Cit
Brak
"Sial! " Tidak sengaja Ia menabrak mobil belakang milik Papanya yang ada di garasi, padahal Ia sudah sangat hati-hati untuk memarkirkan motornya.
Pasrah sudah, dirinya akan kembali di marahi.
Ares bawa langkah kakinya mendekat ke arah pintu utama, di bukanya pintu dengan perlahan berharap penghuni rumah ini sudah tidur. Sebab ini sudah larut malam.
Saat pintu terbuka lebar.
Plak!
Tamparan keras mendarat tepat di pipi kiri Ares yang mulus itu, rasa panas menjalar ke seluruh tubuh apalagi pipinya. Di tatap orang yang telah menamparnya dengan sorot mata tajam.
"Kamu sudah bikin malu keluarga! Sialan!" ucapnya dengan nada dingin nan rendah, tangannya kembali terangkat dan.
Plak!
Satu tamparan kembali mendarat di pipi kiri Ares, bahkan rasa panas tadi masih ada kini di tambah lagi rasa panas itu semakin menjadi.
"KENAPA KAMU MELAKUKAN BALAPAN LIAR HAH! KAMU PIKIR PAPA TIDAK TAU HAH!" bentaknya, Roy sosok yang begitu temperamen, susah untuk menahan emosinya.
"SEHARUSNYA KAMU CONTOH ARAS! DIA ANAK BAIK, TIDAK PERNAH MEMBANGKANG, KEBANGGAN KELUARGA. SEDANGKAN KAMU APA? BENALU DAN BEBAN!" sarkas Roy.
"Apa peduli saya hah! Saya di anggap disini saja tidak! Bahkan semua orang tau keluarga Wilson ini tidak menganggap saya bagian dari keluarga itu. Lantas saya ikut balapan membuat keluarga Wilson malu? Dan.. " Ia menjeda ucapannya lantas Ares terkekeh, Ia melihat Papanya diam tapi detik berikutnya Ares melihat kilatan marah di wajah Papanya bahkan urat-urat lehernya begitu jelas terlihat.
"Meskipun saya dan Aras kembar, tidak memungkinkan segala sesuatu harus sama persis! Bahkan saya jijik melihat Aras dengan wajah sok polosnya. " lanjutnya.
Bugh!
Tubuh Ares terhuyung ke belakang punggungnya membentur pintu yang sudah tertutup, Ia meringis namun Ares bukan laki-laki lemah Ia bangkit dan kembali menatap Papanya nyalang.
"Benar kan apa yang di ucapkan? "
"Jadi untuk apa keluarga ini merasa malu? Kan dari dulu Ares tidak pernah di anggap ada. Dari dulu kalian hanya membangga-banggakan Aras! " Ia berhasil membungkam papanya itu lantas tersenyum sinis dan melenggang pergi.
Ares paling benci jika sudah di banding bandingkan dengan kembarannya itu. Padahal mereka tidak tahu yang sebenarnya seperti apa, bagaimana sifat asli dari Aras hanya Ares yang tahu.
Saat di tangga Ia kebetulan sekali berpapasan dengan Aras yang sedang tersenyum sinis ke arahnya, "Gue menang.. "
"Gue udah gak butuh keluarga ini!" bisik Ares.
Keesokan harinya rumah ini begitu ramai, Ares mendengar banyak orang yang sedang tertawa. Ia mengernyit bingung perasaan malam tadi rumah sepi namun pagi ini kenapa jadi ramai?
Ia turun ke bawah untuk sarapan pagi, tepat di pijakan tangga terakhir cukup terkejut ternyata seluruh keluarga besar Wilson ada di meja makan yang besar itu sedang melakukan sarapan pagi.
Bahkan Ares melihat tidak ada kursi kosong di sana, ah memang benar dari dulu Ares tidak pernah di anggap ada oleh mereka.
Dengan langkah gontai Ia berbalik arah menaiki tangga kembali, namun berhenti saat Indra pendengarannya mendengar ucapan yang begitu menusuk hati.
"Seharusnya beban keluarga itu di usir, bukan di tampung!" ucapnya begitu tegas! Ares tahu itu suara siapa. Ia mengepalkan tangannya, dan mencoba meredamkan emosinya.
"Lihat, tidak ada sopan santunnya--"
"Cukup kakek!" Ares berbalik dan menatap tajam Kakeknya, iya kakeknya Tuan Wilson yang tadi melontarkan kalimat menyakitkan.
"Berani kamu sama saya hah!" Wilson berdiri dan membanting sendok yang ada di genggamannya.
"Kenapa harus takut? "
"Dimana sopan santun mu!"
"Ares akan sopan kepada orang yang memperlakukan Ares dengan baik! Sedangkan kalian? Lihat bagaimana kalian bertingkah laku layaknya anjing menggonggong yang terus mengoceh, membandingkan, mencaci maki bahkan menghi--"
Plak!
"Keterlaluan kamu!" Ares tidak tahu sejak kapan kakeknya ini berada di hadapannya, tapi kini Ia bisa menatap tajam Kakeknya itu.
"Kenapa? Itu fakta! Kalian berpendidikan tinggi, punya gelar di kagumi banyak orang di hormati bahkan di takuti. Tapi!" Ares menjeda ucapannya dan pandangannya beredar melihat mereka semua yang kini sedang menatapnya.
"Kalian buruk dalam berperilaku dan akhlak kalian yang begitu rendah! " Ada rasa lega dalam diri Ares karena berhasil mengeluarkan unek-uneknya walaupun hanya sebagian.
Bugh!
Pukulan keras itu mendarat di rahang tegas Ares, namun Ia berhasil menahan tubuhnya sendiri agar tida jatuh.
"Berani-beraninya berbicara seperti itu, sialan!" umpat kakek.
Wilson tidak terima, harga dirinya di injak-injak oleh cucu sialannya ini! Memang cucu satunya ini benar-benar benalu di keluarganya. Seharusnya Ia membunuh anak ini jika besarnya menyusahkan seperti ini.
"Dan-"
Dor!
Tubuh Ares ambruk di kaki Wilson, belum sempat Ia melanjutkan ucapannya peluru sudah lebih dahulu masuk ke dalam tubuhnya tepat di jantungnya.
Wilson terkejut sungguh, saat berbalik Ia melihat Roy anak pertamanya yang melakukan penembakan itu.
Roy mendekati Papanya dan memberikan pistol itu kepadanya, lantas di terima dengan senang hati dan..
Dor!
Peluru itu kembali bersarang kini di kepala Ares, sudah keinginan mereka sudah terwujud. Ares meninggal di bunuh oleh keluarga kandungnya sendiri.
"Lega rasanya dia sudah tidak ada. "
___________
"Maaf.. " cicit Jason.
Ia tidak berani mengangkat kepalanya untuk sekedar menatap mereka, Ia takut bahkan tubuhnya gemetar.
"Maaf? Setelah apa yang kamu lakukan kamu minta maaf?" suara tegas itu memenuhi Indra pendengaran Jason.
Bugh!
"Tidak semudah itu bodoh! "
Jason meringis, punggungnya membentur sudut meja tv di ruang keluarga. Ia berharap salah satu dari keluarganya ada yang menolong dirinya namun kembali lagi faktanya mereka begitu membenci Jason.
Dari dulu sampai sekarang, bahkan setelah kedatangan Revan anak dari adik Mamanya ini mereka semua semakin membenci Jason. Mereka tidak akan segan-segan untuk menyiksanya bahkan Ia diam pun tetap di salahkan.
Maka percuma saja Jason membuka mulut untuk membela dirinya sebab mereka tidak akan pernah percaya sedikitpun.
"Akhh.. sakit.. ayah... "
Plak!
"Diam kamu!" Jason di seret ke gudang yang berada di belakang rumah ini. Dengan susah payah Ia bangkit dan berjalan mengikuti langkah sang ayah.
Jason sudah pasrah dengan semuanya, ingin mati saja rasanya sudah tidak ada harapan untuk hidup semua orang membenci dirinya tanpa sebab.
"Dunia ini begitu kejam. " ~ Jason.
Bruk!
"Shh, ayah.. " suaranya begitu parau, Ia berharap ayahnya mendengarkan ocehan untuk terakhir kalinya.
"Jason sayang ayah.. tapi, tapi kenapa ayah dan yang lainnya benci Jason hiks.. hiks.. Jason salah apa? Selama ini Jason selalu melakukan yang tekhbaik agakh bisa membanggakan ayah dan yang lainnya hiks.. hiks.. Jason bahkan tidak pekhnah melakukan hal itu semua ayah.. Jas--"
Jleb!!
"Banyak bicara kamu! Pusing saya dengernya. " Robert ayah Jason pergi meninggalkan putranya yang sudah tidak berdaya itu, darah semakin banyak keluar namun Ia acuh dan pergi dari sana.
"A-yah.. " perlahan mata indah itu tertutup bersamaan dengan Robert yang menutup pintu gudang.
____________
Jason Vier Alexander, remaja yang baru saja berulang tahun yang ke-16 tahun kemarin namun dengan tidak berperasaannya ayah Jason menyiksa dirinya di hari ulangtahunnya.
Memang setiap tahun tidak ada satu orang pun yang pernah merayakan hari kelahiran Jason, tapi tidak salah bukan jika Jason selalu berharap? Bahkan di setiap doa nya Ia hanya meminta kepada Tuhan untuk meluluhkan hati keluarganya.
Sungguh simpel tapi begitu susah terkabul, entah dosa apa yang Jason perbuat sehingga doa doa nya susah terkabul.
Sesabar apapun orang itu pasti mempunyai batas untuk kesabarannya, begitu juga dengan Jason bertahun-tahun Ia begitu sabar menghadapi keluarganya yang toxic ini hingga satu hari sebelum kejadian Jason meminta kepada Tuhan untuk membawa dirinya pergi jauh meninggalkan dunia yang kejam ini.
Dan ternyata doa itu terkabul kini, Tuhan benar-benar mengabulkan doanya itu.
Selama di dunia ini tidak ada satu orang pun yang ingin berteman dengan Jason, apakah semenjijikan itu dirinya?
Hanya ada satu orang maid yang benar-benar menyayangi Jason, dia sudah merawat Jason sejak bayi sampai sekarang.
"Bibi yakin Tuan muda anak yang kuat. " genggamannya begitu erat, seakan tuan mudanya ini akan pergi jauh darinya.
Tita itu lah namanya, Ia begitu menyayangi Jason ia yang lebih banyak tahu bagaimana keadaan Jason dari pada keluarganya sendiri.
Ia teringat bagaimana ucapan dokter tadi, "Benturannya di kepalanya begitu keras mengakibatkan keretakan yang cukup parah. Dan ini kenapa seluruh badannya penuh dengan luka?"
"I-itu dok-"
"Saya pernah berjanji jika Jason terluka maka saya tidak akan tinggal diam!" ucap tegas dokter itu.
"Jason koma, dan saya tidak tahu pasti akan berapa lama. Saya permisi. "
Hah..
"Dunia ini memang kejam tuan muda, kamu harus bertahan pasti kebahagiaan itu akan datang tepat pada waktunya. "
Pintu ruangan terbuka, terlihat seorang pria dengan jas kebanggaannya menghampiri Jason dan memeriksa keadaannya.
Terlihat dari tatapannya begitu sendu, Ia mengenal Jason bahkan sudah beberapa kali bertemu dengan tidak sengaja di mana pun itu. Dan kini pertemuan ke lima kalinya dengan kondisi Jason yang mengenaskan.
Damon, lelaki itu pernah berjanji pada dirinya sendiri jika pertemuan berikutnya Jason kenapa-kenapa, maka Ia tidak akan tinggal diam. Namun sialnya maid yang menemani Jason tidak pernah memberi tahu siapa keluarga anak itu.
Bahkan Damon sudah memerintahkan tangan kanannya untuk mencari tahu indentitas Jason, tapi gagal. Maka dapat Damon simpulkan Jason bukan dari keluarga yang biasa, keluarga seperti sengaja menyembunyikan indentitas anaknya.
Bukan Damon namanya jika menyerah begitu saja, Ia akan terus mencari tahu.
"Saya permisi dulu. "
Waktu terus berjalan sebagaimana mestinya, tidak terasa malam sudah kembali. Kini di kediaman Alexander tengah mengadakan pesta kecil untuk sekedar merayakan putra bungsu mereka yang berhasil mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya.
"Selamat sayang, bunda bangga sama kamu. " ucap Angel Alexander. Ibu dari 5 orang putra. Lebih tepatnya 4 orang putra sebab satu lagi bukan bagian dari keluarga itu.
"Makasih Bun, "
Seluruh keluarga menatap hangat interaksi keduanya. Dengan keberadaan Revan di keluarga mereka membawa keharmonisan di dalamnya.
Tiga tahun yang lalu, Angel membawa Revan ke dalam keluarga Alexander sebab kedua orang tua Revan di penjara dengan alasan yang tidak pasti.
Dimitri Alexander putra pertama dari pasangan Angel dan Robert, kini sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi ternama di kota itu dan sudah semester empat.
Dia memiliki kecerdasan yang luar biasa, saking luar biasa kecerdasan itu menyerempet bodoh. Dia lebih memilih menyayangi Revan dari pada Jason yang jelas-jelas adiknya sendiri bahkan sudah bertahun-tahun hidup dengannya.
Sama halnya dengan Rexi dan Rezy Alexander keduanya begitu menyayangi Revan bahkan senantiasa melindungi. Entah kenapa mereka saat melihat wajah Jason ingin rasanya membunuh anak itu.
Nampak raut wajah bahagia dari mereka, seperti tidak ada beban ataupun rasa khawatir di wajahnya. Seperti tidak merasa kehilangan salah satu anggota keluarganya.
Hidup Jason sungguh menyedihkan.
__________
"Keknya bentar lagi gue ketemu Tuhan deh. " gumam Ares sembari menyusuri tempat indah ini, begitu enak di pandang mata ada sungai yang begitu jernih airnya banyak pepohonan, burung berterbangan.
Nyaman rasanya, membuat Ares betah. Tapi sedari tadi Ares belum bertemu Tuhan.
Ia lebih memilih duduk di tepi sungai, nampak menikmati pemandangan indah di depannya. Dan tak lama ada tepukan di pundaknya.
"Boleh aku duduk di sini?"
Ares mengangkat satu alisnya, tanpa menjawab pertanyaan orang itu Ia kembali menatap air sungai. Memang pada dasarnya sifat dia yang bodo amat dan cuek terhadap orang yang tidak di kenalnya, jadi ya seperti itu.
Orang itu duduk di sebelah Ares, "Kenalin nama aku Jason. " ucapnya sambil menyodorkan tangan untuk berkenalan.
Namun lagi-lagi sifat Ares cuek, Ia tidak menerima jabatan tangan itu bahkan melirik pun tidak membuat Jason menghela napas.
"Ares. "
Jason tersenyum simpul, "aku mau cekhita mau dengekhin gak?"
"Aku bisa ada di sini kakhena aku di tusuk oleh ayah aku sendikhi. Kamu tau bahkan okhang okhang di dunia tidak ada yang mau bekhteman dengan aku, mekheka benci aku tekhmasuk keluakhga aku sendikhi. Aku gak tau alasan mekheka benci aku itu apa. "
Walaupun Ares tidak menatap Jason tapi telinganya Ia fokuskan untuk mendengarkan ocehan anak itu, Ia dalam hati terkekeh mendengar dia cadel.
"Kalau kamu bisa ada di sini kenapa?"
"Sama. "
"Hah? Maksudnya?" Jason memiringkan kepalanya, membuat Ares meliriknya dan berdecak sebal. Anak ini gemas sekali.
"Nasib gue sama lo sama, lo mati di tusuk gue mati di tembak sama papa gue. "
"Oh"
"Kalau begitu, kamu hakhus kembali. "
Kini Ares merubah posisi duduknya jadi menghadap Jason dengan kedua alisnya menukik tajam.
"Maksud lo?"
"Kamu masih punya kesempatan untuk hidup kembali, "
"Hah.. heh lo pikir gue percaya, mana ada orang yang udah mati bisa hidup lagi. Tolol lo!" sarkas Ares.
"Tapi aku benekhan gak bohong. Tapi kamu hidup di khaga aku. "
"Ngomong apa sih lo, udah jelas gue mati mana ada orang mati hidup lagi, mana lagi di tubuh orang lain gak mungkin!"
Jason menghela napasnya, capek juga menjelaskannya begitu keras kepala dan selalu ngegas tidak mau mendengarkan lebih jelas dari Jason.
"Gini aja, kamu ikuti cahaya itu. Sana pekhgi. " Jason menarik kuat pergelangan Ares agar dia berdiri dan mengikuti perintahnya.
"Apa sih gue gak mau! Gue udah betah di sini. Lo aja sana pergi ngapain harus gue. "
"Tapi hanya kamu yang bisa menyelesaikan masalahnya Akhes! "
"Masalah apa! Gue udah capek masa dunia yang toxic itu. "
"Masalah kamu, aku tau kamu juga di benci keluakhga kamu sendikhi, apa kamu tidak ada niatan balas dendam?"
"Gak!" Namun beberapa saat Ares nampak terdiam mencerna perkataan Jason barusan. Dan Jason yang melihat itu merasa senang semoga berhasil membujuk.
"Dan aku punya pekhmintaan sama kamu, tolong ubah kebencian keluakhga aku tekhhadap dikhi aku menjadi khasa sayang. "
"Ribet banget sih lo, lepas! " Ares menyentak tangan Jason yang memegang tangannya. Tak ayal Ia pun berjalan menuju cahaya putih itu.
"AKU YAKIN KAMU BISA AKHES! "
___________
Ares Xavier Wilson, remaja yang kini berusia 16 tahun mempunyai kembaran bernama Aras-ah tidak lebih tepatnya Setan! Dan itu adalah nama panggilan kesayangan Ares untuk kembarannya.
Paling benci di banding bandingkan dalam segala hal dengan Aras, selalu mendapatkan perlakuan yang berbeda dari seluruh keluarga besarnya dan itulah penyebab Ia menjadi seseorang yang pembangkang.
Dan kini, Ares harus menjalani kembali kehidupannya dengan di raga orang lain. Sebenarnya itu hal mustahil, namun setelah Ares benar-benar mengikuti cahaya yang di tunjukkan Jason tadi. Dia sungguh tercengang, bagaimana bisa?
"Eugh.. "
"Tuan muda, syukur lah anda sudah sadar. Bibi khawatir tuan kenapa-kenapa, ada yang sakit tuan? Apa saya harus memanggil dokter? "
Baru sadar Ares berdecak sebal di buat pusing oleh banyak pertanyaan dari orang yang ada di depannya belum lagi ini kepala sangat pusing, membuat susah untuk membuka mata.
"Shh.. "
"Sial! " Batin Ares.
Tak lama kesadarannya kembali hilang.
"Loh Tuan muda? Anda kenapa? " Bi Tita mengguncang tubuh Tuan mudanya itu sebab tidak ada pergerakan kembali. Ia langsung berlari ke luar untuk memanggil dokter.
Tak lama, Damon dokter yang selalu menangani Jason sayang segera memeriksa keadaannya.
"Dia sudah sadar? "
"Iya dok, tadi sudah sadar tapi tidur lagi. "
"Dia pingsan, tunggu beberapa jam dia akan sadar kembali. Langsung kabari saya!" Tegasnya pandangannya tidak luput dari Jason.
"Saya permisi. " Damon keluar dari ruangan itu.
"Lo kenapa sih kalau ngasih ingetan tuh bertahap jangan langsung semuanya, gue pusing mencernanya!" Sembur Ares saat kembali bertemu dengan Jason.
Bukannya minta maaf Jason justru tertawa menampilkan deretan gigi yang begitu rapih. Sungguh manis sekali.
"Tekhnyata kamu lemah juga ya.. "
"Lebih lemah lo dari pada gue!" Enak saja dirinya di sebut lemah, Ares tuh kuat.
"Aku sudah terlanjukh membekhikan semua ingatan aku, jadi kamu harus menekhima. Dan satu lagi aku tinggal di kota A, kamu dulu tinggal di kota B kan?"
"Bacot lo. " lantas Ares melihat Jason sudah hilang dari pandangannya dan pandangan Ares memburam.
"Eugh.. "
"Tuan muda kembali sadar, Tuhan terima kasih. " Bi Tita langsung berlari dan berteriak di ambang pintu memanggil dokter Damon, kebetulan dokter itu baru saja melewati ruangan yang di tempati tuan mudanya.
Kini Jason sedang di periksa oleh Damon setelah di beri air, "Ada yang sakit?"
Tangan kirinya menunjuk perut, sakit sekali bahkan untuk duduk pun susah. Setelah Ares mendapatkan ingatan dari Jason bagaimana Ayahnya menusuk putranya sendiri sungguh begitu kejam!
"Lukanya memang belum kering, jadi harus lebih banyak istirahat dan jangan banyak pergerakan. "
Ruangan itu hening, Damon berharap Jason mengeluarkan suaranya namun harapan itu tidak terkabul.
"Yasudah saya permisi dulu. "
Ares mendapatkan ingatan juga mengenai Damon, bagaimana pertemuan Jason dengan Damon dan sikap baik dokter itu terhadap Jason.
Ah, rasa pusing di kepala dan rasa sakit di perutnya membuat Ia ingin kembali tidur.
"Bibi pulang aja, Jason mau sendikhi. " Sontak saja mata itu membola, bagaimana bisa cadel anak itu terbawa? Sial sekali!
"Baiklah, bibi pulang dulu ya. Kalau ada apa-apa Tuan bisa menelpon bibi ya ini hp tuan " Bi Tita menyerahkan hp Jason dan langsung di terima oleh sang empu.
Dia sudah penasaran apa ini ponselnya ini.
"Iya bi. "
Setelah kepergian Bi Tita kini Ia sendiri di ruangan dan dengan gesit memeriksa semua isi ponsel itu. Tidak ada yang aneh ataupun spesial.
"Tekhnyata benakh, dia nomokh teman pun tidak punya. Hanya ada nomokh semua keluakhga and doktekh Damon?"
Ares menyimpan ponsel itu di dekat dirinya, Ingin tidur aja rasanya dari pada memikirkan segala hal yang membuat dirinya depresi nanti.
___________ ( sekarang Ares kita panggil Jason) ____________
"Dok saya mau pulang. " Sungguh bosan rasanya terbaring di ranjang rumah sakit ini.
"Lukanya masih belum kering, tapi yang lainnya tidak ada rasa sakit kan?" Damon sungguh tidak rela jika Jason pergi, pasalnya Ia tidak akan lagi bisa melihat dengan sering wajah anak itu.
Jason menggeleng, saat melirik jam ternyata sudah jam sebelas siang tapi Bi Tita belum juga menampakkan hidungnya sejak kemarin Jason suruh pulang.
"Baiklah, hari ini kamu boleh pulang. Nanti sore saya yang akan mengan-"
"Tidak usah dok, sudah ada pak supir yang menjemput Tuan muda. " sela Bi Tita yang baru saja sampai dengan napas yang terengah-engah.
"****!" Umpat dalam hati.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi. " Damon menatap Bi Tita tajam bagai pedang yang menusuk hati.
Jason yang melihat itu bingung, ada apa dengan dokter itu saat berbicara dengan dirinya begitu lembut namun berbicara dengan Bi tita begitu dingin dan tatapannya pun begitu menusuk.
"Bibi kenapa bakhu datang? Ada masalah bi?"
"Ah, eng-gak Tuan. Ta-tadi itu macet. " Jason memicingkan matanya pasti ada masalah di rumah.
Tapi dia tidak sabar ingin segera pulang ke rumah, bagaimana reaksi mereka melihat anak ini masih hidup dan bagaimana reaksinya perubahan anak ini begitu kentara.
Di jadwalkan pulang sore, tapi Jason merengek kepada Damon dan berhasil meluluhkan hati dokter keras itu alhasil Jason pulang sekarang.
"Sudah Bi, yu pulang. " Jason di tuntun oleh supir yang menjemputnya untuk masuk ke dalam mobil, sebab masih terasa nyeri di bagian perutnya untuk sekedar menunduk pun begitu nyeri.
Namun Ia tahan karena sudah tidak sabar ingin menyapa orang-orang rumah. Ia tersenyum smirk, tidak ada yang mengetahuinya.
Ia masih memakai sifat Jason yang dulu, belum saatnya untuk memperlihatkan jiwa bar-bar Ares. Mungkin nanti saat sampai di rumah adalah waktu yang sangat tepat.
"Bi sekakhang jam bekhapa?"
"Jam satu siang Tuan. "
Jason mengangguk, Ia tahu jarak dari rumah sakit menuju rumahnya membutuhkan waktu satu jam berarti jam dua siang Ia akan sampai di sana.
"Apakah semua okhang ada di khumah bi?"
"A-da tuan sedang berkumpul. " Bi Tita melirik sekilas tuan mudanya melalui kaca mobil yang ada di depan. Pasti tuan mudanya itu sakit hati terhadap keluarga.
Jason menatap jalanan, namun pikirannya menerka-nerka kejadian yang sudah berlalu bagaimana perlakuan semua keluarga terhadap diri Jason, tangannya terkepal Ares berjanji akan membalas semua perlakuan mereka terhadap Jason.
Bahkan Ares dan Jason memiliki nasib yang sama, hanya saja Jason yang selalu pasrah sedangan Ares yang selalu membantah.
Satu jam berlalu mobil yang di tumpangi Jason sudah memasuki pekarangan rumah yang begitu luas.
Rumah ini tak kalah besar dengan rumah Ares dulu, hanya saja para penghuninya yang berjiwa iblis.
"Shh.. " tangannya menekan perut, Jason di bantu pak supir untuk keluar dari mobil.
"Jason masuk sendikhi aja pak, tekhima kasih. "
Pak supir lantas membuka pintu rumah itu, dengan perlahan Jason masuk di belakang ada Bi Tita. Masih sepi Jason yakin keluarganya itu sedang berada di taman belakang.
"Jason kamu udah sembuh?" Revan langsung berlari kala netranya melihat Jason yang baru saja masuk, anggota keluarga lainnya pun mengikuti Revan. Dan kini semua sudah berdiri berhadapan dengan Jason.
Anak itu tersenyum sinis, "i-ya.. "
"Maaf ya Jas aku gak bisa jenguk, aku sibuk sama kegiatan sekolah. " Ucap Revan di wajahnya penuh penyesalan.
Cih- batin Jason.
"Iya gak papa, " Jason mendekati Revan dan..
Plak!
"Gak usah sok baik sama gue sialan!"
_________
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!