"Terima...terima...." Sorak-sorak terdengar membahana dari dalam dan luar gedung sekolah. Beberapa murid bahkan sampai melongok keluar cendela, membuatku khawatir mereka bisa terjatuh saking antusiasnya melihat kami. Senior satu tingkat yang besok akan mengikuti upacara kelulusan memanggilku di lapangan tenis. ternyata Dia mencoba menyatakan cinta padaku. Balon berbentuk hati berwarna Pink dan putih,buket bunga mawar berwarna merah dan teman-temannya yang membantu. Terasa sangat romantis. Beberapa Gadis menatapku iri. Kami berdiri di tengah lapangan tenis yang telah mereka buat sedemikian rupa untuk meloloskan keinginan temannya.
Aku tidak tahu nama senior di depanku ini. Aku hanya beberapa kali bertemu dengannya secara kebetulan. Dia bertubuh tinggi, memiliki wajah setengah asia dan setengah barat. Cukup tampan, Kabarnya Dia baru saja mendapat beasiswa di universitas negeri nomer satu untuk jurusan kedokteran.
Senior itu menatapku, mengharapkan jawabanku atas pernyataan cintanya. Angin semilir menerpa rambutku. Aku mendesah, Hatiku belum siap menerima cinta yang baru. Tidak saat ini. Hatiku masih belum siap.
"Maaf Kak, Aku tidak bisa menerimanya" Ujarku langsung.
"Kenapa ?" Tanya senior itu kecewa.
"Aku mohon maaf, Terimakasih atas perasaan kakak. Tapi maaf Aku tidak bisa menerima perasaan kakak"
Aku berpaling dan segera berjalan pergi. Melewati sorak sorai penonton yang kecewa. Tanpa sengaja Aku berpapasan dengan Raymond di jalan. Dia menatapku penuh tanya. Dengan acuh Aku melewatinya. Menganggapnya seolah tidak melihatnya sebelumnya.
Aku belum ingin membuka hatiku untuk orang lain. Aku belum siap...
Bunga mawar yang kutanam bulan kemarin sudah mulai menunjukan hasilnya. Dengan telaten Aku menyemprot daun-daunnya.
Di luar udara terasa panas menyengat. Musim panas sebentar lagi tiba. Beberapa murid laki-laki tampak tidak peduli dengan cuaca panas yang terjadi. Mereka bermain basket di lapangan dekat rumah kaca tempatku sekarang berada. Kesendirian seperti ini adalah benteng terakhirku ketika luka kembali berusaha mengerogotiku dari dalam dengan kenangan-kenangan yang muncul.
Suara dribel bola terdengar diiringi dencitan sepatu olah raga. Murid wanita berteriak di pinggir lapangan memberi semangat. Aku mendongak mendapati Raymond, Mantan pacarku ketika SMP, Dia baru saja memasukan bola dengan skor tiga.
Sudah empat belas bulan Aku kembali ke dunia ini. Empat belas bulan.... Rasanya waktu berjalan begitu lambat bagiku.
Berkat bantuan Pangeran Sera Aku berhasil kembali ke Dunia ini. Saat tersadar Aku mendapati diriku berada di kamar tertutup yang ada didalam rumah. Aku berhasil kembali dengan selamat, Phil memberi alasan masuk akal kepada sekolah untuk alasanku menghilang hampir Delapan bulan kemarin. Aku sakit dan harus menjalani serangkaian pemeriksaan di luar negeri.
Aku berhasil mengejar ketinggalanku. Nilai ujianku masuk dalam katagori bukan yang terbaik tapi juga masih diatas rata-rata kelas. Aku selamat dari ancaman tinggal kelas.
Setelah kembali dari dunia itu, Aku melalui hariku dalam kehampaan. Setiap malam Aku menemukan diriku terbangun bersimba air mata. Kenyataan bahwa orang itu telah pergi membawa kepedihan tersendiri dalam diriku. Mimpi yang sama-suara lonceng di atas menara, teriakan orang-orang silih berganti, tali yang dililitkan di lehernya dan tuas yang ditarik. Aku sudah berusaha melupakannya, melakukan segala cara untuk tidak mengingatnya. Namun tetap saja, bayangan itu terus membekas di hatiku.
Sebulan pertama Aku bagaikan zombie yang menyedihkan. Aku tidak tahan bertemu bibi dan paman, Tatapan iba mereka membuatku semakin tersiksa. Aku menghindari mereka dan lebih sering mengurung diri di kamar. Namun, suatu malam tanpa sengaja Aku mendengar percakapan mereka di ruang kerja Phil. Bibi sangat mencemaskanku. Dia sampai menangis. Aku sadar sikapku yang seperti ini membuat mereka cemas, Aku mulai belajar untuk bangkit dari keterpurukan. Alih-alih mengurung diri di kamar, Aku aktif dalam kegiatan sekolah. Aku mengikuti club bertanam dan menari sekaligus, sesuatu yang tidak pernah kulakukan sebelumnya. Selain itu Aku mulai mengikuti jejak mama dengan merintis karir sebagai model dan penyanyi. Aku menyibukkan diri seolah takut memiliki waktu untuk beristirahat meratapi nasib.
"Untuk apa Kau terus merawatnya kalau hanya untuk membuatmu bersedih seperti itu"
Aku terkejut saat Raymond tahu-tahu sudah berada di rumah kaca. Sejak kapan Dia datang, Aku melirik pertandingan di lapangan bola yang masih berlangsung. "Aku tidak mengerti Kau selalu tampak bersedih ketika merawat mawar-mawar itu, Tapi Kau terus saja melakukannya"
Aku Diam, tetap meneruskan pekerjaanku menyemprot mereka dengan air.
"Aku dengar Senior Albert baru saja menyatakan cinta padamu ?" Tanyanya ketika Aku hanya diam membisu.
"Aku menolaknya" Kataku dingin. Aku meletakkan pot bunga ke raknya. Menuju ke kran air dan mencuci tanganku.
Gerakan tanganku terhenti. Aku merasa melihat sesosok bayangan yang sangat ingin ku hindari sedang menatapku. Aku mendongak melihat ke cermin di depanku. Tidak ada siapa-siapa. Apa hanya perasaanku saja. Aku seperti melihat Pangeran Riana. Tapi tidak mungkin. Dia tidak mungkin muncul disini.
Aku tahu kerajaan akan menjemputku suatu hari, entah itu Pangeran Riana maupun Pangeran Sera. Aku memaksa Bibi untuk mengizinkanku tinggal di apartement sendiri jauh dari ruang penghubung di rumah. Karena Bibi tidak juga mengabulkan, Akhirnya Aku menggunakan statusku sebagai seorang putri untuk memaksakan kehendakku-Hal yang sebenarnya tidak ingin kulakukan pada Bibi. Sekarang Aku tinggal di Apartemen kecil dekat dengan sekolah dan tempat kerja Phil sehingga mereka masih bisa mengawasiku sewaktu-waktu. Aku benar-benar tidak ingin kembali ke dunia itu lagi,Bibi harus memahami hal ini.
"Ada apa denganmu Yuki, Semenjak Kau kembali dari pemeriksaanmu Kau seperti orang yang berbeda" ujar Raymond membuyarkan lamunanku.
"Aku baik-baik saja"
"Kau tidak bisa menipuku" Sergah Raymond keras. "Kau seperti seseorang yang baru saja ditinggal mati kekasihmu. Kau tersenyum namun sebenarnya Kau sedang menangis di dalam hatimu. Apa yang sebenarnya terjadi"
"Apapun yang terjadi padaku, Tidak ada hubungannya denganmu Raymond. Aku berharap Kau paham."
Aku bangkit berdiri dan menatapnya marah. Emosiku selalu naik setiap Ada yang berusaha menyinggung lukaku. Apakah Aku terlihat begitu menyedihkan sehingga Raymond pun menyadarinya. Aku sudah berusaha terlihat baik-baik saja.
"Aku tahu Kau tidak sakit, Aku sudah menyelidiki rumah sakit tempat yang kalian klaim telah merawatmu selama ini. Kau tidak ada pernah ke sana. Tidak ada namamu disana" Ujar Raymond lagi. Aku lupa, Dengan status keluarganya Dia bisa mendapatkan informasi ini dengan mudah.
"Aku peduli padamu apa Kau mengerti"
"Hubungan kita sudah lama berakhir, Aku tidak pernah menganggumu selama ini. Jadi berhentilah bersikap seolah Kita ini masih berstatus sebagai sepasang kekasih" Kataku mengingatkan.
"Kau yang mengakhiri secara sepihak"
"Karena Kau berselingkuh, Apa kau ingat ?."
"Aku tidak berselingkuh...Aku sudah menjelaskan padamu sebelumnya.."
Aku menatapnya sejenak. Dalam hati yang paling dalam Aku tahu apa yang diucapkan benar, Namun saat itu, berpisah adalah keputusan yang terbaik untuk kami.
"Jika Kau sudah tidak ada urusan disini lebih baik Kau pergi" Kataku merasa lelah. Tidak ada gunanya berdebat dengannya. Aku menyadari hal itu dengan baik. Dia sangat keras kepala, bertengkar dengannya tidak akan menyelesaikan masalah. "Aku tidak ingin ada orang yang salah paham jika melihat kita. Ingat Kau sudah memiliki pacar" Aku mengelap tanganku dengan sapu tangan. Dia berdiri hanya beberapa langkah dariku.
"Aku bisa memutuskannya kalau Kau mau"
"Raymond tolong" Aku menatapnya memohon pengertiannya. "Sampai kapan kita akan begini ?, Apa Kau tidak merasa lelah ?"
"Kau tau perasaanku dengan baik Yuki"
"Aku tidak ingin merusak hubungan siapapun. Termasuk kalian. Aku hanya ingin hidup tenang. Itu saja keinginanku saat ini. Lagipula Kau sudah menerima cintanya, lebih baik Kau bertanggung jawab atas keputusanmu. Jangan mempermainkan perasaan orang"
Raymond berjalan mendekat, tanpa di duga Dia mencekal tanganku dan mendorongku ke dinding. "Apa yang Kau lakukan, Lepaskan Aku"
"Siapa laki-laki itu ?" Tanya Raymond dengan wajah serius. Aku mengerjap, menatapnya tak mengerti.
"Aku tidak tahu apa yang kau maksud, Lepaskan Aku"
"Jangan membohongiku lagi Yuki, Kau sudah tidur dengannya kan, Aku tahu Kau sudah melakukannya. Aku sudah melihat perbedaanmu dengan sangat jelas"
Deg
Bibi Sheira pernah mengatakan, Jika laki-laki itu bisa membedakan apakah wanita itu masih perawan atau tidak dari ciri-ciri fisik yang tidak di ketahui oleh wanita itu sendiri. Laki-laki punya indra penciuman yang tajam mengenai hal ini. Dulu Aku tidak pernah mempercayainya, Tapi semenjak Aku mengenal Raymond Aku mulai percaya. Beberapa kali Dia menebak hal ini pada beberapa wanita dan memang tebakannya selalu benar. Sepertinya Dia punya keahlilan untuk mengenali kekurangan wanita yang satu ini.
"Aku penasaran, Apakah Dia yang membuatmu selalu bersedih semenjak Kau kembali lagi. Apa Dia telah membohongimu untuk mendapatkanmu. Apa Dia telah mencampakkanmu ?. Atau malah sebaliknya Kau bersedih karena seseorang telah merenggut paksa milikmu ? Apa Kau hidup dibawah ancaman?"
"Aku sudah bilang apapun yang terjadi padaku sudah bukan urusanmu. Berhentilah bersikap seperti ini" Tolakku gusar.
Raymond mengertakkan giginya marah. Aku tidak pernah melihatnya seperti ini sebelumnya. Apa Aku sudah telalu kelewatan batas terhadapnya kali ini ?
Raymond mendorongku kasar hingga punggungku menabrak tembok secara tiba-tiba. Sekarang Dia didepanku. Menatapku tajam. Bayangan saat Pangeran Riana menyerangku terlihat jelas di depan mataku. Seolah hal itu baru saja terjadi kemarin. Wajahku menjadi pucat.
"Apa yang Kau lakukan ?" Aku berusaha melepaskan diri dari cengkramannya. Menolak mengikuti keinginannya.
"Kenapa Kau selalu bersikap dingin padaku. Apakah perasaanku benar-benar tidak terlihat jelas ?" Tuntut Raymond dengan nada tegas. Aku merasa tidak nyaman dengan posisi kami yang sekarang. Aku khawatir akan ada seseorang yang melihat Kami dan menimbulkan salah paham baru.
"Lepaskan Aku, Kau menyakitiku" Pintaku sekali lagi. Cengkraman tangannya di pergelangan tanganku sangat kuat. Aku meringis menahan sakit. "Raymond...Lepaskan Aku"
Raymond terkejut karena Aku berteriak marah. Refleks Dia melepaskan genggamannya. Menatapku meminta maaf. Aku mengelus lenganku, Ada bekas jarinya di sana berwarna merah.
Diluar, terdengar titik hujan yang membentur kaca. Lama kelamaan intensitas titik itu semakin kencang. Terdengar pula jeritan para murid yang sedang menonton pertandingan, Mereka berlomba untuk menyelamatkan diri dari hujan yang muncul tiba-tiba.
Hujan deras turun begitu saja. Air yang membentur kaca menimbulkan irama tersendiri.
Aku memandang sekeliling, Lingkungan sekitar rumah kaca menjadi sunyi karena murid-murid lebih memilih berlindung di dalam Gedung sekolah.
Disini hanya ada Kami berdua. Aku tidak menyadari sebelumnya jika Raymond bukanlah Anak SMP lagi. Tenaganya tentu lebih kuat karena olahraga yang diikutinya. Dia bukan lagi seorang Anak di usia Puber saat Aku mengenalnya. Sekarang Dia sudah menuju ke status Pria muda.
"Aku harus pergi" Kataku beringsut mengambil Tas. Mencoba menghindari masalah. Aku tidak peduli apakah Aku akan basah kehujanan setelah ini. Yang kuinginkan hanya pergi dari situasi ini secepatnya. Tanganku di cekal kembali ketika memasukkan barang-barang ke dalam tas. Aku berbalik hendak memprotes. Tapi Raymond malah mencium bibirku kuat. Aku terkejut, bergegas mencoba mendorongnya menjauh. Dia tidak bergerak. Tengkukku dipegang kuat olehnya.
"Lepas...." Aku mencoba mendorong Raymond. Bibirnya kembali mencium bibirku, membungkam protesku. Dia belum pernah seperti ini sebelumnya, Setauku saat Kami berpacaran dulu Dia selalu sopan dan menghargai wanita. Tidak pernah terlihat seperti seorang yang mau menyerang wanita seperti apa yang dilakukannya sekarang ini, Apa yang terjadi dengannya. Aku semakin ketakutan melihat perubahan pada dirinya. Aku memukul bahunya keras beberapa kali dengan kedua tanganku, berharap Dia menyadari kesalahannya dan segera melepaskan Aku.
Buukkkkk !!!
Raymond ambruk tepat didepanku. Aku spontan menahan tubuhnya agar Kami tidak jatuh membentur lantai. Aku berhasil berpegangan pada meja sebelum Kami sempat jatuh, Menahannya di pundakku. Beban tubuhnya tidak sebanding denganku. Aku kewalahan dalam usahaku menyelamatkan kami berdua dari benturan.
apa yang terjadi ?
Belum lengkap otakku mencerna situasi, Seseorang sudah menarik Raymond menjauhiku dan melemparkannya dengan mudah ke lantai, Suara berdebam yang cukup keras terdengar, Tapi Raymond sama sekali tidak terbangun. Yang lebih mengherankan orang itu melempar Raymond hanya menggunakan tangan satu, Seolah Raymond hanya merupakan beban seberat 1 kilo gram dan bukannya 60 kilo gram.
"Kau sebenarnya kembali ke dunia ini untuk memulihkan diri atau menjalin kembali hubungan dengan mantan pacarmu ?".
Terdengar suara dingin yang khas. Tanpa perlu melihatnya sekalipun, Aku tahu siapa orang itu. Sosok yang selalu ku hindari selama ini. Yang keberadaannya ingin kulupakan dari ingatanku. Aku mendongak untuk memastikan bahwa pendengaranku salah, Namun Aku malah melihat Pangeran Riana berdiri, sembari memandang Raymond yang tak sadarkan diri dengan ekpresi jijik. Rambutnya berwarna hitam dengan semburat biru keabu-abuan. Sepertinya Dia mengubah model rambutnya, Karena modelnya berbeda saat terakhir Aku melihatnya. Entah kenapa Dia terlihat lebih tinggi dan lebih dewasa, Padahal Kami hanya beberapa bulan tidak bertemu.
Raymond masih tergelatak di lantai, Aku yakin Raymond menjadi seperti ini adalah karena ulah Pangeran Riana.
"Ka...Kau.." Kataku tak percaya setelah kesadaranku pulih. jadi tadi itu Aku memang melihat sosoknya. Bukan Halusinasi seperti yang kupikirkan. Seharusnya Aku kabur saja tadi. Bagaimana bisa Dia muncul disini, Dan bukan di ruang penghubung ?. "Bagaimana bisa Kau ada disini ?". Aku masih terdiam, shock. Berbagai pertanyaan muncul di kepalaku. Aku pikir dengan menghindari ruang penghubung Aku dapat menghindari dari moment seperti ini, nyatanya Aku salah. Dia tetap saja bisa menemukanku.
"Sudah lama tidak bertemu Yuki" Sapanya dingin. Tangannya langsung meraihku dan menarikku ke pelukannya. Wajahku langsung menabrak dadanya. Aku refleks mendorongnya, Namun tangannya di pinggangku mencegah, malah Dia makin mempererat pelukannya.
"Lepaskan Aku" Kataku marah.
"Tidak di sana tidak di sini Kau tampaknya memang tidak bisa tidak menggoda laki-laki."
"Lepaskan Aku"
Aku tahu, Dia akan membawaku untuk kembali. Tapi Aku tidak akan menduga akan secepat ini. Sekarang ini, Aku merasa lebih baik bertengkar dengan Raymond ketimbang harus berhadapan dengan Pangeran Riana. Dia seperti baja. Sulit untuk di tumbangkan. Tidak pernah peduli perasaan orang lain dan seenaknya sendiri. Apa yang diinginkan ya itulah yang harus dilakukan.
"Cukup bermain-mainmu Yuki. Sekarang Kau harus ikut Aku kembali pulang" Bentak Pangeran Riana karena Aku terus memberontak, Berusaha melepaskan diri.
"Tidak...Aku tidak mau kembali" Tolakku memohon.
Di tengah Ruangan Aku melihat pusaran yang sangat kubenci. Pintu menuju dunia itu. Pasti Pendeta Serfa yang melakukannya. Aku berusaha mati-matian melepaskan diri. Pangeran dengan mudahnya mengangkatku. Aku ditarik paksa menuju pintu itu. Tanganku menggapai, mencari pegangan. Aku tidak ingin kembali. Kenapa mereka tidak mengerti juga. Aku sudah tidak punya alasan untuk kembali ke sana. Bukankah ada atau tanpa Aku, semua akan baik-baik saja. Negerj Garduete juga seharusnya tidak kekurangan wanita untuk memuaskan Pangerannya. Tapi kenapa harus Aku...Kenapa ?.
Aku memegang erat tiang besi yang berdiri di dalam ruangan. Pangeran menarikku, Berusaha melepaskan peganganku pada besi tersebut.
"Tidak mau...tolonggg...mmmppp" Karena Aku berteriak, Pangeran menutup mulutku dengan tangannya. Sebuah pot bunga jatuh kelantai. Pecah, isinya berhamburan di sana.
Aku terus menggapai..Mencoba melepaskan diriku. Namun, Aku selalu kalah tenaga olehnya. Tubuhku ditarik masuk ke dalam pintu tersebut.
zleb zleb zleb
Rasanya seperti memasukki timbunan jelly yang cukup banyak. Perlahan tapi pasti, Aku merasa lemah. Tubuhku terasa lemas. Kepalaku terasa berkunang hebat. Perutku terasa diaduk-aduk. Kesadaranku mulai terkikis. Aku membuka mulutku untuk mencari udara, tenggorokanku kering. ini sangat menyiksa. Aku tidak dapat melihat apa-apa lagi kecuali kegelapan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!