Pengenalan Karakter
Veynana Anggraeni Wardana
Dia adalah putri tunggal dari Anton Rudi Wardana dan Mutiara Intan, pemilik perusahaan ternama tanah air.
Veynana gadis manis yang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, gadis manja biang onar, yang hoby BOLOS.
Sejak kecil hidup mandiri dengan seorang pengasuh karena ayahnya jarang dirumah untuk bekerja mengatur perusahaan yang tersebar hampir di seluruh pelosok nusantara, beserta istrinya yang selalu setia mendampingi sang suami.
Tidak seperti anak yang kesepian hidup tanpa orang tua, Veynana sangat menikmatinya. Karena tak akan ada yang mengomelinya saat ada panggilan orang tua setiap dia membuat onar.
”Nana, pelan-pelan!!! Ada guru nggak. Lembar score gue udah ngga ada tempat lagi. Buat titik doang aja susah.”
Beberapa anak berseragam putih abu-abu mengendap-endap menuju gerbang SMA Nusantara. 1 cewek dan 3 cowok, cewek itu adalah Veynana, dan 3 sahabat nya Randi, Martin, Dan Davi.
“Diem lo!! Brisik.” Jawab Nana menjawabi bisikan Randi.
“Emang kita mau kemana sih?? Ini masih setengah Sembilan ya, pelajaran pertama aja belum kelar. Gila lo. Guuyyss masa seminggu ini kita bolos 4 kali. Gue ngga mau ya kalo kita nggak naik kelas ntar bisa di gorok idup-idup gue sama bokap. gue..”
Penjelasan Davi yang memang sebenarnya golongan anak rumahan yang cukup penurut, hanya saja terkena virus solidaritas yang di agung-agungkan anak seumurannya. Usahanya menyadarkan teman-temannya terputus karena ada suara yang cukup keras yang mengagetkan kawan-kawannya.
“ya ampunnnnn…!!! Kalian bawel banget deh. Sebenarnya kalian iklas nggak sih nemenin gue bolos, bosen gue. Apalagi nanti ada pelajaran bahasa inggris lagi. Bisa-bisa kriting ntar..’’
“Hai.. kalian..”
Mulut Veynana terdiam karena ada suara asing yang tak lain adalah guru BK, Bu Inggrit.
“Mampus lo. Lo sih na. bilang kita jangan brisik malah elo yang ngomel-ngomel. Ketahuan kan.’’ Celoteh Martin yang sedari tadi berusaha diam untuk tidak menanggapi suara kawan-kawannya.
“ Iya nih!! Nambah lagi kan riwayat kesialan gue.” Jawab Randi yang tidak terima di bilang brisik oleh Nana.
“ udah-udah malah nyalahin gue lagi. Lo pada kan tau si Bu Iggrit itu rabun jauh, kalian liat tu dia ngga pake kacamata. Kita kabur aja.” Jawab nana dengan seringai liciknya.
“ bener jg lo. Oke.. gue itung sampe 3 ya, satu.. dua..”
Belum jg selesai hitungan Randi, kawan-kawannya sudah melarikan diri tanpa memperdulikannya. “kambing.. !! malah di tinggal gua.” Kesalnya sambil berlari mengikuti teman-temannya.
Justin Ervando Bramasta
Putra tunggal Arsenio Bramasta dan Aprilia. Cowok tampan, tinggi, putih yang memiliki gen bule, kakek Justin adalah orang Belanda. Penggila balap liar, yang memang cita-citanya menjadi pembalap professional. Namun terhalang restu kedua orang tuanya janji masa lalu pada istri setengah sahnya.
Selain itu Ervan jg tergolong hoby berantem, tawuran, dan tentu saja memiliki otoritas sebagai pemimpin pejuang lempar batu. Panglima perang saat terjadi tawuran dengan sekolah tetangga yang entah mulai sejak kapan, dimana, dan kenapa terjadinya tak ada yang mengetahuinya karena terlampau lama dimulai.
Meskipun begitu, Ervan bukan tergolong siswa langganan guru BK yang bodoh. Ervan tidak pernah tergeser dari peringkat satu parallel di sekolahnya. Selalu disiplin dalam kegiatan belajar, kecuali dalam keadaan mendesak, wkwkkw. Sama saja ya, tapi poin plus Ervan adalah siswa favorit para guru karena kecerdasannya. Dan dia sangat membenci satu hoby nana yaitu BOLOS.
“Ngapain tu cewek lari-lari.” Gumam Ervan melihat Nana berlari di tengah jam pelajaran yang tentu masih berakhir satu jam lagi. Dan ternyata Ervan melihat Bu Inggrit yang berusaha mengejar Nana CS. Dengan kecerdasannya Ervan langsung tau apa yang terjadi. Dan tentunya tepat sasaran.
TINGGG.. terfikir ide brilian di kepalanya.
“Maaf Bu Desi, bolehkah saya ijin ke belakang?”
“Silahkan Ervan”. Jawab Bu Desi guru yang sedang mengajar di kelas Ervan.
“Terimakasih Bu.’’
Ervan berjalan keluar, namun tidak ke kamar mandi, melainkan menuju arah Nana berada.
“Waktunya pertunjukan” gumam ervan dengan seringai liciknya.
BBRAKKKKKK….”Ohooo.. SEMPURNA
Nana CS berlari sekencang mungkin dengan Nana yang memimpin paling depan. Bukan berarti kawan-kawannya tak mampu berlari mendahuluinya, tapi itu sudah menjadi kebiasaan karena Nana adalah kesayangan mereka. Kesayangan?? Ya Nana sudah seperti ratu bahkan bos dari kawan-kawan karibnya.
Nana menengok kebelakang dan terlihat Bu Inggrit tertinggal jauh dengan nafas terengah-engah berusaha mengejar beberapa anak didiknya yang bersalah. “Awas ya kalian, sampai ketemu tak pites hidung kalian ya!!!” gumam Bu Inggrit yang geram atas perilaku beberapa siswanya.
Empat sekawan itu berlari sekencang mungkin, namun Nana menyadari ada seseorang yang setengah berlari menuju ke arahnya, dan ia sangat tau akan terjadi badai setelah ini.
“Haduh..******. kenapa harus ketahuan sama dia sih.” Nana menambah kecepatannya sebelum ada yang menghancurkan pelariannya.
“yaahhh.. Na, keluar dari lubang tikus masuk ke lubang buaya ini mah.” Gumam Randi di tengah kegiatan menyelamatkan diri yang disadari akan gagal total. Karena Ervan bagaikan pawang untuk Nana, seseorang yang menggantikan sosok orang tua Nana. Yang dikenal sebagai saudara jauh dari Nana. Ya.. saudara jauh. Tanpa ada yang mengetahui seperti apa sebenarnya hubungan keduanya.
BBBBRRRRAAAKKK…
Terjadilah kecelaakaan bruntun. Yang sebelumnya seperti lomba lari, kini mereka bersama-sama bercengkrama dengan aspal yang tak perlu ditanya lagi pasti keras dan begitu menyakitkan.
“Hei.. apa-apaan sih lo?? Lo gila.. disini aspal bukan sofa. Lo mau nyelakain gue?” Nana tampak begitu kesal dibuatnya, tampa sadar dia bicara begitu keras dan menggunakan nada yang begitu tinggi tampa mempedulikan ini masih jam pelajaran yang bisa mengganggu kegiatan belajar dan memancing omelan para guru.
“Kan,, perang dunia dimulai.”
“Na..kayaknya lo gali kuburan lo sendiri deh.” Pendapat-pendapat yang tidak membantu terealisasikan.
“Ngasih minyak tanah ke perapian lo Na. Apa lo butuh tempat sembunyi Na? sini aja di pelukan gue. Hihihi.” Celetuk Randi yang langsung dapet getokan ringan di kepala dari kawan-kawannya.
“lagi serius becanda lagi lo. Mikir.. gimana caranya nyelametin Nana dari tu abang. Matanya lo liat deh udah merah banget. Marahnya kebangetan itu mah.”
“Mikir ya mikir aja gausah mukul-mukul, coba tadi gue jadi gagar otak ntar jadi **** gue. Lo pada mau punya temen ****?” geram Randi yang sebenarnya dalam kenyataannya memang jauh dari kata cerdas.
Nana sadar dari kekesalannya. Dan menatap cowok tinggi di depannya yang hanya mundur beberapa langkah saja karena insiden kecelakaan bruntun itu. Nyali Nana sedikit menciut melihat kilat amarah di mata Ervan.
Ervan menurunkan tangan yang sebelumnya dilipat di dada dan memandang gadis manis yang berani sekali membentaknya. Sembari bersujud di depan Nana yang mesih terduduk karena terjatuh Ervan menyentuh dagu Nana dan sedikit mendongakkan wajah gadis itu agar menatap kearahnya.
“Lo berani bentak gue? Oke, tunggu hadiah dariku baby..”
deg.
Nana membelalakkan matanya terasa tercekat di tenggorokan akibat sedikit gertakan dari Ervan.
“Kalian.. cepat pergi dari sini. Sebelum gue berubah pikiran.
“CEEEPPAAATTT..” bentak Ervan yang geram karena tak ada pergerakan dari tiga kawan Nana. Yang sudah tampak seperti penjaga yang sangat setia dan tunduk kepada tuannya bagi Nana. Karena itu, Ervan tak terlalu suka kepada mereka.
“Sorry ya na, kita gak mampu bantu. Yang tabah ya lo.” Secepat kilat tiga cowok itu pergi meninggalkan Nana dan Ervan.
Tampak Bu Inggrit masih tertinggal begitu jauh, ervan bergegas menarik tangan Nana untuk segera meninggalkan tempat kejadian perkara. “Ervan lo mau bawa gue kemana? Lepasin.. gue mau ke kantin haus gue.”
Nana dengan kasar melepaskan tangan Ervan dari pergelaangan tangannya dan pergi menuju kantin. Namun baru beberapa langkah tangannya kembali terbelit tangan yang begitu erat, milik siapa lagi kalau bukan Ervan.
“Ervan,, apa-apaan sih lo? Mendingan lo masuk kelas lagi deh. Siswa rangking nggak bagus ikut-ikutan bolos.”
“Itu lo tau sendiri, jadi ini yang terakhir y ague lihat lo bolos.”
“PEDE BANGET lo, siapa lo nglarang-nglarang gue bolos” bentak Nana yang entah lupa atau memang amnesia mendadak. Ervan adalah seseorang yang selalu menjaga Nana dengan segenap jiwa raganya, meskipun lebih terkesan possessive.
Ervan terperangah mendengar pertanyaan Nana. Raut mukanya kembali menyeramkan yang tadinya sempat padam. Amarahnya kini naik satu tingkat. Ia memutar arah, bukan lagi menuju kelas Nana tapi jauh di belakang kantin. GUDANG. Tempat yang terkenal gelap, kedap suara, dan angker.
Nana terseok-seok mengikuti langkah panjang Ervan, yang jelas saja tidak seimbang dengan tubuhnya yang mungil di bandingkan tubuh jangkung Ervan. “pelan-pelan bisa nggak sih, kayak mau perang aja.”
Mendengar perkataan Nana, Ervan dengan tiba-tiba menghentikan langkahnya. “au.. rem lo baru ya. Kalo mau berenti bilang-bilang kek, sakit tau.” Benturan kening dan punggung yang keras itu tak mampu terhindarkan, meninggalkan sedikit rasa pening di kepala Nana.
“Perang baru akan dimulai baby,, “
Dengan terpaksa Nana mengikuti Ervan memasuki gudang. Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Karena penolakan akan semakin memperburuk nasibnya tentu saja.
Dengan cepat Ervan berbalik badan dan tepat di hadapan Nana, dengan begitu dekat, dengan begitu intens. Nana melangkah mundur dengan begitu pelan, namun naas sudah tak ada lagi ruang gerak baginya. Punggungnya telah sedikit membentur tembok di belakangnya. “lo ngapain? Jangan aneh-aneh ya lo.”jantung Nana berdetak begitu kencang, dan tentu saja terpikir untuk melarikan diri.
Namun rencananya dengan mudah terbaca oleh lawannya. Dengan begitu cepat Ervan mengurung Nana dengan tangan kekarnya, yang tentu saja tak sebanding dengan tenaga gadis mungil itu. Kini kening mereka sudah saling beradu dan,, tak lama kemudian mata mereka saling bertemu. Dimana satu pihak penuh amarah dan dan sang gadis begitu ketakutan.
Nana terpaku merasakan kedekatan begitu intens itu. Bulu halusnya meremang, lidahnya tak mampu berkata, tubuhnya pun terdiam tanpa mampu bergerak sedikitpun. Hanya jantung yang mampu bekerja begitu keras.
Ervan menatap Nana dengan begitu nyalangnya, seperti elang yang mengincar mangsanya. Hanya satu titik keindahan yang belum pernah sama sekali disentuhnya. Meskipun ia tau itu akan menjadi ibadah baginya.
Semakin dekat,, semakin dekat. Hingga tanpa sadar Nana memejamkan matanya. Ervan tersenyum kecut melihat tingkah Nana yang kikuk, dan hingga memejamkan mata.
“Ngapain lo?? Mikir mesum ya lo??” bisik Ervan tepat di telinga Nana yang terdengar sangat pelan dan,, sexy. Dengan cepat ia menarik tubuhnya menjauh dari gadis mungilnya. Seketika mata Nana terbuka lebar mendengar bisikan Ervan yang tampak mengejek di pendengarannya.
Ervan keluar meninggalkan Nana seorang diri tanpa mempedulikan bahwa gadis itu akan ketakutan di tempat itu. Dan setelah siuman dari keterpakuannya Nana sadar bahwa tak ada makhluk hidup lain didalam ruangan itu.
“BBBRRRREEENGGGGSEKKKKKK..”
perseteruannya dengan Ervan ternyata menguras tenaga. sepulang sekolah tanpa berlama-lama ia mencari asupan nutrisi yang cukup untuk mengganti tenaga yang terkuras seharian ini.
Setelah menghabiskan waktu hampir satu jam dikamar mandi Nana merasa perutnya kelaparan. Ia bergegas menghampiri mbok Ratmi yang masih sibuk di dapur.
Mbok Ratmi sudah seperti ibu ketiga bagi Nana setelah bundanya dan mommy, yaitu ibunya Ervan. Mbok Ratmi bekerja sebagai pembantu dirumahnya sejak ia masih bayi. Maka dari itu, Nana sangat menyayangi mbok Ratmi seperti ibunya sendiri.
Sebaliknya, mbok Ratmi juga sangat menyayangi Nana seperti putrinya sendiri, karena ia hidup sendiri setelah bercerai dengan suaminya tanpa dikaruniai anak.
Nana merasa beruntung memiliki tiga orang ibu yang sangat menyayanginya, meskipun tak bisa setiap hari menemui mereka. Hanya mbok Ratmi yang selalu ada di rumah.
Meskipun begitu bunda dan mommy akan selalu menyempatkan diri menengok putra putri mereka minimal 2 minggu sekali.
“mbok Ratmi sayang,, Nana laperrr,,” ucap Nana yang baru turun dari tangga.
“Non Nana sayang, silahkan makan. Mbok sudah menyiapkan makanan kesukaan non.” Jawab mbok Ratmi sembari menyiapkan makanan di meja makan.
“woo..hoo.. cumi,, yaa mbok selalu tau apa yang Nana mau. Makin sayang deh,,.”
“wahh,, mantep. Buat Ervan kan ya mbok.” Celetuk Ervan yang entah datang dari mana.
“Eh,,eh, jangan di comotin. Jangan jorok deh. Baru datang juga.”ucap Nana yang terlihat marah melihat Ervan yang baru datang dan keringat dimana-mana.
“ambilin buat gue!!” perintah Ervan.
“apaan,, hogah. Mandi dulu ngapa! Bau tau.”jawab Nana.
“bawel banget sih lo. Oke gue mandi. Tapi tungguin. Makan bareng, awas aja lo makan duluan.”
“apaan sih, gue udah laper kak Ervan,, please deh gausah manja.” Jawab Nana.
“oke, gua mandi ntar aja.” Jawab Ervan yang nggak mau mengalah.
“Hisshh,, oke-oke gue tungguin. Sana,,” usir nana sambil mengayunkan jemarinya.
“Bawel banget sih lo, timbang nunggu bentaran aja.” Jawab Ervan dengan bendera kemenangan di genggamannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!