NovelToon NovelToon

Cerita Cinta Najendra

Awal Dari Sebuah Kisah

Di sebuah tempat tidur beralaskan kasur empuk dan selimut yang menggulung sampai kepala, seorang wanita beringsut dari sana, mengerjapkan mata nya berkali-kali mengumpulkan nyawa, wanita itu menggerakkan kepala nya Kanan kiri untuk menghilangkan pegal di sekitar leher, mengusap tengkuknya sendiri, beberapa kali mengurut pangkal hidung untuk menghilangkan pusing, terlihat kantung mata yang meng hitam dan bibir yang pucat.

Terlihat sangat lelah ingin sekali tubuhnya ia baringkan lagi di tempat tidur empuk itu tapi tidak bisa, ia harus pergi bekerja hari ini.

"Aaaa ayo semangat Nadia" teriak nya heboh

"Woy berisik masih pagi" saut seseorang entah dari mana

NADIANA PUTRI MAHESA

Gadis cantik berambut hitam panjang, gadis cuek dengan kehidupan nya yang tidak pernah bisa di tebak oleh siapapun, perempuan itu sering di panggil Nadia.

Ia mengerjapkan kembali matanya setelah ia merasa nyawa nya sudah terkumpul, menarik handphone nya yang tergeletak tak beraturan, membuka aplikasi bertukar pesan, rentetan pesan muncul di sana, gadis itu hanya membaca lalu menyimpan kembali benda pipih itu, beranjak dari tempat tidur berniat membersihkan diri.

Selesai dengan persiapan nya ia menyambar tas selempang kecil yang selalu ada di atas pundaknya, melihat jam di pergelangan tangannya, menunjukkan pukul 07:45 masih ada 15 menit lagi menuju jam kerja, dengan terburu-buru ia melesatkan motor matic nya mengejar waktu agar ia tak kesiangan.

10 menit kemudian sampai lah ia di sebuah konveksi pembuatan baju, gadis itu di tempatkan di mesin jahit yang dimana ia harus selalu cekatan mengerjakannya.

"Huh gila untung gue gak telat" dengan napas yang memburu ia berhasil menempelkan jari jempolnya ke fingerprint sebelum jam kerja di mulai, ia menyusuri setiap lorong konveksi itu untuk menuju ruang kerjanya, sebuah tumpukan kain ternyata sudah ada di sebelah mesin jahitnya bukan satu tumpukan melainkan dua tumpukan sisi kanan dan sisi kiri.

Ia hanya bisa menghembuskan nafasnya, tidak ingin mengeluh tidak ingin berkomentar lebih baik kerjakan pikirnya.

"Hai pagi nad, kalo bisa itu udah beres siang ya" ucap Danang yang berlalu di hadapan Kalula dengan setumpuk kain berada dalam pelukannya.

"Oh pagi mas, aku usahain ya" jawab nya

"Harusnya barangnya sebagian datang kemarin, tapi ternyata telat datang jadi harus beres hari ini, jadi terpaksa hari ini harus ngebut dulu, semangat ya" lanjut Danang

"Ah iya mas gapapa aku usahain" hanya pasrah yang terucap dari bibir Nadia, memang bisa apa ia jika tidak pasrah? Hanya bisa berkata iya pada Danang Selaku kepala konveksi itu.

°°°°°°°°°°°°°°

Istirahat makan siang sudah berlangsung sejak 15 menit yang lalu, para pekerja konveksi berlalu lalang menuju kantin hanya untuk sekedar mengisi perut yang keroncongan, lain hal nya dengan Nadia, gadis itu malah menelungkupkan kepala nya di atas meja mesin jahit, setelah berperang dengan kain-kain yang harus ia selesaikan, dengan kemahiran tangan dan kaki nya ia bisa menyelesaikan baju-baju itu tepat waktu, walaupun harus dengan keringat yang mengucur di dahi nya.

Bunyi notifikasi pesan masuk mengalihkan fokus nya,

Nama seorang laki-laki tertera di benda pipih miliknya.

Jendra : Dimana Lo bocil?

Nadia : Di tempat kerja lah

Jendra : Lo pasti belum makan kan? Udah gue pesenin makan, makan Lo, biar badan Lo gendut dikit gak kaya triplek

NAJENDRA AJI D

Pria tampan dengan perawakan mencapai 180cm, pria dingin yang jarang tersentuh oleh orang luar, kaki nya yang jenjang selalu menjadi perhatian kaum hawa, berprofesi sebagai barista di sebuah kopi shop. Iya sering di panggil dengan sebutan Jendra.

Nadia hanya bisa memutar bola matanya kala mendapatkan lelaki itu selalu mengejek nya seperti triplek, cih atas dasar apa pikirnya, ia merasa badan nya ideal, dengan tinggi 160 dan berat 45kg bukankah ini seperti body model?

Nadia melangkah kan kakinya untuk mengambil makanan dari lelaki yang tadi bertukar pesan dengan nya, ia melihat ada dua kotak makanan yang berada dalam paper bag itu, hey apakah ia terlihat serakus itu? Sampai lelaki itu harus membelikan nya dua porsi makanan?.

Jendra : Gak usah ngomel lo, yang satunya lagi buat Riri

Nadia : makasih Kakak yang baik (stiker meme)

Jendra : Hmm, jangan lupa Lo ntar malem ada janji sama gue

Gadis itu mengerjapkan beberapa kali matanya untuk mengingat sesuatu, janji apa yang lelaki itu maksudkan.

Ah astaga, hampir aja gue lupa, kalo tadi gue reflek bales janji apa bisa kena omel gue

Jendra : Jangan bilang Lo lupa ya Na

Nahkan!

Nadia : So tau banget Om Om

Gadis itu terkikik sendiri setelah membalas pesan pada lelaki itu, selesai membalas pesan lelaki itu, Nadia membuka satu kotak makanan yang berada di depan nya, bau makanan kini memenuhi penciuman nya, membuat perut yang kosong itu meronta-ronta untuk segera di isi

Saat ia baru mau menyuapkan makanan nya, ia di kagetkan oleh seseorang yang tiba-tiba menepuk kedua pundaknya hingga membuat makanan yang belum masuk ke dalam mulutnya itu terjatuh ke lantai.

"Woy" suara seseorang di belakang Gadis itu

"Sialan Lo" menatap tajam seseorang yang sudah mengagetkan kan nya

Yang di belakang sana tertawa renyah dengan sahutan orang yang ia panggil tadi, orang itu berjalan duduk di depan Nadia

"Lo beli makanan gak kasih tau gue anjir, mana kantin lagi penuh banget lagi gue males ngantri" keluhnya kala melihat Nadia menyuapkan makanan nya

Nadia menjawab dengan menunjukkan satu kotak makanan yang berada di depan gadis itu

"Dari Abang Lo"

"Hah?"

"Abang Lo pesenin makanan tadi satu buat gue satu buat Lo"

"Dih bangke sebenarnya yang adiknya itu Lo atau gue?"

"Kek nya gue"

"Bangs*t"

Nadia hanya terkekeh mendengar umpatan gadis di depan nya itu sambil menyuapkan sesendok demi sesendok makanan itu sampai habis

Disisi Lain di sebuah cafe shop seseorang kini tengah menggoda Jendra habis-habisan, sejak bertukar pesan dengan Nadia Jendra memang sedang istirahat tapi siapa sangka? Saat ia sedang bertukar pesan dengan Nadia ternyata ada seseorang yang mengintip isi pesan itu dari belakang tubuhnya.

"Gimana perkembangan Lo sama Nadia" tanya Arza terkekeh

"Mulai deh, gue anggap dia adek gue, gak lebih" jawab Arka acuh

"Mana Ada adek di kirimin makanan tiap jam istirahat, mana ngajak jalan Mulu lagi" Sindir Arza yang membuat Jendra tertohok

ARZANA DIRGANTARA

Arza adalah pria tampan yang saat ini menjadi teman dekat Jendra, ia yang selalu tau pasti apapun tentang Jendra, kunci kata nya pada Arka "Lo bisa bohong ke orang lain, tapi gak berlaku buat gue Dra" kunci kata yang membuat Jendra seakan pasrah dengan apapun yang Arza ketahui tentang dirinya.

"Ya wajar dong kan gue takut adek gue kelaparan atau adek gue pingsan gara-gara gak makan" kilah Jendra mencari alasan

"Yeuh gak usah boong sama gue" ucap arza lagi dengan jahil nya

"Ya kali gue suka sama Adek gua sendiri" Arka

"Adek beda emak bapak maksud Lo?" Arza

"Yeuh si monyet" Arka dengan sedikit menjitak kepala teman jahil nya itu

Memang pada akhir yang sebenernya, gadis cantik bernama Nadiana dan lelaki tampan bernama Najendra itu bukan lah saudara kandung bahkan jauh dari kata Saudara, mereka hanyalah dua insan yang di satukan oleh takdir, entah lah kisah mereka seperti apa, entah ada cinta atau tidak di dalam ikatan mereka, dengan Jendra yang menyebut bahwa dirinya hanya menganggap Nadia sebagai adiknya dan Nadia yang entah hatinya bagaimana.

^⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠^

Cantik

"Btw malem ini malem Minggu kan ya? Lo mau keluar?"

Nadia hanya mengangguk sebagai jawaban

"Sama Jendra?"

Lagi-lagi Nadia hanya mengangguk sebagai jawaban

"Ngangguk mulu Lo bngst, sariawan Lo?" Umpat Gadis di depan nya pada Nadia

CARISSA DARA SHANA W

Gadis manis sahabat terdekat Nadia, gadis itu yang selalu tau semua tentang Nadia, peran Carissa sama hal nya dengan Arza, dia adalah adik sepupu dari Jendra, gadis itu biasa di panggil dengan sebutan Riri.

"Tiada hari tanpa ngumpat, lama-lama Lo kek nenek-nenek Ri"

"Mana ada nenek-nenek secantik gue" jawab nya dengan kekehan diakhir ucapannya "Eh Jendra kok gak ngajak gue kalian mau pergi?" Lanjutnya

"Tanya sendiri sama Abang Lo Riri"

"Tanyain dong, gue lagi berantem anjir sama dia"

"Berantem Mulu kek tom and jerry Lo"

"Dia yang mu-

Ucapan Riri terpotong kala mendengar suara dering ponsel di meja makan mereka, hp Nadia berbunyi menampilkan panggilan vidio call dari nama orang yang saat ini sedang mereka bicarakan.

"Panjang umur banget ni orang"

Menggeser icon hijau untuk menjawab, kini Riri berpindah duduk di sebelah Nadia hanya sekedar untuk mengganggu panggilan vidio call itu

"Hay kak" Nadia

"Masih makan Lo?"

"Iya nih sama dia nih" Nadia mengarahkan kamera nya kepada Riri yang saat ini memasang muka so cool nya

"Na Lo ngapain bawa monyet ke tempat kerja?"

"Anj*, Lo yang monyet" sewot Riri

"Monyet emang suka marah ya Na kalo di bilang monyet?"

"Gak di telpon gak ketemu langsung ada aja bahan berantem nya" keluh Nadia yang sudah lelah melihat adik kakak itu bercekcok mulut, entah itu hal kecil atau hal besar yang selalu membuat mereka adu mulut, bahkan Nadia rasanya sudah lelah ketika menjadi penengah antara adik kakak sepupu itu.

"Tadi dia sendiri yang masang muka so cool gitu, bukan nya cool malah kek monyet" jawab Jendra dengan tawa nya

"Anying kalian berdua" sewot Riri

Perdebatan garing kedua orang itu masih berlangsung dan Nadia hanya tertawa sesekali menimpali candaan mereka, memang ada saatnya ketika Jendra dan Riri bertemu entah itu lewat panggil vidio call ataupun bertatap mata akan terjadi lah pertengkaran kecil di antara mereka, Jendra yang notabene nya sangat jahil dan Riri yang notabene nya emosional jika berhadapan dengan Jendra.

..............

"Deal gak?"

"Gak"

"Dih? Bener ye?"

"Dih any*g curang"

"Yaudah kalo gak mau, malem ini Nadia sama gue"

"De astaga ah Lo mah"

"Gue gak akan ke rayu sama panggilan de Lo ke gue"

"Yaudah yaudah, tapi Lo jangan ganggu gue nanti, awas aja Lo"

"Nah gitu dong, dah ah, dadah monyet, kau lah Abang sepupu terbaikku"

Tut

Panggilan terputus sepihak

"Loh kok mati" Nadia yang baru kembali dari kamar kecil bertanya setelah melihat handphone nya dan panggilan vidio call itu sudah terputus

"Jendra yang matiin" jawab Riri terkekeh

"Oh yaudah, ayo balik, bentar lagi masuk".

..........

Malam telah tiba, sesuai janji nya bersama Jendra malam ini, Nadia sedang melihat pantulan dirinya di hadapan cermin, melihat penampilan nya sendiri dengan dahi yang berkerut.

"Perasaan dulu baju ini pas deh, kok sekarang keliatan gede ya"

Berbicara sendiri dengan melenggak-lenggok kan badan nya, melihat lagi pantulan dirinya sendiri, dengan celana kulot di padukan dengan kemeja, dan sepatu putih, gadis itu terlihat sangat manis.

Kini Nadia sedang berada di depan kostan nya menunggu Jendra datang, kurang dari 10 menit orang yang saat ini Nadia tunggu menampakkan dirinya, Jendra dengan motor besarnya nya menghampiri Nadia, Nadia sedikit tertegun melihat penampilan Jendra saat ini, jaket hitam, celana hitam dan helm full face yang melekat di kepalanya menambah kesan tampan dalam diri Jendra.

"nikmat mana lagi yang kau dusta kan yatuhan, ganteng banget anj*g"

"Ganteng kan Abang gue"

Suara itu menyadarkan Nadia dari lamunan nya.

"Loh ajg kok?"

"mulut Lo" ucap Jendra sambil menemplak mulut Nadia pelan

"Mampus" Riri mengejek

"Ngapain Lo ikut?" Tanya Nadia dengan menatap heran

"Gapapa kan?" Tanya Jendra dengan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal

"Dih mau jadi setan Lo" umpat Nadia tanpa menjawab pertanyaan Jendra

"Bodo amat yang penting gua jajan"

"Goblok" Nadia menatap Riri dan mengarahkan jari tengah nya kepada Riri sedang yang di tatap terkekeh pelan.

"Yaudah ayok naik keburu malem"

Jendra memberikan helm Full face yang iya taro di jok belakang untuk Nadia, sedikit aneh memang gadis yang satu ini, Dulu Jendra pernah membelikan Nadia helm yang biasa perempuan pakai yaitu helm bogo, tapi Nadia menolak mentah-mentah dan ingin mengganti nya dengan helm full face yang sama dengan Jendra, bahkan Nadia ingin memberikan uang kepada Jendra untuk membelikan nya helm full face, tapi nyatanya Jendra menolak uang yang Nadia berikan, Jendra membelikan nya sendiri untuk Nadia.

Menyusuri jalan yang cukup padat, motor besar Jendra kini sedang terjebak di dalam kemacetan, mengingat malam ini adalah malam Minggu, sudah di pastikan jalan penuh dengan kendaraan.

Setelah terjebak dalam kemacetan sekitar 30 menit kini motor Jendra dan motor Riri sudah terparkir rapih di sebuah parkiran pasar malam, iya benar pasar malam, Riri yang sempat mengusulkan kemana mereka pergi malam ini, Jendra menyetujui karena mengingat sudah lama ia tidak membawa Nadia ke tempat seperti ini.

Nadia mengadahkan kepala nya melihat bianglala yang kini sedang berputar.

"Bianglala nya cantik ya kak" Nadia

"Iya cantik" Jawab Jendra tapi bukan melihat ke arah yang Nadia lihat, melainkan melihat ciptaan tuhan yang saat ini berdiri di sampingnya.

cantik Na, tapi bukan bianglala nya

Dari belakang mereka Riri melihat tatapan sepupu nya itu kepada Nadia, hatinya gundah, hatinya banyak akan ketakutan yang terjadi, sejujurnya ia sangat menginginkan dua orang saat ini ada di depan nya, saling mengungkapkan perasaan nya masing-masing, tapi dia sendiri takut akan semua yang akan terjadi. Riri menghembuskan nafas nya kasar sebelum ia melangkah kan kaki nya mendekati mereka.

"Berdiri Mulu kaya patung Lo berdua, ayo cari jajan"

"Ayo"

Dua gadis itu sekarang melangkahkan kakinya dengan tangan yang bertautan, sedangkan Jendra ada di belakang mereka, tidak sulit mengejar langkah mereka dengan kaki jenjang Jendra, pasalnya sedari tadi Nadia dan Riri seperti anak kecil yang main kejar-kejaran, baiklah anggap malam ini Jendra membawa dua anak kecil yang harus ia jaga.

Jendra tersenyum kecil di balik masker nya, melihat kadua orang yang saat ini masuk kedalam orang terpenting ke dalam kehidupan nya, dua orang yang ia sayangi dan ia jaga sebaik mungkin.

Makasih Ri, Lo bawa dunia baru buat gue

Tawa yang sudah hilang itu kembali lagi

Dengan tangan yang bertaut kini Nadia dan Riri sedang mengantri tiket untuk menaiki biang lala, lagi-lagi Jendra hanya menjadi seorang bodyguard di belakang mereka.

Jendra memutar bola matanya malas, apa Riri sudah lupa dengan kesepakatan nya siang tadi itu, Jendra mencondongkan tubuhnya ke depan mendekati Riri lalu berbisik tepat di telinga Riri.

"Gak usah pura-pura janji lo"

Kesepakatan mereka tadi siang, Riri sempat memaksa untuk ikut mereka jalan-jalan malam ini, tapi jelas Jendra menolak mentah-mentah permintaan Riri, pasalnya ia tau jika mereka sudah berdua ia akan di anggap tidak ada di antara mereka, tapi dengan kelicikan Riri dengan mengatakan Nadia akan pergi bersamanya membuat Jendra seakan mati kutu, Sebab Jendra pun tau jika Nadia tidak akan bisa untuk menolak ajakan Riri, dan akan memilih untuk membatalkan janji bersama nya malam ini.

Riri dengan senyum khas menampilkan gigi nya meringsut ke belakang Jendra, Nadia menoleh melihat Riri yang pindah menjadi di belakang.

"Loh kok pindah, Kakak kok jadi di depan"

"Lo sama Abang ya Nad, gue pengen sendiri, gapapa kan?"

"Kenapa gak bertiga aja"

"Gak bisa Na, satu kurung itu cuman buat 2 orang"

"Ishh Kakak ngalah dong, Ana mau sama Riri"

"Lo gak mau sama gue?"

Nadia mengulum bibir nya, rasanya ia sedang banyak salah berucap hari ini.

"Umm, gak gitu sih, yaudah ayo ayo"

Dan sesuai pembicaraan nya tadi, kini Nadia dan Jendra di dalam satu kurung biang lala yang sama, sedangkan Riri berada di belakang tentu nya sendirian.

"Na"

"Hmm"

Nadia yang sedang sibuk memotret langit yang di penuhi bintang dari balik kaca biang lala itu hanya menjawab sekedar nya.

"Cowo Lo gak nyariin?"

Tentu Nadia tau kemana sekarang pembicaraan Jendra , ia memasukkan handphone nya ke dalam tas kecil yang pakai, menghembuskan nafas nya kasar sebelum menjawab pertanyaan lelaki di depan nya itu.

"Mustahil buat dia nyariin Ana Kak, Ana juga udah cape kalo terus yang nyariin dia" jawab Nadia dengan sedikit cekatan kecil terdengar dari suara nya.

Jendra paham betapa menyakitkan nya Nadia saat ini.

"Mau keluar dari zona itu gak? Gue kasian liat Lo terus-terusan kaya gini"

"Entahlah terlalu banyak ketakutan Yang ada di pikiran Ana"

"Takut apa? Orang tua lo? Atau apa? Gue yakin mereka pasti setuju kalo Lo jelasin semuanya"

"Semuanya gak sesimpel yang di liat sekarang, bakal banyak rintangan dan air mata nantinya, jujur Ana sendiri udah ngerasa nyerah sama semua yang dia lakuin, dia yang tiba-tiba muncul terus tiba-tiba ilang kaya di telan bumi, dia yang gak pernah mau peduli atas semua rasa sakit yang Ana rasain, rasanya mau marah pun percuma, Ana udah terlalu cape kak"

Terdengar isakan kecil dari bibir kecil Nadia, Nadia menepuk dada nya beberapa kali, hanya sekedar untuk menghilangkan sesak di dadanya saat ini, menyakitkan memang mencintai orang yang seolah tidak mencintai nya.

Jendra mengusap beberapa kali pucuk kepala Nadia, mengusap punggung gadis itu agar sedikit tenang.

"Ana cape kak"

"Iya gue ngerti, lepasin pelan-pelan ya Na, gue tau ini berat, tapi Lo harus bisa, Lo harus sayang sama diri Lo sendiri dulu baru boleh sayang sama orang lain"

Perlahan isakan itu menghilang, Nadia kembali menegakan badan nya, terlihat matanya yang sembap.

"Ana belum tau mau gimana kak"

Tidak mau menekan lebih dalam Jendra hanya mengiyakan ucapan Gadis itu, ia cukup tau batasan nya sendiri, biarkan gadis itu memikirkan bagaimana ke depan nya, Jendra cukup tau se dewasa apa gadis di depan nya ini.

Ana adalah sebutan untuk Nadia dari Jendra, hanya ia yang memanggil gadis itu dengan sebutan Ana, sejak pertama perkenalan mereka Jendra bahkan langsung memanggil nama itu, ia mengambil 3 huruf terakhir yang berada pada nama Nadia yaitu Nadiana, Nadia jelas menolak Jendra memanggil nya dengan sebutan Ana karena ia merasa aneh pikirnya, tapi Jendra dengan keukeuh memanggil Nadia dengan sebutan Ana dengan Alasan ia tidak bisa menyebutkan kata Nadia, cih alasan macam apa pikirnya.

Biang lala itu berhenti berputar, Nadia dan Jendra segera keluar di susul dengan Riri di belakang mereka.

"Main apa lagi sekarang?" Riri berceloteh

"Naik itu gak si?" Tunjuk Nadia pada sebuah rollercoaster

"Kalian aja" ucap Jendra

"Dih takut ya Lo"

"Ga, gue males aja, pasti kalian berisik"

"Cemen Lo, ayo naik"

"Ga" ucap Jendra segera menjauh dari mereka berdua

Riri berusaha menarik lengan Abang sepupu nya itu untuk menaiki rollercoaster yang Nadia tunjuk tadi, tapi nihil jelas lelaki itu lebih kuat menahan badan nya.

Nadia beringsut mendekati tubuh tegap sang lelaki

"Kak ikut ya" Nadia dengan mendusel manja pada lengan besar Jendra

Riri tertawa puas dalam hatinya, ia sudah yakin dengan itu sudah di pastikan bahwa Jendra tidak akan menolak, baiklah sahabat nya itu memang cukup bisa di andalkan.

"Lo aja ya" ucap Nadia masih dengan muka cool nya

"Aaa Kak ayo" kini Nadia mengerjapkan mata nya berkali-kali, demi tuhan di mata Jendra Nadia sangat menggemaskan.

Kenapa bisa se lucu ini si anjing ah greget gue pengen gigit pipinya.

"Na" Jendra memasang muka melas nya saat ini

"Yeay ahahah ayo ayo" ucap Nadia girang setelah berhasil membujuk Jendra dengan jurus jitu nya.

Kini mereka bertiga sudah menaiki kursi kosong, Jendra berada sisi kanan dan Riri sisi kiri Dengan Nadia yang berada di tengah-tengah mereka.

Gadis itu memamerkan giginya terlihat senang, ah baiklah buat ia bahagia malam ini, entah sudah berapa lama gadis itu tidak menaiki wahana seperti ini, dengan kesibukan nya yang selalu bekerja.

Wahana yang mereka naiki kini berputar, putaran demi putaran di dampingi dengan teriakan orang-orang yang menaiki nya, begitupun dengan Jendra dan dua gadis di samping nya saat ini, Riri berteriak dengan keras di selingi dengan tawa nya melihat wajah Jendra yang sudah memerah.

Turun dengan tawa mereka Riri dan Nadia terduduk lemas di kursi yang tersedia di dekat rollercoaster, hal lain nya dengan Jendra kini muka nya sangat merah , perutnya terasa di kocok sedikit mual yang lelaki itu rasakan saat ini.

Dua gadis itu mentertawakan keadaan Jendra

"Anj*g lah muka nya merah banget ego" Riri tertawa sambil menunjuk muka Abang sepupunya itu.

"Ahahaha nih minum dulu minum dulu" Nadia ikut tertawa melihat bagaimana raut muka lelaki itu.

Dengan sekali tegukan air minum Nadia habis oleh lelaki itu, kini mereka bertiga tertawa bersama, Riri memperhatikan Abang sepupu nya itu dalam tawa nya, entah sudah berapa lama ia tidak melihat tawa itu, hadirnya Nadia sebagai sahabatnya cukup berdampak besar ke dalam kehidupan Jendra, ingin sekali ia berterima kasih pada sahabatnya itu atas semua yang terjadi saat ini, Nadia bisa benar-benar merubah semuanya.

Bagai keajaiban yang tuhan berikan, ia tau sedingin apa Abang sepupunya itu, lelaki itu bahkan hanya berbicara sekedar nya, tidak pernah mau bercerita apapun jika bukan sebuah paksaan dan tekanan, tapi beberapa bulan terakhir ini ia merasakan perubahan lelaki itu, ia melihat sisi ceria yang sudah lelaki itu kubur dalam-dalam kini tumbuh kembali.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!