NovelToon NovelToon

Terjerat Pernikahan Dengan Wanita Malam

Episode 1.Gara-gara hamil duluan

Widia adalah seorang gadis muda lugu berusia 20 tahun. Ia adalah anak semata wayang dari keluarga sederhana di sebuah kampung di daerah Yogyakarta. Dia punya teman-teman yang bandel-bandel. Sering balapan motor liar. Sering ganggu orang di jalanan. Suka mabuk-mabukan. Sampai suatu malam ada salah satu teman laki-lakinya yang mencekoki Widia minum-minuman keras sampai hilang kesadaran. Sebut saja namanya Herman. Teman sepermainan Widia yang usianya selisih tiga tahun lebih tua.

Di saat Widia hilang kesadaran, laki-laki bejad itu pun menodai Widia berulang kali. Hingga beberapa bulan kemudian, Widia pun hamil.

"Akhir-akhir ini kenapa kepalaku sering pusing-pusing ya, terus perut juga sering mual-mual?" ucap Widia dalam hatinya sambil duduk selonjoran di teras depan rumahnya.

Tiba-tiba dirinya merasakan kepalanya pusing lagi. Kemudian perutnya terasa mual dan terasa mau muntah. Seorang Ibu-ibu yang kebetulan lewat, sebut saja namanya Bu Rita si ratu gosip di kampung itu, begitu melihat gerak-gerik Widia, ia pun langsung mengambil gambar Widia secara diam-diam.

"Apa?! Jadi benaran Widia hamil. Bu Rita gak salah lihat kan? Takutnya salah persepsi lagi, kita yang malu," ucap tetangga Bu Rita.

"Saya yakin Ibu-ibu. Dari gerak-gerik dia bisa kelihatan, bahwa dia sedang hamil. Saya juga pernah hamil. Jadi saya tahu gejala-gejala orang hamil seperti apa aja," sahut Bu Rita antusias.

Beberapa orang tetangga Bu Rita pun menganggukkan kepalanya dan saling menatap satu sama lainnya.

"Ini gak bisa di biarkan. Widia harus kita usir dari kampung ini. Kalau di biarkan, takut membawa sial" ujar tetangga Bu Rita yang lain.

"Betul, saya setuju!"

"Saya juga setuju. Ayo, kita laporkan pada Pak RT untuk melabrak rumah Widia!"

"Widia! Keluar kau!" teriak beberapa warga setelah sampai di depan rumah Widia.

Widia dan kedua orang tuanya pun terperanjat mendengar suara teriakan orang-orang di depan rumahnya.

"Tenang Bapak-bapak, Ibu-ibu! Kita bisa bicarakan secara baik-baik," ujar Pak RT lirih.

"Lah, siapa yang teriak-teriak di depan rumah kita, Pak?" ucap ibunya Widia sewot.

"Gak tahu tuh, Mah. Coba kamu lihat, Mah!" sahut ayahnya Widia.

"Biar aku aja yang lihat deh," ujar Widia sambil membuka sedikit gorden rumahnya.

"Kok banyak warga yang teriak-teriak menyebut nama aku sih, Mah, Pah. Ada apa ya?" ujar Widia mulai panik.

"Widia, cepat keluar! Kalau enggak, rumahmu akan kami bakar!" gertak seorang warga.

"Tolong, kalian jangan buat rusuh! Hargai saya sebagai RT di kampung ini!" gertak Pak RT sambil melambaikan tangannya pada para warga.

"Pak, gimana ini? Apa yang harus kita lakukan?" ujar Ibu Widia sambil mengelus-elus dadanya.

"Tenang-tenang, biar Bapak yang temui mereka," sahut ayahnya Widia sambil bergegas membuka pintu rumahnya.

"Mana anakmu, Pak? Suruh dia keluar!" teriak seorang warga.

"Tenang-tenang! Ada apa ini sebenarnya, Bapak-bapak, Ibu-ibu? Kok kalian ramai-ramai datang ke rumah saya dengan teriak-teriak seperti itu."

"Anak Bapak harus pergi dari kampung ini. Kalau enggak, kampung kita akan kena sial," ujar seorang warga membuat ayahnya Widia naik pitam.

"Jaga mulut kamu! Apa maksudnya bicara seperti itu, hah?" gertak ayahnya Widia dengan mata melotot.

"Ayah, sabar!" ujar Widia yang tiba-tiba keluar.

"Akhirnya kamu keluar juga. Pergi kamu dari kampung ini! Berani-beraninya kamu berbuat mesum di kampung ini sampai berbadan dua! Buruan pergi!" gertak seorang warga sambil mendorong tubuh Widia hingga nyaris tersungkur.

Beruntung Ibu Widia segera datang dan menahan tubuh anaknya. "Kalian kesurupan setan apa sih? Ngomong sembarangan aja. Anak saya orang baik-baik. Gak mungkin melakukan perbuatan bejad itu," gertak ibunya Widia.

"Nih saya bawakan tespek. Tes sekarang juga!" ujar seorang Ibu-ibu sambil memberikan sebuah tespek.

Sementara Herman cuma mengawasi gerak-gerik mereka dari kejauhan. Melihat para warga yang terlihat sangat marah, ia pun bergegas naik kembali ke motornya dan menjalankannya dengan kecepatan tinggi.

"Dari pada aku mati di bakar hidup-hidup, mending aku pergi aja deh," gumam Herman sambil terus menyetir motornya.

***

Beberapa saat kemudian, Widia pun meneteskan air matanya sambil memberikan tespek itu ke seorang warga. Ibu Widia pun memeluk erat tubuh anaknya.

"Tuh benar 'kan. Silahkan angkat kaki sekarang juga dari kampung ini, jangan sampai jadi pembawa sial buat kita semua!"

"Kami saja yang pergi, biarkan anak saya tetap di sini," ucap ibunya Widia.

"Ini pasti gara-gara laki-laki bejad itu yang sudah meracuni anak saya dengan minum-minuman keras. Anak saya cuma korban. Tolong jangan usir anak saya!" ujar ayahnya Widia lirih.

"Kita gak mau tahu. Kalian orang tuanya yang pergi atau Widia yang pergi? Hah, tapi Widia yang harus pergi! Percumah kalau dia tetap di sini, kampung kita bisa kena sial nanti!" ujar seorang Bapak-bapak bertubuh gemuk.

"Betul itu, buruan pergi dari kampung ini! Kalau enggak, rumah kalian akan kita bakar!" ujar seorang pemuda berambut gimbal.

***

Saat tengah malam, Widia pun diam-diam pergi dari rumahnya. Ia hendak pergi ke Jakarta.

"Walau aku di kasih waktu sampai besok pagi, tapi sebaiknya aku pergi malam ini saja. Aku gak mau melihat Ayah dan Ibu sedih," gumam Widia sambil berjalan menuju ke arah stasiun kereta yang gak terlalu jauh dari rumahnya. Kebetulan jadwal keberangkatan kereta tujuan ke Jakarta pun segera tiba satu jam kemudian.

***

Sesampainya di Jakarta keesokan harinya, ia malah celingak-celinguk. Dirinya bingung hendak pergi ke mana. Kakinya terus ia langkahkan sambil menggendong tas yang di bawanya. Ketika ia melihat sebuah taman yang belum terlalu ramai pengunjung, ia pun duduk sejenak di taman itu.

"Aduh, aku bingung banget nih. Ke mana aku harus pergi? Aku harus tinggal di mana? Kerja apa?" gumam Widia sambil memijat-mijat kepalanya sendiri.

Tiba-tiba ada seorang laki-laki bertubuh kekar yang menghampiri. Widia pun tercengang dan hendak pergi.

"Mau ke mana, Lho? Berikan barang-barang berhargamu, cepat!" gertak laki-laki itu sambil menodongkan sebilah pisau.

Widia pun tercengang tapi refleks menendang perut laki-laki itu hingga tersungkur. Widia pun bergegas berlari. Laki-laki itu pun naik pitam. Ia pun mengejar Widia.

"Mau ke mana kamu, hah? Berikan barang-barang berhargamu, cepat! Jangan uji kesabaranku," gertak laki-laki itu sambil kembali menodongkan pisaunya.

Widia pun semakin panik. Mau teriak pun rasanya percumah. Suasana di taman itu pun masih sepi. Ada kendaraan yang lalu lalang pun buru-buru dengan urusannya masing-masing.

Widia pun bergegas berlari ke arah jalan besar. Namun laki-laki itu nekad menarik tangan Widia dan mengambil tas yang di gendongnya.

"Lepasin!" teriak Widia.

Namun laki-laki itu seperti kesetanan, ia merampas paksa tas gendong Widia. Sampai akhirnya tas itu berhasil di ambil, tapi Widia terpeleset ke jalan aspal hingga tak sadarkan diri dan bersimbah darah, terutama di bagian perutnya yang sedang mengandung. Laki-laki itu pun panik dan bergegas pergi meninggalkan Widia.

***

Beberapa saat kemudian, datanglah sebuah mobil pribadi berwarna silver. Mobil itu pun berhenti dan seorang Ibu yang mengemudi pun bergegas keluar dari mobilnya.

***

"Di mana aku?" ujar Widia yang baru sadar sambil mengucek kedua bola matanya.

"Akhirnya kamu sadar juga, Nak. Kamu Ibu temukan tergeletak di pinggir jalan dan bersimbah darah di bagian bawah perut, terus Ibu bawa ke rumah sakit. Apakah kamu sedang hamil, Nak?" ujar seorang Ibu paruh baya membuat Widia terperanjat sambil mengusap-usap perutnya yang terasa sudah gak berisi.

"Tidaaak! Aku sudah keguguran!" teriak Widia histeris. Ibu itu pun menenangkan Widia.

Hingga akhirnya Widia dan Ibu itu pun ngobrol panjang lebar. Sampai akhirnya Widia pun di tawari sebuah pekerjaan.

"Apa?! Jadi SPG bisa dapat penghasilan sebesar itu. Iya saya mau banget, Bu," ujar Widia antusias.

"Baik, besok kamu ikut saya!" sahut Ibu paruh baya itu.

***

"Kenapa Ibu tega bohong pada saya? Katanya saya bakal kerja jadi SPG. Kok malah jadi PSK, sih," ujar Widia sambil meneteskan air matanya.

"Gak usah banyak komplen kamu. Dari pada kamu mati. Masih mending kerja seperti ini. Ingat, jangan coba-coba kabur dari sini! Kamu sudah berhutang budi pada saya. Kalau berani kabur, saya bunuh kamu! Camkan itu!" ujar Ibu itu sambil bergegas pergi meninggalkan Widia.

"Bu, tunggu! Saya mau pulang aja! Kalau saya harus ganti rugi, berapa harus membayar kerugian itu?" rengek Widia sambil memegang erat tangan Ibu itu yang biasa di panggil Mamih oleh para PSK di kawasan itu.

"5 juta. Apakah ada uang segitu sekarang, hah? Gak ada, kan. Sudahlah, kamu gak usah bayar sepeser pun. Asal mau bekerja untuk saya sebagai PSK. Cewek secantik kamu itu bakal di bayar mahal. Kamu juga bakal dapat uang banyak. Pulang kampung bakal bawa mobil mewah dan uang banyak. Keluarga kamu pasti bakal bangga. Masa di kasih kerjaan enak duit gede gak mau sih. Jangan munafik ya," gertak ibu itu yang bernama Mamih Clarisa.

"Saya gak mau jadi PSK, Mih. Walau uangnya gede saya mau pulang aja dari pada harus jadi PSK," teriak Widia hendak pergi. Namun Robert salah satu orang kepercayaan Mamih Clarisa sigap menarik tangan Widia.

"Mau ke mana kamu cantik? Mamih Bos. Ada calon aset baru ya. Wih, cantik sekali. Pasti tamu-tamu kita bakal bayar mahal ini," sahut Robert sambil mencubit gemas pipi Widia. Namun Widia mengibaskan tangan Robert.

"Iya, bawa dia ke dalam. Suruh layani para tamu kita yang sudah menunggu! Ingat, jangan sampai dia kabur!" ujar Mamih Clarisa sambil bergegas pergi meninggalkan mereka.

"Ayo, ikut! Seperti biasa, sebelum di kasih ke tamu. Saya yang harus cicipi dulu setiap penghuni baru di sini, hahahaha," ujar Robert sambil menarik paksa tangan Widia menuju ke sebuah kamar.

Widia pun terpaksa melayani laki-laki bejad itu. Setelah itu dia di suruh melayani para laki-laki hidung belang yang lainnya. Hingga satu minggu berlalu, Widia pun merasa kecapean dan minta izin istirahat satu hari itu.

"Sebelum satu bulan, gak ada yang namanya libur. Paham!" gertak Mamih Clarisa.

"Tapi saya capek banget, Mih. Masa setiap hari harus melayani sepuluh tamu lebih, sih. Tolong izinkan saya libur hari ini saja," rengek Widia.

Namun Mamih Clarisa tetap gak peduli. Robert pun bergegas membawa Widia ke ruangan tunggu para tamu.

Mita salah satu senior Widia, melihat keadaan temannya yang sudah kecapean itu, ia pun berinisiatif untuk membantu Widia kabur saat Mamihnya sedang di kamar mandi.

***

"Ayo, aku bantu kamu kabur dari sini! Mamih memang kejam. Apalagi kamu di anggap aset oleh Mamih. Gak bakal kamu di lepasin dari sini!" ujar Mita seniornya Widia.

"Terus kalau ketahuan bagaimana, Kak?"

"Udah, itu urusanku. Buruan kamu pergi sekarang lewat pintu belakang!"

Widia pun bergegas pergi meninggalkan Mita walau terasa berat. Baru mau melangkah, tiba-tiba tiga orang penjaga datang.

"Wey, sedang apa kalian di sini?" gertak Robert.

"Ayo, buruan pergi!" teriak Mita.

Widia pun bergegas berlari meninggalkan Mita dengan mata berkaca-kaca.

PLAKK! PLAKK!

"Dasar pengkhianat! Ayo, ikut saya temui Mamih! Kamu bakal dapat hukuman," gertak Robert sambil menarik tangan Mita menuju ke ruangan Mamih Clarisa.

Sementara Widia terus berlari dan di kejar dua orang penjaga. Saat sampai di persimpangan jalan, Widia nyaris tertabrak sebuah mobil pribadi berwarna merah.

"Aaaaa!"

TUUUT!

Suara klakson pun di bunyikan dengan keras. Namun Widia malah menutup mukanya dengan kedua belah tangannya. Tiba-tiba muncul dua orang penjaga dan bergegas menarik tangan Widia.

"Rupanya di sini kamu. Ayo, ikut pulang! Layani para tamu lagi," ujar seorang penjaga.

"Lepasin! Mas, tolong saya! Saya gak mau di jadikan PSK lagi!" teriak Widia sambil mengibaskan tangan para penjaga atau pengawal Mamihnya itu.

"Wey, lepasin dia!" gertak laki-laki itu. Sebut saja namanya Lukman.

"Mau jadi pahlawan kau!" gertak seorang pengawal sambil mengepalkan tangannya.

Akhirnya terjadilah pertarungan sengit antara mereka. Dua lawan satu. Namun para pengawal itu berhasil di lumpuhkan dan melarikan diri.

Sampai akhirnya Lukman pun mengajak Widia dan menyuruhnya istirahat di sebuah hotel. Lukman pun membelikan Widia sebuah handphone dan beberapa baju ganti, setelah Widia cerita tentang kejadian yang menimpa dirinya.

"Apa ini gak terlalu berlebihan, Pak?" ucap Widia lirih.

"Ssst, jangan panggil saya Bapak. Belum jadi Bapak juga. Panggil saja saya Lukman. Sebaiknya kamu istirahat aja ya. Saya tinggal dulu. Besok kita ngobrol-ngobrol lagi," ujar Lukman sambil bergegas pergi meninggalkan Widia.

Episode 2.Janji suci Widia

Sementara Herman, mendengar kabar Widia kabur, ia pun bergegas mencari Widia. Dasar dia biasa hidup di jalanan, gak susah bagi dia untuk dapat informasi soal Widia. Di mulai dari sekitar rumahnya sampai ke terminal dan stasiun kereta pun ia cari informasi.

Setelah ia dapat petunjuk soal Widia dari seorang office boy di stasiun dengan melihat photo Widia di handphone Herman, lantas Herman pun menyusul pergi ke Jakarta untuk mencari Widia.

Di lain pihak, Lukman dan Widia pun semakin akrab. Sementara Widia di pekerjakan sebagai asisten pribadi Lukman. Sebab asisten pribadinya sedang ambil cuti selama satu minggu. Hari demi hari terus mereka lalui bersama. Hingga lambat laun tumbuhlah benih cinta di antara mereka.

Sebagai laki-laki, Lukman pun akhirnya berani menembak Widia sembari makan malam di sebuah restoran ternama. Namun Widia masih jaga gengsi dan sadar diri siapa dirinya.

"Maaf Lukman, sebaiknya kamu cari wanita yang lebih baik dari saya. Saya gak pantas untuk kamu," tutur Widia sambil menundukkan kepalanya.

"Dengarkan saya baik-baik, Widia! Saya gak pernah peduli dengan masa lalu kamu. Setiap orang pasti punya masa lalu. Lagian yang pernah terjadi sama kamu bukan keinginan kamu, kan. Ibu-ibu itu yang sudah menipu kamu," sahut Lukman sambil memegang erat tangan Widia.

Akhirnya,berkat kegigihan Lukman, Widia pun menerima cinta Lukman dengan sebuah syarat jangan pernah ungkit masa lalunya.

"Oke, saya setuju dengan persyaratan yang kamu berikan. Saya berjanji gak akan pernah mengungkit masa lalu kamu. Kamu pun juga harus menepati janji untuk meninggalkan masa lalu kamu," ujar Lukman sumringah.

"Saya berjanji gak akan pernah kembali pada masa lalu sebagai PSK," sahut Widia dengan mata berkaca-kaca.

***

Beberapa bulan kemudian, Lukman pun memperkenalkan Widia pada kedua orang tuanya. Kedua orang tua Lukman pun suka dengan Widia.

"Lukman, pacar kamu cantik banget. Tutur katanya lembut. Sopan dan bersih juga orangnya. Mamah dan Papa setuju banget pokoknya dengan hubungan kamu dan Widia. Buruan nikah deh kalau perlu," ujar ibunya Lukman lirih.

"Ya Lukman sih mau aja, Mah. Gak tahu Widia mau atau enggak," sahut Lukman sedikit salah tingkah.

"Bagaimana kalau kalian bertunangan dulu aja?" ujar ayahnya Lukman.

Akhirnya Mereka pun segera bertunangan. Acaranya berjalan dengan lancar. Namun suatu hari Remon salah satu orang yang pernah jadi tamu Widia saat jadi PSK, melihat Widia sedang menyiram tanaman di rumah Lukman. Remon pun penasaran dan terus mencari tahu soal Widia.

"Kalau gak salah wanita itu Widia. Dia salah satu wanita yang pernah aku bayar. Namun dia berani menghina aku," ujar Remon dalam hati sambil mengingat-ingat penghinaan Widia waktu itu.

"Sayang, maaf ya cuma ada segini uangnya. Abang belum gajian nih," ujar Remon sambil menggaruk-garuk kepalanya sendiri.

"Apa?! Cuma 200 ribu. Parah banget sih lho. Pelayanan aja mau di maksimalkan. Servis aja mau memuaskan. Duitnya gak ada. Udah badanmu bau lagi. Kere pula. Lemah lagi, baru bentar udah kelar. Menyebalkan! Udah sana pergi! Lain kali kalau kere gak usah ke sini. Main aja sama kodok di tengah sawah sono," ujar Widia membuat Remon naik pitam.

"Iya, gue yakin banget itu dia. Oke, saatnya gue balas dendam atas rasa sakit hati ini," ujar Remon sambil tersenyum licik.

Tiba-tiba ibunya Lukman datang sambil membawakan pisang goreng dan teh manis hangat.

"Waduh, Ibu kok malah repot-repot sih," ujar Widia sambil mengambil nampan berisi pisang goreng dan teh manis itu.

"Santai aja sayang. Pokoknya Ibu senang banget punya calon mantu sebaik dan serajin kamu," ujar ibunya Lukman membuat Remon tercengang.

Setelah dia mengetahui bahwa Widia sudah bertunangan dengan Lukman, Remon pun terpikir untuk membatalkan acara pernikahan mereka nanti. Hal itu dia lakukan karena masih merasa sakit hati dengan Widia yang pernah menghinanya saat jadi tamunya. Widia bilang Remon kere, bau dan lemah.

***

Acara pernikahan pun segera di mulai. Acaranya pun berjalan lancar. Ternyata Remon yang berniat membatalkan pernikahan Widia dan Lukman di piting oleh Herman dan di bawa ke belakang rumah Widia.

"Ayo, ikut saya! Gerak-gerik kamu benar-benar mencurigakan dari tadi saya perhatikan!" gertak Herman.

Remon cuma bisa pasrah. Herman pun menghajar Remon habis-habisan sampai tak sadarkan diri.

"Jangan berani-berani lho ganggu acara pernikahan pacar gue! Biarin mereka menikah dengan lancar!" ujar Herman sambil bergegas pergi meninggalkan Remon yang sudah gak sadarkan diri.

"Untung gue buru-buru dapat petunjuk soal keberadaan lho Widia. Terus gue lihat gerak-gerik orang yang mencurigakan. Sepertinya dia punya maksud gak baik untuk membatalkan pernikahan lho. Pakai bawa-bawa petasan segala," gumam Herman sambil membuang sekantong petasan di kantong kecil warna hitam yang di bawa Remon tadi.

"Oke, gue yang tadinya gak rela lho menikah dengan pria lain, tapi setelah gue tahu calon laki lho tajir, gue berubah pikiran. Nanti bisa gue manfaatkan kekayaannya dia, hahahaha. Semoga lho bahagia, Widia. Tunggu gue kembali untuk menjenguk anak gue jika sudah lahir nanti," batin Herman sambil bergegas pergi meninggalkan rumah Lukman.

Herman belum mengetahui soal kandungannya Widia yang keguguran gara-gara terjatuh waktu kecopetan itu. Lukman pun belum di beri tahu soal kehamilan Widia yang jadi penyebab Widia pergi dari rumah karena di usir warga. Widia cuma bilang mau cari kerja di kantor tapi di tipu jadi PSK.

"Alhamdulillah, akhirnya kalian sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Semoga kalian menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah. Cepat punya momongan ya," ujar salah satu tamu undangan.

Semua tamu undangan pun silih berganti berjabat tangan dengan kedua mempelai dan memberikan ucapan selamat dan kado pernikahan.

"Terima kasih. Silahkan langsung parasmanan aja ya yang sudah selesai berjabat tangan dengan kedua mempelai," ucap panitia hajat.

***

Beberapa minggu kemudian, saat Widia sedang menyiram tanaman, tiba-tiba Remon datang dan langsung menghampiri Widia.

"Hallo sayang, apa kabar?" ujar Remon membuat Widia terperanjat.

"Kamu ngapain ke sini? Pergi sana!" gertak Widia sambil menyiram tubuh Remon.

"Aduh, dingin dong sayang. Aku kesini cuma kangen sama kamu. Ayo, kita bercinta lagi seperti waktu itu. Aku sudah mandi kok. Sudah wangi. Dompet juga tebal nih. Tinggal sebut mau di bayar berapa, hah?" ujar Remon sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya dan mengipas-ngipaskannya ke depan muka Widia.

"Lancang kamu ya! Pergi gak!" teriak Widia membuat ibunya Lukman buru-buru keluar sambil membawa teh manis hangat.

"Ada apa Sayang teriak-teriak? Siapa laki-laki itu?" tanya ibunya Lukman membuat Widia terperanjat.

"Oh, ini pasti mertuanya Widia ya. Saya Remon, Tante. Salah satu pria yang pernah tidur dengan Widia saat dia jadi wanita malam atau PSK," ujar Remon membuat gelas yang di pegang ibunya Lukman pun refleks terjatuh.

Seperti di sambar petir di siang bolong. Itulah yang ibunya Lukman kini rasakan.

"Apa?! Jadi kamu pernah jadi PSK. Apakah Lukman tahu soal ini? Apakah kamu telah membohonginya?" gertak ibunya Lukman.

"Mah, Widia bisa jelaskan semuanya, jadi..."

"Sudah, kamu gak perlu jelaskan apapun. Mulai detik ini, angkat kaki kamu dari rumah ini! Ibu jijik punya menantu mantan PSK seperti kamu. Mau jadi apa cucu saya nanti jika ibunya mantan PSK seperti kamu? Sungguh menjijikan! Pergi!"

"Ibu, tolong dengarkan penjelasan saya! Saya terpaksa melakukan semua itu karena sudah di tipu dan kecopetan waktu itu," rengek Widia sambil berlutut di depan Ibu Lukman.

"Lepasin saya! Jangan pegang-pegang kaki saya, menjijikan! Buruan pergi sekarang!" gertak Ibu Lukman sambil menendang perut Widia hingga tersungkur.

Sementara Remon cuma bersiul dan bergegas pergi meninggalkan mereka. Ia cukup merasa puas melihat drama di rumah itu yang sesuai dengan ekspektasinya.

"Awal yang baik. Tunggu pembalasan berikutnya," gumam Remon sambil naik motor bebeknya dan melajukannya dengan kecepatan tinggi.

Episode 3.Tak menyangka semua telah sirna

Widia pun bergegas pergi ke sebuah gedung perkantoran yang gak jauh dari rumah Lukman. Ia naik ke lantai tujuh dan hendak melompat.

"Percumah aku hidup juga, jika Ibu mertuaku sudah gak sayang lagi sama aku. Mending aku melompat aja dari gedung perkantoran ini," teriak Widia sambil meneteskan air matanya.

"Apa?! Baik, terima kasih, Pak. Lukman segera ke sana," ujar Lukman bergegas pergi menuju gedung perkantoran itu setelah dapat informasi dari ayahnya.

Ayahnya dapat informasi dari tetangganya yang kebetulan lewat gedung perkantoran itu. Tetangganya itu pun mengawasi gerak-gerik Widia dan segera melaporkannya pada Ayah Lukman.

"Mbak, turun! Apa yang mau kamu lakukan? Jangan nekad ,Mbak!" teriak salah seorang karyawan kantor itu.

Di atas gedung pun ada seorang sekurity dan beberapa orang yang berteriak.

"Mbak, jangan nekad! Ayo, turun dan hentikan niat burukmu! Kasihan keluargamu, Mbak!" ujar seorang sekurity sambil hendak mendekat ke arah Widia.

"Pergi! Jangan mendekat!" teriak Widia sambil terus maju mendekati pinggir gedung itu.

Widia pun bisa melihat dengan jelas betapa tingginya gedung itu. Tiba-tiba nyalinya pun ciut. Tak lama Lukman pun datang.

"Sayang, kemarilah! Apa yang mau kamu lakukan!" teriak Lukman bergegas menghampiri Widia.

"Ngapain kamu ke sini? Menjauhlah! Sebaiknya aku mati saja! Sudah gak ada orang yang peduli juga denganku!" teriak Widia sambil terus maju ke pinggir gedung itu.

"Sayang, siapa yang bilang gak ada yang peduli lagi dengan kamu? Aku, Mamah, Papah, semuanya peduli dengan kamu! Ayo, ikutlah pulang denganku!" bujuk Lukman dengan mata berkaca-kaca.

"Hadeh! Bikin malu aja tuh cewek labil. Ibu semakin gak suka dengan dia! Lihat aja, Ibu akan suruh mereka bercerai!" ujar ibunya Lukman sambil mendengus kesal.

"Sabar, Bu. Emangnya apa yang sebenarnya sudah terjadi sih, Bu?" tanya ayahnya Lukman sambil menatap tajam mata istrinya.

Mereka melihat Widia dari bawah berada di sekeliling orang yang berkerumun juga melihat Widia yang masih berada di atas gedung perkantoran itu.

"Tadi ada laki-laki yang mengaku pernah jadi tamunya saat Widia jadi PSK. Ibu merasa jijik punya menantu seperti itu. Makanya Ibu usir aja dia, Pak," sahut ibunya Lukman membuat ayahnya Lukman tercengang.

"Aku gak peduli apapun tanggapan orang, Sayang. Ayo, ikutlah pulang denganku! Aku akan selalu ada di sampingmu! Siapa pun yang berani mengganggumu atau menyakitimu, dia akan berurusan denganku!" bujuk Lukman sambil memegang erat tangan Widia.

Widia pun memeluk erat tubuh Lukman sambil menangis terisak-isak. Akhirnya, mereka pun pulang ke rumah. Ibu dan Ayah Widia cuma menghela nafas beratnya dan mengeluarkannya dengan berat. Terutama Ibu Widia yang terlihat sangat jijik dengan Widia setelah mengetahui masa lalu Widia dari Remon.

"Lukman, Ibu mau kamu menceraikan wanita penipu itu! Dia sudah membohongi kami dan kamu. Dia ternyata pernah jadi PSK. Pasti kamu belum tahu kan soal itu. Ibu jijik banget punya mantu mantan PSK seperti itu. Pokoknya Ibu gak mau tahu, kamu harus segera menceraikan dia!" ujar Ibu Lukman sewot.

"Lukman sudah tahu masa lalu Widia, Mah. Namun, Lukman gak peduli asal usul Widia. Lukman benar-benar sangat mencintai Widia. Dia juga berjanji akan meninggalkan masa lalunya. Lantas siapa yang sudah memberi tahu Mamah soal masa lalu Widia?" ujar Lukman lirih.

"Ya salah satu orang yang pernah jadi tamunya saat dia jadi PSK. Kamu sepertinya sudah di guna-guna sama wanita itu. Sadarlah Lukman, masih banyak wanita yang jauh lebih baik dari pada dia. Ceraikan dia sekarang juga! Mamah gak mau tahu!" gertak ibunya Lukman membuat Widia menangis terisak-isak.

"Ibu, tolong maafkan Widia! Dia sudah berubah. Setiap orang pasti punya masa lalu. Entah masa lalu yang kelam sekali pun, Lukman yakin Widia sudah berubah, Bu," ujar Lukman lirih.

Namun ibunya tetap bersikukuh tidak mau menerima Widia kembali di rumahnya. Akhirnya, Widia pun bergegas masuk ke dalam kamarnya dan diam-diam pergi dari rumah lewat jendela. Beberapa menit kemudian, Lukman pun mengetahui kepergian Widia saat hendak masuk ke kamarnya yang di kunci. Ketika di ketuk-ketuk gak kunjung ada jawaban.

"Widia, buka pintunya sebentar dong! Mas mau bicara!" ujar Lukman mulai panik.

Saking paniknya takut terjadi sesuatu dengan istrinya, Lukman pun mendobrak pintu kamar Widia.

"Widia, kamu di mana?" teriak Lukman sambil celingak-celinguk melihat keadaan sekitar kamar itu.

Saat melihat jendela kamar itu terbuka lebar, terus ia mengecek lemari baju Widia kosong, Lukman pun bergegas pergi meninggalkan rumah untuk mencari Widia.

"Lukman, Mau kemana kamu?" tanya ibunya.

"Widia kabur gara-gara Mamah. Lukman harus mencarinya," sahut Lukman sambil bergegas pergi meninggalkan mereka.

"Biarkan saja Lukman. Itu bukan salah kamu," imbuh ayahnya Lukman.

Namun Lukman gak menghiraukannya. Ibu dan ayahnya cuma menghela nafas beratnya dan mengeluarkannya dengan berat dengan sikap Lukman yang bersikeras untuk mencari Widia.

Di tengah perjalanan saat sedang mengendarai mobilnya, Lukman di pepet motor Remon.

"Hallo Brow, apakah kau masih waras setelah di tinggal istri tercintamu? Buruan cari dia sebelum di kerubuti para laki-laki hidung belang di luaran sana! Hahahaha," teriak Remon sambil bergegas melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.

"Kurang ajar! Apakah dia orang yang sudah membocorkan masa lalu Widia di depan orang tuaku? Aku harus kejar dia!" ujar Lukman sambil bergegas melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk mengejar Remon dan memberikan pelajaran.

Akhirnya terjadilah kejar-kejaran antara mobil Lukman dan motor Remon. Remon gak mau kalah gesit, ia lebih mempercepat laju motornya. Namun naas ia malah terjatuh karena kaget ada kucing yang hendak menyebrang.

"Aaaaa!"

Bruk!

Lukman pun menghentikan laju mobilnya dan bergegas menghampiri Remon. Lukman membantu Remon bangun dan menariknya ke pinggir jalan.

"Ikut saya!" gertak Lukman.

"Lepasin!" ujar Remon sambil mengibaskan tangan Lukman.

"Apakah kamu orang yang sudah membocorkan masa lalu istri saya pada kedua orang tua saya, hah?" tanya Lukman dengan mata melotot.

"Kalau iya lho mau apa?" sahut Remon sambil mendengus kesal.

"Untuk apa kamu lakukan itu?" tanya Lukman sambil mengepalkan tangannya.

"Ya saya gak suka lihat istrimu yang telah menghinaku hidup bahagia!"

"Apa yang telah istri saya lakukan padamu?"

"Saat saya jadi tamu dia, dia telah menghina saya laki-laki kere, bau, dan lemah. Saya sangat sakit hati dan sudah berjanji akan membalas dendam."

"Saya setuju dengan pendapat istri saya. Jadi seharusnya kamu ngaca ya, bukan malah bikin rumah tangga orang berantakan!" gertak Lukman sambil memberikan bogeman pada Remon.

BUGH!

"AW! Kurang ajar!"

Akhirnya, terjadilah pertarungan sengit antara mereka. Saling bogem, saling tinju perut.

Bahkan saling sikut punggung sampai sama-sama terkapar. Kekuatan mereka benar-benar seimbang.

"Hah, Lukman sedang berantem sama siapa tuh?" ujar Riko yang kebetulan lewat dengan mengendarai motornya.

"Lukman, hentikan! Ada apa ini?" ujar Riko sambil melerai pertengkaran mereka.

"Gak usah ikut campur! Dia yang sudah buat Widia pergi dari rumah! Masa lalu Widia sudah di bocorkan pada kedua orang tuaku! Aku harus habisi dia!" gertak Lukman sambil kembali memberikan bogeman pada Remon.

Akhirnya mereka kembali melanjutkan pertarungan. Riko cuma menggaruk-garuk kepalanya sendiri yang tidak gatal. Tangannya pun merasa gatal. Akhirnya, ia pun membantu menghajar Remon. Kini Remon pun berhasil di lumpuhkan.

"Cukup Lukman!" teriak Riko menahan tubuh Lukman yang mau menginjak perut Remon.

"Lepaskan aku! Orang seperti dia emang pantas mati!" gertak Lukman.

"Kalau dia mati, kamu masuk penjara, apakah kamu bisa bertemu lagi dengan Widia? Sudahlah, kamu jangan konyol! Ayo, mending kita cari Widia sama-sama!" ajak Riko.

Akhirnya, Lukman dan Riko pun bergegas pergi meninggalkan Remon yang sudah tak berdaya untuk mencari Widia. Sehari dua hari mereka mencari Widia, tapi belum kunjung membuahkan hasil.

Akhirnya, Lukman gak masuk kerja dalam beberapa hari. Gak mau melihat anaknya lama-lama terpuruk, kedua orang tuanya pun menjodohkan Lukman dengan salah satu anak dari fathner bisnisnya, Lisna.

Awalnya Lisna tidak punya perasaan apa-apa dengan Lukman. Namun seiring berjalannya waktu, Lisna pun akhirnya jatuh cinta juga dengan Lukman.

"Kalau di lihat-lihat, Lukman ganteng juga ternyata. Orangnya baik, kalem. Tipe aku banget itu. Gimana caranya ya supaya dia bisa jatuh cinta denganku? Sepertinya dia masih belum bisa lepas dari mantan istrinya itu. Ibunya bilang dia masih proses perceraian dengan istrinya," batin Lisna sambil menatap wajah tampan Lukman yang sedang duduk berdua di depan teras rumahnya.

Sudah hampir 30 menit mereka duduk berdua. Namun mereka lebih banyak diam dari pada berkomunikasi.

Tanpa sepengetahuan mereka, ternyata Herman sedang mengawasi gerak-gerik mereka.

"Dasar laki-laki buaya, siapa wanita itu? Kemana Widia? Aku sudah gak sabar mau ketemu dia untuk menanyakan soal anakku yang sebentar lagi akan lahir," batin Herman sambil mengepalkan tangannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!