NovelToon NovelToon

Warm Home

Chapter 1

Tahun 1984. kota S, Amerika.

Buk!

Buk!

"Hey! Buka pintunya! Hik!" Seorang pemuda menggedor pintu rumah dalam keadaan mabuk dan marah karena, ia kalah lagi di meja judi. Ibunya sudah menasihatinya berkali-kali tapi, tak pernah ia dengar.

Seorang wanita paruh baya berjalan cepat sambil menenteng kantong-kantong belanjaannya menuju rumah yang digedor-gedor oleh pemuda mabuk tersebut, diikuti bocah berusia 4 tahun yang sangat menggemaskan. Dengan ngos-ngosan, wanita paruh baya itu berkata.

"Cukup, nak. Jangan buat keributan. Ayo, masuk ke dalam." Ajak wanita itu. Pemuda tersebut bernama Alan Jackson dan wanita paruh baya itu ibunya bernama Lynn White.

Saat sudah didalam rumah, Alan langsung membentak ibunya. "Hey! Kau tau? Uang yang kau berikan kemarin, tidak cukup!" Katanya masih dalam keadaan mabuk. "Berikan aku 15.000 Dollar lagi!"

Haah... Lynn menghela napasnya. Ia hanya memiliki uang sedikit sedangkan pengeluarannya sangat banyak. Untuk makan saja kurang. Pernah, Lynn menjual anting emasnya untuk modal jualan dan membayar hutang Alan.

Sebenarnya ia ingin menyewa sebuah ruko dekat rumahnya tapi, ia tidak punya cukup uang. Uang yang Ia punya selalu Alan ambil dengan paksa. Alan selalu mengancamnya jika Lynn tidak mau memberinya uang, ia akan menuju rumah itu pada temannya yang kaya. Padahal, rumah itu harta mereka satu-satunya.

"Tolong mengerti, nak. Ibu tidak punya uang lagi. Uang yang tersisa untuk makan kita selama satu pekan. Ibu baru saja membeli bahan-bahan untuk membuat kue." Jelas Lynn sambil menahan rasa sakit hatinya. Ia berharap, kali ini Alan mau mengerti. "Bagaimana kalau kamu bantu ibu membuat kue dan menjualnya? Ibu janji akan memberikan kamu uang" kata Lynn harap-harap cemas karena, ia tau apa yang akan Alan lakukan.

BRAK!! PRANG!!

Benar saja. Si Alan langsung membanting benda-benda sekitarnya. Bukannya senang diberi pekerjaan, malah mengamuk. Lynn hanya berdiri menatap anaknya yang mengamuk tak karuan.  Seorang bocah kecil mengintip dari balik tembok melihat Alan yang mengamuk dalam keadaan mabuk. Lynn langsung menghampirinya.

"Apa yang kamu lakukan disini? Tetaplah di kamar dan jangan keluar, ya. Nanti dia menyakitimu lagi." Kata Lynn pada bocah tersebut dengan khawatir. Tak lama, Alan keluar dari rumah dalam keadaan marah sambil komat-kamit dan menendang barang di depannya. Keadaan rumah seketika menjadi hening .

Haaah.... Lynn menghela napasnya. Pekerjaan bertambah satu, merapikan ruang tamu. "Nek.." seorang bocah kecil dan tampan menghampiri neneknya sambil membawa sapu dan pengki.

"Wah! terimakasih, cucuku sayang." Kata Lynn sambil tersenyum. "Yasudah, kamu kembali ke kamar, ya. Biar-" Belum selesai Lynn bicara, bocah itu berkata "Aku bisa bantu nenek. Aku tidak mau melihat nenek kelelahan lagi."

Lynn terharu. Memang, hanya sang cucu yang bisa menghiburnya kala sedih. "Baiklah. Tapi, setelah itu cuci tangan dan ganti baju, ya." "Iya, nek." Kata si bocah semangat.

Di sore hari, Lynn dan cucu kesayangannya memasak makanan untuk makan malam. Mereka tampak bahagia meskipun dalam keadaan sulit. Hidup yang pas-pasan tidak membuat mereka murung.

Malam tiba.

Lynn meyiapkan hidangkan diatas meja kecil di ruang tamu. "Hhhhmmmm wangi. Pasti semuanya enak" kata sang cucu sambil menghampiri meja makan. Bocah itu tidak pernah mengeluh soal makanan. Ia selalu suka apa yang neneknya buat. Itulah yang membuat Lynn bersemangat.

"Selamat makan" ucap Lynn dan cucunya bersamaan sebelum mulai makan. Mereka makan dengan damai. Setelah makan, Lynn membawa peralatan makan ke dapur untuk di cuci dan cucunya membersihkan meja bekas mereka makan.

Waktu sudah menunjukkan jam 10.00 tandanya mereka harus tidur. Lynn dan cucunya tidur sekamar. Sebelum tidur, mereka biasanya mengobrol. Entah itu Lynn atau cucunya yang memulai.

"Nek, aku ingin sekali makan kue stroberi dengan selai coklat" kata si bocah dengan wajah cerianya. "Tapi, nenek tidak bisa membuatnya." Kata Lynn sambil melihat wajah imut cucunya. "Kita bisa membelinya di toko kue Mr Joe" kata si bocah dengan mata yang berbinar-binar.

Seketika Lynn terdiam. Ia tidak tau harus

berkata apa.

"Bagaimana ini? Apa yang harus ku katakan padanya? Cucuku hanya minta kue stroberi yang harganya pun tidak mahal. Tapi, uang ku tinggal sedikit." Batin Lynn.

Ia berpikir keras bagaimana cara menyampaikannya. Bukannya pelit tapi, memang tidak punya uang. Uang yang Lynn simpan untuk makan selama satu pekan. Kalau dipakai, mereka akan kelaparan. Akhirnya, dengan berat hati Lynn berkata.

"Maafkan nenek. Nenek belum bisa membelinya, uang yang nenek punya untuk makan kita selama satu pekan. Nenek janji. Kalau ada uang, nenek langsung belikan kue stroberi kesukaanmu."

Lynn mengatakannya hati-hati. Ia tak mau membuat cucunya sedih tapi, apa boleh buat. Keadaannya sedang sulit. Bukan hanya sekali, ini sudah ke-dua kalinya Lynn tidak mengabulkan permintaannya.

Sang cucu diam sambil melihat wajah neneknya. Tidak ada raut sedih sedikitpun. Tiba-tiba, ia tersenyum dan berkata  "tidak apa-apa, nek. Kita bisa membelinya lain kali. Kalau begitu, aku mau kue kering bentuk bunga buatan nenek dengan selai coklat."

Lagi-lagi Lynn terharu. Hanya cucunya yang mau mengerti dan peduli padanya. Sambil memeluk tubuh kecilnya, Lynn berkata "baiklah nenek janji.  Besok pagi nenek buatkan-" Belum selesai Lynn bicara, cucunya tiba-tiba berkata dengan wajah cerianya. "Bagaimana kalau kita membuatnya sama-sama?"

"Hahahaha" Lynn tertawa, ia gemas melihat muka imut itu. "Duh bikin kaget saja. Iya, besok pagi kita buat kue kering bentuk bunga sama-sama. Selai coklatnya nenek masih punya, jadi kita buat kuenya saja."

Sang cucu memeluk neneknya dan tertidur. Lynn membalas pelukannya sambil mengusap kepalanya. "Nenek harap saat kamu besar nanti, hidupmu bahagia dan sejahtera. Kamu satu-satunya hartaku yang paling berharga."

Mereka pun tidur dengan damai.

Esok harinya di pagi hari. Lynn bangun lebih awal, jam 05:15. Ia ingin menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kue bunga. Sebelum keluar kamar, ia mencium pipi cucunya yang makin gembul. Kemudian, Lynn pergi ke kamar mandi membersihkan dirinya dan mengganti baju. Setelah itu, ia bergegas ke dapur menyiapkan semua peralatan dan bahan-bahan untuk membuat kue.

Lynn pergi ke kamar untuk membangunkan cucunya. "Hai pangeran kecil, ayo bangun. Siapa yang mau makan kue bunga?" Kata Lynn sambil mencolek pipinya.

Seketika bocah itu pun langsung bangun dan duduk dengan muka bantalnya. "Nek, ayo kita buat kue bunga yang banyak! Yang banyak, yaaa" katanya dengan bersemangat.

Lynn tersenyum lebar. "Ayo bersihkan dirimu dan ganti baju. Nenek temani yaa". Bocah lucu itu menggeleng cepat "tidak, tidak. Aku bisa sendiri kok. Kan aku sudah besar." Katanya meyakinkan. Cucunya memang pintar. Ia mudah mengingat apa yang telah diajarkan Lynn padanya. Makanya, ia bisa melakukan banyak hal sendiri.

Setelah semuanya siap, mereka pun mulai membuat kue dengan perasaan senang. Meskipun perut masih lapar, Lynn dan cucunya tetap membuat kue dengan semangat.

Dua jam kemudian, kuenya pun jadi. Tidak hanya bentuk bunga, ada bentuk kucing, ada juga yang berbentuk boneka.

"Waaaahhhh! Nenek, lihat! Kue yang ku buat bagus, kan?" Lynn tersenyum sambil menahan tawanya karena sebenarnya kue tersebut berbentuk aneh. "Iya, bagus. Cucu nenek pintar, ya." Bocah itu pun cekikikan sambil ingin mengambil kue lainnya.

"Eiits! Nanti yaaa. Bersihkan badanmu dulu. Nenek mandikan, ya. Setelah badan bersih, kamu boleh menikmati kue-kue itu" kata Lynn sambil memegang tangan cucunya.

"Oke, nek. Tapi, aku mau memakannya bersama nenek. Jangan lupa selai coklatnya, yaa" kata bocah imut itu sambil melepas pakaiannya.

Sejam kemudian, mereka sudah bersih dan sekarang duduk bersama-sama di ruang tamu. Menikmati kue kering buatan mereka dengan hati yang senang. Setelah makan, Lynn bersiap-siap membungkus kue-kuenya untuk di titipkan di toko kue dekat rumahnya. Ada juga pesanan tetangga jauhnya. Banyak yang suka dengan kue kering buatan Lynn.

"Maaf, ya. Kali ini nenek pergi sendirian saja. Nenek tidak mau kamu kelelahan." Kata Lynn saat hendak pergi dan melihat cucunya bersiap mau ikut. "Oh, begitu. Yasudah, aku duduk di kamar menunggu nenek pulang. Hhmm.... Roti yang dikamar, boleh untukku?" Kata si bocah imut itu. Lynn tersenyum. "Tentu. Roti itu memang untukmu, pangeran kecil". Bocah itu tersenyum lebar.

"Kalau begitu, nenek pergi dulu. Jangan lupa kunci pintu yaaa" kata Lynn saat sudah di luar rumah. "Tenang saja, nek. Aku selalu ingat kok. Nenek hati-hati, ya. Bye". Lynn berjalan meninggalkan rumah sambil melambaikan tangannya.

Didalam rumah, hal tak terduga terjadi pada cucu kesayangannya.

BRUK!!

Tiba-tiba, bocah itu terjatuh saat hendak mengambil susu di dapur.

Chapter 2

Toko bunga Elsa

"Waaah! Benar kata Ibuku. Kue buatan tante memang wangi dan enak, ya" Kata Elsa, pemilik toko bunga tersebut. Ya, Lynn sedang berada di toko bunga yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumahnya. Saat itu, ibunya Elsa ingin memberi kejutan untuk anaknya dan anaknya sangat menyukai kue kering dari kecil.

"Aku ingin memesannya lagi untuk akhir pekan nanti, bisa?" Tanya Elsa pada Lynn dengan senyuman manisnya. "Oh, tentu. Mau diantar kemana?" Jawab Lynn bersemangat. "Aku ingin mengambilnya sendiri sekaligus ingin mengunjungi rumah tante".

Lynn dan ibunya Elsa memang sudah akrab sejak setahun yang lalu. Dulu, sebelum toko bunganya ramai, Elsa sering mengunjungi rumah Lynn dan bermain bersama Raka. Elsa sudah mengaggap Raka adiknya sendiri karena ia sangat ingin mempunyai adik laki-laki.

"Kalau begitu, Tante pamit dulu ya. Harus segera pulang, Raka sudah menunggu." Kata Lynn saat hendak keluar dari toko tersebut. "Sampaikan salam ku untuk Raka, ya. Aku sangat merindukan bocah itu." Kata Elsa. "Tentu. Raka juga pasti merindukan kakaknya. Tante pulang dulu ya "

Lynn pulang dalam keadaan senang. Makin banyak orang yang suka dengan kue-kuenya. Pesanan pun sering berdatangan. Ia ingin sekali memiliki toko kue dan merekrut beberapa karyawan untuk membantunya membuat kue yang banyak.

"Aku ingin mengajak cucuku ke toko mainan. Dia pasti senang." Batin Lynn sambil tersenyum.

Saat sudah sampai depan rumah, Lynn mengetuk pintu dan tidak ada yang membuka. Ia khawatir karena biasanya, cucunya langsung membukanya.

"Apakah dia sedang tidur?" Batinnya bertanya-tanya. Lynn melihat jendela dapurnya masih terbuka. Ia pun menghampirinya dan melihat ke dalam. Tiba-tiba badannya kaku, ia kaget dengan apa yang dilihatnya. Raka, cucu kesayangannya tergeletak di lantai.

Tanpa berpikir panjang, Lynn langsung masuk ke dalam melalui jendela dapur dan menghampiri cucunya. Dengan tangan yang bergetar ia menggoyangkan badan cucunya, berharap segera bangun. Tapi hal itu tidak membuahkan hasil.

Lynn bergegas menggendong cucunya dan keluar dari rumah menuju klinik yang jaraknya agak jauh. "Jangan tinggalkan nenek. Kamu satu-satunya orang yang sangat menyayangi nenek. Kalau tidak ada kamu, nenek sendirian." Batinnya sambil menangis.

Tak lama kemudian, sampailah di klinik. Lynn langsung masuk berteriak minta tolong. Perawat di situ langsung menenangkan Lynn dan membawa cucunya ke ruang rawat.

"Tidak perlu khawatir, nyonya. Ia hanya kelelahan dan sepertinya kurang cairan di dalam tubuhnya. Sebaiknya di rawat dulu semalaman. Supaya lebih mudah memantau keadaannya." Kata Dr Hans, dokter umum yang bertugas di klinik tersebut.

"Iya, dok. Saya ingin yang terbaik untuk cucu saya." Kata Lynn dengan lirih.

Malam pun tiba. Lynn dengan setia menemani cucunya. Sore tadi, Raka sudah di pindahkan ke kamar inap. Lynn khawatir dengan biayanya. Bukannya pelit, tapi ia hanya takut tidak bisa membayar semuanya.

Lynn menyeka airmatanya. Ia sudah membayangkan wajah ceria cucunya saat pergi jalan-jalan dan berencana membelikannya mainan baru tapi, semuanya pupus sudah.

"Jangan khawatir, cucu anda akan sembuh. Besok pagi, ia akan bangun." Kata dokter dengan tersenyum, yang tiba-tiba datang. Lynn menoleh kearah dokter. "Iya, saya hanya merasa kasihan pada cucu saya. Sejak bayi, dia memang sering sakit. Saya sudah memberikan makanan yang sehat untuknya tapi..." Kata Lynn sambil memegang tangan cucunya.

"Sebenarnya, dari tadi saya ingin bertanya. Kemana orang tuanya Raka?" Tanya dokter Hans sambil memperhatikan wajah Raka.

DEG DEG!

Jantung Lynn berdegup sangat kencang. Lidahnya mendadak kaku, tubuhnya membeku.

"Apa yang harus ku katakan? Aku tidak mau mengingat itu lagi. Terlalu menyakitkan!" Batin Lynn. Dokter Hans memperhatikan raut wajah Lynn dan tersenyum miring.

"Sepertinya ada rahasia besar yang disembunyikannya."

"Kalau anda keberatan untuk menceritakannya, tidak masalah. Maaf, sudah membuat anda gelisah." Kata dokter Hans sambil bangkit dari duduknya.

"Ah, tidak Dok. Saya hanya belum siap bercerita pada orang lain. Kejadiannya sangat menyedihkan." Kata Lynn dengan perasaan tidak nyaman.

Dokter Hans hanya tersenyum. "Untuk pembayaran..."  Lynn langsung menatap sang dokter dengan ekspresi terkejut.

"Tidak perlu khawatir, semuanya gratis." Dokter Hans melanjutkan kata-katanya dengan senyuman yang tulus.

Lynn tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Ia terdiam, memproses kata-kata dari Dokter Hans.

"Benarkah? Saya tidak salah dengar, kan? Semuanya gratis? Siapa yang membayarnya?" Tanya Lynn penasaran.

"Klinik ini memang di bangun untuk masyarakat yang tidak mampu. Kalaupun ada yang membayar, mereka membayar semampunya. Kami tidak pernah menetapkan biayanya." Kata Dokter Hans menjelaskan.

"Terimakasih, dokter. Sudah membantu kami." Kata Lynn dengan mata berkaca-kaca.

"Kalau begitu, saya permisi dulu yaaa" Kata Dokter Hans mengakhiri percakapannya.  Lynn mengangguk sambil tersenyum.

Di sebuah tempat yang sangat ramai dengan musik yang keras dan suara orang-orang bersorak gembira. Duduklah seorang pemuda mabuk yang tampilannya acak-acakan dan di tangannya memegang gelas berisi alkohol. Dialah Alan.

"Sial!!! Siaaalll! Uangku sisa sedikit. Harus cari kemana lagi? Ini semua gara-gara Steven!" Gumam Alan dengan mata yang menyiratkan amarah yang mendalam.

Gluk. Gluk! Brak!!!

"Bocah itu... Selalu mengambil uang ku. Kalau saja uangnya tidak digunakan untuk membeli obat-obatan sialan itu, aku pasti mendapat bagian yang banyak." Alan meracau setelah menghabiskan minumannya.

Tiba-tiba, ia tersenyum menyeringai. "Aku ada ide. Hahahaha" Ia tertawa kencang seperti orang yang kurang waras. Entah apa yang ia rencanakan. Yang pasti.... Bukan hal baik.

Tengah malam, tepatnya jam 23:30. Raka terbangun dari tidur panjangnya dan membangunkan neneknya. Ia minta minum dan di temani ke kamar mandi. Setelah itu, Lynn langsung memanggil perawat untuk memeriksa keadaan cucunya. Dan ternyata, besok siang boleh pulang.

Srek!

"Selamat pagi, pangeran tampan. Bagaimana tidurmu? Apakah kamu bermimpi indah?"

Lynn membuka gorden di kamar inap itu. Hari ini, Ia begitu senang dan bersemangat karena cucunya boleh pulang. Keadaan Raka sudah lebih baik.

"Ayo kita sarapan." Kata Lynn sambil menyodorkan potongan kecil buah apel yang manis. Raka menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Rasanya pahit".

Lynn mengernyitkan dahinya, lalu memakan potongan buah tersebut. "Hhhmmm... Rasanya manis dan bikin ketagihan lhooo. Ayo dimakan. Ini benar-benar manis dan enak" kata Lynn meyakinkan cucunya.

"Tapi, kalau aku memakannya rasanya jadi tidak enak" Raka makan buah itu sambil menggerutu.

"Kamu mau cepat sembuh, kan? Ayo semangat. Katanya ingin cepat pulang" bujuk Lynn.

"Oh iya! Susu stroberi ku. Nek.... Aku mau susu stroberi ku lagi." Raka teringat susu stroberi yang hendak ia ambil di dapur tapi, tidak jadi karena kepalanya sakit dan ia pingsan.

"Tidak. Minum susu stroberi nya libur dulu. Kamu harus minum susu yang dokter berikan." Kata Lynn sambil merapihkan bekas makan.

"Rasanya pasti-"

"Rasanya enak, Raka. Itu susu khusus anak seusia mu" Lynn sudah tau bahwa cucunya akan menolak minum susu itu. Tapi, demi kesehatannya, ia harus tegas.

Waktu yang di tunggu-tunggu sudah tiba. Raka sudah tidak sabar untuk berbaring di kasur rumahnya. Ia sangat bosan di klinik itu. Bocah lucu itu menarik perhatian para perawat di sana karena ketampanannya. Para perawat selalu gemas dengan pipi chubbynya yang makin tembam.

Sebelum pulang, Dokter Hans juga memberitahu untuk minum air mineral lebih banyak, dan rajin makan buah karena Raka kekurangan cairan.

Raka diberi oleh-oleh dari klinik berupa susu anak, buah-buahan yang segar dan boneka kecil. Lynn sangat bersyukur dan berterimakasih kepada dokter n para perawat di klinik tersebut yang telah mengobati cucunya.

Mereka pun pamit pulang. Raka duduk di atas kursi roda karena badannya masih lemas. Dan jarak dari klinik ke rumah cukup jauh. Oleh-oleh yang di berikan kepadanya sebagian ia pangku, sebagian di bawa Lynn.

Mukanya tampak bahagia meskipun belum sembuh total. Tak lama, mereka sampai.

"Waaaaaahhhh sampai di rumah. Aku rindu kasur empuk ini dan bau adonan kue nenek. Ohya! sudah lama aku tidak makan roti dengan sel-"

"Eeiits! Tidak ada roti dan selai. Libur dulu, yaaaa. Nanti kalau sudah sembuh total, Kamu boleh memakannya lagi. Ingat kan ? apa yang dikatakan Dokter Hans tadi?" Tegas Lynn

"Iya, aku ingat. Kalau gitu, aku ingin mengganti pakaian ku dan setelah itu, makan buah anggur.  Kita makan sama-sama ya, Nek." Jawabnya sambil mendorong-dorong kursi roda yang digunakannya tadi.

Setelah mereka bersih, mereka makan buah anggur yang manis sambil sesekali bercanda. Lynn bersyukur keadaan cucunya kembali seperti sediakala. Tiba-tiba ia murung karena teringat Alan.

Walaupun sering kurang ajar dan selalu menyusahkannya, anak tetaplah anak. Ia khawatir bagaimana pola hidupnya diluar sana. Apakah ia makan teratur, dimana dia tinggal.

Raka melihat raut wajah neneknya berubah. Ia seakan tau apa yang neneknya pikirkan.

"Nenek sedang mengkhawatirkan paman?" Tanyanya.

Lynn tersadar dari lamunannya, dan minum segelas air mineral di dekatnya.

"Iya, dari kemarin-kemarin ia belum pulang." Jawabnya lesu.

"Nanti paman juga pulang. Bukankah biasanya juga seperti ini?"

"Iya, kamu benar. Yasudah kalau begitu, nenek mau membuat kue pesanan Elsa dan Miss Alice. Kamu istirahat saja, yaaa." Kata Lynn sambil beranjak dari meja makan.

"Nenek juga istirahat saja kalau sudah capek, yaa. Nanti nenek sakit." Kata Raka sambil memegang ujung baju Lynn.

Lynn tersenyum "iya, hari ini bikinnya tidak terlalu banyak, tenang saja." Lynn senang cucunya perhatian padanya.

Malam pun tiba. Mereka sudah siap untuk tidur. Lynn mengambil selimut dari lemari dan membentangnya. Raka sudah terlelap dari tadi, efek obat yang ia minum.

Lynn tak bisa tidur. Entah kenapa ia tiba-tiba merasa gelisah. Tak mau mengganggu cucunya tidur, ia pun berjalan dengan pelan menuju ruang tamu.

Lynn duduk di atas bangku kayu sambil menatap pemandangan malam yang indah. Kemudian, matanya melirik sesuatu. Ada orang yang berjalan dengan sangat aneh, dekat rumahnya.

Buru-buru ia periksa pintu rumahnya, sudah terkunci. Aman.

Srek!

Lynn tidak lupa menutup jendela dengan gorden. Dengan perlahan, ia berjalan mundur kembali ke kamar. Tapi, langkahnya terhenti saat orang tersebut menggedor pintu rumahnya.

Buk!Buk!

BRAK!

Pintu terbuka dengan paksa sampai ada bagian yang rusak.

"Berikan semua uang yang kau punya atau..... Ku jual rumah tua ini!"

Chapter 3

Keringat Lynn mengucur deras padahal, cuaca sedang tidak panas.

BRAK!

Pintu terbuka dengan paksa. Pemuda mabuk itu menyeringai, membuat Lynn ketakutan.

"Kenapa lama sekali di buka? Kau sengaja?" Ucapnya sambil menunjuk muka Lynn. Lynn terdiam menatapnya datar. Padahal dalam hatinya, ia merasa ketakutan.

"Haaaahhhh" Lynn menghembuskan napasnya berat. Sudah bertahun-tahun ia bersabar menghadapi sifat buruk anak bungsunya.

"Mau sampai kapan kamu begini terus, nak?" Tanya Lynn dengan lirih.

"Aku tidak mau mendengar apapun darimu. Cepat berikan ku uang!"

Alan menoleh kanan kiri mencari barang apa yang harus ia banting. Lynn langsung menyadarinya.

"Jangan buat keributan. Raka sedang sakit, nak " Kata Lynn dengan suara pelan.

"Cih!" Alan langsung duduk di kursi dengan ekspresi jengkel.

"Kali ini aku akan diam. Tapi, aku tetap minta uang sebesar 10.000 Dollar untuk membayar hutang" katanya sambil melirik sang ibu.

Lynn membelalakkan matanya. Ia terkejut. "Ap-"

"Oooh jadi, tidak mau memberi yaaa" Alan bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamar Lynn. Melihat itu, Lynn langsung menghentikannya.

Grep!

Seperti tau apa yang akan terjadi, Lynn menggenggam tangan Alan agar tidak masuk kedalam kamarnya.

"Ibu hanya punya 5000 Dollar. Tunggu di sini. Ibu akan-"

"Baiklah, karena aku sedang berbaik hati, aku tidak meminta lebih. Cepat berikan!"

Ia pun kembali duduk di atas bangku ruang tamu.

Sementara Lynn, bergegas mengambil uang 5000 Dollar dari tabungannya dengan perlahan agar cucunya tidak terbangun.

"Ini uang yang kamu minta. Sudah ya, ibu tidak punya simpanan lagi. Kamu pasti belum makan, ini kue favoritmu." Katanya sambil memberikan sebuah keranjang makanan berukuran kecil.

Alan tidak berkata apapun. Ia mengambil keranjang itu dengan kasar dan langsung pergi keluar rumah.

"Aku akan kembali lagi. Kalau sampai belum ada uang, akan ku jual rumah ini"

Brak!

Alan keluar sambil membanting pintu. Lynn mengelus dadanya, ia lega. Alan sudah pergi dan tidak mengganggu dirinya dan cucunya lagi. Meskipun begitu, ia tetap saja khawatir. Suatu saat, Alan akan kembali dan memintanya uang yang banyak.

Lynn mengunci pintu dan bergegas kembali ke kamar untuk mengecek cucunya. Masih terlelap. Lynn naik kasur dan ikut tidur disampingnya. Berharap esok hari akan ada keajaiban di hidupnya.

Kota X

Di Sebuah rumah besar dan mewah. Seorang pria tampan berusia 35 tahun dengan badan tegap dan tinggi, berjalan dengan angkuhnya melewati para pelayan yang menyambutnya. Langkanya berhenti ketika ia sampai di depan pintu bewarna coklat tua dengan gagangnya yang bewarna emas.

Tok Tok!

"Silahkan masuk" kata seseorang dari dalam ruangan.

Klek!

"Ayah, apa kabar? Sudah 3 tahun aku tidak mengunjungimu. Ayah sudah banyak berubah ya." Kata pria tampan itu dengan tersenyum sambil menghampiri pria tua yang sedang duduk sambil menyesap kopinya.

"Kamu juga sudah berubah, Robert. Ada apa kamu mendatangiku? Biasanya lupa dan asyik dengan perempuan-perempuan bayaranmu." Katanya sambil melirik wajah anaknya yang masam.

"Ayolah... Itu kan masa lalu ku. Sekarang, aku benar-benar sudah berubah. Perusahaan kecil yang ayah berikan padaku sudah berkembang dan cabangnya di mana-mana. Hidupku sudah lebih baik dan teratur." Robert langsung merubah ekspresinya saat membicarakan kehidupannya.

"Aku juga tidak main-main lagi. Aku sudah menikah dan di karuniai seorang anak cantik. Ayah pasti akan menyukainya.Tentu saja karena istriku yang cantik."

"Haaaaah." Pria tua itu menghembuskan napasnya berat. Ia bosan dengan ocehannya Robert.

"Yasudah. Kalau begitu, mana cucuku yang cantik itu?" Tanyanya sambil menatap wajah Robert.

"Oh, besok pagi ia akan datang." Jawab Robert sambil tersenyum miring. Pria tua itu tidak mengatakan apa-apa lagi. Kali ini ia sibuk dengan dokumen yang ada di tangannya.

"Kalau begitu, aku pamit dulu. Besok pagi, aku akan datang bersama keluarga kecilku. Sampai jumpa. Jaga kesehatan dan kurangi jumlah kopi ya, Ayah." Robert melenggang pergi meninggalkan ruangan tersebut.

"Cih! Keluarga kecil. Hhhhmmm..."

Tok! Tok!

"Tuan, ini sudah jam 10 malam. Tempat tidur anda sudah siap." Kata seseorang dari luar ruangan. "Masuk saja, Zack."

Klek!

Seorang pelayan masuk kemudian menutup kembali pintunya.

"Waktunya istirahat, Tuan George." Kata pelayan itu sambil merapihkan meja kerja tuannya.

"Kau cerewet sekali, Zack! Aku tau. Baru jam 10. Haaaah..... Kamu tidak mengerti betapa bosannya duduk di kamar terus." Protes George.

Zack hanya diam sambil menuntun tuannya keluar ruangan itu.

"Berada di kamar membuatku sedih. Bayang-bayang masa lalu bersama istriku terus bermunculan, Aku tidak mau larut dalam kesedihan." Zack hanya mengangguk.

Ya, istrinya George sudah meninggal duluan karena sakit sejak 8 tahun yang lalu. Tidak mudah bagi George untuk menerima kematiannya. Bahkan George pernah jatuh sakit sampai di rawat di rumah sakit selama 10 hari karena stress berat.

Maka itu, George menyibukkan dirinya dengan membaca buku, bekerja, dan menekuni hobinya yang sempat ia tinggalkan yaitu melukis. Dan semua itu George lakukan di ruang kerjanya.

Ceklek!

Zack membuka pintu kamar tidur tuannya dan George masuk sambil mendelik ke arah Zack.

"Saya mengkhawatirkan kesehatan anda, Tuan. Kalau anda sampai jatuh sakit, siapa yang akan mengurus FG Group? Dan para pembenci itu pastinya memanfaatkan momen tersebut untuk menghancurkan apa yang anda dan nyonya bangun selama ini." Jelas Zack panjang lebar.

George hanya tersenyum. Beberapa saat kemudian, George sudah siap tidur. Saat Zack hendak keluar dari kamar tuannya, tiba-tiba George berkata "tadi Robert datang. Penampilannya sudah berubah. Cara bicaranya saja yang belum berubah. Dari gelagatnya, ia seperti orang yang sedang menyembunyikan sesuatu."

Zack hanya tersenyum mendengar tuannya bercerita.

"Besok ia akan datang bersama keluarga kecilnya. Nah, Zack. Kamu tau tugasmu, kan? Tanya George. Zack mengangguk dan menunduk hormat. Ia pun keluar dari kamar tuannya dan berjalan menuju kamarnya.

"Tugas kali ini sepertinya agak menyenangkan. Hhhmmm...." Katanya sambil menyeringai.

Saat sampai di kamar, ia langsung membersihkan badannya dan memakai piyamanya untuk bersiap tidur.

Ia duduk diatas ranjangnya sambil memandang langit lewat jendela kamarnya. "Aku berharap esok hari, semuanya berjalan dengan lancar." Gumamnya.

"Tuan Robert, semoga anda senang dengan penyambutan dari kami." Setelah itu, Zack tertidur.

Esok harinya di pagi hari. Kediaman George sudah ramai dengan suara barang-barang yang dipindahkan. Para pelayan sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

"Zack, apakah semuanya sudah siap?" Tanya George pada pelayan setianya. "Tentu saja, Tuan. Semuanya sudah siap sesuai keinginan anda." Kata Zack sambil membantu George memakai pakaiannya. Setelah itu, Ia menyisir rambut tuannya yang sudah banyak ditumbuhi uban.

"Sudah rapi, Tuan."

"Hhhhmmm.... Selalu memuaskan" Pujinya. George selalu puas dengan hasil kerja Zack.

Mereka pun berjalan menuju ruang tamu. Zack menuntun tuannya menuruni tangga padahal, sebenarnya George masih bisa melakukannya sendiri meskipun tertatih-tatih.

Sebuah mobil mewah datang. Seorang pelayan langsung menghampirinya dan membukakan pintu mobil.

"Selamat datang kembali, Tuan Robert." Kata seorang pelayan menyambutnya di halaman depan rumah.

Seperti biasa, Robert melenggang pergi. Tangan kanannya menggandeng seorang wanita cantik dan tangan kirinya menggendong seorang bocah berusia 2 tahun. Di susul seorang wanita paruh baya, pengasuh bocah itu.

"Selamat datang. Tuan, Nyonya dan Nona." Zack dan pelayan lainnya menyambut mereka dengan hormat.

"Waaah ini menarik" kata Zack dalam hati sambil tersenyum misterius.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!