Diandra mematut diri di depan kaca. Make up flawless membuat wajah cantiknya semakin terlihat menarik. Blazer dan celana kerja berwarna navy yang dipadukan dengan kemeja biru muda, terlihat sangat pas melekat di tubuh indahnya. Tas tangan kecil berwarna hitam, membuat penampilannya semakin terlihat sempurna.
"Perfect! Aku yakin hari ini, CEO Arkandi Corp akan puas dengan penampilanku sebagai sekertaris pribadinya," ujar Diandra percaya diri.
Ia tidak menyangka kalau aplikasi yang dikirimnya ke Arkandi Corp beberapa minggu yang lalu, akhirnya berbuah manis. Sebenarnya ia sedikit bingung karena ia melamar pekerjaan di sana, sebagai staf akuntan, tetapi kemarin ia dipanggil untuk interview untuk posisi sekertaris pribadi yang gajinya jauh lebih besar. Namun, ia tidak mau ambil pusing soal itu karena saat ini ia sedang butuh uang banyak dan sangat bersyukur dengan berkah yang diterimanya.
Bip! Bip! Bip!
Terdengar suara klakson taksi online yang baru saja dipesannya. Diandra segera mengunci pintu kamar kosnya dan berlari ke luar. Ia tidak boleh terlambat di hari pertama masuk kerja. Gadis manis tersebut ingin memperlihatkan kalau ia adalah seorang yang profesional.
Sesampai di Arkandi Corp, seorang wanita mengantarkan Diandra ke ruangan CEO perusahaan. Wanita itu mengatakan kalau ruangan kerja Diandra berada satu ruangan dengan CEO Arkandi Corp, agar lebih mudah mengurus semua pekerjaan.
"Selamat pagi, Pak! Ini Ibu Diandra--sekertaris baru bapak. Beliau sudah datang," ujar wanita yang baru ia ketahui bernama Nania.
"Terima kasih, Nania. Kamu boleh keluar," ujar laki-laki yang bangkunya sedang menghadap ke belakang itu.
Diandra merasa familiar dengan suara laki-laki tersebut. Apa ia seseorang yang pernah ada di masa lalunya, kemudian bertemu lagi saat ini? Apa laki-laki tersebut sengaja membalikkan bangkunya seperti di sinetron-sinetron yang pernah ia tonton, setelah ia memutar bangku ke depan, ternyata laki-laki itu adalah secret admire yang akan sengaja memintanya menjadi sekertaris pribadi. Kemudian laki-laki itu melamarnya dan mereka hidup bahagia selamanya.
'Stop berhayal, Diandra,' batin gadis tersebut sambil menggeleng-gelengkan kepalanya yang menunduk sejak tadi.
Masalah demi masalah yang menimpa hidup gadis berwajah cantik tersebut, sejak kepergian wanita yang sangat ia cintai untuk selamanya, membuat ia selalu berhayal bisa mendapatkan seorang laki-laki yang akan melindunginya dari setiap permasalahan hidup yang sudah tidak sanggup lagi ia lalui.
"Mengapa kamu menggeleng-gelengkan kepala seperti itu? Ayo duduk," ujar laki-laki yang merupakan CEO Arkandi Corp.
Diandra mengangkat kepala dan melihat ke arah suara laki-laki yang sudah memutar bangkunya. Lutut gadis bertubuh ideal tersebut seketika melemah dan seluruh badannya bergetar melihat sosok yang tengah duduk di atas bangku tersebut.
"Kenapa hanya diam? Ayo duduk di sini," ujar laki-laki tersebut lagi.
Diandra masih terpaku di tempatnya berdiri. Lidahnya kelu tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Air mata mengalir membasahi kedua pipinya. Separuh hatinya ingin untuk menghilang dari tempat tersebut sekarang juga, saking bencinya ia pada sosok yang saat ini duduk di kursi kebesaran seorang CEO tersebut, tetapi separuh hatinya lagi, ingin mendekati dan memeluk laki-laki yang sangat ia rindukan itu.
"Saya mau pulang. Saya tidak jadi bekerja di sini," ujar Diandra, sesaat setelah sadar dari keterkejutannya. Gadis tersebut berbalik dan berjalan ke arah pintu. Ia ingin keluar dari ruangan yang membuat luka lamanya kembali menganga.
Baru saja ia memegang handle pintu, seseorang memeluk tubuhnya dari belakang. Pelukan yang sangat dirindukannya selama lima tahun belakangan ini. Pelukan dari seseorang yang selalu datang dalam mimpinya. Pelukan dari orang yang telah menggores luka di hatinya.
"Jangan pergi, Di! Maafkan Abang. Abang mohon! Izinkan Abang menebus semua kesalahan yang pernah Abang lakukan. Abang kangen, Di. Abang juga terluka dengan ini semua," ujar laki-laki tersebut sambil memeluk Diandra dari belakang. Laki-laki tersebut memeluk Diandra dengan erat seolah tidak ingin gadis itu pergi jauh darinya.
Tangisan Diandra semakin keras. Ia tidak menyangka akan bertemu lagi dengan pria yang pernah menghilang tanpa pesan itu. Pria tersebut adalah cinta pertamanya. Ia menaruh harapan besar pada pemuda yang bernama Arkan tersebut.
Tidak sanggup mendengar tangisan Diandra, Arkan membalikkan tubuh gadis itu pelan dan mengusap air matanya lembut.
"Kamu jahat, Bang Arkan! Kamu sudah membuat aku hampir gila karena menunggu." Akhirnya Diandra meluapkan perasaannya.
"Abang tahu Abang jahat. Abang minta maaf. Abang berjanji akan mengobati semua luka yang pernah Abang goreskan dulu. Beri Abang kesempatan, Di!" mohon pria bertubuh atletis tersebut. Ia terlihat bersungguh-sungguh.
Diandra hanya mematung. Jauh di lubuk hatinya, ia sangat merindukan pria yang kini berdiri di hadapannya. Lima tahun laki-laki tersebut hadir dalam mimpi-mimpinya. Lima tahun lamanya, ia memelihara bayangan Arkan agar tidak hilang dari pikirannya.
"Aku bingung. Aku takut kecewa lagi. Abang tidak tahu betapa beratnya hari-hari yang aku lalui lima tahun belakangan ini. Abang tidak tahu bagaimana susahnya aku berjuang sendirian," tangis Diandra.
Arkan kembali memeluk gadis manis yang berada dihadapannya. Jika saja ia bisa memutar waktu kembali, tidak akan dibiarkannya gadis yang saat ini berada di dekapannya untuk menanggung kesedihan sebesar ini.
"Maafkan, Abang. Abang janji akan memperbaiki semuanya. Abang janji tidak akan pernah melukaimu lagi. Tolong beri Abang kesempatan," ujarnya meyakinkan Diandra.
Melihat kesungguhan di mata Arkan, Diandra mengangguk, jauh di lubuk hatinya, ia sangat merindukan laki-laki yang saat ini memeluknya erat. Sudah lama ia menantikan saat-saat seperti ini, saat bersama dan bermanja dengan laki-laki yang sangat ia cintai.
"Terima kasih, Sayang. Abang janji tidak akan pernah lagi membuat kamu terluka," janji Arkan.
Diandra semakin membenamkan tubuhnya dalam pelukan laki-laki yang memiliki tinggi seratus delapan puluh enam sentimeter tersebut. Ia merasa sangat nyaman berada di sana. Sudah lama ia tidak merasa senyaman ini sejak kepergian ibunya tiga tahun yang lalu.
"Jangan pernah hilang lagi. Aku nggak sanggup kalau harus kehilangan kamu untuk kedua kalinya," ujar Diandra di sela isakannya.
"Abang janji, Sayang. Abang akan tebus semua sakit yang kamu rasakan akan perbuatan Abang dulu," janji Arkan.
Diandra merenggangkan pelukan Arkan dan menghapus air mata yang tidak henti mengalir di kedua pipinya. Saat ini, ia pasti sangat berantakan sekali, hilang sudah penampilan yang ia persiapkan dengan sempurna di hari pertama ia bekerja di perusahaan kontraktor terbesar di kota ini.
"Bang Arkan, aku hari ini boleh izin, ya. Besok aku baru mulai bekerja, hari ini aku pasti sangat berantakan sekali," pamit Diandra. Ia ingin pulang dan beristirahat sejenak. Ia masih belum percaya dengan semua hal yang terjadi saat ini.
"Boleh, Sayang. Abang akan antar kamu pulang dan membatalkan semua meeting hari ini. Abang ingin kita selalu bersama seperti waktu dulu," ujar Arkan.
"Apa kamu tidak malu dilihat karyawan yang lain, berjalan dengan sekertaris yang terlihat butek seperti aku?" tanya Diandra.
"Abang tidak akan pernah malu dan Abang ingin semua orang tahu kalau kamu adalah seseorang yang paling penting dalam hidup Abang. Jadi, tidak akan ada seorang pun yang akan berani pada kamu di sini," jawab Arkan bersungguh-sungguh.
Pria yang terlihat bersahaja tersebut, memasang jas berwarna marun yang terletak di bahu kursi kebesarannya dan mengancingkan jas tersebut. Setelah itu, ia menggandeng tangan Diandra keluar dari ruangannya. Ia mampir di meja Nania dan mengatakan sesuatu tanpa melepaskan tangan kekasih hati yang sudah lama terpisah darinya.
Jeep Wrangler Rubicon berwarna silver milik Arkan berhenti di depan sebuah rumah kos sederhana milik Diandra. Hati laki-laki tersebut merasa terenyuh dan semakin merasa bersalah karena telah menyia-nyiakan gadis sebaik Diandra yang pernah menjadi penyemangat hidupnya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana susahnya Diandra harus menanggung semua penderitaan ini sendirian.
"Maafkan Abang karena telah membuat kamu hidup menderita seperti saat ini, Sayang!" ujar Arkan sambil mengusap rambut kekasihnya lembut.
"Aku tidak apa-apa, kok, Sayang. Aku turun dulu, ya. Besok aku janji akan datang ke kantor dalam keadaan segar," ujar Diandra. Gadis itu meraih tangan Arkan dan mencium punggung tangannya, sama seperti yang dulu selalu ia lakukan setiap kali mereka akan berpisah.
"Abang ke sini mengantar kamu untuk mengambil semua barang-barang dan memindahkannnya ke rumah yang sudah Abang siapkan untuk kamu, Sayang," ujar Arkan yakin.
"Maksudnya, Bang?" tanya Diandra heran.
"Abang sudah menyiapkan sebuah rumah di komplek Nirvana Residence untuk kamu. Rumah tersebut, akan menjadi istana kita, setelah kita menikah nanti," jelas Arkan.
Perumahan di komplek Nirvana Residence adalah perumahan yang terletak di kawasan elit di kota Pekanbaru. Jangankan untuk membayangkan tinggal di sana, bermimpi pun Diandra tidak berani. Perumahan di daerah situ sangat bagus dan besar-besar, dengan arsitektur eropa. Pengamanan yang sangat ketat, membuat tidak mudah bagi orang biasa untuk masuk ke sana. Diandra pernah ikut dengan Prita ke komplek perumahan tersebut beberapa kali, ia sangat terpesona melihat bagusnya lingkungan tersebut. Ia juga kagum menatap mewahnya rumah-rumah yang ada di sana, walau hanya dari luar.
"Komplek Nirvana Residence? Benarkah?" tanya Diandra tidak percaya.
"Iya, Sayang. Abang udah membeli sebuah rumah di sana satu tahun yang lalu. Namun, dulu hanya sebentar Abang ditempati. Rumah tersebut sengaja Abang beli, agar saat bertemu kamu, kita bisa menempati rumah tersebut bersama setelah kita menikah. Abang tidak pernah berhenti mencari kamu, Sayang," jelas Arkan.
Diandra terharu mendengar ucapan Arkan. Ia tidak menyangka akan bisa kembali bersama dengan laki-laki yang sangat ia cintai ini.
"Bang ... aku tidak bisa pindah sekarang. Aku makasih banget karena Abang udah perhatian sama aku. Namun, aku harus izin dulu sama Kak Prita. Aku nggak bisa main pergi-pergi aja," jelas Diandra.
"Siapa Prita?" tanya Arkan penasaran.
Diandra menceritakan kalau Prita adalah kakak tingkatnya saat kuliah dulu. Mereka juga tinggal di kos-an yang sama saat di Padang. Prita tahu semua persoalan hidup Diandra. Gadis itu juga yang mengajak Diandra untuk merantau ke Pekanbaru dan mencari pekerjaan di sini. Prita sudah bekerja di salah satu perusahaan properti di sini. Setelah Diandra wisuda, Prita mengajaknya ikut ke Pekanbaru karena gadis tersebut selalu curhat tentang perlakuan ibu tirinya yang selalu sinis dan menyindirnya. Ibu tiri Diandra tidak senang gadis itu berada di Bukittinggi bersama keluarga mereka yang sudah bahagia.
Di Bukittinggi, Diandra tinggal sendirian di rumah peninggalan bundanya, sedangkan ayah beserta keluarga barunya tinggal di rumah yang baru saja di belinya setelah mereka menikah. Ibu tiri Diandra sangat membatasi Diandra untuk dekat dengan ayahnya. Diandra hanya berhak atas jatah bulanan yang sudah ditetapkan sejak awal. Jika ada pengeluaran lain, gadis tersebut harus mengusahakannya sendiri. Beruntung, ia masih memiliki tabungan peninggalan almarhum bundanya yang memang dibuat atas namanya. Selain itu, ia juga bekerja paruh waktu sambil kuliah. Hidup gadis tersebut benar-benar keras setelah kepergian bundanya.
Diandra memanfaatkan semua itu dengan sebaik mungkin. Setelah tamat kuliah, Diandra balik ke Bukittinggi dan mencoba mencari pekerjaan di kota kelahirannya itu. Namun, sudah dua bulan di sana, ia belum mendapatkan apa-apa. Sementara, ibu tirinya setiap hari menyindir melalui status wa.
"Capek-capek jadi sarjana, kalau ujung-ujungnya jadi pengangguran, buat apa? Lebih baik ijazahnya dibakar dan abunya diseduh pakai air setengah matang, lalu diminum. Bermanfaat buat ngilangin haus." Begitu isi status dari ibu tirinya yang membuat Diandra merasa sangat terluka. Hal itulah yang membuat Diandra merantau ke Pekanbaru.
"Ayah menyesal sudah menyekolahkan kamu tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya jadi pengangguran." Ucapan ayahnya itu sangat menusuk hati Diandra.
"Aku menceritakan semuanya pada Kak Prita, lalu beliau mengajak aku ke sini, Bang. Aku diizinkan untuk tinggal di kamar kosnya selama dua minggu ini. Aku bahkan juga numpang makan sama dia." jelas Diandra.
"Maafkan Abang, Sayang. Ternyata hidup kamu seberat itu. Sebaiknya kamu ajak Prita untuk tinggal bareng kamu di Nirvana biar nggak kesepian. Nanti Abang juga akan carikan asisten rumah tangga untuk membantu kalian di sana," ujar Arkan sambil menggenggam tangan Diandra mesra.
Ia tidak bisa membayangkan betapa kerasnya hidup yang dijalani Diandra setelah kepergian bunda dan pernikahan laki-laki yang diharapkan untuk menjadi pelindungnya. Sejak dua tahun yang lalu Arkan sudah mencari Diandra ke rumahnya. Namun, rumah tersebut kosong. Informasi dari tetangga, keluarga mereka sudah pindah dan tidak pernah balik lagi ke rumah lama tersebut. Arkan sampai putus asa berkeliling kota Bukittinggi yang tidak besar tersebut, hanya untuk mencari Diandra.
"Nggak perlu minta maaf, Bang. Toh, semua ini sudah jalannya. Aku senang bisa ketemu Abang lagi dan masih dicintai oleh Abang. Nanti waktu Kak Prita pulang kerja, aku bakal obrolin semua ini dengan dia. Semoga dia mau ikut pindah ke Nirvana," ujar Diandra.
Ia senang bisa kembali bersama dengan Arkan. Apalagi saat ini, kekasihnya itu masih mencintainya sebesar mereka saat bersama dulu. Arkan yang dulu penyayang, sekarang masih tetap seperti itu. Menghilangnya Arkan, sepenuhnya bukan kesalahan laki-laki itu. Awal-awal mereka berpisah, mereka masih ada komunikasi. Mereka masih ada saling SMS dan BBM-an untuk bertukar kabar. Namun, setelah bundanya sakit-sakitan, semua benda berharga di rumah harus dijual untuk keperluan berobat karena ayah sudah tidak begitu peduli lagi pada mereka.
Diandra dengan ikhlas menjual ponsel satu-satunya demi menambah uang masuk kuliah karena bunda memaksanya untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sejak itu, ia tidak pernah lagi menghubungi Arkan. Nomor ponsel Arkan masih tetap disimpannya, agar ia bisa menghubungi laki-laki yang sangat ia cintai itu suatu saat nanti.
Setahun setelah ia menempuh pendidikan di universitas, sang bunda pergi menghadap yang kuasa. Sebelum kepergiaannya, bunda Diandra menyerahkan sejumlah tabungan dan ATM yang isinya lumayan banyak. Ternyata beliau sudah menyiapkan semuanya tanpa sepengetahuan Diandra dan suaminya. Beliau rela menanggung sakit, asal masa depan anak semata wayangnya ada jaminan.
Beberapa saat sebelum kepergian bundanya, baru diketahui Diandra kalau uang tersebut berasal dari sebagian penjualan ruko yang beliau kelola di masa sehat dulu. Sebagiannya lagi digunakan untuk berobat. Ayah Diandra yang tidak pernah peduli dengan kesehatan bundanya, sama sekali tidak mengetahui hal tersebut. Bahkan, saat bundanya meninggal pun, ayahnya tidak sedang berada di rumah. Hanya Diandra dan bibi yang bekerja di rumah melepas kepergian beliau.
Sebulan setelah bundanya meninggal, ayah Diandra menikah lagi dengan janda beranak dua. Anaknya masih duduk di bangku SMP dan SD. Sejak saat itulah, Diandra merasa hidup seorang diri, walaupun ia masih dapat jatah bulanan dari sang ayah yang jauh dari kata cukup.
Beruntung saat itu ia memiliki Prita sebagai sahabat. Gadis mungil tersebut selalu menguatkan Diandra, dan sering mengajaknya pulang ke rumah keluarga Prita jika mereka sedang libur kuliah. Ibu dan ayah Prita sudah menganggap Diandra seperti anak mereka sendiri. Tidak jarang gadis tersebut merayakan lebaran bersama keluarga Prita.
Berkat kegigihannya, Diandra mendapat pekerjaan part time menjaga toko ponsel sambil kuliah. Ia mulai bekerja jam empat sore sampai jam sebelas malam. Paginya ia kuliah seperti biasa. Pada saat itulah, ia bisa membeli ponsel baru dengan pembayaran potong gaji bulanannya.
Ia mencoba menghubungi Arkan, tetapi nomor ponsel laki-laki tersebut sudah tidak aktif lagi. Ia coba mencari melalui sosial media. Namun, gadis tersebut tidak mendapatkan hasil apa pun juga. Ia kembali terpuruk, lagi-lagi Prita menjadi pahlawan yang membuatnya bangkit, sampai bisa berhasil menamatkan pendidikan S1 tepat waktu.
Setelah tamat kuliah, ia pulang ke Bukittinggi. Namun, lagi-lagi ia seperti mendapat penolakan dari ayah dan keluarga ibu tirinya. Hanya dua bulan ia bertahan di kota kelahirannya itu. Dua minggu yang lalu, ia menerima tawaran Prita untuk merantau ke kota Pekanbaru dan kembali merepotkan teman yang sudah seperti saudara baginya.
Arkan meneteskan air mata mendengar kisah hidup kekasihnya itu. Dulu ia sempat berpikir kalau Diandra sudah tidak mau lagi bersama dengannya. Gadis yang sangat ia cintai tersebut, menghilang seperti ditelan bumi. Ia tidak bisa lagi menghubungi nomor ponsel gadis tersebut. Arkan yang saat itu menempuh pendidikan di kota kembang--Bandung merasa sangat frustrasi karena ia tidak bisa pulang dan mencari keberadaan kekasihnya itu. Ia berjuang menyelesaikan pendidikannya secepatnya, lalu pulang ke Bukittinggi.
Namun, lagi-lagi ia harus mendapatkan kekecewaan. Diandra dan keluarganya sudah pindah dan gadis tersebut tidak memberinya kabar. Arkan yang saat itu sudah menjadi sarjana, diajak seorang teman merantau ke kota Pekanbaru ini. Sejak saat itulah kehidupannya berubah. Ia berusaha membuang semua masa lalu dan fokus berjuang menjadi orang sukses di sini, walaupun Diandra selalu membayangi hari-harinya.
Satu minggu yang lalu, ia dikejutkan oleh sebuah aplikasi yang ditujukan Diandra ke perusahaan yang ia pimpin. Rasa cinta yang berusaha ia bunuh, kembali tumbuh. Ia ingin kembali bersama dengan gadis tersebut. Ia suruh staf HRD menginterview Diandra. Ia bahkan menitipkan pertanyaan yang bersifat pribadi untuk menyelidiki hilangnya Diandra. Dari sanalah, ia tahu kalau kekasihnya itu sudah menjalani kehidupan yang sangat keras sejak kepergian bundanya. Ia merasa bersalah karena sudah berburuk sangka dan tidak bersungguh-sungguh mencari gadis tersebut.
--
Arkan mengajak Diandra ke rumah yang akan ditempati Diandra bersama Prita. Sebelumnya, mereka juga sudah pergi ke yayasan penyaluran asisten rumah tangga dan mendapatkan seorang janda berusia sekitar empat puluh tahunan untuk membantu Diandra. Gadis bertubuh ideal tersebut, sebenarnya tidak ingin memakai jasa asisten rumah tangga, tetapi Arkan tetap memaksa. Ia ingin Diandra bahagia dan tidak lagi hidup susah.
Mbak Amel--asisten rumah tangga yang akan bekerja di rumah Diandra sudah mulai membereskan rumah tersebut. Diandra juga membantu merapikan kamar yang akan menjadi kamar tidurnya. Rumah tersebut sudah memiliki perabotan lengkap. Semua kamar yang berjumlah lima buah sudah berisi tempat tidur dan lemari pakaian.
Diandra serasa seperti mimpi bisa tinggal di rumah sebesar itu. Ia tidak perlu lagi berbagi kamar dengan Prita. Mereka bisa menempati kamar masing-masing yang ukurannya sangat besar. Ia yakin, Prita tidak akan menolak untuk pindah ke sini. Ini saatnya ia membalas budi pada teman yang sudah banyak membantu di saat ia hidup dalam keterpurukan.
"Sayang, kenapa Abang tidak tinggal di sini juga? Kan masih ada kamar kosong dua lagi?" tanya Diandra.
"Abang tinggal di rumah yang lama dulu, Sayang. Nanti setelah kita menikah, baru Abang tinggal di sini dan tidur di kamar kamu," ucap Arkan sambil menjawil hidung mancung Diandra.
Diandra tersipu mendengar jawaban Arkan. Tiba-tiba saja, ia membayangkan memiliki keluarga bahagia bersama Arkan. Padahal hari ini adalah hari pertama mereka bertemu kembali, setelah lima tahun tidak ada komunikasi sama sekali.
"Ngapain pipinya merah gitu? Udah tidak sabar mau jadi istri Abang, ya?" goda Arkan.
Pipi Diandra merona karena malu mendengar ucapan Arkan. Ia menghujani kekasihnya itu dengan pukulan manja. Arkan menangkap tangan Diandra dan menenggelamkan gadis tersebut ke dalam pelukannya. Ia merasa bahagia saat ini. Kebahagiaan inilah yang ia cari selama ini. Hidup bersama gadis yang sangat ia cintai. Ia berjanji tidak akan pernah lagi membuat Diandra bersedih.
"Udah, Bang! Malu! Nanti kelihatan sama Mbak Amel," ujar Diandra mencoba melepaskan diri dari pelukan Arkan.
"Kenapa harus malu? Abang maunya memeluk kamu terus, untuk mengganti luka hati selama lima tahun ini," jawab Arkan. Namun, laki-laki tersebut akhirnya melepaskan Diandra karena gadis tersebut berusaha mendorong tubuhnya.
"Ya, sudah! Sekarang kamu istirahat dulu di kamar. Abang mau ke kantor perumahan ini dulu buat minta kartu akses masuk ganda buat kamu dan Prita," ujarnya sambil mengecup kening Diandra lembut. Seketika hati Diandra menjadi hangat dan wajahnya terasa memanas. Namun, gadis tersebut berusaha menetralkan hatinya dan mengambil tangan Arkan lalu mencium punggung tangannya. Setelah laki-laki bertubuh atletis tersebut meninggalkan rumah, Diandra masuk ke kamarnya untuk beristirahat. Sementara Mbak Amel masih sibuk beres-beres ruangan yang tidak begitu kotor karena sebelum mereka tempati, selalu ada yang datang membersihkan rumah ini setiap minggu.
Rumah ini, dibeli Arkan setahun yang lalu. Dulu ia sempat tinggal di sini selama enam bulan. Namun, enam bulan yang lalu, ia pindah ke rumah lain yang jauh lebih besar dari ini. Rumah ini sekarang akan ia berikan untuk Diandra. Ia akan mengurus balik nama kepemilikan rumah ini secepatnya. Ia tidak ingin rumah ini akan menjadi masalah di kemudian hari, jika masih atas namanya.
--
Setelah mengantar Diandra pulang, Arkan balik ke rumahnya. Ia membiarkan Diandra untuk ngobrol dengan Prita tentang rencana kepindahan mereka. Nanti Arkan akan balik lagi, membantu mereka mengangkat barang-barang ke Nirvana Residence.
"Arkan, tumben kamu balik cepat. Aku baru mau telepon buat ngabarin kalau aku harus berangkat ke Singapura malam ini karena ada klien yang mengajak meeting besok pagi," ujar Friska.
Friska adalah istri Arkan yang dinikahinya enam bulan yang lalu. Mereka menikah karena Arkan ingin balas budi kepada ayah Friska yang sudah membantunya dalam urusan bisnis. Perusahaan Arkan dulu hanyalah sebuah perusahaan kontraktor kecil. Arkandi Corp didirikannya tiga tahun yang lalu, setelah sebelumnya ia bekerja di perusahaan milik ayah Friska. Melihat keuletan Arkan dan keahliannya dalam bidang arsitektur, beliau mendorong Arkan untuk membuka perusahaan kontraktor arsitektur sendiri dan menggandengnya untuk bekerja sama dengan perusahaan beliau yang bergerak di bidang kontraktor mekanikal dan elektronikal serta penyediaan barang dan jasa.
Arkandi Corp berasal dari gabungan nama Arkan dan Diandra. Ia sengaja memilih nama tersebut agar bisa mengabaikan nama Diandra di dalam kehidupannya. Bagi Arkan, hanya Diandra yang bisa menjadi penyemangat hidupnya.
Berkat ayah Diandra, perusahaan Arkan semakin bertambah besar. Ia memiliki banyak klien karena mereka semua puas dengan hasil kerjanya. Arkan sangat bahagia karena ia bisa mencapai cita-citanya untuk sukses sebelum usia tiga puluh tahun.
Namun, kebahagiaan itu seolah diuji saat, Friska ditemukan dalam keadaan mabuk di sebuah klub malam sampai tidak sadarkan diri enam bulan yang lalu. Hal tersebut membuat Ardianto--ayah Friska kena serangan jantung karena malu. Mereka saat itu, cukup menjadi sorotan dan pembicaraan di kalangan kolega.
Melihat Arkan yang selama ini bersikap sangat baik dan sopan, Ardianto merasa kalau laki-laki tersebut bisa menjadi orang yang tepat untuk mendampingi Friska-putri satu-satunya. Awalnya Arkan ragu untuk menerima tawaran dari Ardianto, tetapi mengingat semua kebaikan laki-laki separuh baya tersebut selama ini, Arkan akhirnya menyetujui semua itu. Apalagi, Diandra--kekasih yang sangat ia cintai sudah tidak tahu di mana rimbanya.
Setelah pernikahan, Arkan yang sama sekali tidak mencintai Friska, merasa telah mengambil keputusan yang salah karena menerima perjodohan tersebut. Apalagi sifat Friska yang kasar dan tidak pernah menghargainya sama sekali sebagai seorang suami. Friska tidak mau mendengarkan apa pun yang ia ucapkan. Ia tetap asyik dengan kehidupan bebas yang sudah menjadi kebiasaanya selama ini. Mabuk-mabukan, jalan dan menginap bersama teman laki-laki bahkan berjudi.
Arkan sudah berusaha untuk melarang istrinya tersebut, tetapi wanita itu tidak pernah mau mendengarkannya. Ia bahkan selalu bertindak kasar pada Arkan, jika laki-laki itu menasihatinya. Pernah suatu malam, ia ingin pergi clubbing dengan teman-temannya dan Arkan melarang keras ia untuk pergi. Friska sangat marah dan melempar vas bunga ke arah Arkan. Untung saja laki-laki tersebut berhasil mengelak. Sejak saat itulah, Arkan tidak pernah lagi peduli dengan pernikahan mereka. Arkan bahkan tidak pernah sekali pun menyentuh istrinya itu sejak awal mereka menikah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!