"Aku ingin kamu mendekati seorang buronan. Dia tersangka pembunuhan seorang anak pejabat. Terserah bagaimana cara kamu melakukannya!" perintah atasan Berliana.
Berliana tidak bisa menolak perintah atasannya untuk menyamar dan menangkap buronan itu. Saat ini kakinya sedang melangkah menuju sebuah klub.
Udara dingin begitu terasa di kota malam hari ini. Semakin terasa dingin karena dari pagi hingga malam menjelang hujan mengguyur kota. Jam telah menunjukan pukul satu dini hari. Rumah-rumah di kota itu tampak telah sunyi dan gelap. Mungkin para penghuninya telah beranjak tidur. Mengisi energi yang akan digunakan keesokan hari.
Suasana berbeda tampak di sebuah klub malam. Di sana suasana akan semakin meriah dan gemuruh jika hari menjelang subuh. Orang-orang semakin banyak datang berkunjung.
Di lantai dansa dan tempat-tempat duduk mewah banyak terlihat pasangan manusia. Entah mereka pasangan suami istri, sepasang kekasih atau hanya sekedar pasangan selingkuh.
Lampu yang semakin meremang di area tempat duduk tampak kontras dengan cahaya yang bersahutan yang sangat menyilaukan mata di lantai dansa. Suara musik juga terdengar sangat keras berdentam, seolah menguji gendang telinga mereka yang di sana.
Malam minggu membuat suasana di klub tampak semakin ramai tidak terkendali. Para bartender tampak sibuk melayani pengunjung yang meminta jamuan minuman beralkohol di klub malam itu. Para wanita yang berpakaian seksi tampak mulai mencari mangsanya.
Berliana memasuki arena dansa dengan percaya diri. Dia telah mengetahui jika mangsanya ada di tempat ini. Sambil menggoyangkan pinggulnya, mata wanita itu liar menatap ke sekeliling.
Saat matanya melihat sosok yang dicari, Berliana lalu berhenti menari. Dia pura-pura berjalan sempoyongan dan menabrak pria itu. Tubuhnya dipeluk si pria agar tidak jatuh.
"Maaf, Mas. Kepalaku pusing, tidak melihat ada orang," ucap Berliana dengan suara yang agak keras agar dapat di dengar lawan bicaranya.
"Sebaiknya kamu duduk," jawab pria itu dengan suara datar. Dia membantu Berliana duduk. Menatap wajah wanita itu dengan intens.
Berliana berusaha tersenyum sewajarnya, agar pria itu tidak curiga dengannya. Pria itu memberikan air minum untuk Berliana. Namun, dia menolaknya.
"Aku tak minum alkohol," tolak Berliana saat melihat apa yang pria itu berikan.
"Tidak minum alkohol tapi main ke tempat seperti ini?" tanya pria itu.
"Aku datang hanya untuk menghilangkan stres. Boleh aku tahu nama kamu?" tanya Berliana. Dia mengulurkan tangan dan menyebut namanya.
"Gabriel ...," ucap pria itu menyebut namanya.
Berliana memandangi wajah Gabriel dengan intens. Jika dilihat dari wajah dan sikapnya tidak akan ada yang menduga jika dia seorang buronan. Saat Berliana ditugaskan untuk menangkapnya, dia juga hampir tak percaya ketika atasan memperlihatkan foto pria itu.
"Kalau begitu minum air mineral ini saja." Gabriel menyodorkan sebotol air mineral.
Berliana hanya melihat, dia masih ragu untuk menerimanya. Namun, melihat air mineral itu masih bersegel akhirnya dia menerimanya. Wanita itu lalu meneguk air mineral itu hingga tersisa separuh.
Berliana mencoba mendekati pria itu dengan mengajaknya mengobrol. Dia ingin Gabriel mempercayai dirinya, sehingga itu akan memudahkan untuk menangkapnya.
Sebagai seorang polisi wanita yang ditugaskan menyamar dan menangkap Gabriel, wanita itu awalnya ragu.
Setelah beberapa menit, Berliana mulai merasakan efek obat itu. Tiba-tiba dia merasa gairahnya meningkat dan seluruh tubuhnya terasa terbakar. Dia memulai pertanyaan dengan nada berbeda.
"Pria tampan seperti kamu pasti tidak kesepian, ya?" tanya Berliana dengan senyum genit.
Pria itu tersenyum lebar. "Kamu benar, saya memang tidak kesepian. Tapi denganmu, saya merasa lebih bahagia," ujar Gabriel.
"Kamu bisa mengajakku berdansa, kan?" Berliana lalu menyodorkan tangannya dengan perasaan bernafsu.
Pria itu menggandeng tangan Berliana dan membawanya ke ruang dansa. Mereka mulai menari dan perasaan wanita itu semakin memuncak. Dia ingin melakukan hal-hal yang tidak pantas di tempat umum.
Saat pria itu mencium Berliana, dia merasa terlena. Dia tidak sadar bahwa telah menjadi korban obat perangsang yang membuatnya kehilangan kendali. Gabriel sebenarnya juga tidak tahu jika dalam air mineral telah dicampur obat.
"Apa kita beristirahat ke kamar saja," bisik Gabriel. Berliana yang telah terpengaruh obat, langsung menganggukan kepalanya. Tubuhnya akan terasa lebih enak jika mendapat sentuhan.
Gabriel lalu membawa Berliana menuju sebuah kamar hotel yang berada di lantai atas klub. Pria itu mengira dia pastilah salah satu wanita penghibur di klub ini. Tidak ada kecurigaan baginya dengan sikap wanita itu.
Sampai di kamar, Gabriel dan Berliana berbaring. Wanita itu tanpa di minta membuka satu persatu kain yang melekat ditubuhnya. Rasa panas dari dalam badan membuat dia melakukan itu.
Gabriel yang melihat Berliana telah polos juga melakukan hal sama. Dia melucuti seluruh baju yang ada ditubuhnya. Setelah itu naik ke atas ranjang. Pria itu melakukan pemanasan sebelum akhirnya mencoba memasuki inti tubuh Berliana.
Saat akan mencoba membobol, sadarlah Gabriel jika wanita itu masih perawan. Dia menghentikan kegiatannya sejenak.
"Kamu masih perawan?" tanya Gabriel. Berliana menjawab dengan menganggukan kepalanya.
"Apa kamu yakin akan melakukan ini denganku? Tidak akan menyesal?" tanya Gabriel lagi.
Kembali Berliana menganggukan kepalanya sebagai jawaban. "Teruskan saja, Bang. Aku sudah tidak tahan," ucap Berliana dengan tubuh yang mulai gemetar.
Melihat reaksi Berliana, Gabriel dapat mengambil kesimpulan jika wanita ini dalam pengaruh obat perangsang. Jika dia tidak menolongnya, bisa berakibat buruk juga bagi kesehatan sang wanita.
Gabriel akhirnya mencoba membobol perawan Berliana. Dia mulai mendekatkan miliknya ke inti tubuh Berliana. Baru mencoba memasuki terdengar ringisan kesakitan dari mulut wanita itu, sehingga pria itu menghentikannya.
"Sakit ...?" tanya Gabriel.
"Sedikit, kamu lanjutkan saja. Aku sudah tidak tahan," jawab Berliana.
"Jika sakit kamu bisa mencakar atau menggigit bahuku, jangan kamu tahan sendiri," ucap Gabriel dengan lembut. Entah mengapa, walau baru bertemu pria itu telah langsung tertarik dengan Berliana.
Gabriel kembali mencoba membobol pertahanan Berliana. Kembali wanita itu merasakan sakit. Dia lalu menggigit bahu pria itu. Ketiga kali mencoba masih gagal.
"Kita coba besok saja," ucap Gabriel. akhirnya.
"Teruskan saja, Bang. Aku juga telah terlanjur merasakan sakit. Aku sudah tidak bisa menahannya," ucap Berliana, semua itu memang karena pengaruh obat.
Akhirnya Gabriel setuju, dan mencoba lagi, akhirnya dia berhasil membobolnya. Berliana menjerit tertahan. Dia menggigit selimut menahan rasa sakit. Gabriel merasakan ngilu juga saat pertama memasuki. Melihat air mata wanitanya, pria itu mengecup mata dan mengecup bibirnya. Setelah melihat dia kembali tenang barulah Gabriel ingin memulai lagi menggoyangkan miliknya.
Lalu Gabriel menatap Berliana dengan binar mata teduh. Jemarinya menyentuh lembut wajah wanita itu. Seolah dia meminta persetujuan untuk memulai lagi hubungan. Anggukan kecil dari wanita itu sebagai bukti atas jawaban yang diberikan.
Entah siapa yang memulai terlebih dahulu. Kini dua tubuh itu telah kembali menyatu dalam kehangatan. Berbagi apa yang seharusnya dibagi oleh dua insan yang telah sah dalam ikatan pernikahan. Mengalir lah banyak rasa kala tatap mereka ditengah pergulatan mereka.
Tiga puluh menit berlalu akhirnya Gabriel dan Berliana mencapai puncaknya. Dia menanamkan benih di rahim wanita itu. Gabriel turun dari tubuhnya. Memeluk pinggang Berliana.
Mereka berdua terlelap, padahal belum membersihkan tubuh. Saat jam menunjukkan pukul tiga, Berliana tersadar. Menyadari dirinya berada di ranjang berdua dengan buronan dalam keadaan telanjang membuat dia syok.
...----------------...
Berliana bangun dan mengutip pakaiannya yang berserakan di lantai. Segera memakai ke tubuhnya lagi. Wanita itu dengan menahan sakit di bagian inti tubuhnya, meninggalkan kamar hotel itu.
Sampai di kost, Berliana termenung. Dia menarik rambutnya frustrasi. Tidak menyangka akan berakhir begini.
"Apa yang telah aku lakukan? Seandainya ada yang tahu, pasti aku akan dikeluarkan dari instansi karena telah mencoreng nama kepolisian. Aku harus bagaimana?" tanya Berliana pada dirinya sendiri.
"Lupakan saja semuanya. Aku tidak mungkin hamil hanya karena sekali berhubungan badan," ucap Berliana kembali.
Berliana mencoba memejamkan matanya. Besok dia harus bisa membuat pria itu mempercayai dirinya dan mengatakan tempat tinggalnya. Dia ingin segera mengakhiri tugasnya secepat mungkin.
Dua hari telah berlalu sejak pertemuan pertama dengan Gabriel. Saat ini malam kembali menjelang. Di sudut kamar yang terlihat sunyi, seorang gadis tengah duduk meringkuk seorang diri. Dia adalah Berliana, seorang wanita muda yang tumbuh tanpa kedua orang tuanya.
Semenjak ditinggal kedua orang tuanya, Berliana harus berjuang seorang diri untuk menyambung hidupnya. Jam telah menunjukan pukul satu dini hari. Rumah-rumah di kota itu tampak telah sunyi dan gelap. Mungkin para penghuninya telah beranjak tidur. Mengisi energi yang akan digunakan keesokan hari.
Berliana bangun dari tidurnya. Di saat orang lain beristirahat, wanita itu bahkan harus bekerja. Suasana malam yang dingin membuat diri lebih enak untuk memejamkan mata, tapi itu tidak berlaku bagi Berliana. Dia harus tetap bekerja demi menjalankan misinya.
Jika saja dia tidak mengingat agar tugasnya segera selesai, mungkin Berliana lebih memilih membaringkan tubuhnya. Dia tidak terbiasa dengan suasana klub dan juga mengingat kejadian kemarin.
Dengan menggunakan ojek, Berliana sampai ke klub itu lagi. Dia melangkah masuk. Suara musik menyambut kedatangannya. Mata wanita itu mengamati kesekeliling ruangan, mencari keberadaan Gabriel.
Sepuluh menit wanita itu bengong, dan akhirnya mata Berliana menangkap keberadaan pria itu. Dia berjalan mendekatinya. Kebetulan Gabriel hanya duduk seorang diri.
"Selamat malam, Bang," sapa Berliana dengan ramah.
Gabriel menatap wajah Berliana dengan intens, setelah itu baru dia tersenyum. Pria itu memintanya duduk.
"Mau minum apa?" tanya Gabriel.
Mendengar pertanyaan pria itu, Berliana teringat kejadian dua hari lalu, saat pertama bertemu. Setelah minum air mineral yang diberikan tubuhnya terasa aneh. Dia tahu itu pengaruh dari obat perangsang.
Melihat Berliana yang menatap ke arah minumannya, Gabriel langsung berpikir tentang pertemuan pertama mereka yang berawal dari minuman dan berakhir di ranjang.
"Jangan takut, aku akan pesan minuman baru. Kemarin itu bukan milikku. Seseorang memesan untuk kekasihnya." Gabriel mencoba meyakinkan Berliana.
Gabriel teringat dengan malam panas antara dia dan wanita itu. Dia tidak mengira jika Berliana masih perawan dan dia orang pertama yang berhubungan dengannya.
Gabriel memesan air mineral dan memberikan untuk Berliana. Dia masih sedikit ragu untuk meminumnya.
"Sebenarnya apa tujuan kamu masuk klub ini? Kamu tidak minum, dan juga tidak ikut berdansa bersama pengunjung lainnya." Rupanya Gabriel mulai mencurigainya. Berliana tersenyum sambil memikirkan jawaban yang tepat.
"Aku sebenarnya hanya ingin melupakan sakit hatiku karena ditinggal kekasih. Dia menikah dengan sahabatku," ucap Berliana dengan wajah sedih agar Gabriel percaya.
"Terus, apa hubungannya ke klub?" tanya Gabriel lagi.
"Aku ingin mencari pria yang mau menikah denganku. Akan aku buktikan jika bukan dia saja yang bisa menikah, tapi aku juga," jawab Berliana dengan berbohong.
Gabriel tertawa mendengar pengakuan Berliana. Dia sedikit ragu dengan apa yang wanita itu katakan.
"Apa kamu pikir pernikahan itu main-main? Kamu pikir pernikahan itu ajang lomba siapa yang tercepat menikah?" tanya Gabriel lagi.
"Aku tidak mengatakan pernikahan itu mainan. Aku juga mencari pria yang serius, bukan hanya sekadar main-main dalam pernikahan," jawab Berliana.
Gabriel tampak berpikir, terlihat dari dahinya yang berkerut. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat ini.
"Apakah kamu mau menikah denganku. Aku tidak bisa berjanji bahwa tidak akan ada yang salah dalam hidup kita. Tapi, aku bisa berjanji bahwa kita akan berdampingan, menghadapi semua tantangan hidup dan memanfaatkan setiap momen yang kita jalani dengan sebaik-baiknya. Maukah kamu menikah denganku?" tanya Gabriel.
Gabriel tidak mengerti, kenapa dia langsung berniat melamar Berliana. Sejak pertama bertemu, hatinya telah terpaut pada wanita itu.
"Kamu melamarku?" tanya Berliana.
Gabriel menjawab dengan menganggukan kepalanya. Dia takut jika wanita itu menolaknya. Pasti akan memalukan jika itu terjadi.
"Saya bersedia menjadi istrimu," jawab Berliana pelan. Gabriel terpaku memandangi wajah Berliana. Rasanya tidak percaya jika wanita itu menerima lawatannya.
"Apakah kamu tidak akan menyesal nantinya setelah mengetahui dan mengenalku lebih dekat?" tanya Gabriel lagi.
Gabriel tidak mengerti dengan perasaannya saat ini. Dia merasa sangat bahagia karena Berliana menerima lamarannya. Mungkin ini yang dikatakan cinta pada pandangan pertama. Dia memang mencintai wanita itu dari pertama melihatnya.
***
Setelah Gabriel melamar Berliana malam itu, dia mendaftarkan berkas pendaftaran pernikahan mereka di KUA. Satu minggu lagi jadwal bagi mereka untuk melangsungkan pernikahan.
"Kamu yakin akan menikah denganku? Jika masih ragu, kamu bisa mundur sekarang sebelum pernikahan berlangsung?" tanya Gabriel saat mereka kembali dari KUA.
"Aku yakin, Bang. Aku tidak akan mundur," jawab Berliana dengan pasti.
Gabriel lalu memeluk dan mengecup pipi calon istrinya itu. Setelah mengantar Berliana ke kost, pria itu kembali.
Selama menjadi Intel, Berliana memang kost di kota tempat Gabriel tinggal agar tidak ada yang mengenalnya sebagai seorang polisi wanita.
Berliana termenung dekat jendela kamar, memandangi anak-anak yang berlari saat pulang sekolah. Dia merasa gugup, besok hari pernikahannya dengan Gabriel. Atasannya mulai mengamankan tempat pernikahan mereka mulai nanti malam.
Dua minggu kebersamaannya dengan Gabriel, wanita itu tidak pernah melihat sisi negatif dari pria itu. Pasti tidak akan ada yang mengira jika Gabriel seorang pembunuh. Sikapnya sangat baik dan perhatian.
***
Gabriel tersenyum semringah menyambut kedatangan Berliana. Dia memeluk wanita itu dan mengecup pipinya.
"Sebentar lagi kita akan menikah. Aku harap kedepannya kita akan menjadi keluarga yang bahagia. Aku tidak menjanjikan kebahagiaan bagimu, tapi aku akan berusaha membuat kamu tersenyum dan tidak menyesal menikah denganku," ucap Gabriel.
"Maafkan, aku ...!" ucap Berliana. Entah mengapa perasaan bersalah terselip di hatinya saat ini. Atasannya tadi telah menghubungi Berliana dan mengatakan jika tempat ini telah dikepung.
"Kemana pak penghulunya, kenapa belum masuk juga? Aku tanya dulu sama petugasnya. Kamu tunggu saja di sini!" ucap Gabriel.
Saat dia baru melangkahkan kaki, masuk segerombolan polisi mengepung ruangan itu. Gabriel sangat kaget dengan semua yang terjadi dihadapannya saat ini.
"Angkat tangan ...! Tempat ini telah dikepung. Kami harap kamu menyerah!" ucap pemimpin rombongan itu.
Gabriel mengangkat tangannya. Matanya tajam menatap ke arah Berliana.
...----------------...
Gabriel memandang tajam pada Berliana, bibirnya tampak bergetar, rahangnya mengeras. Di matanya terlihat amarah yang membara, membuat wanita itu merasa takut.
"Aku memang jahat, tapi apa yang kau buat ini lebih jahat. Aku yang bersalah, kenapa hatiku yang kau hukum?" tanya Gabriel dengan mata tajam menatap ke arah Berliana.
Kedua pasangan itu saling menatap, seakan mencoba menembus batas-batas kebohongan dan kebenaran. Suasana menjadi mencekam, namun Gabriel yang marah menolak untuk mengalah.
"SEENGGAKNYA GUE HANYA PENJAHAT BUKAN PENGKHIANAT SEPERTI LO! YANG MENJADIKAN CINTA SEBAGAI MAINAN," ucap Gabriel dengan menahan amarah yang berkecamuk di hatinya.
Namun, Berliana hanya terdiam, tidak berani mengucapkan apa-apa. Seeorang dari mereka harus memberikan kata penutup, karena keheningan itu semakin membunuh suasana.
"Aku harap kau tidak akan pernah menyesal karena telah menipuku dengan cintamu ini. Aku tidak akan pernah melupakan saat ini. Aku harap kau juga tidak akan menyesal nantinya!" ucap Gabriel dengan penuh penekanan.
Saat polisi ingin mendekatinya, Gabriel mencoba melarikan diri, sehingga sebuah timah panas menembus kaki pria itu. Dia tersungkur ke lantai menahan rasa sakit. Darah segar mengucur dari kakinya.
Berliana merasa sesak di dada. Dia mendekati Gabriel, ingin menolong pria itu berdiri. Namun, tangannya di tepis.
"Jangan pura-pura baik! Bukankah ini yang kau inginkan!" ucap Gabriel dengan suara tegas.
"Maafkan, aku," ucap Berliana dengan lirih.
"Salah satu hal yang paling kutakutkan di dunia ini adalah dibohongi. Sebab aku tahu saat dibohongi oleh seseorang, berarti sebelumnya aku sudah memberikan beberapa kepercayaanku padanya. Saat aku tahu bahwa faktanya apa yang aku terima berbeda dengan apa yang diucapkannya, maka saat itulah rasanya sulit meyakinkan diriku untuk percaya lagi," ucap Gabriel sambil menahan rasa sakit di kaki.
"Cepat berdiri!" ucap seorang dari polisi itu. Dengan menahan sakit Gabriel berdiri. Ekornya ditendang agar berjalan cepat menuju mobil tahanan.
Sebelum masuk ke mobil tahanan, Gabriel membalikan tubuhnya. Pandangan kedua orang itu bertemu. Tampak sekali pancaran dendam dari wajah pria itu. Berliana menunduk, tidak sanggup menatapnya.
Berliana masuk, mengintip dari jendela yang ada diruangan tempat biasanya berlangsung pernikahan. Air mata tumpah membasahi pipi wanita itu. Baru kali ini dia menangisi seorang penjahat.
Setelah mobil tahanan itu pergi. Barulah Berliana pergi melanjutkan langkah kakinya. Sampai di kost, dia langsung membereskan semua barang miliknya. Wanita itu harus kembali ke kota tempat dia biasa bertugas.
***
Sampai di kota tempatnya bertugas, Berliana kembali pada kegiatan rutinnya. Bertugas di salah satu Polsek. Awalnya dia selalu teringat Gabriel. Ada rasa bersalah melihat pandangan mata pria itu yang seperti terluka saat tahu dirinya hanya di jebak.
Satu bulan berlalu, Berliana merasa ada perubahan pada dirinya. Dia merasa tubuhnya mudah lelah dan sering pusing. Namun, dia tetap harus bekerja.
Pagi senin ini semua anggota mengadakan upacara bendera. Berliana yang merasa kepalanya pusing, tetap memaksakan diri untuk upacara.
Lima belas menit berlalu, saat upacara bendera hampir selesai, Berliana akhirnya pingsan. Rekan kerjanya membawa ke ruang kesehatan.
Salah satu dokter memeriksa kesehatan Berliana. Mengambil sampel darah. Saat wanita itu sadar, dia merasa kepalanya makin terasa pusing.
Dokter yang berjaga di klinik membawa hasil laboratorium yang di ambil dari sampel darahnya. Dia memandangi wajah Berliana dengan intens.
"Kapan terakhir kali Anda datang bulan?" tanya Dokter wanita yang bernama Santi itu.
"Kenapa Dokter tanyakan itu?" Bukannya menjawab pertanyaan dokter itu, Berliana justru balik bertanya.
Dokter itu kembali menatap Berliana dengan wajah yang tampak menyelidik. Wanita itu menjadi heran dan bertanya.
"Katakan saja, Dokter. Saya sakit apa?" tanya Berliana lagi.
"Kamu bukannya sakit, tapi saat ini sedang hamil!" ucap Dokter itu tegas.
"Hamil ...?" tanya Berliana kaget. Dia tidak menyangka akan berbadan dua. Wanita itu langsung teringat Gabriel. Hanya dengan pria itu dia pernah berhubungan.
Dia telah melaporkan hasil laboratorium pada atasan. Saat ini atasan mereka meminta Berliana untuk menghadap.
"Selamat siang, Pak!" ucap Berliana saat memasuki ruang kerja atasannya.
"Silakan duduk!" ucapnya dengan suara tegas.
Berliana duduk dengan rasa gugup. Dia tahu apa yang akan diterima sebagai hukuman karena melanggar aturan dan sangat memalukan instansi tempatnya bekerja.
"Kamu tahu kenapa dipanggil?" tanya Atasannya itu.
"Tahu, Pak! Karena saya hamil di luar nikah." Berliana menjawab dengan tegas.
"Kamu tahu konsekuensi atas perbuatanmu ini?" tanya pria itu lagi.
"Tahu, Pak!" jawab Berliana dengan suara jelas dan tegas.
Setelah bicara dengan atasannya, Berliana langsung pulang. Mulai hari ini dia langsung non aktif. Dengan perasaan sedih, wanita itu kembali ke kontrakan. Atasannya Berliana mengatakan jika pemecatan dirinya secara tidak hormat akan dilaksanakan minggu depan.
Setelah upacara pemecatan dirinya, Berliana bermaksud akan kembali ke desa tempat dia dilahirkan. Ada peninggalan rumah orang tuanya di desa itu.
Berliana merasa sangat bersalah dengan kedua orang tuanya. Dengan susah payah mereka berjuang menjadikan dirinya seorang polisi, dan dia melakukan kesalahan hingga akhirnya di pecat.
***
Lima tahun telah berlalu. Putri mungil Berliana tumbuh makin besar dan cantik. Wajahnya begitu mirip dengan Gabriel. Yang membuat Berliana sangat kuatir karena putrinya itu sering sakit dan mimisan.
Hingga suatu hari suhu tubuh putrinya yang diberi nama Nicole Adelina, sangatlah tinggi. Berliana membawanya ke puskesmas, tapi petugas kesehatan itu memberikan rujukan kepadanya untuk di bawa ke rumah sakit.
Dengan menggunakan ambulans puskesmas Nicole di bawa ke rumah sakit. Hari itu juga dia harus di rawat karena suhu tubuhnya masih sangat tinggi.
Nicole menjalani beberapa prosedur untuk mengetahui penyakit apa yang sedang anak itu derita. Berliana sebagai ibunya sangat cemas dan kuatir.
Setelah dua hari di rawat, Dokter akhirnya dapat mengetahui penyakit apa yang sedang di derita Nicole. Dokter memanggil Berliana ke ruangannya.
Dokter akhirnya mengatakan sakit yang Nicole idap saat ini. Berliana tak pernah menduga bahwa anaknya, Nicole, akan terkena penyakit kanker darah. Nicole adalah anak kecil yang ceria, penuh energi, dan selalu aktif dalam berbagai kegiatan. Namun, semua itu berubah ketika tiba-tiba dia mengeluhkan sakit pada tubuhnya.
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!