"Kamu harus ikuti apa yang Kakek katakan Devin," bentak Mario.
"Kami hanya ingin yang terbaik untukmu dan juga keluarga ini Devin, Papa yakin kamu juga akan bahagia," bujuk Roni.
Di ruang keluarga, terlihat keluarga besar Devin sedang berkumpul dan membahas tentang pernikahan kedua Devin dengan teman lama papanya.
"Pa, aku sudah katakan, kalau aku tidak mau menikah lagi," kesal Devin.
Semua keluarga Devin kecuali sang Nenek, memang sejak awal tidak menyetujui pernikahan Devin dengan Niken, istri Devin yang sangat dicintainya, alasan kenapa keluarga Devin tidak menyukai Niken, bahkan membenci Niken hanya karena Niken berasal dari panti asuhan dan tidak diketahui asal-usulnya.
Namun karena Devin sangat mencintai Niken sehingga saat itu Devin mengancam pergi dari rumah jika keluarganya tidak merestui dan mengizinkannya menikah dengan Niken.
Dengan terpaksa keluarganya menyetujui pernikahan mereka, namun tetap saja mereka tidak menyukai Niken. Apalagi saat keluarganya menginginkan anak dari Devin namun belum juga ada sampai saat ini, di mana usia pernikahan Devin dan Niken sekarang sudah berjalan tiga tahun lebih.
Hingga suatu ketika, perusahaan Mario dan juga Roni mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga membuat keluarga besar Devin panik dan bingung bagaimana cara untuk mengatasinya.
Dalam kebingungannya, Roni tanpa sengaja bertemu dengan teman lamanya, dan menawarkan sebuah bantuan kerjasama dan juga sebuah perusahaan miliknya dengan syarat, yaitu perjodohan Devin dengan anak perempuannya.
Meski teman lama Roni yang bernama Diman sudah mengetahui jika Devin sudah menikah, namun karena dia melihat Devin adalah sosok pria yang bertanggung jawab dan juga pekerja keras, membuat Diman ingin menjodohkan anak satu satunya bernama Stella yang manja serta suka gonta ganti pasangan itu dengan Devin.
Diman berharap dengan menjodohkan mereka berdua, bisa membuat Stella bahagia dan juga bisa merubah kebiasaan buruknya serta Devin bisa memberikannya seorang cucu. Maka cucunya itu bisa menjadi penerus perusahaan yang akan diberikan kepada Devin saat mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri.
Mereka sama sekali tidak memperdulikan bagaimana perasaan Niken sebagai istri Devin. Karena mereka memang sudah ingin memiliki cucu yang belum bisa Niken berikan.
"Devin, kali ini kamu harus dengerin papa!" Ucap Roni tegas.
"Tidak Pa, aku katakan sekali lagi kalau aku tidak mau menikah lagi, aku sudah sangat bahagia dengan pernikahanku Pa," ucap Devin dengan menggenggam tangan kanan Niken.
"Kamu akan lebih bahagia jika memiliki seorang anak Devin," kata Mario sekilas melihat ke arah Niken.
"Kek, tanpa anak pun aku bisa bahagia bersama dengan orang yang aku cintai, anak bukanlah suatu alasan sehingga harus menikah lagi," ujar Devin tegas.
Niken yang berada di samping Devin hanya mampu menahan rasa sakit yang dirasakannya melihat dan mendengar semua ucapan kakek dan juga mertuanya.
Di balik rasa sedih yang Niken rasakan, terdapat pula kebahagiaan yang disebabkan oleh Devin, di mana dia bisa melihat betapa Devin sangat mencintainya dan juga memperjuangkan rumah tangganya.
Sehingga Niken pun bertekad untuk selalu mendukung suaminya dan berjanji akan selalu mendampingi Devin apapun yang terjadi kelak. Dia akan menjadikan dirinya sebagai istri dunia dan juga akhirat untuk Devin.
Devin lanjut mengatakan, "Dan aku yakin suatu saat nanti kami pasti akan diberi rezeki anak, jadi tidak perlu harus menikah lagi," kekeh Devin.
"Sudahlah, kalian jangan memaksa Devin untuk melakukan hal yang tidak dia inginkan, apalagi di sini ada Niken tapi kalian malah membahas tentang pernikahan Devin lagi, apa kalian tidak mengerti bagaimana perasaan Niken saat ini?" Ucap Mila yang baru saja keluar dari kamarnya menghampiri mereka dan duduk disamping Niken.
"Nenek saja mengerti apa yang aku inginkan dan tidak aku inginkan, jadi tolong mengerti dengan perasaan kami berdua," ucap Devin dengan memeluk pinggang Niken.
"Tapi, perasaan kalian itu tidak bisa membantu kondisi perusahaan kita saat ini," ujar Luna.
"Aku akan berusaha mencari cara untuk mengatasi masalah perusahaan kita Ma, jadi tolong jangan pernah paksa aku untuk menikah lagi dan juga tolong hargai Niken sebagai istriku," pinta Devin membuat Niken terharu.
"Papa beri kamu waktu satu minggu untuk mengatasi masalah perusahaan kita, namun jika sampai satu minggu itu kamu belum menemukan cara apapun, maka kamu harus mau menikah lagi," ancam Roni.
"Kami tidak akan menyuruhmu untuk berpisah dari Niken, kami hanya ingin agar kamu menikah lagi dan segera memberikan cucu untuk kami dan juga keluarga dari calon mertuamu kelak," ujar Mario.
"Tidak, sekali tidak, tetap tidak Kek, sampai kapanpun aku tidak mau menikah lagi," Devin mulai emosi.
Melihat Devin yang mulai emosi membuat hati Niken terasa tersayat, sakit rasanya berada di posisi saat ini meski dirinya tahu bahwa Devin sangat mencintainya, namun Niken yang mengetahui watak dari Kakek dan juga mertuanya itu pasti akan melakukan segala cara agar keinginannya terwujud.
Tanpa terasa air mata Niken meluncur dari pelupuk matanya. Mila yang melihat itu seketika menarik wajah Niken agar menghadap padanya sehingga dirinya bisa mengusap bulir bening yang ada di pipi Niken.
"Nek…" Lirih Niken dengan bercucuran air mata.
Mila langsung memeluk Niken. Niken yang merasa mendapatkan dukungan dari nenek Devin seketika menangis dan meluapkan semua kesedihannya dalam pelukan Mila.
"Sabar ya sayang, maaf kan nenek yang tidak bisa banyak membantumu dalam hal ini, dan maafkan juga Kakek serta mertuamu yang sudah menyakiti hatimu," bisik Mila semakin membuat Niken menangis dalam pelukannya.
Devin yang melihat Niken menangis di pelukan neneknya, seketika meraih tubuh Niken dan membawanya pulang ke rumah mereka tanpa pamit terlebih dahulu pada orang tuanya.
"Kalian ini memang sudah keterlaluan, kalian hanya mementingkan perusahaan saja, tidak pernah mengerti bagaimana perasaan anak kalian sendiri," marah Mila pada anak dan juga menantunya.
"Kamu juga, sebagai kakeknya, selama ini kamu sama sekali tidak pernah mendukungnya, yang ada kamu selalu saja memojokkannya dengan permintaan permintaan aneh mu itu," ketus Mila pada suaminya.
"Kamu yang selama ini terlalu memanjakannya, sehingga dia selalu membantah apa yang aku katakan," balas Mario tidak terima ucapan Mila padanya.
"Itu bukan karena aku, tapi dia tau mana yang terbaik untuk dirinya sendiri," bantah Mila lalu beranjak meninggalkan mereka bertiga di ruang keluarga.
"Ayah, kita harus mencari cara agar Devin mau menikah dengan Stella," saran Roni tidak mau menyerah.
"Kita berikan saja dulu waktu satu minggu seperti yang dia katakan, jika memang dia tidak bisa mengatasi masalah perusahaan, maka apapun itu caranya kita harus memaksa nya untuk menikah lagi," ujar Mario tegas.
Di dalam mobil menuju rumahnya, Devin sedang mencoba menenangkan Niken, agar dia tidak menangis lagi.
"Sayang, aku mohon jangan menangis lagi, aku sedih setiap kali melihatmu menangis seperti ini," bujuk Devin dengan mengelus lembut kepala Niken.
"Mas… bagaimana jika Mas betulan menikah lagi? Membayangkan nya saja aku sudah tidak sanggup, hiks.. hiks," Niken semakin menangis sehingga membuat Diven menghentikan mobilnya di pinggir jalan agar dia bisa memeluk dan menenangkan istri tercintanya itu.
"Sayang, sampai kapanpun aku akan tetap mencintaimu dan hanya kamulah istriku satu-satunya di dunia dan di akhirat kelak," ucap Devin tulus.
"Mas, aku juga sangat mencintaimu dan aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu dan aku akan selalu mendampingimu apapun yang terjadi nanti," ucap Niken sesegukan.
"Iya sayang, aku akan berusaha mencari cara untuk mengatasi masalah perusahaan saat ini, karena aku juga tidak ingin menikah lagi, cukup hanya kamu satu-satunya istriku selama hidupku," ujar Devin.
"Tapi Mas, aku tahu bagaimana sifat kakek dan juga Papa, mereka pasti akan melakukan segala cara agar Mas mau menuruti semua keinginannya," kata Niken pilu.
"Sayang, aku mohon berjanjilah padaku, apapun yang akan terjadi nanti, kita akan melewatinya bersama-sama dan selalu saling percaya satu sama lain, karena hanya kamulah satu-satunya penyemangat hidupku, jadi kumohon tetaplah disisiku," pinta Devin karena dia juga merasa sulit untuk bisa melawan kehendak Kakek dan juga kedua orang tuanya.
"Iya Mas, apapun yang akan terjadi nanti, aku janji tidak akan pernah meninggalkanmu, kecuali kematianlah yang memisahkan kita," janji Niken sambil memeluk erat tubuh Devin. Mereka cukup lama berpelukan hingga Niken sudah mulai merasa tenang dan Devin kembali melajukan mobilnya menuju rumah mereka.
Sesampainya di rumah, mereka segera membersihkan diri sebelum tidur.
"Sayang, aku mau tanya sesuatu, tapi Mas janji harus jawab dengan jujur ya!" Kata Niken saat mereka sudah ditempat tidur.
"Iya sayang, mau nanya apa?" Ucap Devin sambil memeluk erat tubuh Niken.
"Apa Mas ingin memiliki anak?" Tanya Niken pelan.
"Sayang, tidak ada seorangpun pasangan suami istri yang tidak menginginkan kehadiran buah hatinya," jawab Devin.
"Lalu bagaimana jika aku tidak bisa memberikanmu anak?" Tanya Niken sendu.
"Bukannya tidak bisa sayang, memang belum waktunya saja kita diberi rezeki oleh yang Maha Pencipta, dan kalaupun kita tidak bisa memilikinya, maka aku akan tetap mencintaimu," ujar Devin.
"Mas, seandainya ada orang yang bisa memberikanmu anak, apakah Mas mau?" Tanya Niken gugup.
"Sayang ngomong apa sih, aku itu hanya ingin anak kita, bukan anakku dengan orang lain dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah menduakanmu atau berpaling darimu, apakah kamu masih memikirkan ucapan Papa?" Tanya Devin.
"Aku takut jika Mas kesepian tanpa kehadiran seorang anak," lirih Niken.
"Aku akan lebih kesepian jika tanpa dirimu sayang, dan jika disuruh untuk memilih antara kamu dan seorang anak, maka aku akan tetap memilihmu, karena kamulah hidupku," ucap Devin lembut dan mengecup kening Niken.
"Maafkan aku ya sayang, karena bertanya hal itu padamu," kata Niken.
"Tidak apa-apa sayang, tapi sebagai gantinya aku ingin melakukannya sekarang," ucap Devin mengecup sekilas bibir Niken.
"Melakukan apa Mas…?" Niken tersenyum malu mengetahui maksud dari suaminya itu.
"Melakukan sesuatu yang bisa menghasilkan anak sayang," goda Diven tersenyum bahagia dengan menautkan bibir mereka, sebagai pemanasan agar membangkitkan hasrat percintaan diantara mereka.
Niken memejamkan matanya menikmati setiap sentuhan lembut yang Devin berikan.
Mereka saling menyentuh dan memuja, mereguk kenikmatan dengan melakukan berbagai macam gaya percintaan, melupakan semua permasalahan yang sedang mereka hadapi saat ini.
Hingga akhirnya mereka berdua merasa lelah dan puas atas percintaan mereka. Akibat kelelahan dan juga menangis seharian, membuat Niken tertidur pulas lebih awal daripada Devin.
"Sayang, terima kasih karena sudah sabar menghadapi keluargaku dan tetap bertahan disisiku," Devin mengecup kening Niken dan mengelus pipinya dengan lembut.
"Tanpa kamu, hidupku tidak berarti apa-apa, kamulah satu-satunya alasan aku hidup, mungkin kamu sudah melupakannya, namun aku tidak akan pernah melupakannya, dimana Allah mengirimkan seorang gadis kecil untuk menolongku, disaat aku tidak memiliki kekuatan untuk hidup, bahkan keluargaku pun tidak ada yang datang saat aku membutuhkannya, disaat itulah aku berdoa kepada yang Maha Kuasa agar kelak kita dipersatukan dan saat itu aku pun berjanji akan selalu mencintaimu sampai akhir hayatku" lirih Devin.
"Maafkan aku sayang, jika aku tidak jujur padamu dan mengatakan semuanya padamu, karena aku tidak ingin jika kamu beranggapan kalau aku menikahimu karena alasan itu, jadi akan aku simpan kenangan itu dalam dalam sampai kamu menyadarinya sendiri,"
* * * * *
"Plak.. Dasar anak tidak berguna, pergi pagi pulang pagi, memangnya kamu tidak punya rumah?" Sarah menampar pipi Stella.
"Aw.. Sakit Ma," teriak Stella.
"Stella, apa saja yang kamu lakukan semalam diluar sana dan kamu nginap dimana?" Tanya Sarah emosi tanpa menghiraukan teriakan Stella. Karena semalam tanpa Stella sadari Sarah sudah menyuruh seseorang untuk mengikutinya sehingga Sarah mengetahui jika Stella menginap di hotel dengan seorang lelaki.
"Ada apa ini, pagi-pagi kok sudah ribut," tanya Dimana yang sudah siap akan berangkat ke perusahaannya.
"Pa, lihat pipi Stella ditampar oleh Mama," adu Stella.
"Apa yang kamu lakukan Sarah? bagaimana bisa kamu menampar anakmu sendiri?" Tanya Diman sambil mengelus pipi Stella yang merah akibat tamparan Sarah.
"Pa, bagaimana Mama tidak menamparnya, jika anak gadis kita satu satunya kerjanya hanya berkeliaran tidak jelas di luar sana," jawab Sarah kesal.
"Tapi Ma, tidak harus sampai menamparnya, kan bisa Mama kasih tau secara baik baik," saran Diman.
"Sudah sering Mama menasehatinya secara baik-baik Pa, bahkan hampir setiap hari Mama memberitahunya jika pergaulannya selama ini itu salah, tapi apa hasilnya, dia malah terus saja melakukannya sampai sampai membohongi kita Pa, katanya nginap di rumah teman tapi ternyata nginap di hotel," jelas Sarah penuh emosi.
"Hentikan Ma, dari mana Mama tahu semua hal itu? Jangan asal menuduh anak kita Ma, itu tidak baik," bela Diman.
"Papa yang berhenti, Papa yang selama ini tahu bagaimana pergaulan anak kita di luar sana, akan tapi Papa hanya diam dan membiarkannya, Papa yang terlalu memanjakannya dan menuruti semua keinginannya itu tanpa Papa sadari jika itu bisa menghancurkan masa depan anak kita Pa, apa Papa tidak takut jika terjadi sesuatu kepada anak kita?" Tangis Sarah pecah, emosi dan rasa sedih kini meliputi hatinya.
"Ma, tolong jangan berkata seperti itu, tidak akan terjadi apa apa kepada anak kita," Diman mencoba menenangkan Sarah dengan menyentuh bahunya, namun Sarah langsung menepis tangan Diman lalu berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Stella dan Diman di ruang tamu.
"Pa, maafin Stella ya, karena sikap Stella sehingga mama dan papa jadi berantem," ucap Stella sendu.
"Tidak apa apa sayang, tapi Papa mohon lain kali jangan mengulanginya lagi ya, karena Papa tidak ingin hubunganmu dengan Mama semakin renggang dan Papa tidak mau itu terjadi," Diman menasehati Stella.
"Iya Pa, Stella janji tidak akan mengulanginya lagi," ucap Stella sambil memeluk Diman.
"Dan jangan lupa untuk meminta maaf sama Mama, Papa ingin setelah pulang kerja kalian berdua sudah berbaikan," pinta Diman.
"Tapi Pa, Stella takut sama Mama, takut jika Mama menampar Stella lagi," keluh Stella dengan manja.
"Tidak akan sayang, nanti saat Papa sudah sampai di kantor, Papa akan coba menelpon Mama dan membujuknya agar mau memaafkanmu, jadi sekarang kamu kembali ke kamar soalnya Papa juga mau berangkat ke kantor," Diman mengecup kening Stella.
"Baik Pa, hati hati dijalan ya Pa!" balas Stella.
"Iya sayang," Diman berjalan keluar menuju mobilnya yang sejak tadi sudah disiapkan oleh supir pribadinya.
Setelah Stella sampai di kamar, "Dari mana Mama tahu jika aku nginap di hotel? Apa Mama sedang memata mataiku?" Batin Stella curiga.
"Aku harus lebih berhati-hati," ucapnya sebelum masuk kamar mandi untuk membersihkan diri.
Sedangkan di kamar Sarah, dirinya masih saja menangis mengingat bagaimana kelakuan Stella di luar sana.
"Ya Allah.. ampunilah segala dosa dan kesalahan anak hamba, tolong berikanlah hidayah untuknya, agar segera bertobat dan meninggalkan segala perbuatan buruknya selama ini, tolong ampuni hamba yang tidak bisa mendidiknya dengan baik," tangis Sarah pilu.
Tiba-tiba ponsel Sarah berdering sehingga dia pun meraih ponselnya dan melihat jika Diman suaminya yang sedang menelpon dirinya.
"Halo.." ucap Sarah sambil mengusap air matanya.
"Ma.. Mama baik-baik saja kan," tanya Diman merasa bersalah karena sempat berdebat dengan istrinya sebelum berangkat kerja.
"Aku baik-baik saja,"
"Ma, Papa minta maaf jika sikap Papa tadi telah menyakiti hati Mama dan Papa juga mohon, maafkan juga Stella, beri dia kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya," pinta Diman.
"Jika dia memang ingin merubah kelakuannya itu, maka Mama akan memaafkannya, tapi jika tidak, jangan harap mama mau memaafkannya," ucap salah kesal.
"Tapi Ma, dia anak kita satu-satunya, kalau bukan kita yang menasehatinya siapa lagi," ujar Diman.
"Bukan kita Pa, tapi hanya mama, Mama lah yang selalu menasehatinya, sedangkan yang Papa lakukan selama ini hanya mengikuti semua keinginannya dan tidak pernah melarangnya sehingga dia bersikap semaunya dan tidak mendengarkan apapun yang Mama katakan," ucap Sarah dengan penuh emosi.
"Papa melakukan semua itu karena Papa tidak ingin Stella merasa tidak disayangi Ma, jika kita selalu melarang apa yang dia inginkan dan lakukan," bela Diman.
"Justru itu yang salah Pa, lihatlah sekarang, hasil dari Papa yang selalu memanjakannya, kita tidak bisa menasehatinya lagi, apa Papa tahu bagaimana pergaulannya di luar sana? Apakah Papa tahu kalau semalam dia nginap di hotel bersama laki-laki?"
"Cukup Ma, dari mana Mama tahu semua itu, jangan asal tuduh anak kita,"
"Sudahlah sampai kapanpun Papa tidak akan pernah mempercayai ucapan Mama,"
"Bukan seperti itu Ma, sudah dulu ya Ma, nanti kita bahas lagi dirumah, Papa mau meeting dulu," ucap Diman mengakhiri sambungan teleponnya.
"Anak dan Papanya sama saja, tidak bisa diberitahu," Kesal Sarah.
Di kamar Stella terlihat dirinya baru selesai mandi dan sedang mengganti baju, setelah itu dia segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Halo, untuk saat-saat ini aku tidak bisa menemuimu, soalnya Mamaku sudah mulai curiga dan mungkin saja dia sedang memata mataiku," ucap Stella.
"Lalu bagaimana denganku sayang? aku akan sangat merindukanmu," ucap seorang lelaki di seberang telepon.
"Aku juga pasti sangat merindukanmu, tapi mau gimana lagi aku tidak ingin Papa mengetahui hubungan kita," jelas Stella.
"Baiklah sayang, aku akan selalu menunggumu, jadi kabari aku jika kamu sudah punya waktu luang dan membutuhkanku," kata lelaki itu.
"Baiklah sayang, udah dulu ya, bye.." ucap Stella mengakhiri panggilannya.
Baru beberapa detik Stella memutuskan sambungan teleponnya, ponselnya kembali berdering dan seketika Stella menjawab panggilan tersebut.
"Halo.." ucap Stella
"Kamu dimana? kenapa tidak jadi menemuiku?" terdengar suara laki-laki lagi di seberang telepon.
"Oh iya.. maaf, aku lupa mengabari jika aku tidak bisa menemuimu dan beberapa hari kemudian," jelas Stella.
"Mengapa Stel? Apakah kamu sudah tidak membutuhkanku lagi?" ucap lelaki itu.
"Bukan seperti itu, tapi untuk saat ini aku belum bisa meninggalkan rumah, soalnya Mamaku sedang marah dan aku tidak ingin Papa juga mengetahui hubungan kita," kata Stella.
"Lalu sampai kapan aku menunggumu?" tanya lelaki itu.
"Bersabarlah sebentar, setelah kondisi aman aku akan segera menghubungimu kok," ucap Stella meyakinkan.
"Baiklah, aku akan menunggumu sayang bye.." lelaki itu memutuskan sambungan teleponnya.
Ini semua gara-gara Mama, jadinya aku tidak bisa bersenang-senang. Setelah Stella telponan, dia segera ke kamar orang tuanya untuk menemui Mamanya dan meminta maaf sesuai dengan permintaan Papanya.
"Ma.." panggil Stella di luar kamar.
"Apakah aku boleh masuk," tanya Stella gugup.
"Masuk saja, tidak dikunci kok," jawab Sarah ketus di dalam kamar dan Stella pun masuk ke dalam kamar orang tuanya itu.
"Ma, aku minta maaf, karena telah menyakiti hati Mama, aku janji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi dan aku juga akan berusaha merubah kebiasaan buruk ku yang selalu keluyuran seperti kata Mama," ucap Stella menggenggam tangan Sarah.
Sarah masih saja diam sebab dia masih marah kepada Stella anak satu-satunya itu.
"Ma, tolong maafin aku. Aku janji akan mengikuti semua yang Mama katakan," Ucap Stella meyakinkan Sarah.
"Apa betul kamu akan mengikuti semua perkataan Mama? dan tidak akan melakukan hal buruk di luar sana lagi?" Tanya Sarah.
"Iya Ma, aku janji tidak akan menentang apa yang Mama katakan, dan aku akan berusaha merubah kebiasaan buruk ku,"
"Baiklah, Mama akan memaafkanmu dan Mama harap kamu menepati janjimu," ucap Sarah.
"Iya Ma, terima kasih ya.. sudah memaafkan ku,"
"Iya sayang," ucap Sarah tulus sambil mengelus lembut pucuk kepala Stella.
"Sekarang ayo kita turun, Mama akan membuatkan makanan kesukaanmu," ajak Sarah.
"Baik Ma, terima kasih ya," ucap Stella memeluk lengan Sarah.
Beberapa menit kemudian, Sarah sudah menyajikan makanan kesukaan Stella di atas meja yang siap disantap oleh Stella.
"Sayang apakah kamu tidak ingin bekerja di perusahaan Papa?" tanya Sarah.
"Tapi aku tidak pandai dalam urusan bisnis Ma,"
"Iya Mama tahu, tapi kan kamu bisa belajar dari Papa mu, toh itu kan juga perusahaan kita, jadi tidak ada yang akan mempersulitmu," ujar Sarah.
"Tapi aku tidak ingin menyusahkan Papa di perusahaan Ma,"
"Tidak mungkin Papa merasa disusahkan sayang, kalau bukan kamu siapa lagi yang akan menggantikan Papa nanti, kan hanya kamu satu-satunya anak Mama dan Papa. Apakah kamu akan selamanya hidup seperti ini? tidak ingin bekerja, lalu siapa nanti yang akan membiayai hidupmu? sayang, Mama dan juga Papa tidak selamanya ada di sampingmu," jelas Sarah menasehati Stella.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!