Pagi yang awalnya damai dan tenang, seketika berubah menjadi sedikit tegang dan berisik setelah Ferdian menghampiri kedua anaknya dan juga istrinya di meja makan.
Ferdian Adiwijaya adalah ayah kandung Tasya, sedangkan orang yang dia panggil tante saat ini adalah ibu tirinya yang menikah dengan papanya setelah kepergian mama kandung Tasya. Saat tante Miranti menikah dengan papa Tasya dirinya membawa satu orang anak yang saat ini di panggil kakak oleh Tasya.
"Makan malam nanti ada yang papa ingin bicarakan pada kalian bertiga, jadi kalian harus tetap berada di rumah!"
"Tapi pah, sore ini Tasya ada rapat sama atasan dan seluruh staff restoran, jadi kayaknya Tasya akan pulang sedikit terlambat pah engga apa-apa kan pah?"
"Minta izin aja, kan bisa tinggal bilang ada urusan atau bilang aja dari sekarang buat engga masuk kerja dulu! gitu aja di bikin repot, ya kan pah?" ucap Raisa yang mencoba mencari perhatian papanya.
"Restoran itu bukan milik aku jadi mana boleh kayak begitu, kalau aku ikutin saran kakak yang ada aku bakalan di cap engga profesional dalam bekerja"
"Halah, bilang aja kamu emang engga mau kan makan malam bersama papa! benar kan?"
Raisa bukannya membantu adiknya untuk membujuk papanya, tapi dia malah memilih untuk menjadi api terus menerus supaya bisa memancing keributan antara Tasya dan papanya.
"Bukan begitu kak Raisa, tapi aku beneran engga bisa"
"Iya deh si paling sibuk" ucap Raisa sembari memutar bola matanya.
"Sudah sudah, kalian jangan bertengkar lagi papa pusing dengarnya! dan kamu Tasya, kakak kamu ini benar lebih baik kamu minta izin sama atasan kamu sekarang!"
"Tapi pah..." ucapan Tasya terhenti, karena papahnya sudah menatapnya dengan wajah yang menahan emosi.
"Tidak ada tapi tapian lagi Tasya! kamu boleh pergi bekerja, tapi ingat nanti malam sudah harus ada di rumah... termasuk mama dan Raisa!" ucap papa Tasya dan langsung pergi untuk berangkat ke kantornya.
Sebelum pergi Tasya melihat sekilas ke arah kakaknya, dia masih tidak habis pikir orang yang sudah dia anggap sebagai kakak kandung malah sengaja membuat papanya marah dan dia bahkan tersenyum saat papanya tidak berada di pihak Tasya.
Saat masak Tasya terus berpikir bagaimana caranya agar dirinya bisa pulang tepat waktu, tapi tetap menghadiri rapat dengan atasannya.
"Sya... Tasya!" ucap Rara sembari menjentikkan jarinya di depan wajah Tasya untuk menyadarkan Tasya dari lamunannya.
"Eh, i-iya kenapa Ra?"
"Woii...ngelamun aja! lu di suruh ke private room nomor dua sekarang sya, katanya pelanggan VIP di restoran ini mau ketemu sama lu"
"Aduh! Ada apaan ya Ra dia mau ketemu gue?"
"Mana gue tau Sya... Mungkin dia mau komplain soal masakan lu kali, udah mending cepatan lu ke sana dari pada nanti dia tambah marah!"
"Ya udah gue ke sana dulu ya Ra" ucap Tasya yang langsung pergi meninggalkan Rara.
Sambil jalan Tasya terus memikirkan kesalahan apa yang dia udah lakukan, pasalnya baru kali ini dirinya di panggil seperti ini.
Sampai di depan pintu Tasya menarik nafasnya dalam-dalam sebelum akhirnya dia mengetuk pintu ruangan itu dan tepat di ketukan ke dua seorang pria berbaju hitam-hitam membukakan pintu untuknya.
Tasya langsung masuk ke dalam mengikuti pria berbaju hitam-hitam tadi dengan jantungnya yang terus berdebar kencang, sampai Tasya tidak menyadarinya kalau dirinya tepat berada di belakang orang yang mencarinya.
"Tuan, koki yang anda cari sudah datang"
"Baik, kalau begitu kamu bisa pergi sekarang!"
Tasya hanya diam sembari melihat seseorang yang memanggilnya dan dirinya baru tau kalau ternyata orang itu tidak dapat berjalan, tapi bukan itu yang Tasya ingin tau sekarang.
"Kamu tau kenapa saya meminta kamu datang ke sini?" tanya pria itu sembari melihat keluar jendela.
"Tidak tuan, saya hanya di minta untuk datang ke sini tanpa di beri tau alasannya" ucap Tasya sembari memainkan jarinya dan menundukkan kepalanya.
"Hah... Apa kamu juga tidak di beritau? kalau makanan saya tidak perlu perlu menggunakan udang" ucap pria itu dengan memutar kursi rodanya menghadap Tasya.
"Tidak tuan, saya benar-benar tidak tau tentang hal itu" Tasya menggelengkan kepalanya pelan.
"Saya ini alergi udang dan bisa-bisanya kamu memasukkan udang ke makanan saya, sekarang wajah saya jadi seperti ini dan semua itu karena kesalahan kamu"
Tasya langsung melihat ke wajah pria itu dan benar yang dia katakan, wajah pria itu merah dan membengkak membuat Tasya harus menahan tawanya karena wajah pria itu memang benar-benar sangat lucu.
Pria itu menyadari Tasya yang hampir tertawa karena wajahnya, membuatnya tambah marah dengan Tasya karena dia mengira kalau Tasya tidak memiliki rasa bersalah sama sekali terhadapnya.
"Apa yang bisa kamu lakukan untuk menebus kesalahan kamu?" tanya pria itu dengan suara tegas dan membuat Tasya menundukkan kepalanya lagi.
"Maafkan saya tuan... Saya tau saya salah tidak memperhatikan dengan jelas pesanan setiap tamu, tapi saya mohon kasih saya kesempatan satu kali lagi dan saya janji tidak akan membuat wajah tuan seperti itu lagi" Tasya membungkukan badannya.
Walaupun pria itu sempat kesal pada Tasya, tapi dia melihat ketulusan dalam diri Tasya saat meminta maaf padanya. Jadi dia memaafkan Tasya kali ini dengan syarat Tasya harus mencatat semua yang tidak di sukai pria itu dan membuatkan makanan baru untuknya.
Tasya yang langsung menurutinya, karena bagi Tasya syaratnya masih dalam hal yang normal dan dirinya tidak mau kalau harus di pecat dari pekerjaannya.
Semua pekerjaan Tasya sudah dirinya selesaikan termasuk memasak ulang makanan untuk pria itu dan sekarang waktunya dirinya pulang, untung saja rapat hari ini ditunda jadi dirinya bisa ikut makan malam dengan papanya.
...****************...
Semua benar-benar diluar dugaan, siapa yang akan mengira kalau hari ini Tasya terjebak macet karena di depan ada tabrakan dan hal hasil dirinya terlambat sepuluh menit sampai di rumah.
Ferdian yang melihat Tasya baru pulang ke rumah langsung memarahi Tasya dan membandingkannya dengan sang kakak yang sudah tiba di rumah lebih dulu, tapi untungnya kemarahan papanya kali ini tidak berlangsung lama.
"Raisa, Tasya kalian berdua sudah cukup dewasa dan sudah bisa mengurus diri kalian masing-masing kan? jadi apa kalian bisa membantu papa?" tanya Ferdian sembari meletakkan sendok dan garpu di atas piring.
"Papa mau minta tolong apa? Raisa siap nolongin papa"
"Jadi begini... Perusahaan papa sedang kekurangan dana yang cukup besar dan hampir diambang kebangkrutan, papa sudah cari ke sana kemari investor yang mau membantu dan untungnya masih ada yang ingin menolong papa. Tapi dia memberikan papa syarat..."
"Apa syaratnya pah?" tanya Tasya yang baru selesai minum.
"Syaratnya dia minta papa untuk menikahkan salah satu putri papa dengan pebisnis yang terkenal kaya raya di kota ini"
Tasya langsung mengingat-ingat siapa pebisnis yang papanya maksud itu, soalnya Tasya seperti pernah mendengar orang menyebutkan namanya. Tapi kali ini dirinya benar-benar lupa siapa yang mengatakannya dan dimana dirinya mendengar itu.
"Memangnya siapa orang itu pah?" tanya Tasya dengan wajah bingungnya.
"Andika Dirgantara"
"Hah! Menikah dengan pria misterius itu? papa tau engga sih kalau banyak orang yang bilang dia itu cacat? pokoknya Raisa engga mau kalau harus menikah dengan pria itu!" ucap Raisa yang langsung meletakkan kembali gelas yang sudah dirinya pegang ke atas meja.
Dalam hati Tasya kembali bingung dan bertanya-tanya tentang apa yang salah dengan pebisnis itu dan bukannya dirinya yang cacat itu baru rumor, kenapa kakaknya sampai segitunya dengan pria yang belum pernah dia temui dan papanya juga belum menentukan siapa yang akan menikah di antara mereka berdua.
Pertengkaran antara Raisa dan papanya masih terus berlanjut, apa lagi setelah Ferdian memutuskan kalau yang akan menikah dengan Andika adalah Raisa.
Raisa masih saja terus menolak dan merengek pada papa dan mamanya, bahkan dia berulang kali menyuruh Tasya yang menggantikan dirinya.
"Kenapa sih papa engga suruh Tasya aja yang menikah sama Andika? saat ini Raisa masih mau mengejar karier dulu pah dan bahkan Raisa juga belum kepikiran untuk menikah. ayolah pah biarkan Tasya saja ya yang menggantikan Raisa menikah dengan Andika" ucap Raisa dengan nada merengek.
"Cukup Raisa! papa tidak akan membiarkan putri kandung papa melakukan hal itu, jadi papa tidak akan membiarkan kebahagiaannya diambil siapapun" ucap Ferdian sembari menggebrak meja makan dan membuat yang lainnya itu terkejut.
Awalnya Tasya bisa tenang karena papanya tetap pada pendiriannya untuk tidak memilih putri kandungnya yang di korbankan demi perusahaan, tapi setelah ibu tirinya ikut berbicara kemenangan Tasya menjadi sangat-sangat terancam. Pasalnya kalau sudah ibu tirinya yang berbicara, papanya pasti akan langsung menurutinya.
Di saat ibu tiri Tasya berbicara dengan papanya, Tasya juga sudah berjaga-jaga dan menyiapkan dirinya untuk menentang permintaan papanya itu. Apapun yang papanya katakan nanti, Tasya akan terus memperjuangkan kebebasannya dan haknya untuk memilih. Kali ini Tasya tidak boleh kalah oleh ibu tirinya dan juga kakaknya yang punya sejuta cara licik untuk menghasut papanya.
"Mas Ferdi... Aku rasa apa yang dikatakan Raisa ada benarnya juga mas, memang sebaiknya yang menikah dengan Andika adalah Tasya saja. Karena kalau dipikir-pikir Tasya ini kan sudah pernah sukses dengan kariernya, sedangkan Raisa baru saja memulai kariernya untuk menjadi model. Jadi gimana mas kamu setujukan? Kalau pernikahan ini Tasya yang akan melakukannya"
Miranti mengusap pelan tangan suaminya dan Ferdian pun mulai memikirkan apa yang dikatakan istrinya tadi, walaupun Ferdian belum memberikan jawaban apapun ke Miranti. Tapi Miranti yakin kalau suaminya akan mengikuti permintaannya, agar Raisa bisa terbebas dari pernikahan paksa itu.
Berbeda dengan Raisa yang sedang tersenyum miring sembari melihat Tasya, sedangkan Tasya malah sedang ketakutan kalau papanya akan setuju dan berubah pilihannya itu. Bahkan bukan cuma itu saja yang Tasya takutkan, dirinya takut kalau orang itu akan berlaku kasar padanya nanti.
"Akan aku pikirkan lagi nanti, besok pagi aku akan memberitahu siapa yang akan menjadi pilihan ku untuk menikah dengan tuan Andika" Ferdian pergi meninggalkan meja makan dan di langsung di ikuti oleh Miranti.
Raisa yang melihat papa dan mamanya sudah masuk ke dalam kamarnya, dia langsung menghampiri Tasya dan berdiri dibelakangnya sembari memegang bahu Tasya dan tersenyum miring.
"Persiapkan dirimu adik ku sayang, karena sebentar lagi kamu akan menjadi seorang istri" Raisa berbisik di telinga kanan Tasya, sedangkan Tasya hanya melihat wajah lalak tirinya itu dari sudut matanya.
"Itu tidak akan terjadi, kamulah yang akan menikah dengannya kak" Tasya mencoba melepaskan tangan Raisa dari bahunya.
"Ya baiklah, kita tunggu saja besok! Aku yakin kalau ayah akan merubah pilihannya" Setelah mengatakan itu Raisa langsung pergi ke dalam kamarnya begitu juga dengan Tasya.
Sampai tengah malam Tasya belum juga bisa tidur, dirinya terus memikirkan perkataan kakaknya tentang pilihan papanya itu. Tasya benar-benar tidak mau kalau hal itu sampai terjadi, karena dia hanya ingin menikah dengan orang yang di cintainy saja.
"Aku harus cari cara agar papa tetap memilih kak Raisa untuk pernikahan itu" Tasya bermonolog sendiri sembari menatap langit-langit kamarnya, dia melakukan hal itu sampai jam tiga pagi hanya untuk menemukan cara yang tidak memancing pertengkaran di rumahnya.
*******
Pukul 7.00 WIB
Anggota keluarga Adiwijaya sudah berkumpul di meja makan, kecuali Tasya yang masih berada di dalam kamarnya untuk mempersiapkan dirinya dengan semua yang akan terjadi nantinya.
Di saat Tasya sedang berdebat dengan hati dan pikirannya, tiba-tiba suara ketukan pintu kamarnya terdengar. Ternyata yang mengetuk adalah bibi yang bekerja di rumah itu, beliau datang karena di suruh oleh Ferdian untuk memanggil Tasya sarapan.
"Aku engga bisa begini terus aku harus turun dan menghadapi mereka" ucap Tasya dalam hatinya dan langsung mengikuti bibi itu untuk turun menghampiri papanya yang sudah menunggu di meja makan.
Walaupun sedari tadi Tasya terus menyemangati dirinya sendiri, tapi tidak bisa di pungkiri saat melihat ibu tiri dan kakak tirinya tersenyum meremehkannya. Perasaan Tasya saat ini benar-benar bercampur aduk, antara takut dirinya akan kalah dan juga kesal karena melihat wajah mereka berdua.
"Pagi pah" Tasya mencium pipi kanan papanya dan langsung duduk di sebelah kiri papanya.
"Pagi sayang, tumben anak cantik papa turun sarapannya terlambat" Ferdian memakan roti yang dibuatkan istrinya sembari tersenyum ke Tasya.
"Tadi Tasya urus kerjaan dulu pah" Tasya langsung mengambil roti dan mengolesi selai kacang.
Seketika suasana di meja makan menjadi hening Tasya dan Ferdian hanya fokus pada makanannya, sedangkan Raisa dan Miranti saling melihat sembari tersenyum.
"Eum mas..." Miranti menatap suaminya, karena sudah tidak sabar mendengar jawabannya.
Ferdian langsung meminum kopinya dan melihat kedua putrinya dengan wajah serius, Tasya dan Raisa juga langsung menghentikan aktivitas makannya untuk mendengarkan perkataan papanya.
"Setelah semalam papa berpikir dan sekarang papa sudah memilih salah satu dari kalian, tapi papa minta siapapun yang akan papa pilih tidak boleh menolak lagi keputusan papa" Ferdian meletakkan kembali gelas kopinya sembari melihat ke arah Raisa dan Tasya yang menganggukan kepalanya.
"Baiklah, jadi yang akan menikah dengan Andika adalah Tasya"
Tasya langsung membulatkan matanya setelah papanya menyebut namanya, sedangkan Raisa dan ibu tirinya hanya tertawa penuh kemenangan.
"Tasya, papa minta kamu jangan menolaknya ya dan biarkan kakak mu itu merasakan kesuksesan yang sudah pernah kamu rasakan"
"Tapi pah, aku juga masih mau menikmati karir ku ini"
"Sudah cukup Tasya! Kali ini papa tidak mau ada yang membantah lagi"
Tasya benar-benar kecewa dengan papanya padahal Tasya lah yang anak kandungnya, tapi kenapa malah dirinya yang di jual demi melunasi hutang perusahaan.
"Papa jahat sama Tasya, papa pembohong! Papa bilang dihadapan mama akan menjaga Tasya dengan baik. Tapi mana buktinya pah, mana? Tasya kecewa sama papa" Tasya langsung mengambil tasnya dan pergi meninggalkan rumah itu.
Tasya terus mengendarai mobilnya tanpa arah tujuan yang jelas, hari ini moodnya benar-benar rusak dan dia tidak ingin pergi bekerja karena ingin menenangkan dirinya terlebih dahulu.
Untungnya saat Tasya menelfon Rara untuk mengabarkan kalau dia tidak bisa masuk bekerja karena ada sedikit masalah yang terjadi, Rara langsung meminta Tasya datang ke rumahnya untuk menceritakan yang terjadi karena dirinya mendengar Tasya menangis.
...****************...
Saat Tasya sampai di rumah Rara dia hanya terus menangis dan belum ingin menceritakan semuanya, Rara hanya membiarkannya saja sembari mengusap punggung Tasya. Rara ingin sahabatnya ini bisa menangis sepuasnya dulu baru nantinya dia bisa menceritakan semua permasalahannya pada dirinya.
Sudah satu jam Tasya menangis, akhirnya dirinya mulai tenang dan sudah bisa menceritakan permasalahan yang terjadi padanya. Rara yang mendengar cerita Tasya benar-benar terkejut dengan yang dilakukan papanya, setega itu kah seorang Ferdian Adiwijaya pada putri kandungnya? demi putri tirinya bahagia dia rela mengorbankan putri kandungnya.
Tasya sudah dua minggu tidak kembali ke rumahnya dan bahkan dia juga sempat mengambil cuti kerja beberapa hari dengan alasan sakit, tapi karena Tasya tidak ingin terlalu lama berdiam diri saja di rumah dan terus merepotkan Rara untuk menggantikan kerjaannya. Akhirnya Tasya memutuskan untuk pergi bekerja hari ini, walaupun Rara sudah melarangnya berkali-kali.
Alasan Rara melarang Tasya kerja karena sehari setelah Tasya menginap di rumahnya, papa dan mama tirinya datang ke restoran tempat Tasya bekerja untuk memaksanya pulangnya pulang dan segera menikahkan Tasya dengan laki-laki itu.
"Sya, kalau menurut gue nih ya. Lu sebaiknya tunggu beberapa hari lagi dulu deh! Soalnya gue takut kalau nanti papa lu bakalan balik lagi dan maksa lu buat pulang" Rara duduk di pinggir kasur sembari menunggu Tasya selesai bersiap untuk berangkat bekerja bareng.
"Engga apa-apa Ra, gue udah siap kok buat hadapi mereka. Lagian gue engga enak juga sama lu, karena lu terus-terusan gantiin gue jadinya cape lu double deh" Tasya menghampiri Rara dan duduk di sampingnya.
"Lu kayak sama siapa aja sih Sya, lagian kerjaan lu engga begitu berat kok buat gue dan juga gue inikan sahabat lu. Jadi lu santai aja dan nikmati ketenangan lu itu sebelum mereka tau tempat tinggal gue" Rara tertawa sembari mengambil tasnya dan bersiap untuk berangkat, sedangkan Tasya hanya menggelengkan kepalanya pelan sembari tersenyum.
Hari ini mereka berdua pergi ke restoran menggunakan bus, karena Tasya sedang tidak ingin membawa mobilnya takut kalau nanti dirinya bertemu papa, mama atau kakak tirinya di jalan.
Pertama kalinya untuk Tasya pergi menggunakan bus dan dirinya lumayan menyukai suasana di perjalanannya kali ini, tapi saat dirinya sedang melihat ke sekeliling dalam bus itu Rara menepuk bahunya sembari berteriak heboh.
"Ada apa sih Ra?" Tasya langsung menatap Rara dengan wajah bingung.
"Sya... Lihat deh itu kan mobil pelanggan VIP di restoran kita" Rara menunjuk mobil hitam yang berjalan melewati bus yang mereka tumpangi.
"Lu tau dari mana itu mobil dia?" Tasya yang langsung mencondongkan badannya dan ikut melihat ke arah mobil itu dari jendela dekat Rara.
"Waktu itu gue diminta sama manager buat anter tamu itu sampai mobilnya, karena asisten dia lagi engga ada dan sebenarnya dia minta lu sih yang anter. Tapi karena lu lagi cuti jadi gue deh" Rara masih terus mengoceh untuk menjelaskan tentang orang yang ada di mobil itu.
"Oh gitu, gue udah tau kok" Tasya langsung membenarkan posisi duduknya lagi.
"Ah! Lu mah gitu, harusnya pura pura engga tau dulu kek biar gue jadi berasa lagi cerita" Rara memutar bola matanya sembari memanyunkan bibirnya.
Tasya hanya tertawa mendengar perkataan Rara, karena terlalu asyik bercanda sampai tidak terasa mereka berdua sudah sampai di tempat tujuan dan memulai pekerjaan mereka masing masing.
...****************...
Saat semua orang sedang fokus dengan pekerjaan mereka, tiba-tiba manager mereka datang ke dapur dan memanggil Tasya karena mama tiri Tasya datang dan menemui managernya langsung.
Rara yang mendengar perkataan managernya itu langsung menghampiri Tasya dan melarangnya untuk pergi menemui mama tirinya, tapi Tasya tetap saja pergi menemui ibu tirinya itu di dalam kantor managernya.
"Ada apa cari saya?" Tasya berdiri di dekat pintu dengan tatapan dingin.
"Tasya, lama tidak bertemu" Miranti menghampiri Tasya dan langsung memegang bahu Tasya, tapi langsung di tepis olehnya.
Tasya sebenarnya sudah sangat malas bertemu keluarganya itu, tapi karena itu permintaan managernya Tasya tidak bisa menolaknya lagi dan terpaksa menemuinya.
"Langsung saja katakan apa yang anda inginkan, karena saya tidak punya banyak waktu"
"Jangan terburu-buru seperti itu! Kita bisa mengobrol dulu untuk menghilangkan rindu mama padamu"
"Tidak perlu berbasa-basi lagi, kalau tidak ada yang ingin anda bicarakan lagi saya permisi dulu" Tasya membungkukkan sedikit badannya dan langsung menuju pintu.
Baru saja Tasya memegang knop pintu itu, tapi dirinya langsung berhenti dan kembali menutup pintu itu lagi yang sudah terbuka sedikit karena Miranti mengatakan sesuatu padanya.
"Anda bilang apa barusan? Coba ulangi lagi, karena saya tidak mendengarnya" Tasya masih berdiri membelakangi Miranti.
"Mama bilang kalau papa mu itu, sejak kemarin sore sampai sekarang berada di dalam penjara. Karena dia sudah telat untuk membayar hutangnya itu, dan semuanya gara-gara kamu Tasya" Miranti kembali memegang kedua bahu Tasya sembari tersenyum miring di belakangnya.
Sebenarnya walaupun Tasya kecewa dengan papanya, tapi tidak bisa di pungkiri dirinya sangat menyayangi papanya itu. Bahkan saat mendengar beliau sudah berada di dalam penjara, hati Tasya langsung sesak dan bahkan air matanya tanpa terasa mengalir di pipinya.
Miranti yang melihat Tasya menangis langsung menghasutnya dan memintanya untuk segera menikah dengan laki-laki itu lagi, agar papanya bisa secepatnya di keluarkan olehnya. Hati Tasya memang masih menolak pernikahan itu, tapi dirinya juga tidak ada pilihan lain lagi karena kalau untuk membayar hutangnya Tasya tidak memiliki uang sebanyak itu.
"Aku akan menemui papa di penjara nanti sore, terima kasih atas informasinya" Tasya menghapus air matanya dan langsung pergi dari sana untuk kembali ke dapur.
"Aku Yakin sekali, anak itu pasti akan langsung mau menikah kalau melihat kondisi papanya yang sangat menyedihkan di dalam penjara" Miranti tersenyum penuh kemenangan.
Rara yang melihat Tasya yang sudah kembali ke dapur lagi dengan wajah muramnya langsung menghampiri Tasya dan menanyakan keadaannya, tapi Tasya hanya diam saja dan itu membuat Rara kesal.
Saat Rara baru akan menghampiri mama tirinya Tasya untuk memarahinya, Tasya sudah lebih dulu menahan tangannya dan membuka suaranya untuk menceritakan semua yang dikatakan mama tirinya itu.
Di sela ceritanya Tasya terus menghela nafas kasarnya, Rara yang sudah mendengar semua cerita Tasya lagi-lagi membuat terkejut dan masih tidak menyangka kalau akan secepat itu papanya di penjarakan.
"Jadi Sya, apa yang akan lu lakuin sekarang?"
"Hah, Entahlah Ra... Gue juga masih bingung, mungkin sekarang gue harus menerima pernikahan itu kali" Tasya menundukkan kepalanya sembari menghela nafasnya lagi.
"Lu gila ya! Masa iya lu mau nerima sih pernikahan konyol ini, ingat Sya lu tuh engga kenal sama sekali orang itu! Gimana kalau nanti dia nyakitin lu?" Rara menggebrak meja di depannya.
"Gue juga engga ada pilihan lain lagi Ra, papa gue ada di penjara dan gue engga bisa lihat papa gue terus berada di sana" Tasya tidak bisa menahan tangisnya lagi.
Rara yang melihat sahabatnya sangat tertekan dengan masalahnya langsung memeluk Tasya dan membiarkannya menangis di pelukannya, sembari Rara mencoba menenangkan dan menyemangatinya lagi.
"Apapun yang akan menjadi keputusan lu nantinya, gue akan selalu mendukung lu Sya. Jangan sedih lagi ya, gue selalu ada di belakang lu dan kalau lu butuh bantu bilang sama gue ya" Rara mengusap punggung Tasya.
"Iya Ra, makasih ya" Rara hanya menganggukkan kepalanya dan Tasya langsung mengeratkan pelukannya lagi sembari masih menangis di bahu Rara.
"Lu perempuan yang kuat Sya, jadi gue yakin lu pasti bisa melewati masalah ini" ucap Rara dalam hatinya.
Rara memang tidak memiliki hubungan darah apapun pada Tasya, tapi hatinya langsung sakit kalau melihat Tasya menangis dan tersiksa seperti itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!