NovelToon NovelToon

Shizuka Perempuan Tabah

Dibilik Bambu

"Ku kira kamu masih mendengarkan ucapan ku. Tak ada gunanya melanjutkan ini semua Zee."

"Kakakku sudah mengajarkan aku untuk bekerja keras. Apakah mungkin aku harus bermalasan saja?" Gumam Zeexsa melipat kain putih polos.

"Ketimbang kamu repot begitu, kita pergi aja dari desa ini. Kita merantau ke Medan aja Zee."

"Apa yang kamu katakan Debi? Bukankah hidup di sana akan terasa sulit lagi? Kota besar kan mahal juga biaya hidupnya."

"Stttt! Diam kakakmu kembali."

"Sudah selesai kah Zee?"

"Sudah kak. Oh ya bagaimana kak dengan baju-baju yang kita jual hari ini? Apakah ada yang komentar buruk kak? Aku yakin desain baju yang kakak buat pasti mendapatkan tepuk tangan dan senyuman indah. Benar kan kak?"

"Apakah toko-toko baju yang menerima orderan kalian itu menerima dengan lapang hati atau hanya kasihan saja?" Ucap Debi menatap kantongan pelastik yang digenggaman Shizuka.

"Berhenti menebak-nebak apa yang terjadi. sekarang kita harus lebih bekerja keras lagi karena kita banjir pesanan," ucap Shizuka tertawa bahagia.

"Alhamdulillah kakak. Aku seperti tak percaya dengan yang kakak ucapkan. Setelah dengan semua yang terjadi akhirnya kita berhasil melewati ini semua."

Shizuka merangkul Zeexsa dengan air mata yang tak terbendungnya lagi sambil mengusap-usap pundak adiknya. Lima belas tahun lamanya ia berteman dengan dunia desain. bertahun-tahun itu pula ia menghabiskan waktunya berdua dengan adiknya dalam menciptakan pakaian perempuan Islam yang menarik.

Setulus hati seorang ibu merawat anaknya. Begitulah yang diberikan Shizuka kepada adik tirinya. Mereka menata hidup dengan kegigihan yang awalnya hanya ketakutan. Kini mereka berdua tersenyum dengan keadaan yang mereka terima.

"Selamat ya! Aku gak nyangka kalian yang hanya tinggal berdua di bilik bambu ini dengan kain-kain sederhana, mesin jahit tua, dan dana yang tipis bisa mendapatkan impian kecil kalian. Ini bukan rumah sih menurutku. Ini seperti sebuah,..."

"Maaf Debi. Kami sekarang sibuk. Kalau kamu terus berbicara hal yang gak penting. Lebih baik kamu bantuin kami aja karena orderannya sudah meningkat pesat. Waktu berharga! Sebaiknya kita memanfaatkan waktu bukan? Agar tak sia-sia untuk hari ini."

"Kak Shizuka benar. Apa yang bisa aku bantu kak?"

Sepi terperangkap dalam ruang sukma. Sehabis hari ini hingga esok tiada lelah yang menahan tekad. Beriringan tetes cinta yang terus menyudutkan rasa pesimis. Itulah barangkali arti dari perjuangan mereka. Terus menyulam tanpa jeda. Di saat tidur pun Shizuka sering berimajinasi tentang model pakaian yang hendak ia lukis.

Bayangan-bayangan pakaian itu menari-nari di dasar ingatannya. Bersama kelam malam itu ia juga menyusun rencana yang kian hadir di depan mata. Setiap kali ia menutup tirai mimpinya, ia teringat dengan kecupan indah beberapa tahun lalu.

Kecupan hangat itu seolah membekas dan tak akan memudar. Tepat di keningnya bibir pasi itu mendarat. Di sebuah ruang kecil dan hampir roboh ia mendengar namanya disebut. Itu pagi yang cerah. Suara alam juga terdengar bernyanyi. Kesyahduannya itu tak bisa terlupakan. Sedikit bercampur melodi rintihan. Pukul sembilan pagi adalah sebuah waktu malang baginya. Ibunya diseret paksa. Air matanya membasahi wajahnya.

"Ya ini adalah sebuah ajang." Sanggah Shizuka menatap Zee.

"Kakak!" ujar Zee heran.

"Kakak mikirin apa? Sekarang kita akan membuat pakaian yang bagaimana kak?" Ujar Zee lagi.

"Kamu gambar pola pakaian yang ini aja dulu ya Zee."

"Ini bagus kak pakaiannya. Kapan kakak desain? Aku gak lihat kakak menggambar pakaian ini hari ini."

Shizuka tersenyum sambil mengambil pena dan kertas. Tak lama setelah itu Debi menawarkan diri untuk membantu mereka. Ia berjalan menghampiri Zee. Kemudian memperhatikannya menggambar pola.

"Oh tidak! Itu salah Zee. Bisa-bisa kainnya rusak."

"Ada apa? Inikan sudah sesuai dengan gambarnya."

"Debi kamu ke sini. Kamu mau membantu kan?"

"Iya. Apa yang bisa saya bantu. Tapi jangan yang susah ya karena saya belum pernah menjahit."

"Bentar lagi anak-anak SMA akan kemari. Jadi kamu ukurlah lingkar pinggang, panjang tangan, dan yang lainnya. Ini kamu bisa melihat apa-apa saja yang harus diukur di buku ini."

"Oke. Kalau soal ukur mengukur aku tahu. Ini gampang. Oh ya perempuan atau laki-laki yang datang kemari?"

"Perempuanlah! Kita kan khusus menjahit pakaian untuk perempuan." Jawab Zee sigap.

***

Haikal bersama dengan karyawan lainnya menunjukkan sebuah pendesain terbaik menurut versi mereka. Manager perusahaan itu duduk dengan kedua kaki di atas meja. Ia menggaruk kepalanya seperti tak ingin melihat semua gambar di atas mejanya. Kemudian ia menggerutu saat hendak menatap beberapa file di atas mejanya.

Ruangan itu sejenak terlihat seperti hendak hening cipta. Begitu sepi dan mengharukan karena manager perusahan itu menundukkan kepalanya dengan air mata keluar dari sebelah matanya. Haikal maju melangkah sedikit ragu begitu. Ia mulai memberanikan diri bertanya pada managernya itu. Sementara karyawan lainnya saling menatap heran akan keberanian Haikal yang mendekati manager mereka.

"Maaf pak. Bapak,..."

Ucapan itu terhenti seketika ketika salah satu tangan kanan manager nya mengisyaratkan untuk tidak menggangunya. Haikal mengangguk dan melangkah mundur sejajar karyawan lainnya. Mereka kembali diam memerhatikan manager mereka.

"Saya tidak ingin membuang waktu dengan melihat semua pilihan kalian tentang perancang terbaik atau ahli dalam mendesain pakaian. Tapi saya hargai usaha kalian. Agar waktu ini tidak terbuang sia-sia. Langsung saja katakan pada saya dan pikirkan apakah kalian yakin dengan bakat orang yang kalian pilih untu memajukan perusahaan kita? Jika kalian yakin, majulah dan sebutkan pilihan kalian siapa."

Semua orang tertunduk diam. Manager itu bangkit dari kursinya. Ia menatap satu persatu wajah karyawannya. Pada karyawannya itu menjadi semakin takut. Mereka terus menutup mulut. Seolah takut salah bicara.

"Kamu Haikal tolong katakan pada saya apakah kamu yakin dengan pilihanmu? Saya meminta kalian semua mencari orang yang berbakat dalam sebuah seni. Seni gambar."

"Pak saya sih yakin sama pilihan saya. Tapi saya juga tidak ingin mengatakan pilihan saya benar karena kan dia masih pemula pak dalam bagian tata busana."

"Katakan siapa namanya?"

Haikal menarik napas panjang dan berkata tentang pilihannya. Semua orang makin terdiam karena tidak mengenal perancang busana itu. Begitu pun managernya. Sebagian karyawan lainnya juga tidak percaya dengan ucapan Haikal yang merekomendasikan orang pemula dalam merancang busana untuk perusahaan mereka.

"Siapa namanya?" Tanya manager itu lagi dengan tak percaya.

"Shizuka pak."

"Kamu yakin?"

Haikal tersenyum sambil mengangguk. Karyawan lainnya bubar setelah manager itu menutup diskusi tentang pemilihan perancang busana wanita. Mereka semua tampak mengejek Haikal karena pilihannya dianggap buruk. Sedangkan managernya mulai membaca biodata dari Shizuka yang direkomendasikan oleh Haikal.

Tatapan Cinta

Banyak sekali gurauan yang menjadi sebab tertawa. Suram dan kekosongan adalah senyawa kelam yang begitu membosankan. Penjara saja ramai dengan para napi. Agak kasar juga mengatakan sebuah keburukan yang tak lain adalah sifat alami manusia juga.

Di sudut ruang itu terurai kain putih panjang yang menyentuh kedua kaki indah. Kakinya yang putih berseri berada pada sebuah meja jahit yang agak tua. Ia menjahit dengan cukup gigih. Sekitar pukul Sebelas malam, ia masih melanjutkan orderan yang harus selesai besok pagi. Tampak juga dinding-dinding rumah itu sudah pada miring. Rumahnya sudah layak untuk direnovasi. Akibat dari usia rumah yang sudah tua dan goncangan alam menjadikan rumah itu makin memprihatinkan.

"Kak, kenapa belum tidur?"

"Kakak menyelesaikan orderan dari Ibu Danti."

"Aku bantuin ya kak."

"Gak usah Zee. Kamu tidur saja."

"Tapi kak kalau aku tidur, bagaimana dengan kakak? Kita tidur bareng aja kak. Makanya sini aku bantuin agar cepat kelar."

"Sudah kamu jangan bandel deh. Kakak bisa lakuin sendiri. Kamu tidur duluan aja Zee."

Zee terlihat iba menatap kakaknya. Ia terpaksa berjalan ke kamarnya yang tak lain juga disebut sebagai ruang tamu. Ia duduk di tikar oranye dan mengambil bantal kecil. Diliriknya jam yang hampir menunjukkan pukul dua belas malam. Ia merasa kakaknya sangat lelah. Namun harus tetap bangkit dan berjuang untuk bertahan hidup.

"Ya ini hampir selesai," ucap Shizuka.

Malam yang makin larut membuat Shizuka terlelap. Ia tidur dengan posisi wajahnya yang menimpa baju yang dijahitnya. Ketika sang mentari tersenyum benderang di nelangsa, Zee menghampiri kakaknya. Ia tersenyum menatap kakaknya yang masih melanjutkan jahitannya.

"Kakak gak tidur-tidur ya semalaman ini?"

"Tidur kok Zee. Tapi kakak gak sadar tadi kok kakak tertidur."

"Itu pasti karena kakak kecapekan."

"Terus bagaimana kak? Apakah pekerjaan kakak sudah selesai?"

"Belum Zee. Orderannya diantar jam sembilan pagi. Kamu temani kakak ya Zee ke sana."

"Iya kak. Apakah kakak mau aku buatin teh?"

"Terserah kamu aja Zee."

"Yaudah tunggu sebentar ya kak aku buatin."

...****************...

Salwa dan Kartika mampir ke rumah Haikal. Mereka marah kepadanya karena tidak memilih mereka sebagai perancang busana di perusahaan ternama itu. Haikal tak acuh. Ia terus mengetik di laptopnya. Salwa mengambil laptop Haikal. Ia kembali meyakinkan Haikal bahwa mereka lebih baik dari Shizuka. Haikal masih tetap dengan keputusannya. Ia kembali mengambil laptopnya dari tangan Salwa.

"Kamu kenapa memilihnya Kal?" Tanya Kartika murung.

"Dia aja tamatan SMA. Sementara kami berdua emang dari lulusan tata busana loh. Sarjana lagi."

"Haikal kamu dipanggil Pak Fariz."

Haikal membawa laptop dan dokumen-dokumennya. Ia tak menjawab ucapa Salwa dan Kartika. Sehingga Salwa dan Kartika mengikuti Haikal dan Ian. Sesampai di sana, Ian menutup pintu ruang Fariz. Salwa dan Kartika makin kesal.

"Eh Ian kamu gak lihat kami berdua mau masuk. Kenapa menutup pintunya?" Ucap Kartika.

"Kalian kan gak dipanggil sama pak Fariz," ucap Ian meninggalkan mereka.

"Dia sama saja dengan si Haikal. Sama-sama cuek dan gak mau dengarin kita."

"Shizuka itu siapanya si Haikal sih?" Tanya Kartika penasaran.

"Aku juga gak tahu Kartika," jawab Salwa.

"Aku belum pernah lihat ataupun dengar tentangnya. Tetapi aku dengar sedikit dari cerita karyawan lain katanya dia gadis desa yang tamatannya SMA," ujar Kartika.

"Aku akan bujuk Haikal untuk merekomendasikan salah satu nama dari kita berdua. Mudah-mudahan saja pak Fariz tidak menyukai Shizuka sebagai perancang busana di perusahaan ini," ujar Salwa.

Beberapa menit kemudian Haikal keluar dari ruangan Fariz. Ia tak mempedulikan Salwa dan Kartika yang berada di hadapannya. Ia terus berjalan menuju ruangannya. Salwa dan Kartika pun kembali mengikutinya. Mereka berdua menatap Haikal yang sedang memegang ponselnya.

"Tolong jangan mengikuti saya lagi. Saya mau bekerja," pinta Haikal menatap mereka berdua.

"Kami gak akan mengikuti kamu dari tadi kalau saja kamu mau dengarkan ucapan kami."

"Apa kalian gak punya kerjaan lain? Tolong keluarlah dari ruangan saya."

"Sebelum saya berlaku kasar." Tambah Haikal lagi dengan wajah berapi.

Mereka pun keluar dengan wajah yang dongkol. Salwa menghempaskan pintu ruangan Haikal dengan sangat keras. Sedangkan Kartika terdiam saja menuju ruangannya yang berada dekat Ian. Ia terduduk gelisah. Tangannya meraih ponselnya. Terlihat dia begitu kecewa juga. Sehingga ia menelpon dengan suara sangat kuat.

Orang-orang disekitarnya terheran. Ian yang berada di sebelah kirinya pun menghampirinya. Ia juga telah mengetahui niat Kartika yang hendak mencalonkan dirinya sebagai penata busana di perusahaan mereka.

"Kamu kenapa? Saya harap kamu tetap optimis Kartika. Namanya juga persaingan. Jangan menyerah oke?"

"Apa menyerah?"

"Oh ya menurut saya sih Shizuka kalau diperhatiin emang sih orangnya biasa aja. Tapi kan kita belum melihat bakatnya. Bisa jadi dia orang yang tepat bekerja di sini menggantikan Yuzi."

"Bagian marketing juga kelihatannya juga sudah membutuhkan kerja sama dengan perancang hebat seperti Yuzi. Apakah Shizuka bisa menggantikan posisinya ya."

"Yuzi itu hebat. Saya harap kamu jangan samain dengan gadis itu."

"Ngomong-ngomong tadi manager bilang Si Haikal akan bertemu dengan Shizuka besok sore."

"Ketemu dimana? Saya harus ikut," ucap Kartika.

"Saya gak tahu. Kamu boleh tanya sama Haikal. Menurut saya kamu ikut saja agar kamu kenal dengan Shizuka," usul Ian menawarkan dengan tenang.

"Thanks Ian."

"Oke. Jangan marah-marah lagi. Cepat tua entar."

Kartika tersenyum. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Ian pun juga kembali ke ruangannya yang bersebelahan dengan Kartika. Ruangan mereka hanya dibatasi dinding setinggi pinggang orang dewasa. Catnya bewarna biru. Kartika berada paling sudut ruangan atau paling pojok. Walaupun Kartika agak kecewa hari itu, ia kembali seperti dirinya semula. Ramah dan hangat begitulah sifat alami Kartika.

Dia gadis berkulit sawo dengan rambut lurus sepinggang. Agamanya nasrani. Dia menjabat di perusahaan sebagai karyawan. Sama halnya dengan Ian dan Salwa. Mata Kartika agak besar, alisnya tipis dan hidungnya pesek. Dia dijuluki sebagai Rapunzel karena seperti boneka. Julukan itu pemberian dari Salwa. Teman karibnya selama bekerja di sana.

...****************...

Bayangan itu terus berlarian di memori Shizuka. Seperti seorang laki-laki yang mengendap-endap masuk mencuri sepotong hati. Dua potong atau bahkan lebih karena ia sangat terluka dan agak terlihat depresi. Ketidakjelasan di rona wajahnya mengakibatkan Shizuka berpikir panjang tentang siapa laki-laki yang hadir di mimpinya itu.

Rumahnya kini agak ramai. Tak seperti biasanya yang sepi karena hanya ada Shizuka dan Zee. Keramaian itu pun membuatnya tersadar bahwa ia harus segera berteman dengan seseorang. Ia belum pernah bertemu dengan orang itu. Sehingga Shizuka hanya berpenampilan sederhana saja.

Ia meraih tas kecilnya dan keluar dari kerumunan yang menyesakkan. Di depan pintu rumahnya, sudah ada seorang laki-laki berseragam kantor. blazer nya bewarna abu-abu dengan kemeja putih, celananya juga serasi dengan baju yang ia kenakan, aroma parfumnya begitu elegan seperti wewangian yang disukai oleh Shizuka yaitu aroma parfum purple, rambutnya lurus dan tertata rapi seperti laki-laki di kerajaan Korea atau bangsawan, kulitnya putih langsat, dan tingginya sekitar 180 cm dengan berat badan yang ideal.

Shizuka tersenyum menatapnya. Laki-laki itu membalas senyumannya. Shizuka makin malu karena tak pernah melihat laki-laki setampan dan serapi itu. Ditambah lagi Shizuka juga jarang bertemu laki-laki karena ia sibuk dengan usahanya.

"Assalamu'alaikum! Apakah benar ini rumah Shizuka Anindya Siregar?"

"Waalaikumsalam! Iya benar."

"Apakah Shizuka nya ada?"

"Itu saya. Saya adalah Shizuka."

"Oh kamu adalah Shizuka. Maaf saya tidak tahu karena saya hanya mendengar tentang kamu."

"Iya tidak apa-apa. Mari silakan duduk di sini saja karena rumah saya sedang ramai dan kondisinya tidak memungkinkan. Rumah saya tidak luas. Jadi tidak apa-apa kan kamu duduk di sini saja?" Ucap Shizuka menatap dengan rasa bersalah.

"Tidak apa-apa Shizuka. Saya tidak keberatan kok."

"Tunggu sebentar saya ambilkan minum."

"Kakak memang hebat banget. Tak disangka banyak orang yang menawarkan diri untuk bekerja bersama kami. Terus ada juga beberapa yang mau mesan baju sama kakak," gumam Zee bersyukur.

"Zee tamu kita sudah datang. Dia ada di teras depan. Bolehkan kamu urus yang di sini dulu," ucap Shizuka menunjuk ke mesin jahit.

"Tentu kak."

"Terus kalau mengenai orang-orang yang meminta pekerjaan, kamu tahukan jawab apa?"

"Apakah gak masalah tidak memberi upah pada mereka kak?"

"Kamu tanya aja pendapat mereka bagaimana baiknya. Katakan saja mereka kursus beberapa bulan di sini karena kita juga baru dalam usaha ini dan kita dananya juga terbatas Zee."

Zee mengangguk setuju.

"Salwa, Kartika kenapa kalian bisa berada di sini?"

"Haikal boleh kan kami di sini?" Tanya Kartika memohon.

"Tapi kok kalian tahu saya di sini?"

"Ini dia minumannya. Maaf agak lama," ujar Shizuka menaruh minumnya di meja bambu kecil.

"Gak apa-apa Shizuka. Terima kasih ya," ucap Haikal tersenyum.

"Apakah kamu sibuk Shizuka?"

"Lumayan juga."

"Kamu yang namanya Shizuka?" Tanya Salwa dengan menunjuk kearah Shizuka.

"Iya. Saya Shizuka. Apakah kalian saling kenal?" Tanya Shizuka menatap Haikal.

Kartika tak memberi kesempatan Haikal berbicara. Dia mendekati Shizuka. Memperhatikannya dari kaki hingga ujung rambutnya. Lalu ia berjalan mengelilingi Shizuka.

"Kamu Shizuka? Saya pikir kamu adalah perempuan seperti kami. Ternyata sesuai dengan tempat tinggal mu. Kamu miskin dan sederhana. Tak ada yang menarik dari kamu. Kamu perempuan yang dianggap pintar dalam hal desain pakaian. Namun saya perhatikan kamu itu tidak tahu apapun. Penampilan kamu aja di bawah standar. Apakah pantas dia bekerja sama dengan perusahaan kita Haikal?"

"Berhentilah menilai seseorang dengan kacamata mu."

"Apakah aku salah berbicara Salwa?" Tanya Kartika.

"Apa yang dikatakan Kartika itu benar. Kita tidak pantas kemari dan mengajaknya bekerja sama."

"Boleh saya katakan satu hal? Ini bukan gorengan. Gak segampang itu memilih dan meyakinkan Pak Faiz. Dia adalah Aset beharga. Dia berbakat. Pak Faiz memilihnya. Bukan saya. Saya hanya merekomendasikan saja."

"Sama saja itu Haikal. Kenapa kamu merekomendasikan dia? Lihat saja penampilannya begitu memalukan," ucap Kartika sinis.

Shizuka tertunduk malu. Dia seperti membeku dalam suasana yang memporak-porandakan hatinya. Ia berjalan perlahan mundur hingga sampai ke pintu rumahnya. Haikal yang menyadari Shizuka ingin masuk ke rumah, langsung menggenggam tangan kanannya. Haikal merasakan tangan Shizuka yang dingin. Sedingin es di kutub Utara. Kedua bola mata Shizuka pun terlihat redup karena ujaran dari Salwa dan Kartika.

"Kamu mau kemana? Tetaplah di sini!" Pinta Haikal.

Shizuka hanya diam sambil menatap mata Haikal yang begitu teduh. Ia seperti berada dalam sebuah istana yang begitu indah. Kedua mata Haikal tampak menenangkan. Begitu menentramkan sukma. Kedua tangan mereka pun masih saling berpegangan. Kedua pipi Shizuka memerah. Wajah Haikal yang tampan membuatnya lupa bahwa Salwa dan Kartika berada di dekatnya. Ia tersenyum-senyum hingga tak mengalihkan pandangannya kemanapun.

Haikal juga tersenyum. Ia tak melepaskan tangan Shizuka. Mereka berdua saling tatap-tatapan. Entah apa yang mereka rasakan. Keduanya tampak bahagia. Salwa dan Kartika yang melihat mereka berdua hanya terheran. Suasana itu makin berdebar ketika Shizuka tak sengaja berkata pada Haikal tentang imajinasinya.

"Aku ingin bersamamu seperti sang pangeran yang terus melindungi bidadari nya. Aku bahkan gak sanggup untuk berpisah darimu," ucap Shizuka dengan air mata berlinang.

Haikal sontak terkejut.

"Ada apa ini? Lepasin tangan Haikal," ucap Kartika memisahkan mereka berdua.

"Tatapan itu. Itu seperti tatapan cinta. Apakah Shizuka menaruh rasa padaku?" Gumam Haikal masih menatap Shizuka dengan tersenyum.

"Sudah selesaikan berkhayal nya? Sekarang saya harap kamu jangan bermimpi untuk masuk ke dalam kehidupan orang seperti kami," ujar Kartika melotot pada Shizuka.

"Lebih baik kalian berdua tinggalkan kami berdua. Kami di sini untuk menjalin kerja sama. Jangan memperburuk suasana. Tolong Salwa bawa Kartika pergi. Kalau tidak pak Faiz akan tahu bahwa kalian merusak pekerjaan saya. Kalau dia tahu saya yakin kalian gak akan bisa hidup tenang."

"Haikal berkata benar Kartika. Ayo kita kembali ke perusahaan," ucap Salwa memegang lengan kanan Kartika.

Mereka berdua pergi dengan terpaksa. Salwa membonceng Kartika dengan sepeda motor bewarna putih. Kemudian Haikal kembali mengajak Shizuka untuk mendengarkannya berbicara. Sebelumnya ia minta maaf pada Shizuka. Lalu memberikan kabar bahagia padanya tentang maksud kedatangannya.

...****************...

Sedari dulu tatapan cinta itu merindu. Rindu yang tahu akan bertandang pada seorang gadis desa. Mawar merah harum dan indah kelopaknya bagaikan raga yang tak pernah terlihat oleh mata. Sebegitu dalamnya lamunan Haikal mengoloknya untuk tetap menari dengan gadis yang baru saja ia kenal.

Alarm berbunyi tak terdengar olehnya. Debi bergegas mematikan alarm itu. Ia tak menghiraukan abangnya yang masih menatap langit-langit kamarnya. Haikal yang masih memakai piyama terus berbaring karena khayalan itu tampak indah.

"Debi, mana abang mu?"

"Di kamar Bu. Oh ya bu bolehkah aku kursus dengan Shizuka? Semua orang sekarang banyak yang kursus di sana. Aku juga ingin buka usaha seperti mereka jika aku sudah hebat nanti," ujar Debi mengambil sendok makan.

"Kenapa kamu kursus sama si Shizuka? Dia kan hanya tamatan SMA. Terus gak ada bakat dalam menjahit."

"Iya emang sih. Aku juga awalnya mikir sama dengan ibu."

"Kalian jangan berpikir begitu. Jangan menilai seseorang dari pendidikan atau pun penampilan mereka," ujar Haikal masih memakai piyama dengan wajah semerawut.

"Kenapa kamu berkata begitu nak? Shizuka itu hanya orang biasa. Bahkan untuk hidup saja dia susah. Apalagi untuk bangun usaha sehebat itu."

"Bu Shizuka adalah perempuan karir yang hebat. Baru ini aku temui perempuan sederhana, pintar, baik, kreatif dan dia juga cantik."

"Hm itu pujian atau hanya sebuah rasa simpati aja bang?" Ujar Debi sambil mengunyah mi goreng.

"Apa yang kamu katakan Haikal? Jangan mengatakannya seperti itu lagi. Ibu tidak suka kamu memikirkannya seperti itu karena dia adalah perempuan miskin."

"Tapi Bu apa yang aku katakan itu benar. Bahkan semua warga desa saja mengaguminya dan mereka semua sangat bersyukur punya tetangga seperti Shizuka. Dia bukan hanya seperti yang ku katakan tadi Bu. Dia itu sangat sempurna menurut ku."

"Tidak ada yang sempurna. Dia adalah perawan tua."

"Iya benar bang. Manusia tidak ada yang sempurna. Tapi kalau sekedar menjalin pekerjaan dengan bekerja sama itu gak apa-apa."

"Makasih Debi. Abang sudah ke rumahnya kemarin. Kalau kamu tidak mengusulkan Shizuka pada Abang, Abang gak akan tahu ada orang hebat seperti dia di kampung kita."

"Iyalah bang. Itu karena aku berteman dekat dengan Shizuka dan Zee."

"Jadi maksud kalian Shizuka sekarang sudah bekerja satu kantor denganmu Haikal?" Ucap Herlina tercengang.

"Bukan bekerja saja Bu. Shizuka akan menjadi primadona di kampung kita. Ibu gak tahu apa, kepala desa sekarang akan datang ke rumahnya. Gak tahu kenapa. Mungkin akan membantunya dalam dana atau pun menawarkan sesuatu yang beharga seperti pembangunan rumahnya atau toko untuk usahanya."

"Itu pantas ia dapatkan karena bakatnya sangat menakjubkan."

Herlina hanya terdiam. Mengingat kondisi Shizuka hanya dari keluarga biasa. Ia tak menyangka bahwa seorang gadis tanpa orang tua dan pendidikan yang kurang bisa membuatnya tumbuh menjadi orang besar. Kemudian ia juga berpikir bahwa Shizuka itu tidak punya keahlian apapun selain hanya menyulam biasa.

Tak Berdaya

Taman hiburan yang berada di dekat Jl. Asoka ramai dikunjungi. Banyak orang yang hadir dari berbagai usia. Semuanya tak henti-hentinya membuat antrian memanjang hingga sepanjang empat meter. Suasana pagi itu begitu cerah. Pepohonan nan hijau juga terasa asri.

Di beberapa jalan juga berdatangan pedagang keliling dan truk bertuliskan "Shizuka". Entah apa isi dari truk itu. Semua orang memperhatikan truk itu hingga berhenti tepat di sudut taman. Salah seorang wanita setengah tua menghampiri mobil itu. Ia menanyai supir truk tentang muatannya.

"Ini apa? Maksud saya kamu membawa apa nak?"

"Ini adalah mesin jahit dan beberapa lagi adalah perlengkapan menjahit. Saya permisi dulu Bu."

Ia mengangguk mendengar perkataan anak muda itu. Semua orang memperhatikan anak muda itu mengatur posisi barang-barang dari dalam truknya. Mereka terpukau dengan hal yang belum pernah terjadi di kampung mereka selama ini. Itu terlihat seperti pameran pakaian muslimah. Beberapa truk lagi datang membawa patung-patung serta rak gantung. Terakhir mereka melihat kepala desa datang dengan perempuan yang dinanti-nanti oleh mereka.

perempuan itu memakai baju sederhana. Baju stelan bewarna putih dan di rambutnya ada jepitan yang membiarkan keningnya terlihat dengan indah. Perempuan mungil itu bernama Shizuka. Disebelahnya ada juga Zeex yang selalu setia menemani.

"Tolong beri jalan. Bapak kepala desa kita akan segera melewati jalan ini," ucap seorang polisi yang mengatur barisan.

Semua warga mengatur barisan dengan rapi. Tanpa ada yang menghalangi atau menutupi jalan dari para rombongan perangkat desa. Shizuka berjalan dengan ekspresi wajah berseri-seri. Namanya terus diteriaki seperti seorang Miss World. Di barisan paling ujung juga tampak beberapa kameraman sedang mengambil gambarnya dan suasana acara itu.

Sesampai di kursi yang telah disediakan untuk mereka, Shizuka terlihat masih kurang yakin berada di tempat yang seheboh, terindah, terbaik, dan yang paling mengejutkan baginya. Ia terus berdiri dihadapan warga desa.

"Kak duduklah," ucap Zee memanggilnya.

Shizuka mengikuti Zee dan duduk di sebelahnya. Mereka berdua saling tatap seolah bermimpi. Pada saat itu, kepala desa telah berbicara dengan lantang. Ia berpidato dengan durasi yang agak lama. Sampai pada akhir mendapatkan tepuk tangan yang meriah. Setelah itu nama Shizuka dipanggil atas permintaan kepala desa. Shizuka sedikit malu karena ia belum pernah seperti itu. Dipanggil dengan hormat dan dinantikan oleh banyak orang.

"Silahkan Shizuka! Waktu dan tempat kami persilakan," ucap pembawa acara tersenyum ramah.

"Pergilah kakak. Kakak pasti bisa. Jangan khawatir! Allah bersama kakak. Semangat kak!" Ujar Zee menyemangati.

"Assalamu'alaikum. Selamat Pagi semuanya."

Semua orang menjawab penuh semangat. Terlebih kepala desa. Beberapa menit setelah Shizuka menyampaikan pesan dan kesannya selama menekuni bakatnya dalam desain, ia diminta menunjukkan karyanya. Shizuka pun menata pakaiannya yang selama ini dia jahit. Dibantu oleh beberapa orang asisten kepala desa dan juga Zee dalam menata pakaian di rak gantungan serta patung-patung.

Taman itu terlihat seperti pasar tradisional. Namun hanya ada satu yang diperjual belikan yaitu pakaian muslimah dari Shizuka. Banyak orang yang terkesima dengan buatan Shizuka. Berbagai pujian membuatnya melayang di udara. Semua orang juga menawar pakaian buatan Shizuka dengan berbagai harga. Zee sampai bercucuran keringat melayani para pembeli.

"Katakan nak kenapa kamu tidak membuka usaha ini sejak dulu?" ucap wanita berkerudung merah muda.

"Iya nak. Kamu terampil dalam membuat pakaian muslimah yang keren dan unik begini. Apakah kamu sebelumnya kursus atau kuliah?"

"Shizuka ini adalah anak yang cerdas. Dia menekuni hobinya ini secara otodidak," ucap kepala desa menghampiri mereka.

"Itu hal yang luar biasa pak. Kami bangga bisa kenal anak perempuan sehebat kamu Shizuka," ucap seorang pria tua yang memakai topi warna coklat.

"Perhatian semua. Ini akan saya sampaikan titik puncak acara kita ini."

"Apa ya yang akan dia sampaikan?" Ucap perempuan yang memakai daster modern.

"Sebelumnya saya berterima kasih atas kedatangan kepala desa, warga setempat, Shizuka dan Zeex yang kita banggakan. Sampailah kita pada momen yang ditunggu-tunggu yaitu pemberian atau sebuah bentuk dukungan dari kita semua Desa Unicorn kepada Shizuka dan Zee."

"Apa ya?" Tanya gadis ABG berjilbab hitam pada temannya yang fokus menatap pembawa acara.

"Ini untuk kamu Shizuka dan Zeex."

"Masyaallah sungguh baik ya kepala desa kita. Dana sebesar itu mudah-mudahan dapat membantu Shizuka dalam membangun usahanya," ujar nenek berkaca mata kepada anaknya yang tampak berusia 20an.

"Kami juga memberikan beberapa perlengkapan dalam menjahit utk Shizuka dan adiknya Zee."

Semua orang bertepuk tangan. Mereka semua bersorak gembira atas acara yang begitu meriah itu. Shizuka membalas dengan wajah tersipu malu karena ia seperti berada dalam sebuah ajang Fashion Show. Acara itu berakhir dengan sangat baik.

...****************...

"Vikram cepatan dong halalin aku," ucap Debi manja.

"Tahu sendiri kan, aku ini hanya anak kuliahan. Kita bisa merencanakan sebuah pernikahan jika semuanya sudah ada, seperti rumah, siap mental, ilmu agama yang sudah mantap, dan mahar mu sudah ada. Bukankah begitu tuan putri?"

"Bagaimana jelasinnya padamu Vikram. Sebenarnya diriku sudah sesuci perempuan lainnya. Makanya aku mau kamu cepat meminang ku," gumam Debi resah.

"Halo! Udah dulu ya Debi. Aku mau olahraga dulu."

Telponnya terputus. Debi terdiam mengingat ucapan Vikram. Perlahan air matanya jatuh membasahi pipinya. Seakan hidupnya sudah tenggelam di samudera Hindia. Rasa khawatirnya karena tak seorang pun diantara pacarnya yang menikahinya membuat ia terus saja ikut aplikasi cari jodoh. Tidak ada yang mengetahui masalah besar yang dihadapi oleh Debi. Ia menyimpan rahasia itu bertahun-tahun lamanya. Trauma yang ia hadapi terasa begitu menyakitkan. Ia tak berdaya untuk melawan semua rasa takut yang bercampur aduk dengan sesal.

Hari demi hari ia lewati seperti perempuan tangguh lainnya. Ia menerjang masa lalu kelam akibat mengenal lawan jenis yang tak bertanggung jawab. Waktu tak dapat ia hentikan karena dipikirannya berhenti itu lebih baik dari pada terus mengejar masa depan yang masih kelabu.

"Aku bingung harus apa. Setiap menatap wajahku di cermin, aku tak bisa memaafkan diriku," ucap Debi tersedu.

"Salwa apakah kita terima saja kekalahan kita? Shizuka sudah mengambil hati banyak orang sehingga mau tidak mau kita harus ikut setuju tentang dia yang lebih unggul dari kita."

"Salwa, Kartika kok kalian masih berdiskusi sih. Ayo kita ke ruang rapat. Shizuka sudah datang," ujar Andini yang berdiri di depan pintu.

"Apa? Dia juga terima tawaran Haikal? Dasar! Ini sangat membuatku kesal."

"Ayolah Salwa kita ke ruang rapat."

"Aku gak mau. Kamu saja. Aku lagi tak enak badan," ucap Salwa ketus.

Rangkaian acara langsung dimulai. Haikal duduk bersebelahan dengan Shizuka. Penampilan Shizuka hari itu masih sama seperti ditemui oleh Haikal, sederhana dan Rapi. Ketika acara sedang berlangsung, Kartika tiba. Semua orang menatapnya karena ia terlambat.

"Kenapa kamu terlambat Kartika?" Tanya Ian berbisik.

"Jangan bertanya karena ini semua salah perempuan itu," ucap Kartika menatap Shizuka.

"Haikal tolong kamu tunjukkan hasil kerja perancang busana kita sebelumnya," ucap Egi.

Haikal tampil ke depan ruangan. Ia berbicara dengan sangat jelas, tenang, dan dapat dipahami. Slide demi slide ia jelaskan hingga selesai. Semua gambar pakaian yang sudah berhasil terjual di beberapa toko maupun mall di tunjukkan oleh Haikal. Gaya desainnya sampai sekarang masih tak terlupakan.

"Kita semua tahu kemajuan perusahaan adalah berkat usaha dan kerja sama kita semua. Dari berbagai divisi serta kreativitas yang diciptakan juga sangat menarik hati semua orang atau khalayak untuk tetap memakai produk kita."

"Wah dia sangat keren," ucap Shizuka dengan nada suara pelan.

"Siapa yang keren?" Tanya Eca tersenyum.

"Telingamu tajam juga. Padahal aku bicaranya pelan tadi," ucap Shizuka tertawa.

"Iyalah telingaku masih berfungsi bagus. Jawab dulu siapa yang keren? Haikal ya?"

Shizuka kaget mendengar ucapannya.

"Apakah ada yang kurang jelas Shizuka?" Tanya Haikal.

Shizuka menggelengkan kepalanya.

"Kenapa dia bertanya denganku? Haikal sangat keren sih?" gumam Shizuka tersenyum-senyum.

"Oke. Persentasi mengenai perancang busana kita sebelumnya telah selesai. Sekarang saya akan menampilkan bakat seseorang. Bakatnya ini sudah dikenal oleh banyak orang, khususnya di desa kecil Unicorn. Prestasi nya juga sudah diakui oleh orang banyak termasuk kepala desa Unicorn. Ini adalah yang kita nanti-nantikan," ucap Haikal dengan memulai pada slide pertama.

"Tunggu sebentar Haikal," teriak Kartika.

"Kenapa kamu Kartika?" Tanya Ian heran dan menatap semua orang yang juga terheran.

Haikal menghentikan persentasinya. Ia melihat Kartika yang sedang datang menghampirinya.

"Sebelum kalian semua mendengar bakat perempuan itu, kalian harus mendengarkan saya terlebih dahulu. Tak perlu heran dengan tindakan saya. Saya yakin kalian tak percaya."

"Tolong kembalilah ke tempatmu Kartika," ucap Haikal dengan wajah datar.

"Haikal kamu juga akan terkejut mendengarnya. Apakah kalian siap mendengar cerita saya ini?"

"Apa yang mau dia sampaikan?" Gumam Shizuka.

"Sebelum memuji seseorang kita harus melihat kinerja terlebih dahulu atau melihat prestasinya. Apakah kalian tahu perempuan yang bernama Shizuka itu siapa? Tentu kalian tidak tahukan. Dia tak lain adalah seorang perempuan kampungan. Tahukah kalian bahwa ia merintis usahanya dengan meminta belas kasih kalian. Dia juga pernah tu menjual dirinya pada laki-laki yang kaya. Kain yang dipakainya untuk menjahit adalah kain bekas. Kain bekas itu kalian tahu dia dapat dari mana? Itu dari hasil meminta-minta dari tukang jahit satu ke tukang jahit lainnya. Bisa dikatakan dari sampah asal bahannya. Sekarang dia sulap menjadi pakaian mewah. Saya sih awalnya tak percaya. Tapi saya mendapatkan informasi ini baru saja dari tetangganya. Ini bukan gosip lagi tapi sudah menjadi fakta segar yang harus kita dengar agar kalian semua tidak menyesal memilih perempuan itu bekerja sama untuk perusahaan kita ini."

"Gurauan apa yang kamu katakan ini Kartika? Tidak lucu bercanda mu tahu," ucap Haikal gusar.

"Shizuka kamu mau kemana?"

"Gak usah tanya dia kemana Ian karena ini adalah sebuah kesalahannya telah masuk ke perusahaan kita," ucap Kartika menatap Shizuka.

"Kartika tolong minggirlah. Kamu sudah mengacaukan acara ini. Apakah kamu senang?" Ungkap Haikal.

"Saya akan pergi dari sini."

"Tolong jelaskan semua ini Shizuka. Apakah kamu punya jawaban atas perkataan saya tadi? Itu semua benarkan?" Ujar Kartika.

"Dasar gak tahu malu banget ya. Sudah miskin, dia juga ternyata perempuan yang tidak baik, ucap perempuan berstelan hitam.

"Saya gak abis pikir perusahaan ini mau menerimanya," ucap perempuan berstelan coklat.

Semua orang menatap Shizuka seperti penjahat. Mata mereka tak lepas memandangnya dengan kasar. Faiz sebagai manager perusahaan juga ikut tercengang akan situasi itu. Ia memukul meja dengan sangat keras. Emosinya membuat semua orang ketakutan. Meja rapat itu bergetar seperti gempa. Orang-orang tertunduk penuh ketakutan.

"Kalian tidak malu apa berbisik untuk mengatai orang. Kartika coba katakan pada saya semua yang kamu ketahui itu dan kamu Shizuka tetap di sini. Sementara yang lainnya tolong keluar. rapat hari ini selesai, ujar Faiz.

Air mata Shizuka mengalir tiada henti. Ia tak menyangka bahagia yang impikan berubah menjadi lautan luka. Berat rasanya untuk tetap di ruangan itu karena semua orang menyudutkannya. Tak seorang pun yang mempercayainya. Justru mereka semua menganggapnya sebagai kotoran.

Haikal keluar ruangan tanpa menoleh kepada Shizuka. Hal itu membuat Shizuka teriris kecewa. Laki-laki yang ia percaya akan membawa sebuah kedamaian itu sekarang meninggalkannya. Kini ia hanya ada dalam ruangan seperti penjara. Faiz menginterogasinya seolah ia telah melakukan dosa besar.

"Tolong kamu jelaskan semuanya Shizuka."

Faiz menanti penjelasan Shizuka. Namun Shizuka hanya tertunduk malu. Bibirnya tertutup rapat. kedua tangannya gemetar. Pertanyaan demi pertanyaan melayang tanpa jawaban. Shizuka makin tertekan. Ia hendak menjawab semuanya. tetapi pikirannya saat itu begitu kalut karena laki-laki itu begitu menakutkan baginya jika membayangkannya.

"Shizuka pak Faiz menanti jawabanmu. Apakah engkau harus tetap diam hingga malam tiba? Tolong bicaralah," ujar Kartika.

"Saya..."

"Terus lanjutkan. Kamu mungkin gugup karena faktanya sudah jelas," ujar Kartika tersenyum.

"Saya, bukan seperti yang dituduhkan Kartika pak," bantah Shizuka masih dengan kepala tertunduk.

"Itu benar. Apakah kamu bisa jelasinnya hah?"

"Biarkan dia mengatakannya Kartika," ucap Faiz.

"Saya adalah manusia biasa pak. Saya diciptakan Allah agar saya beribadah kepada-Nya. Lantas untuk apa saya mengerjakan hal yang dibenci Allah. Kartika mengatakan semua itu tanpa menanyai kebenarannya terlebih dahulu pada saya. Saya pikir ini adalah ujian Allah untuk saya melalui ucapan Kartika yang salah total."

"Bapak dengar apa yang ia katakan? Dia masih mengelak. Padahal sudah jelas kebenarannya."

"Tolong jangan memotong pembicaraan Shizuka. Kamu diam dulu. Nanti ada saatnya giliran mu akan bicara."

Kartika cemberut mendengar dirinya diabaikan. Ia diam sesuai permintaan Faiz. Kata demi kata terlontar dari mulut Shizuka. Faiz mendengarkan dengan serius. Sedangkan Kartika sudah muak mendengarnya berbicara. Ia tak sabar diminta untuk bicara hingga mulut dan ekspresi tubuhnya tampak hendak memotong pembicaraan Shizuka lagi. Tapi ia tak mendapatkan kesempatan berbicara karena cerita Shizuka membuat Faiz terharu.

"Saya dan Zeexsa hidup tanpa kasih sayang kedua orang tua kami pak. Kami berusaha bangkit meski beribu kali jatuh bahkan tersungkur di jalanan. Pahit banget rasanya pak setiap saat saya berusaha untuk bertahan. Pekerjaan yang saya kerjakan halal. Saya tidak mencuri atau pun menipu orang-orang pak. Ketika itu memang saya tidak punya dana sedikit pun pak. Jadi saya berinisiatif untuk mengumpulkan kain bekas. Semua orang mendukung saya pak. Sejak saat itu saya makin bertekad untuk maju dengan jalan saya sendiri. Asal bapak tahu semua bahan atau pun alat perlengkapan saya menjahit, itu adalah hasil keringat saya sendiri. Semuanya halal pak. Terus kain itu juga saya daur ulang tanpa mengurangi keindahannya. Semua bersih, rapi, dan layak pakai pak."

"Saya harap itu adalah benar karena dari cerita mu itu begitu membuat saya senang karena kamu juga mengurangi atau membantu agar lingkungan kita bersih. Kemudian ide-ide kamu itu juga sangat kreatif dan bisa membuka lapangan pekerjaan di tengah dunia yang sedang penuh persaingan."

Shizuka mengangguk setuju dengan pendapat Faiz dan tersenyum.

"Lantas soal laki-laki itu bagaimana?"

Air mata Shizuka mengalir tanpa isyarat darinya. Air mata itu keluar sendirinya. Ia kembali terdiam. Wajahnya tampak layu tak berdaya. Ucapan Faiz membuatnya terborgol ke masa lalu yang hitam. Bayangan-bayangan menakutkan itu terlintas olehnya lagi. Shizuka memejamkan matanya seperti hendak ditangkap oleh hantu.

Faiz terheran-heran lagi karena sikap Shizuka. Ia memanggil nama Shizuka. Tapi Shizuka terus memejamkan matanya. Faiz pun menepuk tangan Shizuka dengan agak perlahan. Shizuka terbangun. Tapi setelah itu ia berteriak. Faiz bangkit dari kursinya karena Shizuka tiba-tiba saja bersembunyi di bawah meja.

"Kamu kenapa Shizuka? Apa yang kamu pikirkan?"

"Tolong jangan ganggu saya. Saya takut."

Faiz pun menghentikan pertanyaannya tentang laki-laki itu. Ia membujuk Shizuka untuk keluar dari kolong meja. Setelah agak tenang situasinya, Shizuka kembali duduk di bangkunya. Kali ini ia hanya terdiam. Mematung dengan pandangan kosong.

"Kamu terlihat tidak baik-baik saja Shizuka. Maaf saya bertanya sesuatu yang membuat mu seperti ini. Sekarang kamu pulang saja. Kamu istirahat di rumah dulu."

"Bagaimana dengan jawabannya pak?" Tanya Kartika kesal.

"Saya tak bisa melanjutkan pertanyaan itu lagi. Sepertinya itu membuatnya terluka."

"Tidak bisa pak. Dia harus menjawabnya karena kita tidak boleh memperkerjakan orang yang seperti ini pak."

"Saya akan mempertimbangkannya. Kamu boleh keluar sekarang dan tolong kamu antarkan Shizuka pulang."

"Apa? Kok saya sih pak. Saya masih banyak pekerjaan," ucap Kartika menolak.

"Ya sudah tolong kamu suruh Haikal kemari."

"Permisi pak! Ini dokumen kemarin yang bapak minta," ucap Haikal.

"Haikal sudah di sini pak. Saya permisi dulu," ujar Kartika.

"Haikal tolong kamu hantarkan Shizuka pulang ke rumahnya."

"Baik pak," jawab Haikal.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!