KHADIJAH POV
Waffa Hanin Khadijah adalah nama ku. Aku anak ke Empat dari Empat bersodara.
Anak pertama, kak Anisa. Anak ke dua kak Syafa. Anak ke tiga kak Faisal. Dan yang terakhir adalah aku, Waffa Hanin Khadija.
Umurku baru 21 tahun lulusan PA di Universitas A kota Bandung. Panggilan ku di rumah Khadijah. Abi, Umi, dan juga Ke tiga sodaraku, biasa memanggil dengan sebutan itu. sedangkan teman-teman memanggilku Waffa Hanin atau Waffa.
Orang bilang anak bungsu itu identik dengan sikapnya yang manja dan ke kanak-kanakan, tapi aku rasa semua itu benar. Aku memiliki sikap manja dan kekanak-kanakan, itu semua karena orang tua dan ketiga sodara ku selalu memanjakan ku.
Pepatah bilang carilah ilmu meski ke negeri China dan kejar cita-cita setinggi langit
Tapi gimana mau ngejar cita-cita setinggi langit, lagi-lagi Abi dan Umi selalu saja ceramah untuk menyiruh ku segera menikah. Kata Abi sama Umi nikah itu ibadah jangan di tunda- tunda.
Yah jelas di tunda, gimana mau nikah calon nya aja belum ada. Bener gak?
masa iya nikah sama guling. Gak mungkin banget kan!
Setiap ada kesempatan, Abi dan Umi selalu saja membahas pernikahan, seperti halnya dua Hari lalu.
...****...
Flash Back.
Malam itu, di saat aku, Abi, dan Umi bersantai di ruang tamu, tiba-tiba saja Abi membuka suara perihal pernikahan. Jelas-jelas saat itu aku tidak ingin membahasnya, karena bagaimana pun aku tidak memiliki calon untuk di perkenalkan pada mereka.
"Khadijah, Abi mau tanya boleh, Nak?" tanya Abi yang tiba-tiba menghentikan aktifitas ku yang sedabg membaca.
"Abi mau tanya apa?" Aku yang saat itu
Langsung menoleh ke arah abi, setelah menadai halaman bacaan buku.
"Khadijah, kalo abi boleh tau kapan rencana pengen nikah?"
Lagi- lagi Abi bertanya seperti itu, tapi anehnya kenapa menatapku dengan begitu serius. Tidak seperti biasanya.
Akupun menarik napas panjang, dan menghenbuskannya perlahan. "Abi ... gimana Khadijah mau nikah. Calonnya aja belum ada." jawab ku.
"Khadijah jangan fesimis seperti itu dong, Nak. Insya Allah secepatnya ada yang bakalan ngajakin nikah khadijah, Abi yakin itu," sela Umi yang tiba-tiba datang dengan secangkir kopi pesanan Abi.
"Lah, memangnya jodoh bisa di tebak kapan datangnya," jawab ku heran.
Abi dan Umi terdiam sejenak dan saling bertatapan satu sama lain. Sampai akhirnya Abi menjawabnya. "Jodoh memang rahasia Allah. Tapi setidaknya Khadijah bisa berdoa sama Allah, dan minta untuk di dekatkan jodohnya."
"Terus kalo jodoh Khadijah udah di dekatkan, lalu bagaimana dengan Khadijah yang mempunyai cita-cita setinggi langit? gagal dong, Abi!" seruku sembari mengerutkan bibir. Lagian Khadijah itu pengen kuliah ke mesir." sambungku.
"Khadijah ga usah tinggi tinggi tar jatoh lagi," Sela Umi mengusap lembut pangkal kepalaku yang tertutup oleh jilbab.
"Umi ..., lain jaman lain pemikiran. Lagian Umi aja pemikiranya begitu," timpalku memungkiri.
"Begitu gimana anak Umi yang cantik.
"Khadijah cuma pengen ngambil S2 di Mesir, Umi." Kataku sedikit menundukan pandangan.
"Umi dan Abi gak akan ijinin Khadijah pergi ke jauh sendirian, apa lagi ke mesir, jauh banget." tegas Umi.
"Terus Umi ngijinin Khadijah nya apa dong?" tanya ku.
"Umi dan Abi bakalan kasih ijin kalo Khadijah nikah dulu, setelah itu baru Khadijah kejar tuh cita-cita sampe ke Mesir atau negri cina. Umi, Abi baru ridho."
Perkataan Abi membuatku terdiam untuk sesaat, bagaimana bisa Abi dan Umi memberi ku pilihan yang jelas-jelas aku sendiri saja belum memikirkan soal pernikahan.
"Umi sama Abi itu aneh. Giliran kalo Khadijah nikah aja, di ijinin. Berarti Umi sama Abi enggak sayang yah, sama Khadijah," kataku yang saat itu membuat mata umi mendelik ke arahku.
"Putri Umi bawel amat, Sih!" ucap Umi sembari mencubit hidung ku dengan begitu keras. Umi selalu saja seperti itu, mungkin itu karena sikapku yang selalu membuatnya kesal karena masih bersikap kekanak-kanakan.
"Umi kenapa sih selalu cubit hidung khadijah, sakit tau!" seruku mengusap pangkal hidung.
"Yah habisnya putri Umi itu bawel banget."
"Bukan hanya bawel umi. Tapi Khadijah manja," sela Abi menimpali.
"Tuhkan Umi sama Abi sama aja, sama sama tukang ledekin khadijah, sebaiknya Khadijah pergi dari sini. Dari pada di ceramahin terus menerus," ucapku kesal, lalu beranjak, dan meninggalkan ke dua orang tua ku yang masih duduk.
"Khadijah mau kemana?" Tanya Abi menghentikan langkahku sejenak dan kembali menoleh ke arah mereka.
"Khadijah mau pergi ke pondok aja. liat santri Abi yang lagi ngaji."
"Nah gitu dong, anak Abi mendingan bantuin kak Faisal ngajar, dari pada di kamar terus!"
"Siap komandan! "Sahutku lalu meninggalkan Abi, dan umi yang masih duduk.
...KHADIJAH P.O.V. OFF....
...BERSAMBUNG....
...JANGAN LUPA LIKE KOMEN, DAN JUGA VOTE. DI SETIAP EPISODENYA....
...Hallo temen-temen yang belum tau cara bikin notifikasi novel ini biar kalian gak bulak balik cek aplikasi caranya kalian Klik gambar ❤ yang ada di beranda novel PSM pojok kiri . itu tandanya kalian jadikan novel ini favorit. nah setiap novel ini update jadi notifikasinya ada di hape kalian secara otomatis...
...TRIMAKASIH....
...Sedikit kata mutiara untuk kalian....
..." Cintailah seseorang itu secara diam-diam, seperti kisah cinta suci Fatimah dan Ali yang akhirnya Allah pertemukan jua. Sesungguhnya mereka mencintai secara diam itu sedang berjihad, berjihad menentang kehendak diri. Menundukan nafsu hati. "...
...Semoga pembukaan Novel ini bikin kalian semangat buat lanjutin episode selanjutnya....
"Saya terima nikah dan kawin nya Waffa Hanin Khadijah binti bapak Abdul Sofyan dengan maskawin seperangkat alat Sholat di bayar tunai."
Suara lantang nan tegas dengan satu tarikan napas yang di ucapkan lelaki bertubuh tinggi dan rupawan.
"Gimana, para saksi?" tanya penghulu menatap semua arah.
"Sah! Sah! Sah!" jawaban serempak dari para saksi.
Khadijah yang saat itu sedang duduk di sudut ruangan, dengan di temani sahabat baiknya langsung di persilakan untuk menghampiri suaminya yang masih duduk di depan penghulu dan Abinya.
Khadijah Akhirnya beranjak dan melangkahkan kaki ke arah suaminya. Fahri Mumtaz yang tak lain adalah lelaki yang kini telah menyandang sebagai suami SAH menurut hukum dan agama.
Gadis cantik itu begitu terlihat cantik dengan balutan gaun putih sederhananya, bahkan pandangan Fahri tak henti-hentinya menatap Khadijah yang kini sudah duduk di samping. Terliha jelas kalo Khadijah begitu gugup dan malu saat bersanding di sebelah Fahri, lelaki yang ia kenal dengan waktu yang begitu singkat.
"Nak Khadijah, silahkan mencium tangan suaminya,"Ucap penghulu.
Mendengar Ucapan tersebut, Khadijah mencoba meraih tangan Suaminya, lalu menciumnya ragu.
Di susul Fahri yang meletakan telapak tangannya ke kepala khadijah. Fahri pun, memanjatkan Doa pada istrinya.
Ini pertama kalinya untuk Khadijah mencium tangan lelaki lain selain tangan Abi, dan kakak nya.
"Sungguh pemandangan indah yah, Abi. anak kita yang manja kini sudah menikah," kata Umi yang sembari meneteskan air mata haru.
Fahri dan Khadijahpun langsung sungkeman ke orangtua mereka, acara pun, berjalan dengan lancar dan hikhmat.
...******...
"Cieee Waffa udah nikah nie yehhh. waffa kenalin dong mamas ganteng nya sama kita," sarkas Winda menyenggol bahu Khadijah.
"Pinter banget pilih suami. Dapet di mana cowo ganteng kaya begitu. Senyumannya itu loh, bikin hati meleleh," Sela Rahmi yang ikut meledek, Begitu juga dengan Nazwa yang ikut meledek Khadijah.
Jadi, Rahmi, winda, dan Nazwa, adalah sahabat terbaik Khadijah dari jaman kuliah. Dan sampai mereka lulus kuliah pun tetap jadi sahabat karib.
Khadijah sedikit risih dengan ucapan ke tiga sahabatnya yang terus saja meledek.
"Apa sih kalian, malu maluin banget. Nanti kalo orang nya denger gimana? yang ada dia ke pedean lagi di bilang ganteng," kata Khadijah sembari mendelik ke tiga sahabatnya.
Fahri yang diam-diam mendengar percakapan mereka hanya bisa tersenyum.
Resepsi di lakukan satu bulan setelah akad. Karena mengingat suami Khadijah harus melakukan seminar di waktu dekat ke beberapa tempat.
Maklum saja suami Khadijah seorang dosen lulusan Master di universitas negeri yogyakarta, jadi dirinya sering di undang kesana kemari untuk menghadiri seminar.
"Temen-temen jangan pulang dulu donk, waffa masih kangen kalian," bujuk Khadijah Manja melirik Nazwa, Rahmi, dan winda. "Makan makan dulu yu, Win? Di meja banyak banget makanan tau," sambung Khadijah merayu.
"Yang bener kamu waffa?" kcap Winda sumringah.
"Iya bener, masa aku bohong," sahut Khadijah.
mendengar waffa menawarkan makanan seketika pikiran winda langsung berubah yang tadinya ingin pulang kini beralih ke makanan yang sudah berjejer rapi di meja.
"Dih winda winda kerjaan nya makan melulu tapi badan gak gendut gendut," timpal Rahmi menertawakan Winda.
"Sirik aja," sahut winda tersenyum.
"Oh iya Waffa gimana ceritanya bisa nikah sma abang ganteng?" tanya rlRahmi yang merasa penasaran.
"Mas Fahri, Dia punya nama," tegas Khadijah mengingatkan.
"Iya itu maksudnya waff." Sahut rahmi.
"Jadi dua bulan yang lalu, Abi tiba-tiba saja bicara serius sama aku, ngomongin masalah pernikahan." Khadijah yang saat itu terdiam mengingat flash back dua bulan lalu dan menceritakan pada Rahmi dan Nazwa.
Flash Back On.
"Abi manggil khadijah ada perlu apa, Bi?" tanya Khadijah, menghadap ayahnya.
"Sini duduk! Abi mau bicara penting sama kamu," ucap Abi menatap.
Khadijah akhirnya duduk tepat di sebelah Abi nya.
"Khadijah punya pacar? maaf maksud Abi bukan pacar lebih tepatnya lelaki yang serius sama Khadijah dan mengajak menikah di waktu dekat?"
Khadijah terdiam sejenak saat mendengar pertanyaan ayahnya.
"Ada sih! yang suka sama Khadijah, tapi kalo Khadijah bahas tentang pernikahan mereka suka menghindar, terus ada juga lelaki yang ngajakin Khadijah menikah pas Khadijah suruh ngadep Abi dan Umi, eh dia malah gak merespon," ujar Khadijah.
"Terus ada gak yang Khadijah suka selama ini?" Abi yang kembali bertanya dengan tatapan seriusnya.
"Gak ada sih, Khadijah biasa-biasa aja sama mereka. Lagi pula cowo yang deketin Khadijah aja gada yang serius. Abi dan Umi suka bilang sama khadijah kan. Kalo Khadijah itu jangan pernah mencintai lelaki yang tidak bisa mencintai agamanya, dan kalo laki laki yang serius itu bakalan datang ke rumah menghadap Abi dan Umi bukan ngajak pacaran. Benar kan?"
"Iya sayang, sekarang Abi mau tanya lagi sma Khadijah? Kalo ada lelaki yang menghadap Abi dan Umi, Lalu meminta ijin untuk menikahi anak perempuan Abi yang satu ini, Khadijah mau gak?" tanya Abi menatap.
Khadijah kembali terdiam sesaat karena pertanyaan Abi yang menurutnya tak biasa.
"Terus Abi sama Umi suka gak sama laki laki itu?"
Pertanyaan Khadijah mampu membuat orang tuanya tersenyum dan saling berhadapan untuk sekejap.
"Abi jelas menyukai lelaki itu," jawab Abi.
"Umi juga suka," timpal Umi.
"Ya udah kalo Abi sama Umi suka."
"Ya udah apa dulu nii maksudanya?" tanya Abi penasaran.
"Ya udah Khadijah mau ketemu orangnya.
Khadijah yakin pilihan Abi sama Umi gak akan salah untuk anaknya. soalnya Umi sama Abi orang nya rinci banget buat memilih pasangan untuk anak-anaknya, kan? Dan sekarang Khadijah mau tanya lagi sama Abi. Kenapa Abi seketika menanyakan itu pada khadijah? apa sebenarnya ada yang melamar khadijah pada abi?"
"Kamu ingat tidak donatur yang sering datang kesini, hampir 2 tahun terakhir dia selalu datang tiap bulan, Abi lihat dia selalu merhatiin kamu tapi Abi gak berani negur, kamu juga pernaah beberapa kali bertemu dia kok," kata Abi yang membuat Khadijah berfikir sejenak.
"Yang mana, Abi?"
"Tundukan kepalamu Khadijah, kalo ada tamu tidak baik menatap lelaki yang bukan mahram nya. Apa kamu ingat dengan kata-kata Umi waktu itu, pas kamu lihat cowo ganteng yang hidung nya mancung perawakan tinggi?" Sela Umi yang mengingatkan kembali Khadijah.
Seketika Khadijah pun tertawa-tawa karena tak percaya dengan apa yang di orang tuanya.
"Umi, Abi serius cowo itu melamar Khadijah? gak mungkin banget. Umi sama Abi bercanda, kan?" tanya Khadijah merasa tak percaya dan menggeleng-gelengkan kepalanya sembari tertawa.
"Emang nya kenapa dengan anak Umi. kalo tiba-tiba ada anak cowo yang ganteng ngelamar Khadijah? lagi pula Anak umi juga cantik, seksi, pintar, dan bawel," sarkas umi sembari meledek.
"Umi! kebiasaan banget bilang Khadijah bawel," jawab Khadijah tak terima.
"Gimana Khadijah apa mau gak menerima lamaran Fahri?" sela Abi dengan tegasnya.
"Abi beri waktu Khadijah sampe besok. Khadijah butuh petunjuk dari Allah," Ucap khadijah.
Abi dan umi pun menyetujuinya, dan keesokan harinya Khadijah memberi keputusannya pada Orang tuanya, untuk menerima lamaran Fahri.
Wajah Abi dan umi seketika bahagia dan mengucap syukur karena mereka tau betul kalo Fahri lelaki terbaik buat anaknya.
Abi pun bergegas untuk memberi kabar kepada Fahri dan memberitahu kalo lamarannya di terima oleh Khadijah. dan saat itu juga Fahri langsung membalas pesan Abi.
"Alhamdullilah Abi kalo dek Khadijah menerima lamaran Fahri.
Insya Allah hari minggu saya beserta keluarga akan ke bandung untuk melamar dek Khadijah." balasan pesan Fahri yang membuat kedua orang tua Khadijah tersenyum bahagia.
.
.
.
.
.
Bersambung
...Sedikit pengumuman, Novel ini baru aku revisi jadi maaf banget jika di bab berikutnya tulisannya msih rancu....
...Jangan lupa like, komen, dan Vote juga. ditunggu...
Jadi intinya, lamaran ke akad nikah itu tiga mingguan kira - kira," ucap Khadijah menatap ketiga sahabatnya.
"Jahat banget, masa ngasih tau kita baru seminggu sebelum akad, mana pas lamaran gak ngasih tau lagi!" Seru Rahmi.
"Tau ih," sela Nazwa berlaga kesal.
" yah maaf,"
Waffa tersenyum dengan gaya sok imut pada sahabatnya. " aku cuma pengen ngasih kejutan aja sama kalian," sambungnya.
"Terus kapan kalian nyusul?"
"Dihhh belagu, mentang-mentang sekarang udah nikah, pertanyaanNya kaya emak-emak," jawab Rahmi.
" iya tau Waffa nyebelin banget." Timpal Nazwa.
"Makanya jangan pacaran mlulu klo mau nikah!" Sindir Khadijah.
"Yeh siapa juga yang suka pacaran,"Sahut Nazwa mengelak.
Di tengah-tengah perbincangan mereka, tiba-tiba saja kehadiran Umi mengagetkan mereka.
"Khadijah, temenin suami kamu makan dulu gih! umi sudah siapin makanan nya, gak baik ninggalin suami kamu sendirian terus," Ucap umi perlahan.
"Astagfirullah umi maaf, Khadijah keasikan ngobrol sama temen-temen," Jawab khadijah.
Seketika Khadijah pun, bergegas untuk menghampiri suaminya.
"Mas mau makan yah? maaf khadijah tadi keasikan ngobrol sama temen-temen," ucap Khadijah sedikit merundukan kepalanya tanpa berani menatap Fahri.
"Kata siapa mas mau makan? tadi mas udah makan ko barang Abi, Ayah, dan keluarga yang lainnya."Jawab Fahri.
"Lah tadi Umi bilang," Khadijah menggumam. "Hmm jadi sengaja nih kayanya."
"Tadi Mas mau ajak Ade makan bareng juga, sebenarnya. Tapi, mas liat Ade sedang asik dengan teman-temannya. Apa sekarang ade mau makan, biar Mas temenin?" Tanya Fahri.
"Gak usah Mas, Khadijah belum lapar. Yasudah kalo begitu Khadijah mau minta ijin ganti baju dulu." Ucapku lalu pergi setelah mendapat anggukan dari Mas Fahri.
***
"Apa harus mas bantuin khadijah untuk lepas aksesorisnya?" Tanya Fahri yang tiba-tiba menghampiri istrinya.
Sontak saja kehadiran Fahri membuat Khadijah terkejut dan langsung menoleh ke arahnya.
"Lah, mas ngikutin Aku?"
"Bukan ngikutin, tapi Mas liat tadi Ade kesulitan untuk buka riasan.
"Gak usah mas, lagi pula mas Fahri bukan mahram ,"Ucap khadijah tak sadar.
Fahri tersenyum dan mengerutkan dahinya, karna mendengar ucapan Khadijah. Sedangkan hadijah buru-buru menutup mulutnya, karna baru menyadari Ucapanya.
"Astagfirullah, maaf, maaf, Khadijah lupa kita udah nikah ,"Sambungnya.
Fahri pun, hanya tersenyum lebar melihat tingkah istrinya.
Kemudian Khadijah berubah fikiran, dan mengijinkan suaminya untuk membantu melepaskan riasanya. namun hanya riasanya saja. Setelah riasan selesai, Khadijah meminta suaminya untuk keluar, karna dirinya hendak berganti pakaian.
Fahri pun menuruti kemauan Khadijah. Maklum saja Khadijah belum terbiasa dengan kehadiran suaminya, itu. Begitu juga Fahri.
***
Sore harinya, saat Fahri hendak Sholat magrib berjamah di mesjid, Fahri tak lupa meminta ijin pada Khadijah. Untuk Sholat bersama Ayah dan juga kakanya.
"Oh iya de, jangan lupa nanti malam siap-siap yah," Ucap Fahri.
"Siap - siap untuk apa mas?" Tanya Khadijah
"Siap siap buat berkemas pakaian Ade. besok pagi kan sebelum subuh kita harus udah di bandara. bukan nya Mas udah cerita yah sma De waktu itu di telepon."
Khadijah pun, terdiam sejenak. Mencoba mengingat kembali.
"Oh iya mas, maaf Khadijah bener-bener lupa, Afwan mas,"
"Sekalian kita liburan disana yah de!" Ucap Fahri sembari melemparkan senyuman pada istrinya, lalu pergi dari kamar.
**
Malam Harinya usai Sholat isya, Fahri beserta Abi, dan juga kaka Khadijah pun, pulang ke rumah. Fahri yang saat itu merasa lelah karna perjalanan dari Jogya ke Bandung, di tambah resepsi akad nikah membuatnya kelelahan. Karna beberapa hari terakhir Fahri kurang istirahat. Akhirnya ia pun, memilih untuk segera masuk ke kamar Khadijah dan beristirahat.
Saat Fahri mengetuk pintu kamar, dan mengucap salam. Khadijah mulai merasakan kringat dingin. Dirinya begitu takut melewati malam yang tak seperti sebelum-sebelumnya.
Dengan rasa gugup, dan canggung. Khadijah membuka pintu kamar secara perlahan.
"Waalaikum'salam. Mas," jawab Khadijah lalu memberanikan diri untuk mencium tangan suaminya. Fahri pun membalasnya dengan senyuman yang begitu indah.
"Mas mau makan?" Tanya Khadijah dengan raut wajah memerah, dan malu-malu.
"Engga de. Mas pengen istirahat aja." jawab Fahri lalu beranjak mendekati koper miliknya dan mengambil baju yang akan dikenakan untuk tidur.
"Oh, yasudah kalo begitu. Mas udah bilang belum sama Abi. Kalo kita besok pergi ke Singapur? Soalnya Khadijah lupa bilang!"
"Mas udah bilang sama Abi, De. yang pasti Abi mengijinkan, meski terbilang mendadak bagi Abi. Ade belum berkemas yah?" Tanya Fahri karna melihat koper Khadijah yang masih kosong.
"belum Mas." Sahut khadijah menggelengkan kepalanya.
"Mas, de ijin keluar bentar yah, mau nemuin Umi."
Melihat UmiNya berada di ruang tamu, Khadijah pun, menghampiri dan mengajaknya untuk bicara.
"Khadijah ada perlu menghampiri Umi. Sepertinya ada hal serius," tanya Umi, karna melihat putrinya seperti orang kebingungan.
"Umi khadijah boleh gak yah nolak ajakan mas Fahri untuk gak ikut ke singapura?"
"lah kenapa sayang? bukanya dari dulu kamu pengen banget jalan jalan ke luar negri. Terus sekarang kamu punya kesempatan seperti itu kenapa gak mau?" Tanya umi heran.
Khadijah hanya diam membisu tanpa menjawab satu pertanyaanpun yang di lontarkan UmiNya.
"Apa yang Khadijah takutkan? Hmm,"
"Khadijah bukan takut Umi, hanya saja belum terbiasa berduaan dengan Mas Fahri."
"Umi juga dulu gitu, untung Abi sabar, awalnya umi takut. Tapi Abi selalu bikin umi tersenyum dan nyaman. Khadijah dengerin Umi kalian bisa saling mencintai dengan seiring nya waktu klo anak Umi menghidar kapan punya waktu buat saling mengenal satu sama lain." Jelas umi memberi pengertian.
"Sayang, niatkan semuanya karena Allah. Khadijah paham kan, maksud Umi?
lagi pula putri umi cukup pintar dan bisa membedakan mana yang baik mana yang tidak. ingat ridho suami rindo Allah kebahagiaan kluarga yang tergantung kamu dan pasanganmu, bagaimana menjalaninya."Sambungnya.
Khadijah terdiam sesaat, mencerna setiap ucapan yang di ucapkan Umi.
"Trimakasih Umi."
Khadijah langsung memeluk Uminya.
.
.
.
.
Bersamsung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!