Arkan Al-Ghazali pemuda tampan berusia 17 tahun itu harus terpaksa meninggalkan bandar kota dan kembali ke kampung halaman milik kakek dan nenek, usai kebangkrutan keluarganya lantaran di tipu oleh teman dekat sang ayah.
Dengan menggunakan bus, keluarga Arkan yang beranggotakan 3 orang, yakni ayah, ibu, serta Arkan sendiri melakukan perjalanan menuju sebuah desa pelosok yang jauh dari keramaian kota.
Jumlah penumpang bus mencapai 40 orang berserta sang supir melaju dengan kecepatan sedang. Jam saat ini menunjukkan pukul 11 malam, kondisi jalanan tampak gelap dan sepi sebab bus sudah masuk ke area jalan tak ada tanda-tanda kehidupan alias tidak ada pemungkiman penduduk.
Arkan yang masih terjaga hanya menatap keluar jendela. Dunianya seakan hening, peristiwa yang di alami keluarganya telah membuat Arkan diam seribu bahasa.
Tiba-tiba bola mata Arkan menangkap sebuah tangan yang melambai dari dalam semak-semak. Arkan terus melihat ke belakang, ia ingin memastikan apakah yang ia lihat benar atau hanya halusinasi semata.
"Siapa itu? Mengapa setelah di liat lagi gak ada?" Dengan nada pelan Arkan di serang rasa penasaran, namun tak ada seorangpun yang bisa ia mintai jawaban, lantaran semua mata penumpang tertutup rapat. Mereka semua terlelap dalam nyenyaknya tidur.
"Apa aku cuman halusinasi aja ya." Pikir Arkan masih setengah tak yakin dengan apa yang barusan di lihat.
"Kayaknya emang iya, lagian mana ada orang yang berani masuk ke dalam semak-semak di tengah malam kayak gini. Gak mungkin ada orang segabut itu ngumpet di semak-semak malam-malam lagi." Tutur Arkan.
Mata elang Arkan kembali fokus menatap ke depan, tak melirik ke jendela sama sekali.
Di bus terjadi keheningan. Bagaimana tidak, semua penumpang tengah tertidur dengan pulas.
Ciiiiiiiittt
Tiba-tiba bus mengerem mendadak, semua penumpang yang terlelap dalam nikmatnya tidur terjaga dan terkejut.
"Kenapa Pak supir, kok ngerem mendadak?" Salah satu penumpang mengajukan pertanyaan.
"Tidak ada apapun, semuanya aman, tapi...."
Perkataan Pak supir tiba-tiba terpotong. Semua orang penasaran dan merasa ada yang janggal.
"Tapi apa Pak?" Tanya Ilyas, ayah Arkan.
"Sebentar lagi kita akan memasuki jalanan seram yang sering memakan korban jiwa. Saya mohon pada semua penumpang jangan panik apalagi berbicara, karena takut mengganggu ketenangan penghuni jalan itu." Peringatan kernet pada semua penumpang.
Penumpang-penumpang yang mendengar langsung tutup mulut, tak ada lagi yang mengeluarkan suara walau sepatah katapun.
Mata mereka yang tadinya kantuk seketika terbuka lebar, rasa kantuk itu menghilang tanpa aba-aba.
Pak supir kembali melajukan bus dengan kecepatan rendah, dengan pelan-pelan bus mulai memasuki jalanan seram dan terbilang angker yang tidak memiliki penerangan tersebut.
Semua mulut penumpang tertutup rapat, dalam hati mereka membaca doa agar mereka bisa melintasi jalanan itu dengan selamat dan sampai tujuan tanpa ada kekurangan barang sedikitpun.
Sejak bus memasuki jalan angker, Arkan dapat merasakan hawa tak nyaman yang melanda sekitar. Namun mulut Arkan tetap diam dan tidak bisa berbuat banyak.
Dengan pelan-pelan bus semakin dalam melaju melintasi jalanan angker.
Arkan bergetar ketakutan saat area gelap di kanan dan kiri penuh dengan sinar mata tajam berwarna merah. Arkan tak berani mendongak, ia pejamkan mata dan terus komat-kamit membaca doa agar sang pencipta melindunginya dan juga semua orang yang berada di dalam bus.
Arkan melirik ke arah penumpang namun mereka terlihat baik-baik saja seperti tidak terjadi apapun.
"Kenapa semua orang diam aja, apa mereka tidak melihat sinar merah di kegelapan itu." Batin Arkan tercengang luar biasa.
Tak ada reaksi apapun yang di tunjukkan para penumpang, pandangan mereka masih tetap menatap ke depan.
Ketakutan melanda Arkan seorang. Pemuda berusia remaja masih duduk di bangku kelas 11 tergemap oleh keadaan yang tidak kondusif.
"Masa iya di sini cuman aku seorang yang dapat melihat kejanggalan ini." Batin Arkan bertanya-tanya.
Di tengah keramaian Arkan mendadak panik dan takut, untuk melapor pada orang tua beserta para penumpang entah mengapa lidahnya terasa keluh. Alhasil Arkan menyembunyikan segalanya sendiri.
Refleks Arkan menaikan kaki saat tiba-tiba ia merasakan ada sebuah tangan berkuku panjang memegangi kakinya.
Dengan ragu-ragu Arkan melihat ke bawah yang gelap, ia tak dapat melihat siapa yang berada di bawah karena terhalangi gelapnya malam.
"Ada apa nak?" Risma, ibu Arkan menyadari keanehan dari putra tunggalnya tersebut.
Wajah pucat pasi itu terangkat, merekahkan senyum guna mencairkan suasana."E-enggak kok bun, gak ada apa-apa, cuman kesemutan doang."
Dalam keadaan tak memungkinkan, Arkan masih sempat-sempatnya tersenyum. Ia pendam semua kejadian tak terduga di dalam hati, meski berat tapi tetap pemuda itu lakukan.
Risma tidak memperpanjang hal itu, mulutnya kembali tertutup rapat, teringat jelas peringatan kernet bus.
"Ada yang gak beres ini." Batin Arkan menegang, keringat-keringat dingin jatuh bercucuran di malam sejuk.
"Gimana caranya aku bilang sama semua orang kalau ada yang gak beres di sini." Batin Arkan menatap bergantian satu persatu penumpang yang diam sehingga terjadi keheningan terbilang mencekam. Raut wajah penuh kecemasan membungkus rapih ke tubuh pemuda kehilangan aset berharga karena perbuatan manusia sempat di beri kepercayaan.
Arkan tak berani menurunkan kaki, ketakutan tak henti menghampiri, ingatan terus mengulang kembali misteri sebuah tangan berkuku panjang sempat memegangi kakinya. Arkan takut, takut pada sesuatu yang di sebut tak nyata tapi memang ada.
Di dalam kegelapan kolom kursi, Arkan merasakan ada pergerakan, namun ia tidak bisa memastikan, lantaran suasana terlalu gelap.
"Arkan, turunin kakinya nak, gak boleh gitu, gak sopan." Suruh Risma.
Arkan makin panik, untuk menurunkan kaki rasanya ia enggan.
"Arkan, cepat turunin kakinya." Risma mengulang perintah.
Terpaksa Arkan menuruti perintah sang ibu. Dengan berat hati Arkan menurunkan kakinya.
Mata Arkan langsung terpejam, ia menggigit bibir bawah. Saat kaki itu turun, kaki tidak berpijak ke tanah, melainkan ke sebuah benda misterius yang terus bergerak.
"Apa yang aku injak." Batin Arkan menegang.
Bibir pemuda tampan itu terkatup sempurna, keringat dingin mengucur deras, menandakan bahwa diri di selimuti rasa tegang dan takut luar biasa.
Bus melaju dengan pelan-pelan, Arkan ingin segera keluar dari jalanan ini, rasanya ia ingin berteriak dan meminta supir bus untuk menancap gas biar penderitaannya segera usai.
"Kapan keluarnya kalau begini terus, lama-lama aku akan mati di sini." Batin Arkan tertekan.
Mata elang melihat sekeliling tempat gelap dan sepi tersebut. Saking pekatnya kegelapan sampai tidak ada apapun yang terlihat di sepanjang jalan.
"Jalanan apa ini sebenarnya, kenapa seram dan gak ada orang, apalagi permukiman penduduk, lebih parahnya lagi gak ada kendaraan satupun yang melintas." Batin Arkan menderita berada di dalam suasana semenakutkan ini.
"Kenapa nasib ku sial banget, kenapa bus mesti melintasi jalanan ini. Apa gak ada jalan lain gitu yang lebih aman dan gak angker." Batin Arkan.
Jiwa Arkan tertekan, tetapi bibirnya tak bergeming, pemuda itu tetap menikmati penderitaan yang terus menerus datang menimpa diri.
...TBC...
Keheningan yang terjadi di bus malah membuat suasana semakin mencekam. Ketertekanan tak ada hentinya menerpa tubuh Arkan.
Vroom
Vroom
Vroom
Tiba-tiba suara kendaraan lain terdengar di telinga, hati Arkan sedikit lega karena tak hanya bus ini yang melintas di jalan angker.
Di depan sebuah mobil sedan berwarna hitam melaju kencang, tapi saat mobil sedan melintas tepat di sebelah kiri bus, Arkan terguncang hebat, bola matanya melotot sempurna, kepanikan menyergapnya.
Bagaimana tidak, penumpang mobil sedan yang terdiri atas 3 orang itu wajahnya pucat pasi + hancur dan juga penuh dengan darah. Tatapan mata tajam seakan ingin menerkam.
Arkan yang di tatap dengan tajam langsung membuang muka ke arah lain.
"Astaghfirullah." Batin Arkan bergetar takut.
Tubuh Arkan tegang, kekhawatiran makin terlihat jelas di wajahnya. Tapi lidah terasa keluh sehingga tidak bisa mengeluarkan sepatah kata untuk memberitahu semua orang prihal apa yang barusan di lihat.
Kursi sebelah Arkan yang kosong membuat Arkan makin ketakutan karena tidak ada teman yang bisa ia beritahukan segala sesuatu mengganggu pikiran.
Mata Arkan melirik penumpang-penumpang bus khususnya kedua orang tuanya berada di sebrang.
"Kenapa mereka tetap diam, apa mungkin hanya aku seorang yang dapat melihat wajah-wajah penumpang tadi yang mengerikan?" Batin Arkan bertanya-tanya.
Arkan yang tidak menemukan reaksi apapun tetap diam menyembunyikan segalanya.
Bus kini sudah masuk ke pertengahan jalan. Suasana semakin tambah mencekam dan itu bukan hanya di rasakan oleh Arkan saja tetapi seluruh penumpang bus.
Seorang anak kecil berjenis kelamin perempuan, usianya kira-kira 5 tahun mendekati kernet bus.
"Aku mau turun, tolong turunkan aku." Titah gadis kecil berwajah pucat, rambut sebahu tergerai, tubuh mungilnya di bungkus gaun berwarna merah.
Semua penumpang tercengang, permintaan gadis kecil itu membuat semua orang merasa aneh, karena tidak mungkin mereka menurunkan anak sekecil itu di tengah jalan seangker ini. Parahnya lagi tidak ada tanda-tanda kehidupan di dekat jalanan angker.
"Dek, kita masih belum sampai, adek jangan turun dulu ya, nanti kalau udah sampai baru kita turun." Kernet bus dengan lembut melarang, keadaan begitu tak memungkinkan untuk menuruti permintaan.
"Aku mau turun, tolong turunkan aku." Titah gadis kecil kembali mengulangi permintaan.
Sontak saja kernet terdiam, hal apa yang harus di lakukan untuk dapat mencegah permintaan tidak masuk di akal tersebut.
"Siapa anak kecil itu?"
"Kenapa bisa ada di sini?"
"Perasaan tadi tidak ada dia di sini."
"Kemana ibunya?"
"Anak siapa itu?"
"Di mana ibunya, jangan biarkan anaknya turun sendirian."
Para penumpang mulai heboh, kemunculan anak kecil yang tiba-tiba mengajukan permintaan yang tak memungkinkan menjadi masalah terbesar. Kegaduhan terjadi di bus, suasana senyap menyingkir, kini berganti dengan rasa panik dan penasaran tiada tara.
"Aku mau turun, tolong turunkan aku." Lagi-lagi gadis kecil itu berseru.
Kernet bus tidak bisa tenang, menurunkan anak kecil di tengah jalanan suram sendirian akan menambah masalah menurutnya.
"Aku mau turun, tolong turunkan aku." Untuk yang sekalian kalinya gadis kecil itu mengulangi permintaan.
"Cepat turunkan dia!" Perintah Pak supir tiba-tiba panik tanpa sebab.
Semua orang tergemap, apa yang membuat Pak supir khawatir berlebihan sampai membuat keputusan tanpa pikir panjang.
Kernet bus dengan ragu-ragu menurunkan gadis kecil itu.
Arkan tercekat, wajah gadis kecil yang cantik dan menggemaskan tiba-tiba berubah menjadi hancur saat sudah keluar dari dalam bus, sama seperti wajah para penumpang di dalam mobil.
Nafas Arkan tersengal-sengal, menggigit bibir bawah dengan perasaan yang semakin tidak karuan.
"Siapa anak kecil itu sebenarnya, k-kenapa wajahnya tiba-tiba berubah drastis." Batin Arkan di serang rasa takut.
"Pak supir siapa anak kecil itu, kenapa di biarkan turun?" Tanya salah satu penumpang.
"Dia bukan anak kecil biasa, dia anak penghuni jalanan ini." Jawab Pak supir terlihat sudah berpengalaman dalam menanggapi keanehan-keanehan di tempat ini.
Semua orang terkejut, tak di sangka kalau anak menggemaskan itu rupanya bukan manusia seperti mereka.
"Pantesan aja dia serem banget." Gumam Arkan.
"Kalau saja kita tidak menurunkan dia, kita pasti akan celaka." Tambah Pak supir.
"Ya ampun kenapa bisa ada hantu yang masuk ke dalam bus."
"Dari mana dia masuk."
"Bagaimana caranya dia bisa masuk."
Kepanikan para penumpang tidak bisa di sembunyikan. Kejadian misterius itu seketika membuka semua mata, gelisah tak menentu kini menghampiri seluruh orang di dalam bus, tidak hanya Arkan seorang.
"Semuanya harap tenang, jangan gaduh, tetap berdoa memohon pertolongan pada sang pencipta. Jadikan peristiwa ini sebagai pelajaran agar kita semua bisa berhati-hati lagi untuk kedepannya." Kernet bus berusaha menstabilkan keadaan mulai tak terkendali.
Bibir sibuk berceloteh itu bungkam, dalam hati tiap orang bersyukur dan terus berdoa untuk bisa selamat sampai ke tempat tujuan tanpa kurang barang satupun.
Sesaat setelah kejadian mengerikan, keadaan kembali tenang. Seorang penumpang yang duduk di bangku barisan paling depan bangkit. Penumpang itu berjenis kelamin perempuan, ia mengendong anak kecil yang kira-kira usianya 1 setengah tahun.
"Ibu, ibu mohon duduk kembali, perjalanan kita masih panjang, kami akan memberitahu jika bus sudah mendarat di terminal." Ucap sopan kernet bus.
Bibir merah merona itu terkunci rapat, tampang wajahnya sinis, dingin dan datar. Secara spontan kedua pedar mata seram menghantam mata kernet bus.
Glek
Kernet bus menelan saliva mendapati tatapan tak bersahabat. Raut wanita mengenakan pakaian warna dongker sangat-sangat tidak ramah. Reaksinya cukup menghentikan pergerakan jantung.
"Aku mau turun." Titah wanita berumur 30-an itu.
Seluruh penumpang tercengang, permintaan wanita paruh baya itu begitu tiba-tiba dan sangat-sangat tidak masuk di akal sehat. Jam menunjuk pukul 00.00, di malam gelap gulita kemana wanita itu ingin pergi, di samping itu bus masih belum keluar dari jalan angker.
"Tapi Bu, ini masih jauh dari lokasi tujuan kita, saya harap ibu duduk kembali, setelah kita sampai di terminal, saya akan beri tau ibu." Jawab kernet bus memberikan larangan.
"Tidak, aku mau turun di sini, cepat turunkan aku!" Perintah wanita paruh baya dengan nada menakutkan, bersikeras dan tetap tidak mendengar imbauan.
Kernet bus kembali di suguhkan dengan pilihan yang berat. Menurunkan penumpang di tempat yang terbilang membahayakan membuatnya enggan melakukan, ia sangat takut terjadi apa-apa pada ibu dan anak itu.
"Tolong turunkan dia juga." Tunjuk wanita itu pada salah satu penumpang. Bola mata seramnya jatuh pada pemuda dengan mata terbelalak sempurna.
Arkan, pemuda itu tercekat saat telunjuk wanita itu mengarah padanya. Di sini Arkan tidak tau apa-apa, bahkan ia tidak sedikitpun mengenal wanita yang ingin membawanya pergi.
"A-aku, kenapa aku harus turun." Terbata-bata Arkan menunjuk diri sendiri.
Risma yang berada di seberang langsung pindah dan memeluk erat tubuh sang anak.
"Jangan, jangan bawa putra ku." Mohon Risma tidak akan pernah membiarkan putra tunggalnya di bawa pergi oleh wanita yang sangat misterius.
"Ibu, ibu kalau mau turun silahkan." Tutur Pak supir menghentikan bus.
"Wisnu buka pintunya, biarkan dia turun." Perintah Pak supir cepat, suaranya terdengar gelisah, seperti ada sesuatu yang di takutkan.
Wisnu yang merupakan kernet langsung membuka pintu dengan sesegera mungkin, lalu wanita misterius dan anaknya turun meninggalkan bus.
Lagi-lagi Arkan terkesiap saat wanita misterius itu berubah menjadi sosok wanita berambut panjang dan pakaian dongkernya berubah putih bercampur darah yang amis.
"Bunda." Arkan peluk erat-erat tubuh sang ibu, tak kuasa menahan rasa takut datang tanpa di duga.
"Arkan, kamu kenapa nak?" Khawatir Risma karena tidak biasanya Arkan seperti ini.
Kepala Arkan menggeleng, ia tak bisa menceritakan segalanya pada ibunya di saat situasi tidak memungkinkan.
Risma mengerti ada sesuatu yang terjadi pada putranya, tangan Risma terus mengusap punggung Arkan untuk menenangkannya.
Pak supir kembali melajukan bus dengan kecepatan normal tidak selambat tadi.
Sepanjang perjalanan Arkan memeluk erat tubuh ibunya, ia tidak ingin melihat keluar sama sekali, khawatir melihat sesuatu yang menakutkan lagi.
Setelah bus keluar dari jalanan angker semua orang mengucap syukur, mereka bersyukur karena bisa keluar dari jalanan seangker itu dengan selamat meski beberapa kali terjadi hal di luar nalar.
Arkan bernafas lega, 1 karena ia berhasil keluar dari jalanan suram, 2 benda aneh yang ia injak sejak tadi telah menghilang. Berbarengan dengan segala keanehan-keanehan di bus ini.
Penumpang-penumpang kembali melanjutkan tidur yang tertunda, mereka sudah tidak khawatir lagi karena suasana kembali aman terkendali.
Arkan juga ikut terlelap dalam tidur nyenyak sama seperti penumpang-penumpang pada umumnya.
...TBC...
Setibanya di terminal semua penumpang bergegas turun dari dalam bus.
Suasana pagi yang asri menyambut kedatangan mereka, mereka semua bernafas lega lantaran dapat tiba di tempat tujuan dengan selamat meski perjalanannya tidak semulus yang mereka harapkan.
"Ini kita udah sampai ayah?" Tanya Arkan melihat suasana sekitarnya yang asing.
"Belum, kita masih harus naik angkot untuk tiba di desa kakek dan nenek kamu, karena tempatnya lumayan jauh dari sini" jawab Ilyas.
"Nah itu ada angkot, ayo kita naik itu aja, sebelum keburu pergi" tunjuk Risma pada sebuah angkutan umum yang mangkal tak jauh dari posisi mereka berdiri.
Mereka bertiga mendekati angkutan umum tersebut dengan membawa barang-barang bawaan, di dalamnya sudah ada banyak penumpang yang menepatinya.
Arkan duduk di dekat pintu sambil melihat semua penumpang yang kebetulan satu kendaraan dengannya.
Tatapan Arkan jatuh pada seorang wanita berkebaya merah yang berada di seberangnya. Wajah wanita berusia kira-kira 37 tahun itu terlihat judes, ketus dan cuek.
Angkot berwarna kuning melaju meninggalkan terminal dan menuju tempat tujuan mereka semua.
Sepanjang perjalanan Arkan melihat keluar yang begitu asing di matanya, sebelumnya ia tak pernah ke tempat ini sehingga tempat yang akan ia singgahi terbilang cukup asing.
Satu persatu penumpang turun di tempat yang mereka inginkan. Kini di dalam angkutan umum hanya tersisa 5 orang, yakni, pak supir, Arkan, Ilyas, Risma dan wanita berkebaya merah yang masih belum turun itu.
Angkot melesat memasuki sebuah jalanan yang agak gelap, sejak melintasi jalanan itu rumah-rumah warga yang biasanya di bangun di pinggir jalan kini tak lagi terlihat. Semuanya berganti dengan pohon dan pohon yang menjulang tinggi.
Tak ada satupun rumah warga yang di bangun di area jalanan itu, yang ada hanya pohon dan semak-semak belukar. Suara riuh hewan-hewan kecil memecah keheningan angkot yang sepi.
Suasana jalanan itu terlihat seram dan sedikit gelap sebab datangnya sinar matahari di halangi oleh pohon-pohon yang tumbuh dengan kokoh.
Arkan mengamati jalanan yang terkesan sedikit seram, sepi dan hening itu.
Ketika angkot berada di tengah-tengah jalan, tiba-tiba Arkan terkesiap kala matanya tak sengaja melihat sosok berwarna putih pucat yang berdiri di pinggir jalan seperti menunggu kedatangannya.
"Siapa itu?" Batin Arkan bertanya-tanya.
Sosok bergaun putih panjang itu tampak pucat seperti tak teraliri darah, rambut panjangnya terurai, pancaran matanya begitu seram.
Saat angkot melintas tepat di depannya sosok bergaun putih menyunggingkan senyuman, ia tampak senang dan gembira sekali, Arkan merasa aneh mengapa sosok itu terlihat begitu senang.
"Siapa wanita itu, mengapa dia seperti menunggu kedatangan ku" gumam Arkan menerka-nerka.
Arkan melihat ke belakang dan sosok itu masih berdiri di sana. Lama kelamaan sosok itu tak lagi terlihat lantaran angkot mulai menjauh dari sana.
Arkan di kejutkan dengan satu keanehan yang berhasil membuat bola matanya melotot sempurna.
"Loh kemana wanita berkebaya merah itu, kenapa dia tidak ada, tadi dia ada di sini" batin Arkan shock.
"Bunda, kemana wanita berkebaya merah itu?" Tanya Arkan barang kali ibunya tau.
Risma mengerutkan alis."Wanita kebaya merah? Gak ada wanita berkebaya merah di sini"
Arkan tambah terkejut sebab ibunya tak mengetahui jika di antara mereka sejak tadi terdapat seorang wanita berkebaya merah yang terbilang cukup misterius.
"Ada loh Bun, tadi dia ada di dalam angkot ini juga, masa bunda gak liat" heran Arkan dengan respon ibunya.
"Beneran loh dari tadi gak ada wanita berkebaya merah, di angkot ini cuman ada kita aja, gak ada tuh penumpang lain, mereka sudah turun di persimpangan jalan tadi" jelas Risma meyakinkan Arkan bahwa tak ada orang yang Arkan sebut di antara mereka.
"Tapi tadi ada Bun, dia ikut bareng kita, kenapa bunda malah bilang gak ada" terheran-heran Arkan.
"Kamu palingan salah liat, dari tadi gak ada penumpang yang makai kebaya" sahut Ilyas.
"Masa aku salah liat" sedikit tak percaya Arkan jika orang yang sedari tadi ia curiga lantaran misterius tak nyata.
Arkan berpikir keras, ia merasa heran mengapa lagi-lagi ia harus bertemu dengan sesuatu yang bersifat aneh dan tak masuk akal.
Arkan diam seribu bahasa, ia masih belum sadar apa yang telah terjadi menimpanya.
Angkot terus melaju lalu perlahan-lahan memasuki area perkampungan yang cukup asri namun jauh dari kata maju karena letaknya jauh dari kota.
Tak lama kemudian angkot berhenti di sebuah rumah sederhana yang halamannya sangat luas.
"Ayo nak turun kita udah sampai" ajak Risma.
Arkan turun dan menatap rumah sederhana milik kakek neneknya.
"Kita akan tinggal di sini ayah bunda?" Tanya Arkan.
"Iya, kita akan tinggal di sini" jawab Risma.
Senyuman mengambang di wajah Risma."Nah itu kakek dan nenek mu, sana salim sama mereka"
Bola mata Arkan menatap pasangan suami istri yang telah renta yang lagi berdiri di ambang pintu dengan senyuman haru karena setelah sekian lama akhirnya mereka berjumpa dengan anak dan menantu mereka serta cucu yang mereka rindukan selama bertahun-tahun belakangan ini.
Arkan mendekati kakek dan neneknya dengan senyuman manis yang terus merekah menghiasi wajahnya. Arkan menyalami punggung tangan mereka berdua.
"Ya Allah kamu Arkan, cucu kakek sama nenek?" Tanya nek Darmi terharu melihat pemuda tampan berusia 17 tahun itu. Dulu setahunya cucunya masih kecil dan ia tidak menyangka bahwa Arkan sudah sebesar ini.
Arkan mengangguk dengan tersenyum.
"Ibu mbok, ini Arkan, dia sekarang sudah besar" jawab Risma.
"Ya Allah ndok, kamu udah besar aja sekarang, dulu waktu kamu ke sini masih kecil sekali" nek Darmi memeluk erat cucu yang begitu ia rindukan itu.
"Udah Bu, jangan di peluk-peluk dulu Arkannya, suruh masuk aja, dia pasti capek habis dari perjalanan jauh" suruh kakek Toyo.
"Ayo nak masuk, nenek udah masak banyak buat kalian, kalian pasti laper kan" ajak nek Darmi dan di balas anggukan oleh Risma.
Mereka pun masuk ke dalam rumah sederhana namun bersih dan terawat meski penghuninya adalah seorang kakek dan nenek yang telah renta.
Nek Darmi begitu senang dan gembira saat anak, menantu dan cucunya berkumpul lagi bersamanya, rindunya telah terbayarkan. Meski baru-baru ini keluarga anaknya tertimpa musibah besar, tapi dari balik musibah itu mereka dapat berkumpul membentuk satu keluarga yang utuh.
Arkan dan kedua orang tuanya duduk dengan tenang di sebuah meja makan yang terbuat dari kayu.
Ragam lauk tersaji di meja makan, mulai dari sayur-sayuran dan lauk pauk yang serba sederhana.
"Ayo-ayo makan, kalian harus makan yang banyak" suruh nek Darmi.
Mereka menyantap makanan itu dengan lahap, meski rata-rata lauk pauknya sederhana tapi tak mengurangi kelezatannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!