Seorang perempuan cantik tengah duduk manis di rooftop sebuah restoran mewah, menunggu suaminya datang. Sebelumnya mereka berjanji untuk merayakan anniversary pernikahan untuk pertama kalinya. Satu jam, dua jam berlalu bahkan tiga jam Elliana menunggu Carlton datang menemuinya, tapi sama sekali tidak ada tanda laki-laki itu akan muncul disana. Berulang kali Elliana menghubungi suaminya, tidak ada satupun pesan yang di balasnya. Bahkan di telepon pun, nomornya tidak aktif.
“Kamu kemana Carl... Nggak mungkin kan kamu lupa janji kamu sendiri. Apa kamu berubah pikiran?” Elliana bermonolog sendiri sambil terus menghubungi suaminya.
Tak lama, ponselnya berdering. Elliana pikir yang menghubunginya adalah Carlton, tapi ternyata bukan. Melainkan sebuah nomor baru yang tidak di kenalnya.
“Hallo.” Ucap Elliana setelah menerima panggilan itu, mungkin saja itu adalah Carlton.
“Selamat malam, saya dari kepolisian setempat. Apakah saya bisa bicara dengan istrinya tuan Carlton Aarav Vijendra?” Tanya seorang laki-laki di seberang sana.
“Malam pak. Iya betul, saya istrinya.” Jawab Elliana, hatinya mulai berdebar tak karuan.
“Apakah anda bisa datang ke rumah sakit Trauma Centre? Suami anda mengalami kecelakaan tunggal dua jam yang lalu, saat ini masih dalam penanganan dokter.”
Elliana menutup mulutnya karena terkejut mendengar kabar suaminya kecelakaan. Dia juga merasakan lututnya lemas, hampir saja ponsel yang dipegangnya saat ini terjatuh. Air matanya mengalir begitu saja. Makan malam romantis yang dinantikannya harus gagal karena Carlton kecelakaan.
“Hallo, apa anda mendengarkan saya?”
“Ah iya, pak. Saya segera kesana.” Dengan terburu-buru Elliana meninggalkan restoran itu.
Tak lagi memikirkan keselamatannya, Elliana mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hingga bisa sampai ke rumah sakit hanya dalam waktu yang sebentar.
Perempuan itu berlari sebisanya setelah memarkirkan mobilnya. Tempat yang di tuju olehnya saat ini adalah IGD rumah sakit tersebut.
“Maaf suster, apakah ada pasien yang baru kecelakaan bernama Carlton?” Tanya Elliana dengan napasnya yang tersenggal-senggal, pada perawat yang berpapasan dengannya.
“Apa maksud nona tuan Carlton Aarav Vijendra?” Perawat itu menjawab pertanyaan Elliana dengan pertanyaan lagi
“Iya sus, dimana...” Ucapannya terhenti saat mendengar seorang laki-laki memanggil namanya.
“Nona Elliana...” Laki-laki itu mendekat padanya.
“Felix? Dimana Carl?” Elliana sudah tidak peduli lagi bagaimana wajahnya yang basah karena menangis.
“Tuan Carl baru saja di pindahkan ke ruang ICU.”
Mendengar kata ICU, Elliana sudah tidak bisa menahan bobot tubuhnya lagi. Hingga tubuhnya merosot hingga terduduk dilantai yang dingin itu. Separah apa kecelakaan yang di alami oleh suaminya, sampai mengharuskan laki-laki itu berada di ruang ICU.
“Nona, anda tidak apa-apa?” Felix membantu istri dari bosnya untuk duduk di kursi yang ada di dekat mereka.
“Suamiku baik-baik aja kan Felix? Tolong katakan, Carl baik-baik aja...” Tangisnya pecah saat itu juga.
Felix hanya bisa diam tanpa bisa menjawab pertanyaan dari Elliana.
Setelah Elliana cukup tenang, Felix mengantarkan Elliana ke ruang ICU. Dokter belum mengizinkan siapapun masuk ke dalam, termasuk istrinya sekalipun.
Kabar kecelakaan yang di alami oleh Carlton menjadi trending topik pagi ini, hampir semua media memberitakan kecelakaan tragis itu. Namun sayangnya, belum ada satu mediapun yang bisa meliput bagaimana kondisi CEO dari penerbit buku terbesar di Indonesia itu.
Dari semalam, Elliana begitu setia menjaga suaminya. Dia sama sekali tidak bisa tidur, hingga kantung matanya terlihat menghitam. Beberapa kali Elliana mengajak Carlton untuk berbicara, namun laki-laki itu sama sekali tidak merespon apapun yang di bicarakan oleh Elliana.
Tak bisa di pungkiri, Elliana merasakan matanya mulai mengantuk. Elliana menyandarkan kepalanya lalu tertidur dengan tangan sebagai tumpuannya, sedangkan tangannya masih menggenggam tangan suaminya.
Entah sudah berapa lama Elliana tertidur, namun yang pasti saat ini dia merasakan pergerakan lemah dari tangan suaminya.
“Carl... Kamu udah sadar?” Tangis haru Elliana pecah saat melihat suaminya perlahan membuka matanya.
Laki-laki itu melenguh, merasakan kepalanya berdenyut nyeri. Sudut matanya yang sempat robek, sedikit membengkak sehingga sebelah matanya tidak bisa melihat dengan baik.
“A-aku panggil dokter dulu.” Ucapnya sambil tersenyum.
Sebelumnya Carlton sudah di pindahkan ke ruangan rawat, karena kondisinya mulai membaik meskipun belum sadar.
Seorang dokter dan dua orang perawat masuk bersamaan dengan Elliana dan juga Felix. Laki-laki itu baru saja kembali, setelah semalam dia di suruh pulang oleh Elliana.
“Syukurlah, keadaanmu sudah membaik, tinggal tunggu pemulihan dari luka luar saja.” Ucap dokter Anwar, yang tak lain adalah pamannya, adik kandung dari mendiang ibunya.
“Thank you, om.” Carlton menjawab dengan suara yang rendah.
Sejak tadi matanya terus tertuju pada Elliana, laki-laki itu menatap tajam istrinya.
“Kamu siapa?” Carlton bertanya sambil menatap Elliana.
“Felix apa dia pacarmu?” Sedetik kemudian dia bertanya pada Felix, tanpa mengalihkan perhatiannya pada Elliana.
“Bu-bukan, tuan. Dia...” Ucapan Felix menggantung saat Elliana memotongnya.
“Carl, bercandamu tidak lucu sama sekali.” Elliana tertawa garing.
“Elliana benar Carlton, bercandamu tidaklah lucu.” Sahut Anwar.
“Apa kamu pikir aku punya waktu untuk bercanda denganmu?” Carlton memicingkan matanya.
“Carl ini aku, Ellie... Istri kamu.” Raut wajah Elliana nampak kebingungan.
Di luar dugaan, Carlton malah tertawa sampai terbahak-bahak mendengar penuturan Elliana bahwa dia istrinya.
“Astaga... Dia ini lucu sekali. Om bayar dia berapa, buat ngeprank aku?” Carlton masih saja terkekeh.
“Carlton, dia istri kamu. Apa kamu lupa?” Tanya Anwar heran.
“Ya ampun om, apa om Anwar juga sudah lupa kalau calon istriku itu Selena?”
Deg.
Jantung Elliana rasanya berhenti saat itu juga, kenapa Carlton bicara seperti itu? Memang tak bisa di sangkal, sebelum menikah dengannya Carlton berencana menikah dengan Selena. Tapi karena perjodohan itu, harapannya bisa menikahi Selena pupus. Elliana tak bisa lagi berkata-kata, mulutnya terasa kelu untuk kembali bicara.
“Tapi aku benar-benar istri kamu, Carl. Kita udah nikah setahun yang lalu. Walaupun kita menikah karena perjodohan, tapi akhir-akhir ini hubungan kita...” Ucapan Elliana menggantung, karena dia sendiri tidak tahu tentang kejelasan hubungan diantara mereka.
“Cih. Kamu sendiri tidak bisa menjelaskan semuanya.” Carlton berdecih.
“Kamu punya ponsel kan? Punya televisi kan di rumah? Jadi tahu dong aku siapa dan pacarku itu siapa?” Carlton terus bertanya pada Elliana.
“Aku akan membuktikan semuanya Carl. Aku akan membawa bukti pernikahan kita, termasuk buku nikah kita.” Tegas Elliana.
Carlton tidak lagi menanggapi ucapan Elliana, laki-laki itu lebih memilih memainkan ponselnya. Elliana sendiri bingung, apa yang terjadi pada suaminya. Kenapa dia berpura-pura tidak mengingatnya.
Sejak siuman, laki-laki itu mengenal siapa Felix dan juga Anwar. Tapi kenapa dia tidak mengenalinya bahkan lupa kalau Elliana adalah istrinya.Apa Carlton benar-benar hanya tidak mengingatnya?
Dokter Anwar telah melakukan pemeriksaan ulang secara keseluruhan, selain luka luar tidak ada yang aneh dengan keadaan Carlton. Hanya saja, Carlton mengaku tidak mengenal Elliana sebagai istrinya.
Dengan ini, dokter Anwar menarik kesimpulan bahwa Carlton mengalami amnesia disosiatif. Dimana, pasien yang mengalami amnesia ini tidak bisa mengingat sebagian ingatannya. Hal ini terjadi karena trauma psikologis atau stress, sehingga otaknya memblokir sebagian ingatannya.
“Untuk apa lagi kamu kesini?” Carlton memicingkan matanya saat melihat Elliana kembali ke kamarnya.
Untuk sesaat, Elliana tersentak mendengar ucapan Carlton dengan nada yang dingin. Tapi bagaimanapun keadaannya, Carlton tetaplah suaminya. Elliana bertekad untuk membuat suaminya bisa mengingatnya kembali. Karena dia sudah yakin, hatinya telah mencintai Carlton.
“Aku istrimu, jadi aku berhak untuk ada disini.” Elliana menjawab dengan santainya.
“Hah... Aku aja lupa, kamu adalah istriku.” Carlton memutar bola matanya malas.
“Kalau begitu izinkan aku untuk membuatmu kembali mengingatku.” Pinta Elliana.
“Terserah...” Carlton menyibukkan dirinya pada ponselnya.
Hening. Suasana kamar itu sunyi, membuat suara mesin pelembap udara jelas terdengar di telinga mereka.
Ceklek.
Seorang perempuan masuk ke dalam kamar Carlton langsung memeluknya, tanpa memedulikan keberadaan Elliana. Disusul oleh seorang perempuan paruh baya, namun terlihat elegan dengan barang-barang mewah yang di kenakannya.
“Honey, kamu nggak apa-apa kan? Aku khawatir banget sama kamu.” Pelukan yang di berikannya begitu erat.
“Aku nggak apa-apa, baby.”
Nyut.
Hati Elliana berdenyut nyeri, melihat kemesraan yang di lakukan oleh Selena dan suaminya. Jangankan bisa memeluk suaminya, hanya sekedar duduk di dekatnya, Carlton bersikap dingin padanya.
“Selena, jaga sikapmu. Carlton sudah punya istri.” Kalimat itu di ucapkan Marina hanya untuk mengejek Elliana.
Sebelum datang ke rumah sakit, Marina terlebih dahulu menemui orang suruhannya. Tak lama, seorang laki-laki yang mengenakan masker dan topi hitam untuk menutupi wajahnya, menghampiri Marina yang tengah berada di dalam mobil. Laki-laki itu masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang bagian depan. Sedangkan sang sopir tidak ada di sana, karena Marina memerintahkannya untuk pergi membeli kopi sebelum pergi ke rumah sakit.
“Informasi apa yang mau kamu sampaikan?” Marina bertanya tanpa menatap laki-laki yang berada di depannya.
“Carlton berhasil selamat. Saat ini dia sudah melewati masa kritisnya, hanya saja pagi ini dokter Anwar mendiagnosa Carlton mengalami amnesia.” Jelasnya.
“Apa dia tidak ingat apapun, termasuk kecelakaan yang di alaminya?” Marina terdengar semakin penasaran.
“Carlton hanya tidak mengingat sebagian ingatannya. Yang diingatnya saat ini Selena adalah calon istrinya, dia tidak mengenali Elliana sebagai istrinya sendiri dan kejadian selama setahun ke belakang.”
Marina menganggukkan kepalanya sambil tersenyum smirk. Setelah dia memberikan amplop coklat berisi uang, laki-laki itu pergi sebelum sopirnya kembali. Dia mengambil ponselnya, lalu menghubungi Selena. Makanya dia bisa datang bersamaan dengan Selena.
“Ya ampun aku sampai lupa, tante. Maaf ya Elliana.” Meskipun nada suaranya terdengar menyesal, tapi Elliana melihat dengan jelas bahwa Selena tersenyum miring ke arahnya.
“It’s ok.” Elliana membalas ucapan Selena dengan singkat.
Rasanya ingin sekali, dia menjambak rambut Selena saat ini juga. Tapi, sadar bahwa saat ini Carlton mengingat Selena sebagai calon istrinya. Dia tidak ingin hubungannya dengan Carlton semakin berjarak.
“Apa aku mengenalmu juga?” Ketus Carlton pada ibu tirinya.
Apa dia juga tidak mengingatku? Kalau benar begitu, baguslah. Batin Marina.
Sebenarnya dari dulu, hubungan anak dan ibu tiri itu tak pernah sekalipun akur.
“Astaga, Carlton. Aku ini ibumu, aku khawatir dengan keadaan kamu.” Marina pura-pura terlihat khawatir pada Carlton.
“Benarkah dia ibuku, baby?” Carlton bertanya pada Selena, perempuan itu pun menganggukkan kepalanya.
Akhirnya, aku bisa memilikimu kembali Carlton. Selena tertawa puas di dalam hatinya.
...*****...
Lima hari mendapatkan perawatan di rumah sakit, Carlton akhirnya di perbolehkan pulang sore ini. Selama itu pula, Elliana selalu menemani suaminya di rumah sakit. Bahkan dia sampai membawa pekerjaannya ke rumah sakit. Setiap harinya, Selena selalu datang menemui Carlton tanpa memedulikan perasaan Elliana. Begitupun suaminya, sama sekali tidak keberatan jika Selena memeluknya bahkan terang-terangan mencium pipinya di hadapan Elliana.
“Apa kamu yakin kita itu suami istri?” Selidik Carlton saat Elliana berdiri mematung di depan pintu kamarnya, karena selama ini mereka tidur terpisah.
Flashback on
Tiga bulan yang lalu, sebelum kecelakaan yang di alami oleh Carlton. Mereka sempat bertemu di sebuah undangan pesta ulang tahun perusahaan, yaitu rekanan perusahaan Vijendra Media dan juga NTTV. Keduanya datang bukan sebagai suami istri, melainkan sebagai perwakilan dari perusahaan masing-masing.
Carlton datang hanya di temani oleh Felix, sedangkan Elliana datang menemani Emmanuel, CEO NTTV. Pria yang lebih akrab di panggil Nuel itu meminta Elliana untuk datang bersamanya, karena istrinya tidak bisa hadir lantaran anak pertamanya yang masih berumur lima tahun tidak mau di tinggal.
“Selamat malam tuan Carlton.” Sapa Emmanuel sedikit membungkukkan tubuhnya.
“Selamat malam juga tuan Nuel.” Balas Carlton.
Sedangkan matanya fokus pada perempuan cantik yang berada di samping Emmanuel. Perempuan itu hanya menyapa dengan senyumannya. Orang-orang di sana tidak tahu kalau mereka adalah sepasang suami istri, kecuali Felix dan juga Emmanuel.
Setelah terlibat obrolan ringan, mereka berpisah. Sesekali Carlton menatap istrinya dari kejauhan, setiap kali perempuan cantik itu mengobrol dengan seseorang, dia selalu tersenyum dengan ramahnya.
Tanpa sadar, Carlton sudah terbakar api cemburunya sendiri. Rahangnya mengetat, tangannya mengepal dengan kuatnya.
“Sh*t... Kenapa dia selalu tersenyum pada setiap orang.” Umpat Carlton sambil merenggangkan dasinya agar bisa bernapas dengan leluasa.
Laki-laki itu merogoh ponsel dari saku celananya, mengirimkan sebuah pesan singkat pada istrinya.
Hampir lima belas menit Carlton menunggu istrinya di dalam mobil. Kesal karena Elliana tak kunjung menemuinya, dia meraih ponselnya untuk menghubungi istrinya. Tapi sebelum itu, Elliana lebih dulu masuk ke dalam mobilnya.
Carlton tidak peduli dengan Elliana yang masih memakai sabuk pengamannya, laki-laki itu sudah melajukan mobilnya dengan kencang. Elliana sendiri tidak tahu suaminya itu kenapa bersikap seperti ini. Selama perjalanan pulang pun mereka sama sekali tidak bicara sepatah katapun.
Sesampainya di rumah, Elliana turun lebih dulu. Berlalu meninggalkan suaminya yang masih saja diam. Sebelum Elliana benar-benar menutup pintu kamarnya, Carlton menahan pintu itu lalu ikut masuk ke dalam kamar Elliana.
“Carl... Ada apa?” Elliana menatap heran ke arah suaminya.
“Apa kami senang bisa tebar pesona pada setiap orang seperti tadi?” Carlton menatap tajam ke arah Elliana.
“Tebar pesona apa sih Carl, kamu cemburu?” Tanya Elliana.
“Cih, siapa yang cemburu.” Carlton berkilah.
Elliana hanya tersenyum melihat tingkah suaminya. Perempuan itu menghampiri suaminya, lalu memeluk tubuh kekar laki-laki yang berstatus suaminya itu. Mendapatkan pelukan dari istrinya, seketika rasa kesal pada diri Carlton mulai surut, dia pun membalas pelukan Elliana. Drama cemburu butanya Carlton berakhir begitu saja. Sampai dia tertidur di kamar Elliana untuk pertama kalinya.
Flashback off
Mendapatkan pertanyaan spontan dari Carlton, Elliana bingung sendiri bagaimana dia harus menjawabnya.
“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” Elliana malah balik bertanya.
“Aku ragu, kalau kita adalah suami istri. Kamu sendiri canggung masuk ke kamar ini.”
Elliana belum pernah masuk ke kamar suaminya, karena hanya Carlton yang sering ke kamarnya. Itupun setelah hubungan keduanya mulai berubah.
“Tentu saja, kamu sendiri sudah melihat foto pernikahan dan juga buku nikah kita.” Elliana menjawab dengan yakin.
“Lalu kenapa aku dan kamu tidur terpisah? Atau kamu hanya berpura-pura menjadi istriku?” Carlton menatap tajam ke arah Elliana.
“I-itu ka-karena...” Elliana tiba-tiba bicara terbata-bata, dia sendiri bingung harus menjelaskan bagaimana hubungannya selama ini.
“Sudahlah. Aku tidak peduli, pergilah. Jangan ganggu aku lagi, aku mau istirahat.” Ucap Carlton hendak menutup pintu kamarnya.
“Tidak. Mulai hari ini, aku akan tidur disini. Supaya kamu terus melihatku dan bisa mengingatku lagi.” Elliana menerobos pintu yang hendak di tutup oleh Carlton tanpa peduli tatapan kesal dari suaminya.
Carlton menarik tangan Elliana dengan kasar, hingga tubuh istrinya itu menabrak tubuhnya. Keduanya terlibat aksi saling tatap untuk sejenak. Tangan kekar Carlton mengunci pinggang Elliana.
“Carl, lepas!” Elliana memberontak, mencoba melepaskan tubuhnya dari rengkuhan suaminya.
“Aku memberikan kamu kesempatan untuk keluar dari kamarku, atau kamu akan tahu akibatnya kalau tetap memilih tidur di sini.” Ancam Carlton.
“Ki-kita itu suami istri, jadi apa salahnya tidur bersama dalam satu kamar.” Mulutnya boleh berbicara seperti itu, tapi jantungnya saat ini berdetak begitu cepat karena tatapan suaminya membuatnya takut.
“Laki-laki dan perempuan dewasa tidur bersama, apalagi suami istri. Tidak hanya berbagi ranjang saja, tapi berbagi kehangatan dan juga keringat bersama. Dan satu hal yang harus kamu ingat, seorang laki-laki bisa meniduri perempuan apalagi statusnya adalah istrinya, tanpa harus ada cinta di antara mereka.” Ucap Carlton sambil terkekeh menanggapi ucapan berani dari Elliana.
Apa selama ini kamu sering tidur dengan banyak wanita, Carl. Apa termasuk dengan Selena juga? Batin Elliana.
“A-aku nggak keberatan soal itu. Lagi pula, bukankah itu semua sudah kewajibanku sebagai istrimu.” Sungguh, sebenarnya hatinya terasa sangat sakit mendengar ucapan dari Carlton.
Aku ingin lihat, sejauh mana keberanianmu saat ini? Batin Carlton sambil tersenyum smirk saat menatap Elliana.
“Baiklah, layani aku sekarang.” Carlton meraih tengkuk Elliana, menciumnya dengan kasar.
Carlton terus bergerak maju tanpa melepaskan ciumannya, sampai tubuh Elliana terbentur dengan tempat tidur. Sedangkan perempuan yang sedang di cumbu oleh suaminya itu terus saja memberontak.
“Balas ciumanku!” Pekik Carlton kesal, karena Elliana terus memberontak.
Carlton mendorong tubuh Elliana lalu menindihnya. Ciuman itu terus berlanjut. Carlton menggigit bibir ranum milik Elliana, karena kesulitan untuk memasukkan lidahnya.
“Akhh... Sakit Carl.” Jerit Elliana, sekuat apapun dia berontak tetap saja kalah tenaga dengan Carlton.
Laki-laki itu tidak memedulikan rengekan istrinya, bibirnya perlahan turun menyesap leher Elliana, membuat tanda merah tertinggal di sana.
“Carl, stop. Please...” Elliana mulai terisak, tapi tubuhnya merespon berlainan dengan mulutnya.
Tuhan... Tolong aku, aku belum siap. Batin Elliana.
Pita baju yang di kenakan oleh Elliana di tarik kasar oleh Carlton. Belahan dada yang putih dengan tiga tahi lalat kecil tersebar di sana, membuat tubuhnya berdesir sampai Carlton melupakan tujuannya untuk mempermainkan Elliana.
Dering ponsel milik Carlton menghentikan aktivitasnya. Elliana sangat bersyukur, saat Carlton memilih mengangkat panggilan pada ponselnya.
Carlton memilih menerima panggilan pada ponselnya, kalau tidak, dia tidak bisa lagi menahan nafsunya yang mulai memuncak.
“Ada apa Felix?” Ternyata yang meneleponnya adalah Felix, asisten pribadinya.
“Saya sudah mendapatkan rekaman CCTV yang mungkin berkaitan dengan terjadinya kecelakaan yang tuan alami.” Terang Felix melalui sambungan telepon tersebut.
“Kerja bagus, Felix. Kirim padaku sekarang, aku akan memeriksanya.” Titah Carlton yang langsung di sanggupi oleh Felix.
Carlton langsung membuka laptop di ruang kerjanya, setelah menerima rekaman CCTV yang di berikan oleh Felix.
Sedangkan Elliana keluar dari kamar Carlton menuju kamarnya, perempuan itu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah mengenakan pakaiannya, Elliana kembali ke kamar Carlton.
Dia merebahkan tubuhnya di atas kasur, yang hampir saja menjadi saksi bisu dirinya kehilangan kegadisannya. Meskipun kecewa atas sikap dan perlakuan Carlton, Elliana tidak akan mundur dari keputusan yang sudah di ambilnya.
Bukannya dia tidak mau melayani suaminya, tapi Elliana akan melakukannya dengan senang hati begitu Carlton mengingatnya kembali.
...*****...
Menjelang tengah malam, Carlton keluar dari ruang kerjanya. Langkah kakinya membawanya sampai ke depan pintu kamar Elliana. Dia memutar handle pintu dengan perlahan untuk memastikan keberadaan istrinya. Carlton pikir, setelah apa yang dilakukannya tadi, Elliana pasti tidak akan mau lagi tidur di kamar miliknya.
Dugaannya ternyata salah. Setelah pintu kamar terbuka sepenuhnya, dia tidak mendapati Elliana ada di sana. Di kamar mandi sekalipun tidak ada.
Carlton berlari kecil menuruni anak tangga. Di bukanya satu per satu kamar yang berada di lantai bawah. Nihil. Elliana tidak ada di sana. Kemudian dia beralih ke garasi, bahkan mobil Elliana masih terparkir di sana.
“Pergi kemana dia? Apa mungkin...” Ucapannya menggantung saat ada satu kamar yang belum di periksanya.
Benar saja, Elliana ternyata tidur di kamar yang di tempati Carlton. Laki-laki itu memutar bola matanya malas melihat Elliana yang tidak sedikitpun merasa takut padanya.
Carlton menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang ada di kamarnya. Dia tidak ingin tidur di kasur yang sama dengan Elliana.
Pagi hari Carlton terbangun, tubuhnya tertutup selimut. Elliana pun sudah tidak ada lagi di sana. Tangannya menyambar handuk, lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Elliana mengalihkan perhatiannya pada suaminya yang baru saja turun dari kamar. Nampak Carlton turun sambil mengenakan dasinya, entah kenapa hari ini dia kesusahan memasang dasinya sendiri.
Carlton tersentak saat tiba-tiba Elliana merebut dasi yang sedari tadi sangat susah dia pasang sendiri.
“Ini karna, aku sering memasangkan dasi untukmu. Makanya kamu kesusahan memasangnya sendiri.” Ocehnya sambil memasangkan dasi suaminya.
Mata Carlton tertuju pada luka di bibir Elliana, bekas gigitan yang di lakukannya semalam saat mencium istrinya dengan kasar.
Peduli apa kamu Carl. Masa bodoh, dia sudah mengobati lukanya atau belum. Carlton menggerutu sendiri dalam hatinya.
“Terima kasih.” Sindir Elliana, saat suaminya berlalu begitu saja setelah dasi itu terpasang rapi di lehernya.
Saat ini keduanya tengah duduk di meja makan, menikmati sarapan dengan saling diam.
“Bi Nana...” Panggil Elliana pada pelayan di rumahnya.
“Iya non. Saya disini.”
“Tuan sudah bangun, jadi saya minta tolong bi Nana buat pindahin semua barang-barang saya ke kamar tuan.” Titahnya.
“Siap non, saya minta yang lain untuk bantu juga.” Ya, pelayan di rumah itu memang tahu bahwa pasangan suami istri itu tidur terpisah.
“Tidak perlu, bi. Bibi kembali ke belakang aja.” Carlton mencegah Nana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!