"Maaf..., tapi aku tak bisa mencintai kamu, tembem," ujar seorang pria yang membuat seorang gadis menangis sambil meraung.
"La..., Lana bangun sayang!" ujar seorang wanita paruh baya kepada sang putri yang sejak tadi mengingau dalam tidurnya. Gadis itu tersentak bangun setelah mendapat tepukan di pipi dari sang ibu.
"Mama! Kok mama bisa di kamar Lana?" tanya gadis yang bernama Ilana Afreen itu.
"Kamu loh ngigau kenceng banget sampe ke rumah tetangga kayaknya, pakai acara nyebut nama seseorang lagi!" gurau Paradina, sang ibu.
"Na..., nama seseorang? Ahhh, mama boong, kan? Ma..., mana mungkin Lana ngigau nama seseorang, orang Lana mimpi dikejar pocong kok!" ujar Ilana tergagap yang membuat Paradina memandang sang putri dengan tatapan geli.
"Mandi sana! Kamu engga mau telat ngampus kan?!" Perkataan sang ibu, langsung menyadarkan Ilana. Ia melihat ke arah jam yang ada dinding kamarnya, dan mengerang dengan keras sembari lari ke arah kamar mandi yang ada di kamarnya.
Sialll! Gara-gara mimpiin dia, aku jadi telat ngampus! ujar Ilana dalam hati untuk mengantisipasi kemungkinan sang ibu masih berada dikamarnya.
****
Flash back....
"Hei tembem, jangan suka makan yang manis-manis nanti pipi kamu ini makin bulat kayak bakpau!" ujar seseorang yang sedang mencubit pipi gadis kecil. Mulut gadis itu penuh dengan makanan. Mulut serta pipinya terlihat kotor karena remah makanan yang menempel. Hal itu membuat sang gadis kecil terlihat menggemaskan.
"Kak Kara!!! Kak Lingga gangguin Lana!" seru gadis kecil itu nyaring hingga biskuit yang ada di mulutnya berhamburan keluar. Sang kakak segera mendekati adik kecilnya yang terlihat cemberut itu.
"Lingga, kamu bisa engga sehari aja, engga usah gangguin Ilana? Liat tuh makanannya berhamburan semua!" tegur Omkara, kakak sang gadis kecil yang bernama Ilana tadi. Wajah Ilana tiba-tiba memerah dan matanya mulai berair. Omkara menghela nafas kesal dan menatap sahabatnya sejak kecilnya itu dengan tajam. Entah mengapa sejak kecil, Kalingga selalu mencari kesempatan untuk mengganggu Ilana.
"Iya deh, maaf Lana sayang. Coklat?!" ujar Kalingga sembari menunjukkan sebatang coklat yang memang khusus dibelikannya untuk adik sahabatnya itu. Kalingga memang selalu menghadiahi Ilana coklat atau permen setiap kali habis menggoda gadis manis berpipi tembem itu.
Derai air mata yang hampir tertumpah tadi, berganti dengan tawa riang karena mendapatkan hadiah dari Kalingga, yang membuat Kalingga maupun Omkara tertawa geli. Wajah bahagia dan binar indah dari bola mata dengan pupil hitam yang membulat sempurna, serta lesung pipi yang menghiasi pipi tembem itu, membuat siapa pun yang melihat gadis kecil itu pasti langsung jatuh hati.
Hal itulah yang terjadi saat pertama Kalingga melihat Ilana, saat ia masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar, sedangkan Ilana masih berumur dua tahun. Saat pertama kali Kalingga melihat Ilana, gadis kecil itu sedang duduk di kursi makannya yang terlihat sangat berantakan. Ilana sendiri sedang sibuk menyuapi dirinya dengan biskuit bayi yang disediakan oleh sang ibu, Paradina Afreen.
Flash back end....
****
Waktu cepat berlalu, saat ini gadis berlesung pipi dan berpipi tembem itu telah tumbuh menjadi gadis manis yang sudah duduk di bangku universitas. Ilana Afreen, telah menjadi mahasiswa jurusan Ekonomi di salah satu universitas negeri ternama di kota tempat dimana mereka tinggal.
"Woiiii, Ihhh... Lanang, Ilana sayangggg!" seru seseorang yang membuat Ilana menoleh sambil memutar bola matanya karena kesal. Seorang gadis imut bertubuh gempal berlari menuju ke arah Ilana.
"Awas gempa bumi, ndut! Aku engga lari, kayak gunung!" ujar Ilana yang membuat gadis bertubuh gempal itu terkekeh.
"Ilehhh, Ih Lanang, bisa aja..., sejak kapan pindah ke jurusan sastra?" ujar Bhuvi, sang gadis bertubuh gempal yang merupakan sahabat Ilana itu dengan nada memburu karena habis berlarian.
"Sejak..., sejak ketemu kamu!" balas Ilana yang membuat keduanya tertawa bersamaan. .
"Bagus kali kau Bhuvi ya?! Kau tinggalin aku sendiri!!" ujar seorang gadis yang terlihat menyusul langkah mereka sambil terengah.
"Ya, kau pun lama kali di toilet! Ku tinggallah. Udah tau kau, perutku udah meronta minta diisi, selow motion pula kau pake acara bertacap ria kau di toilet sana!" ujar Bhuvi protes yang membuat Ilana terkikik.
Himeka Fulki, adalah sahabat lainnya dari Ilana. Himeka berasal dari Medan, sehingga dialek Medan yang ia miliki masih terdengar kental walau sudah tiga tahun ia merantau di kota Jakarta. Bhuvi selalu meladeni perkataan Himeka dengan menggunakan dialek yang sama karena Bhuvi sendiri berdarah batak sama seperti Himeka, walaupun Bhuvi sendiri besar dan lahir di Jakarta sama seperti Ilana.
"Hah, kau mimpiin dia lagi, sampe tak masuk kelas?!" tanya Himeka setelah mereka duduk manis di kantin kampus dan menikmati makan siang mereka. Ilana mengangguk lemas. Tadi ia terlambat hingga tak bisa mengikuti perkuliahan pagi itu karena dosen mata kuliah yang diikutinya sangat disiplin, tidak ada dispensasi untuk mahasiswa yang terlambat masuk kelas. Alhasil, Ilana terpaksa tidak bisa mengikuti mata kuliah dari dosen killer itu.
"Ihhh, keknya kamu udah kena ajian cinta dari kakang Kalingga engga sih, say?" ujar Bhuvi dengan makanan yang penuh di dalam mulutnya. Himeka langsung menegur Bhuvi yang membuat Bhuvi mengerucutkan bibirnya. Ilana hanya terkikik setiap kali kedua sahabatnya itu terlibat adu mulut.
Kenapa beberapa minggu ini, Kak Lingga terus masuk ke mimpi aku ya? Ngeselin banget! Udah move on, malah diganggu mimpi tak menyenangkan! Di mimpi aja ditolak terus, konon lagi kalo ketemu aslinya. Ahhhh..., setelah tujuh tahun kok malah muncul di mimpi sih? gerutu Ilana dalam hatinya.
****
"Lana pulang...," seru Ilana begitu membuka pintu masuk rumahnya.
"Selamat datang, sayang! Kamu udah makan?" tanya Paradina yang sedang duduk santai di sofa sambil menonton berita di televisi.
"Udah ma, tadi makan bareng Himeka dan Bhuvi di kantin kampus," balas Ilana sembari mencium pipi sang ibu dan melesat menuju ke kamarnya. Setelah membersihkan diri, Lana duduk manis di depan laptop miliknya dan mulai mencari hiburan dengan menonton drama china yang sangat digemarinya.
Waktu berlalu tanpa terasa, jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Ilana yang baru menyadari waktu, langsung bergegas mematikan laptopnya dan melesat keluar dari kamarnya.
"Aduh ma, maaf. Lana keasyikan nonton drachin, jadinya lupa bantuin mama masak makan malam! Mama kok engga manggil Lana?" tanya Lana yang sudah berdiri di samping Paradina di dapur.
"Udah selesai kok, sayang. Gapapa hari ini kamu cuti jadi asisten chef. Udah mandi gih! Bentar lagi papa sama kakak kamu sampai," ujar Paradina.
Ilana langsung menuruti perkataan sang ibu. Setelah selesai dengan ritual mandi dan berpakaian, Ilana langsung membantu sang ibu untuk menghidangkan makanan ke atas meja dan bersiap menunggu kepulangan sang ayah dan kakak laki-lakinya.
"Hai tembem, apa kabar? Coklat?!" ujar seseorang yang membuat Ilana membeku di tempatnya.
Deg!
****
Ilana tak bisa menutupi wajah terkejutnya saat melihat penampakan lelaki yang beberapa minggu ini, muncul di mimpinya tanpa henti.
"Biasa aja kali dek ngeliatnya, kayak ngeliat hantu aja! Itu mata sama iler mau keluar. Mingkem!" goda Omkara yang membuat Ilana tersadar dan langsung mengatup mulutnya. Ia berdeham dan langsung memperbaiki sikapnya. Sedangkan Kalingga hanya tersenyum geli melihat reaksi yang ditunjukkan oleh Ilana.
"Coklat?" ujar Kalingga sembari mengulurkan paper bag yang sedang dipegangnya.
"Maaf..., lagi diet kak!" ujar Ilana yang membuat Kalingga dan Omkara tertawa.
"Pibau, engga usah nolak deh! Coklat masih kesukaan kamu kan?" ujar Omkara yang kembali ingin menggoda sang adik. Wajah Ilana sedikit memerah menahan malu karena sang kakak terang-terangan membuka rahasianya di depan Kalingga.
"Kak, Lana udah engga tembem lagi ya! Engga liat ini kiri, kanan, tirus, mulus dan glowing kayak kulit artis korea?!" seru Ilana tak terima dan langsung meninggalkan kedua lelaki yang sedang tertawa geli karena bibir manyun yang ditunjukkan oleh Ilana.
Si tembem, belum berubah ternyata! batin Kalingga. Gadis kecil yang dulu sering digoda olehnya, telah tumbuh menjadi gadis yang sangat manis dengan lesung pipi yang selalu menghiasi pipinya tiap kali ia berbicara, tersenyum atau tertawa.
****
Kalingga ikut makan malam bersama keluarga Ilana yang membuat hati gadis itu berdebar tak menentu. Ia beberapa kali mencuri pandang ke arah lelaki yang sudah tujuh tahun tidak ia temui itu. Ia bisa melihat perubahan garis wajah Kalingga. Lelaki tampan, bermata elang itu telah berubah menjadi lelaki dewasa dengan rahang yang tegas dan ketampanannya menjadi semakin berlipat ganda di mata seorang Ilana.
Aihhh, gantengnya pacarku, ehhh, kakak keduaku maksudnya! Kenapa datang lagi sih, bang? Aku pikir kamu bang Toyib yang engga pulang-pulang. Ternyata kamu..., kamu.... Ahhhh, ternyata kamu masih ingat jalan pulang ke hatiku! batin Ilana yang tanpa sadar menghela nafas dengan keras yang membuat keluarganya dan Kalingga menoleh secara bersamaan ke arah gadis yang sedang melamun sambil tersenyum sendiri itu.
"Ehmmm, Lana sayang, kamu kenapa?" tanya Danindra, ayah dari Ilana dan Omkara. Ilana yang masih sibuk dengan lamunannya tidak merespon perkataan dari sang ayah yang membuat Omkara yang duduk di sampingnya menyikut lengan adiknya itu. Ilana menoleh ke arah Omkara dengan pandangan bertanya.
"Noh, papa nanya kamu kenapa menghela nafas tadi?" jelas Omkara yang membuat Ilana bingung dan menyadari bahwa ia tengah melamun tentang Kalingga sebelumnya. Ilana mencoba memikirkan alasan yang tepat tentang helaan nafas dirinya yang menyedot perhatian keluarganya, begitu juga dengan Kalingga.
"Ohh, Lana cuma ingat tugas kuliah Lana untuk besok menumpuk, Pa!" ujar Ilana yang membuat keempat orang lainnya tersenyum geli. Ilana memang terkenal tak bisa berbohong, walau ia acapkali melakukannya bila ia sedang ingin menutupi sesuatu. Biasanya keluarga Ilana memilih berpura-pura tidak mengetahui kebohongan gadis itu, agar si bungsu di keluarga mereka itu tidak merasa malu.
****
"Apa???! Si Kakang Kalingga muncul di kediaman Adinda Ilana. Woww, magic! Gimana perasaaannya setelah lelaki berkuda putih dalam mimpi kamu, muncul dengan sangat dramatis di rumah kalian semalam, Ihhh Lanang?" tanya Bhuvi saat mereka bertiga berkumpul di kantin kampus.
"Kau kok kayak wartawan enfotemen sih, Bhuv!" tegur Himeka yang membuat Bhuvi mencebik tetapi tetap memfokuskan dirinya menatap Ilana penuh harap agar gadis itu menjawab pertanyaannya.
"Perasaannya nano-nano, say! FYI ya ndut, di mimpiku si Kalingga itu bukan lelaki berkuda putih, tapi lelaki penghisap darah yang membuat hatiku berdarah-darah karena kena tolak dia terus!" gerutu Ilana yang membuat kedua sahabatnya itu terkikik. Ilana menceritakan secara rinci pertemuan mereka tadi malam. Bhuvi yang mendengarkan cerita Ilana dengan saksama, tiba-tiba mengulurkan tangannya ke arah Ilana yang membuat baik Ilana dan Himeka kebingungan.
"Coklatnya mana?" ujar Bhuvi dengan wajah tanpa dosa dan senyum manis yang mengembang sempurna.
"Bhuvi!!!"
Gadis yang diteriaki oleh kedua sahabatnya itu hanya cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
****
Setelah perkuliahan berakhir ketiga sahabat itu memilih untuk pergi menonton karena ada film baru yang sedang tayang di bioskop. Setelah membeli tiket, mereka memutuskan untuk makan terlebih dahulu karena film yang akan mereka tonton baru diputar satu jam lagi. Mereka asyik mengobrol dan bercanda tanpa menyadari seseorang sedang memperhatikan gerak-gerik mereka sejak tadi.
Himeka yang akhirnya menyadari bahwa sejak tadi ada sepasang mata yang seolah sedang mengawasi mereka, melihat ke arah dimana orang itu duduk. Ia terkejut melihat siapa orang yang sedang memperhatikan mereka.
"Nayaka?" bisiknya lirih tetapi masih bisa di dengar oleh Ilana dan Bhuvi. Mereka melihat ke arah tatapan Himeka dan mendapati seorang lelaki yang sangat tampan sedang menoleh ke arah mereka dengan tatapan dingin.
"Ihhhh, kok ganteng kali abang itu? Kenal kau, Him?" tanya Bhuvi penasaran. Himeka sama sekali tak menjawab pertanyaan dari Bhuvi. Ia hanya mengajak mereka makan secepatnya, lalu meninggalkan tempat itu dengan segera. Ilana dan Bhuvi yang bingung, hanya bisa mengikuti kemauan Himeka.
Mereka beranjak meninggalkan tempat itu, tetapi sebelumnya Bhuvi sempat melemparkan senyuman termanis dan lambaian tangan ke arah lelaki tadi. Namun lelaki itu tak memberikan respon apa pun, yang membuat Bhuvi mencibir.
"Sombong kau bang, untung ganteng! Arghhh, lapar lagi aku, woyyyy!" gerutu Bhuvi yang membuat kedua sahabatnya itu menggelengkan kepala karena tak habis pikir setiap kali memikirkan nafsu makan Bhuvi yang sepertinya tak pernah surut.
****
"Lana pu...," ujar Ilana terputus karena terkejut saat melihat penampakan Kalingga yang sudah duduk manis bersama sang kakak di ruang tamu rumah mereka. Kedua lelaki itu sedang sibuk bermain game konsol dengan stik permainan yang berada di tangan mereka.
"Ehhh, si tembem udah pulang. Anak gadis kok pulangnya malem? Awas loh ,sekarang banyak penculikan gadis buat dijadiin tumbal pembangunan jembatan," ujar Kalingga yang membuat Ilana memelototi lelaki itu. Ilana sama sekali tak menggubris perkataan Kalingga dan langsung meninggalkan kedua lelaki itu setelah menyapa Omkara yang membuat Kalingga tertawa kecil.
"Coy, adek aku udah gede! Jangan digodain mulu!" tegur Omkara yang membuat Kalingga tertawa. Kalingga beralasan bahwa Ilana masih menggemaskan seperti saat gadis itu masih kecil dan Kalingga tidak bisa menahan diri untuk tidak menggoda Ilana setiap kali ia melihat wajah adik Omkara itu. Omkara hanya bisa menghela nafas sembari menggelengkan kepalanya saat mendengarkan alasan dari sahabatnya itu. Ia tidak bisa memungkiri bahwa wajah Ilana tak banyak berubah dan adiknya itu masih mempunyai wajah manis dan imut yang membuat orang lain berpikir bahwa ia masih duduk di bangku sekolah, padahal satu tahun lagi gadis itu akan mengantongi gelar sarjananya.
"Kak Kara, papa sama mama mana?" tanya Ilana yang kembali ke ruang tamu setelah selesai membersihkan diri. IIana sama sekali tak menoleh ke arah Kalingga, karena berusaha menjaga jantungnya agar bisa tetap berdetak secara normal. Ia tak ingin memiliki penyakit jantung di usia muda, karena setiap kali melihat sahabat kakaknya itu, jantung Ilana memompa darah lebih cepat yang membuat dirinya merasa sesak. Bayangan wajah Kalingga yang menolaknya di dalam mimpi masih terekam dengan jelas di memori Ilana dan hal itu membuat gadis manis itu merasa sedih.
"Papa sama mama ketemuan sama sahabat papa yang baru datang dari timor, tadi kamu mau diajakin tapi kata mama, kamu nonton bareng temen kamu!" jelas Omkara yang membuat Ilana mengangguk paham. Ilana tak mengatakan apapun lagi, ia berjalan menuju ke dapur untuk melihat makanan yang dimasak oleh sang ibu. Karena tak berselera, Ilana memutuskan untuk memasak mie instan untuk dirinya sendiri.
Ia sibuk meracik semua bahan tambahan untuk dicampur ke dalam mie yang dimasaknya, ia mulai menghidupkan kompor dan melakukan ritual memasak seperti kebiasaannya selama ini yaitu dengan bersenandung kecil.
"Akhirnya siap juga!" ujar Ilana pelan dan mengagumi hasil masakannya yang sudah ia tata apik di mangkuk bermotif bunga kesayangannya.
Tiba-tiba sebuah suara yang ia kenal berbisik di dekatnya yang membuat Ilana membeku.
"Makasih, udah dimasakin Lana sayang, kami pasti akan makan, masakan kamu dengan lahap."
Deg!!!
****
Ilana terkejut mendengar suara Kalingga dan keberadaan lelaki yang ternyata sudah berdiri di belakangnya.
"Bisa engga sih, engga usah ngagetin?" gerutu Ilana untuk menutupi hatinya yang berdebar kencang karena kedekatan yang saat itu terjadi di antara mereka. Ilana segera menggeser tubuhnya untuk menjauhi Kalingga. Wajah Ilana terlihat memerah yang membuat, Kalingga tersenyum geli.
"Kamu itu kenapa masak mie instan cuma satu sih, dek? Wanginya loh sampe ke ruang tamu, masakin kita juga dong!" ujar Omkara yang tiba-tiba muncul. Ilana segera berdeham untuk mengatur detak jantungnya yang belum stabil.
"Lana kirain kalian berdua udah makan, kak! Makanya Lana engga nawarin. Ya udah deh, nih makan punya Lana aja. Ntar lana masakin lagi buat Lana," ujar Ilana menyerahkan mangkuk berisi mie kepada sang kakak, yang langsung direbut oleh Kalingga. Ilana tanpa sadar memelototi Kalingga, yang membuat lelaki itu terkejut.
"Kasih Kak Kara duluan, ntar punya kakak aku masakin lagi," ujar Ilana ketus yang membuat Kalingga memasang tampang sedih dan menyerahkan mangkuk tadi kepada Omkara. Omkara langsung memiting leher Kalingga, dan mengajaknya ke ruang tamu dan menegur sahabatnya itu untuk tidak terus mengganggu sang adik, yang membuat Kalingga tertawa.
Sepeninggal, Omkara dan Kalingga, Ilana menghela nafas panjang karena keberadaan Kalingga di dekatnya membuat udara yang ada di sekitanya terasa menipis. Ia menggerutu pelan sembari mengulang ritual memasaknya.
****
"Selamat pagi Ihh Lanang! Apa kabar cinta, hari ini?" seru Bhuvi yang sudah duduk manis di samping Ilana di kelas mereka.
"I. L. A. N. A..., ndut! Aku bukan lanang!" seru Ilana sewot karena panggilan Bhuvi yang mengganggu pendengarannya.
"Ihhh Lanang 'kan panjangannya Ilana sayang, atuh! Btw, itu muka kenapa manyun di pagi yang cerah ceria hari ini?" tanya Bhuvi saat melihat penampilan Ilana pagi itu. Ilana tak menjawab, Iia hanya meletakkan kepalanya di atas meja dengan bibir yang dimajukan.
Tiba-tiba seseorang meletakkan sesuatu di depan wajah Ilana yang membuat Ilana mengangkat kepalanya dan mengirimkan tatapan tajam ke arah pelakunya. Seorang lelaki semampai dan berwajah manis sedang tersenyum ke arah Ilana yang membuat Ilana mengubah raut wajahnya.
"Gyan?" ujar Ilana saat melihat lelaki yang merupakan teman sekelas mereka. Bhuvi yang melihat Gyan langsung memasang senyum termanisnya, tetapi Gyan sama sekali tidak memandang ke arahnya yang membuat Bhuvi mengumpat dalam hatinya.
"Ini ada coklat, kebetulan kakak aku kemarin dari bandung. Dia bawa banyak coklat, aku jadi inget kamu!" ujar Gyan dengan sedikit malu yang membuat Ilana merasa tak nyaman. Ia ingin menolak pemberian Gyan, tetapi kalah cepat dengan tangan Bhuvi yang langsung membuka kotak yang berisi coklat itu dan memakannya dengan santai tanpa memperdulikan ekspresi terkejut dari Ilana maupun Gyan.
"Bhuvi!" ujar Ilana pelan sambil menyikut lengan Bhuvi. Namun Bhuvi seakan tak perduli dengan teguran Ilana itu. Gyan menatap Bhuvi dengan pandangan tak senang, tetapi lagi-lagi Bhuvi menunjukkan ekspresi cuek yang membuat Gyan mengepalkan tangannya menahan kesal.
"Enak! Makasih buat coklatnya ya! Aku ini testernya Ilana, jadi aku yang mencicipi terlebih dulu makanan atau minuman yang akan disantap oleh putri kami ini!" ujar Bhuvi sembari tersenyum manis ke arah Gyan yang ingin sekali memaki Bhuvi karena telah merusak rencananya untuk mendekati Ilana. Semua hal yang ingin ia katakan kepada Ilana menjadi buyar karena ulah sahabat dari Ilana itu.
****
Sementara itu, di kelas lain Himeka sedang duduk sendirian karena masih menunggu dosen mereka yang belum tiba. Ia sibuk menggambar di buku sketsa yang ia miliki, sembari menunggu. Tiba-tiba sang dosen masuk bersama seseorang yang berada di belakangnya. Saat mendengar suara sang dosen, Himeka mengangkat kepalanya dan mulai menyimpan peralatan menggambar yang selalu ia bawa kemana pun.
Sang dosen mengabsen setiap mahasiswa, hingga kening Himeka mengkerut saat mendengar sebuah nama yang terasa tak asing di telinganya.
"Nayaka Bhoomi," ujar sang dosen.
"Saya, Bu!" ujar seorang lelaki sembari mengangkat tangannya. Tubuh Himeka langsung membeku saat melihat penampakan lelaki yang bernama Nayaka itu.
Sejak kapan pula si kawan itu ngampus di sini, bukannya kemarin dia kuliah di kota lain ya? batin Himeka yang tak menyadari bahwa dosen sedang memanggil namanya. Nayaka yang mendengar nama Himeka disebutkan mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas dan menemukan keberadaan gadis itu. Pandangan mereka bertemu yang membuat Himeka tersentak karena terkejut.
"Himeka Fulki! Apa ada yang bernama Himeka di kelas ini?" seru sang dosen yang membuat Himeka tersadar dan langsung mengangkat tangannya.
"Maaa..., maaf Bu. Saya Himeka," ujar Himeka dengan wajah yang memerah karena malu.
Himeka mengumpat dalam hati karena tak menyangka lelaki yang sangat ingin ia hindari itu, malah pindah ke kampus mereka bahkan berada di kelas yang sama dengannya. Ia tak bisa fokus mendengar penjelasan sang dosen karena keberadaan Nayaka di ruangan itu.
****
"Himeka tunggu!" ujar seseorang yang membuat Himeka mempercepat langkahnya. Ia bahkan setengah berlari agar bisa menghindari pemilik suara itu. Namun tiba-tiba, tas Himeka terasa ditarik yang membuat langkah Himeka terhenti.
"Kamu ngapain lari? Kamu lagi nghindarin aku ya?' tanya pemilik suara yang tak lain adalah Nayaka.
"Lepasin, sejak kapan pula kau jadi berkamu-kamu ria? Ehhh, bisa kan kau pura-pura engga kenal aku, aku engga pengen punya urusan apa-apa lagi sama kau," ujar Himeka dingin yang membuat lelaki yang ada di hadapannya itu terkejut. Himeka menyentak tas agar terlepas dari tangan Nayaka dan bersiap untuk pergi.
"Ternyata kamu masih aja kekanak-kanakan kayak dulu, ingat umur, Hime!" ujar lelaki itu yang membuat Himeka menghentikan langkahnya dan berbalik sembari menatap Nayaka dengan tajam.
Plak!!!
Sebuah tamparan melayang ke pipi Nayaka yang membuat lelaki itu terkejut. Ia tak menyangka bahwa Himeka sebegitu marah dan berani menampar pipinya. Himeka menatap Nayaka dengan tatapan nanar yang membuat lelaki itu tertegun sembari memegang pipinya yang terasa memanas akibat tamparan keras dari Himeka.
"Himeka!!!" Ilana dan Bhuvi yang melihat kejadian itu langsung menghapiri Himeka. Mereka langsung mengajak Himeka pergi dari tempat itu.
****
Setibanya di kantin. Bhuvi langsung menginterogasi Himeka untuk menuntaskan rasa penasarannya. Namun, tak ada satu pun pertanyaan dari Bhuvi yang mendapat jawaban dari Himeka dan hal itu membuat Bhuvi kesal.
"Ka, kau engga takut diperkarakan sama dia karena melakukan tindak kekerasan? Klo dia mengajukan gugatan, bisa masuk penjara kau!" pancing Bhuvi karena masih merasa kesal kepada sahabatnya itu.
"Salah makan kau ya, ndut! Ganti jurusan aja kau sana!" ujar Himeka sinis yang membuat Bhuvi mencebik.
Ilana memilih diam, karena sejak tadi Himeka sama sekali tak menjawab apapun yang ditanyakan Bhuvi, yang sebenarnya juga merupakan pertanyaan ada di benak Ilana. Ilana merasa Himeka belum ingin membahas tentang lelaki yang mereka lihat tadi. Ia tak ingin memaksa Himeka untuk bercerita, karena tak ingin mendapat nasib yang sama dengan Bhuvi.
"Dia sahabat aku! Lebih tepatnya mantan sahabat aku!"
Ehhh....
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!