Mila..! Mila...!" seru Adnan saat memasuki rumahnya. Tatapannya tajam seakan elang yang akan menerkam mangsanya.
Seorang wanita berhijab lebar menuruni anak tangga dan menghampiri Adnan.
Dia Mila istri Adnan. Seorang wanita yang sudah sepuluh tahun menemani Adnan. Dan sekarang mereka sudah di karuniai seorang anak perempuan cantik bernama Aluna.
"Mas, ada apa Mas? kenapa kamu pulang-pulang langsung teriak-teriak begitu?" tanya Mila menatap lekat suaminya.
Dia tidak tahu kenapa dengan suaminya. Sepertinya saat ini Adnan sangat marah pada Mila.
Bola mata Adnan membulat sempurna saat melihat Mila. Dia mendekati Mila dan langsung mencengkeram pergelangan tangan Mila dengan kuat. Adnan kemudian menyeret Mila keluar dari rumah.
"Mas, sakit tangan aku Mas. Kamu kenapa sih Mas?" tanya Mila menatap tajam suaminya.
Sejak tadi Mila masih tampak kesakitan karena Adnan belum mau melepaskan cengkeramannya.
"Kamu sudah mengkhianati aku Mila. Kamu sudah main serong dengan lelaki lain di belakang aku," ucap Adnan dengan nada tinggi.
"Apa! kamu bicara apa sih Mas? aku nggak ngerti maksud kamu."
Adnan mengambil ponselnya dan menyodorkan ponsel itu pada istrinya.
"Lihat!"
Mila menatap lekat ponsel yang ada di tangan Adnan. Dia terkejut saat melihat foto dirinya bersama seorang lelaki. Mila tidak tinggal diam. Dia kemudian merebut ponsel itu dari tangan Adnan.
"Mas, apa ini Mas?" Mila masih terlihat heran saat menatap foto itu.
"Itu foto kamu bersama selingkuhan kamu kan?"
"Apa! dari mana kamu dapatkan foto ini Mas?" tanya Mila menatap tajam suaminya.
"Itu nggak penting Mila. Pokoknya aku nggak akan pernah memaafkan kamu. Kamu sudah selingkuh di belakang aku. Kamu sudah mengkhianati cinta kita Mila."
Adnan masuk ke dalam rumah. Mila mencoba mengejarnya untuk menjelaskan pada Adnan tentang foto itu.
Mila tidak tahu, dari mana suaminya mendapatkan foto-foto itu. Itu foto Mila bersama teman lama Mila. Mila tidak sengaja bertemu lelaki itu di cafe, dan lelaki itu mengajak Mila ngobrol dan mentraktir Mila makan. Dan Mila tidak tahu, siapa yang sudah diam-diam memotret dia.
Adnan masuk ke dalam kamarnya. Dia kemudian mengambil baju-baju Mila yang ada di lemari.
Adnan mengambil koper dan dia memasukan baju-baju Mila ke dalam koper.
"Mas, aku bisa jelasin semuanya Mas. Apa yang ada di foto itu cuma salah paham Mas. Aku nggak pernah selingkuhin kamu. Memang ada orang yang sengaja memotret aku diam-diam dan mengirimkannya ke kamu. Dan dia sengaja mau menghancurkan keluarga kita Mas," ucap Mila panjang lebar. Mila harap, Adnan mau mengerti dengan penjelasannya.
Adnan yang sejak tadi masih mengepaki baju-baju Mila ke dalam koper menghentikan aktifitasnya.
Adnan menghela nafas dalam. Dia kemudian menatap tajam ke arah istrinya.
"Mulai sekarang, kamu sudah bukan istriku lagi Mila. Karena saat ini juga aku talak kamu Mila."
deg.
Mila terkejut bukan main saat mendengar ucapan Adnan.
Setetes air mata Mila membasahi pipinya. Mila menangis saat ucapan talak keluar dari mulut Adnan.
"Ya Allah, kamu talak aku Mas," ucap Mila dengan berderaian air mata.
"Ya. Sekarang kamu boleh angkat kaki dari rumah ini Mila."
Mila tidak akan tinggal diam. Dia tidak akan mungkin pergi sendiri tanpa anaknya. Karena Aluna masih membutuhkannya. Jika Mila pergi, Mila akan membawa Aluna pergi juga.
"Jika kamu menyuruh aku pergi dari sini, aku pun akan membawa Aluna pergi juga dari rumah ini."
"Nggak! Aluna nggak boleh pergi ikut bersama mu. Aluna akan tetap di sini bersamaku dan ibuku."
"Nggak Mas. Kamu nggak boleh egois seperti itu Mas. Aluna itu masih kecil. Dia masih butuh ibunya."
"Nggak. Aluna tidak butuh ibu sepertimu. Karena wanita tukang selingkuh seperti kamu itu,tidak pantas menjadi ibu untuk Aluna."
"Astaghfirullahaladzim Mas. Kamu masih nuduh aku selingkuh Mas. Aku bisa jelasin semuanya Mas. Aku nggak pernah selingkuh. Lelaki itu teman lama aku. Dan aku juga baru ketemu sama dia."
"Aku nggak pernah punya hubungan apa-apa sama dia Mas. Aku berani sumpah. Aku baru ketemu sama dia di cafe. Dan dia ngajak aku ngobrol-ngobrol. Nggak ada yang lain Mas."
"Aku nggak butuh penjelasan kamu Mila. Dan foto itu sudah cukup menjadi bukti kalau kamu sudah selingkuhin aku!"
"Sekarang aku minta, kamu pergi dari rumahku. Kamu bawa semua barang-barang kamu, tapi kamu tidak boleh bawa Aluna pergi dari rumah ini"
"Nggak bisa gitu dong Mas. Aluna itu anak aku. Aku harus ajak dia pergi juga."
"Heh, kamu mau beri makan apa anak kamu, kalau kamu ajak dia pergi bersama mu. Aku yakin, setelah ini hidup kamu pasti akan lontang-lantung nggak jelas. Karena kamu sudah terbiasa mengandalkan hartaku. Sekarang kamu akan menjadi gembel Mila!"
Mila menghela nafas dalam. Mila sudah jengkel pada suaminya, dan ditambah lagi dia jengkel dengan hinaan suaminya.
"Mas, jangan sombong kamu ya Mas. Di atas langit masih ada langit. Aku tidak pernah selingkuh dengan lelaki mana pun. Tapi kamu malah nuduh aku selingkuh. Aku yakin Mas, kamu akan menyesal, setelah aku pergi dari kehidupan kamu."
"Aku nggak perduli...!" sentak Adnan.
Adnan menyeret koper itu keluar dari kamarnya. Setelah itu Adnan membawa koper itu sampai ke luar rumah.
Mila hanya bisa menangis menyaksikan bagaimana Adnan telah memperlakukannya dengan buruk. Bahkan Adnan pun , tidak mau mendengar penjelasan dari Mila.
"Pergi kamu dari sini Mila...!" ucap Adnan sembari mendorong tubuh Mila sampai Mila tersungkur ke lantai.
Hiks...hiks...hiks...
Mila hanya bisa menangis.
"Jahat kamu Mas. Kamu udah jahat sama aku mas. Ingat Mas, penyesalan selalu datang terlambat. Aku yakin, kamu pasti akan menyesal telah mentalak aku dan mengusir aku dari rumah."
"Aku tidak perduli! pergi kamu dari rumahku!"
Adnan masuk ke dalam rumahnya. Setelah itu dia menutup pintunya rapat-rapat. Sementara Mila hanya bisa menangis meratapi kesedihannya.
"Ya Allah. Tega sekali kamu Mas. Kamu mengusir aku, tanpa memberikan aku uang sepeser pun untuk ongkos aku pulang kampung. Aku harus bagaimana, dan aku mau ke mana, jika aku tidak pegang uang sama sekali," ucap Mila.
Mila kemudian melangkah pergi meninggalkan rumah Adnan.
Sebelum pergi, Mila menoleh ke belakang. Dia menatap rumah suaminya yang sudah sepuluh tahun dia tinggali bersama anak dan suaminya.
Mila wanita dari kampung, yang di boyong oleh Adnan suaminya untuk tinggal di Jakarta. Dan sekarang dia di talak dan di usir begitu saja oleh Adnan sang suami.
Mila tidak tahu, apakah dia bisa bertahan dan sanggup untuk menjalani hidup tanpa anak dan suaminya. Saat ini saja Mila tidak mempunyai uang sepeser pun untuk ongkos pergi. Apalagi untuk ongkos pulang kampung.
Hiks...hiks...hiks...
"Anak ku, maafin Mama Nak. Mama harus pergi meninggalkan kamu," ucap Mila sebelum pergi meninggalkan rumah itu.
Mila kemudian melanjutkan langkahnya dan pergi meninggalkan rumah itu.
"Mama...! Mama...!" seruan Aluna sudah terdengar dari luar rumah.
Setelah turun dari mobil, Aluna masuk ke dalam rumah. Aluna menghentikan langkahnya saat dia melihat ayahnya ada di ruang tengah.
"Papa, mana Mama Pa?" tanya Aluna pada ayahnya.
Adnan menatap sejenak ke arah Aluna sebelum netra jernihnya kembali menatap ke layar ponselnya.
"Kamu nggak usah tanyakan mama kamu lagi. Mama kamu sudah pergi," ucap Adnan
Aluna gadis cantik berusia delapan tahun itu terkejut saat mendengar ucapan ayahnya.
"Papa, mama pergi ke mana?" tanya Aluna.
Dia lantas duduk di sisi ayahnya dan menatap ayahnya lekat.
"Papa nggak tahu," jawab Adnan.
Bu Retno menatap Adnan tajam.
"Adnan. Kemana Mila?" tanya Bu Retno.
Adnan yang masih emosi bangkit dari duduknya.
"Bu, aku pusing Bu. Jangan tanyakan soal Mila lagi. Karena dia sudah pergi dari rumah ini."
"Apa! pergi? kenapa dia pergi?"
Adnan tidak menjawab pertanyaan dari ibunya. Dia buru-buru pergi meninggalkan Aluna dan Bu Retno yang masih di landa penasaran.
Aluna menatap Bu Retno.
"Nenek. Papa kenapa? dan mana Mama Nek ?" tanya Aluna.
Bu Retno melangkah menghampiri cucunya. Setelah itu dia duduk di sisi cucunya.
"Nenek juga nggak tahu. Nanti, nenek telpon ibu kamu dulu ya."
Aluna menganggukan kepalanya.
Bu Retno mengambil ponselnya untuk menelpon Mila.
Tut...Tut...Tut...
Angkat dong Mil. Kamu pergi kemana sih Mil, ini anak kamu nyariin, batin Bu Retno.
Bu Retno menatap wajah Aluna dan menggelengkan kepala.
"Nggak di angkat sayang."
"Yah, sekali lagi coba Nek."
"Iya tunggu ya."
Bu Retno kembali menghubungi Mila. Namun lagi-lagi Mila tidak mengangkat panggilan dari Bu Retno.
"Nggak di angkat juga sayang."
"Yah, mama ke mana sih "
"Kita coba tanya Mbak Asih aja ya. Siapa tahu dia lihat mama kamu."
"Iya Nek ."
Bu Retno bangkit dari duduknya. Dia kemudian berjalan ke dapur untuk mencari Mbak Asih asisten rumah tangganya.
"Mbak...! Mbak Asih...!"
Mbak Asih yang dipanggil buru-buru mendekat ke arah Bu Retno.
"Mila pergi ke mana?"
Mbak Asih diam. Dia tampak sedih saat mendengar pertanyaan Bu Retno.
"Mbak Asih. Kenapa? ada apa?"
"Bu Mila sudah pergi tadi Bu. Dia sudah di usir oleh Pak Adnan."
Bu Retno membelalakkan matanya.
"Apa! Mila di usir oleh Adnan? tapi kenapa?"
"Saya juga tidak tahu Bu. Pas Pak Adnan pulang, saya dengar suara ribut-ribut di depan. Dan saya melihat Pak Adnan menyeret koper Bu Mila dan menyuruhnya pergi."
"Kok Adnan bisa-bisanya ngusir istrinya sendiri seperti itu. Saya harus bicara sama Adnan."
Bu Retno tidak tinggal diam. Dia kemudian berjalan naik ke lantai atas untuk ke kamar Adnan.
"Adnan...! Adnan...!" seru Bu Mila dari luar kamar Adnan.
Adnan membuka pintu kamar dengan malas. Dia yakin, kalau kedatangan ibunya ke kamar pasti akan menanyakan soal Mila. Adnan masih malas untuk membahas soal Mila.
"Bu, ada apa sih Bu?" tanya Adnan.
"Benar apa yang di bilang Mbak Asih, kalau kamu sudah mengusir Mila dari rumah ini."
"Iya Bu. Aku memang sudah ngusir Mila dari sini. Aku sudah mentalak dia juga Bu. Dan mulai sekarang, ibu nggak usah cariin Mila lagi."
"Astaghfirullahaladzim. Adnan. Apa yang kamu lakukan sama Mila."
"Mulai sekarang ibu nggak usah belain Mila. Mila itu sudah selingkuhin aku Bu. Dia sudah mengkhianati aku dengan selingkuh dengan teman lamanya."
"Tapi Adnan. Nggak seperti ini juga caranya Adnan. Seharusnya kamu dengarkan dulu penjelasan Mila Adnan."
"Mending sekarang ibu diam. Ibu nggak usah ikut campur urusan aku dengan Mila. Tugas ibu sekarang, kasih pengertian Aluna, agar dia mau menerima perceraian Papa dan Mamanya."
"Ya Allah Adnan. Apa yang sudah kamu lakukan. Kenapa kamu bisa gegabah seperti ini mengambil keputusan. Mila itu wanita yang baik. Kenapa kamu usir dia dari rumah ini."
Adnan tidak mau berlama-lama bicara dengan ibunya. Dia buru-buru menutup pintu kamarnya dan masuk kembali ke dalam kamarnya.
****
Malam ini, Mila masih berada di sisi jalanan yang gelap. Mila masih melangkahkan kakinya di keremangan lampu-lampu jalanan. Mila tidak tahu kemana dia akan pergi.
Tetes gerimis sudah membasahi hijab lebar Mila. Mila menatap ke atas langit. Gumpalan awan di atas langit sudah terlihat sangat gelap. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
"Ya Allah, sebentar lagi turun hujan. Aku harus mencari tempat berteduh," ucap Mila.
Mila kemudian menghentikan langkahnya. Dia menatap sekeliling untuk mencari tempat berteduh.
Tin tin tin....
Bunyi klakson mengejutkan Mila. Mila menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang di mana sebuah mobil melaju pelan dan mendekatinya.
Mobil itu berhenti tepat di samping Mila. Seorang wanita sepantaran Bu Retno membuka kaca mobilnya dan menatap ke arah Mila.
"Kamu mau ke mana?" tanya wanita itu.
"Saya tidak tahu mau ke mana Bu," ucap Mila.
"Kok tidak tahu mau kemana? itu bawa-bawa tas segala mau ke mana?"
"Saya tidak tahu Bu mau ke mana. Saya baru saja di talak dan di usir suami saya. Dan sekarang saya bingung, karena saya tidak punya tempat tinggal di sini," ucap Mila menjelaskan.
Wanita itu terkejut saat mendengar penjelasan dari Mila.
"Saya juga tidak punya ongkos untuk pulang kampung," lanjut Mila.
Wanita itu manggut-manggut mengerti.
"Oh. Ya udah kalau gitu, ayo masuk ke mobil. Sebentar lagi akan turun hujan. Dan kamu jangan malam-malam sendirian di tengah jalan begini. Bahaya, wanita malam-malam di tengah jalan begini. Lebih baik kamu ikut ibu aja."
"Tapi Bu..."
"Udah, nggak usah tapi-tapian. Kamu masuk ke mobil saya dan duduk di belakang."
Tanpa banyak berfikir, Mila kemudian membuka pintu mobil. Setelah itu Mila pun masuk ke dalam mobil itu.
Mobil itu kemudian meluncur pergi meninggalkan tempat itu.
Beberapa saat kemudian, mobil itu berhenti tepat di depan sebuah rumah mewah tiga lantai.
Mila terkejut dan menatap sejenak rumah mewah itu. Rumah itu tampak lebih luas dan lebih bagus dari rumah suaminya.
Sebelum turun dari mobilnya, wanita itu menatap Mila lekat.
"Nama kamu siapa?" tanya wanita itu.
"Saya Mila Bu," jawab Mila.
"Oh, kalau nama saya Suci. Kamu bisa panggil saya Bu Suci."
Mila tersenyum.
"Iya Bu Suci. Terimakasih banyak, karena Bu Suci sudah mau ngasih saya tumpangan dan tempat tinggal."
"Iya Mila. Ayo sekarang kita turun!"
Mila mengangguk. Mila kemudian turun dari mobilnya. Begitu juga dengan Bu Suci dan sopirnya. Mereka juga ikut turun dari mobilnya.
"Pak Burhan, tolong bawakan tas Mila ke dalam ya!" pinta Bu Suci.
Pak Burhan sopir pribadi Bu Suci mengangguk. Dia kemudian membawakan tas Mila masuk ke dalam rumah.
Mila saat ini sudah duduk di sofa ruang tengah rumah Bu Suci. Sejak tadi Mila masih menatap sekeliling.
"Besar sekali rumah Bu Suci. Rumah Mas Adnan saja kalah dengan rumah Bu Suci. Sepertinya, Bu Suci memang orang kaya," ucap Mila yang tampak kagum dengan rumah Bu Suci.
Pandangan Mila tiba-tiba saja tertuju pada foto seorang wanita cantik yang terpajang di ruang tengah.
"Itu foto siapa, apa jangan-jangan itu foto anaknya Bu Suci," ucap Mila menerka-nerka.
Beberapa saat kemudian, Bu Suci datang menghampiri Mila.
"Mila, saya sudah siapkan kamar untuk kamu. Kamu bawa tas kamu, dan kamu bisa istirahat dulu di kamar."
Mila tersenyum dan mengangguk.
"Baik Bu."
Mila kembali menatap foto itu.
"Itu foto anak saya Mila. Namanya Rhea. Dia sudah meninggal dua tahun yang lalu karena sakit,"jelas Bu Suci.
Mila terkejut saat mendengar ucapan Bu Suci.
"Meninggal?"
"Iya. Dia sudah meninggal. Dan saya sengaja masih memajang foto itu untuk mengobati kerinduan saya pada anak saya."
Bu Suci tampak sedih saat mengingat anaknya.
"Maaf ya Bu. Karena saya sudah mengingatkan ibu pada anak ibu lagi."
Bu Suci tersenyum.
"Tidak apa-apa Mila. Ayo Mil, ibu antar kamu ke kamar."
"Iya Bu."
Mila membawa tasnya dan mengikuti langkah Bu Suci. Bu Suci membawa Mila naik ke lantai atas.
Sesampainya di depan kamar, Bu Suci membuka pintu kamar itu dan mengajak Mila masuk ke dalam.
"Untuk sementara kamu boleh tinggal di sini Mil."
Mila tersenyum.
"Makasih banyak ya Bu."
"Iya Mila. Selamat istirahat ya. Ibu tinggal dulu. Kalau kamu butuh apa-apa, kamu bisa ke kamar saya. Kamar saya ada di bawah."
Mila mengangguk.
"Iya Bu."
****
"Lihat, lihat anak kamu Adnan! sejak Mila pergi, dia tidak mau makan, dari tadi sore, dia cuma bisa menangis dan ngurung diri di kamar," ucap Bu Retno merasa iba dengan kondisi cucunya.
"Biarin saja. Lama-lama juga Aluna akan terbiasa tanpa ibunya."
"Kenapa sih Adnan, kenapa kamu harus ngusir Mila. Dan sekarang kita tidak tahu Mila ada di mana."
Adnan yang sejak tadi masih menatap layar ponselnya mengalihkan pandangannya pada ibunya.
"Bu, sudahlah. Nggak usah khawatirin Mila. Dia itu sudah dewasa. Dia pasti bisa kok jaga diri. Dia itu bukan wanita yang baik untuk aku. Dia sudah mengkhianati aku dengan selingkuh dengan lelaki lain. Sudah sepantasnya dia mendapatkan hukuman yang pantas. Biarin saja dia menjadi gelandangan."
"Benar-benar keterlaluan kamu Adnan. Kamu sudah terlalu gegabah dalam mengambil keputusan. Seharusnya kamu cari tahu dulu kebenarannya. Jangan main tuduh begitu saja tanpa adanya bukti yang jelas."
"Tapi di foto itu sudah benar-benar jelas Bu. Kalau Mila itu sedang mesra-mesraan dengan lelaki lain."
Bu Retno menghela nafas dalam. Dia sudah tahu bagaimana sifat anaknya. Dia itu lelaki yang sangat keras kepala dan egois. Susuh juga untuk memberikan dia pengertian.
"Terserah kamu lah Adnan. Kamu itu memang nggak pernah kasihan sama anak kamu."
Bu Retno bangkit dari duduknya. Setelah itu dia pun melangkah pergi meninggalkan Adnan. Percuma juga dia memberikan nasihat pada Adnan yang masih emosi. Adnan juga tidak akan pernah perduli dengan ucapan ibunya.
Bu Retno masuk ke dalam kamar cucunya. Dia melihat Aluna masih sesenggukan menangis di dalam kamarnya.
Bu Retno melangkah menghampiri Aluna. Dia kemudian duduk di sisi ranjang Aluna.
"Aluna," ucap Bu Retno.
Aluna menoleh ke arah Bu Retno dan menatap Bu Retno dengan deraian air mata.
"Jangan nangis terus Aluna. Kamu harus makan, nanti kamu sakit kalau kamu nggak mau makan," bujuk Bu Retno.
Aluna kemudian beringsut duduk dan menatap lekat neneknya.
"Nenek, hiks...hiks .."
"Tuh kan, nangis lagi. Nenek kan sudah bilang, kalau kamu jangan nangis. Kamu nggak boleh seperti ini terus sayang," ucap Bu Retno sembari mengusap air mata cucunya.
"Kenapa, kenapa Mama harus ninggalin aku, kenapa?"
"Apa mama sudah nggak sayang lagi sama aku Nek? kenapa mama harus ninggalin aku."
Bu Retno meraih wajah Aluna. Dia kemudian menangkup wajah Aluna dan menatap cucunya itu lekat.
"Sayang, mama kamu sayang kok sama kamu. Cuma, dia lagi butuh waktu sebentar untuk menenangkan fikirannya. Biarkan mama pergi dulu. Nanti kalau kamu kangen sama Mama, nenek janji. Nenek akan bawa kamu ke mama kamu ya."
Aluna anak kecil itu sama sekali tidak tahu menahu kalau ibunya pergi, karena di usir oleh ayahnya. Aluna hanya tahu kalau ibunya pergi meninggalkannya tanpa izin darinya.
"Nenek, kenapa mama tidak bisa dihubungi Nek?
kenapa?"
"Nenek juga nggak tahu, mungkin hape mama kamu mati. Atau lupa di cas."
Sejak tadi sudah banyak pertanyaan yang di lontarkan Aluna pada neneknya. Membuat Bu Retno bingung untuk menjawabnya.
"Aluna, makan ya. Nanti nenek ambilkan kamu makan!"
Aluna menggeleng.
"Aku nggak mau makan nenek. Aku mau makan sama mama aja "
Bu Retno menghela nafas dalam.
Gimana ya, cara jelasin ke Aluna, kalau ibunya sudah pergi karena di usir ayahnya. Kalau aku jujur pada Aluna, aku yakin dia pasti akan membenci ayahnya. Tapi sekarang, aku harus cari Mila kemana. Aku tidak tahu di mana Mila sekarang. Sejak dia pergi, hapenya nggak aktif. Sampai sekarang dia juga belum bisa dihubungi, batin Bu Retno.
"Kamu makan sama nenek saja ya. Nanti nenek ambilkan."
"Nggak mau. Aku cuma mau makan sama mama!" ucap Aluna dengan nada tinggi.
"Ya udah kalau kamu nggak mau makan, kamu tidur aja deh. Besok nenek antar kamu cari mama ya."
Aluna menatap neneknya lekat dan tersenyum.
"Nenek yakin, mau bantuin Luna cari mama?"
Bu Retno mengangguk.
"Yakin dong. Aluna sekarang tidur ya."
"Iya Nek."
Aluna membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Setelah itu Bu Retno menarik selimut dan menutupi tubuh Aluna dengan selimut.
"Selamat tidur ya sayang. Semoga mimpi indah. Besok, kita cari mama ya sama nenek."
Aluna tersenyum. Dia kemudian memejamkan matanya untuk tidur.
Setelah Aluna terlelap , Bu Retno menghela nafas.
"Aku mau cari Mila di mana. Dan kenapa nomer Mila nggak aktif. Mudah-mudahan, tidak terjadi apa-apa sama Mila."
Sebenarnya Bu Retno khawatir dengan Mila. Bu Retno tidak tahu, apa yang akan dia katakan pada besannya di kampung kalau Mila pergi karena dia sudah di talak oleh Adnan.
"Adnan, kenapa kamu harus melakukan hal bodoh seperti ini Adnan,"ucap Bu Retno.
Bu Retno kembali menatap cucunya.
"Sepertinya Aluna sudah nyenyak," ucap Bu Retno.
Bu Retno kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar Aluna.
"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!