuh ke dalam jebakan itu.

Lebih baik ia berjuang mencari lembaran-lembaran uang nantinya, dibandingkan harus menjadi peliharaan pria mesum ini, pikir Lucia.

Bersambung..uu

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!