NovelToon NovelToon

Cinta Dan Benci

1. SURYA & SEKAR

"Buka matamu."

Gadis cantik itu segera membuka mata begitu mendengar ucapan pria yang berada di hadapannya. Betapa ia terkejut sekaligus terharu saat melihat sebongkah cincin emas yang berada di tangan kekasihnya tersebut.

"Menikahlah denganku, Sekar. Aku ingin hidup, menua, dan mati bersamamu." Surya, mengatakannya dengan segenap hati.

Begitu bahagianya Sekar ,hingga tanpa terasa airmata menetes ke pipinya. Airmata bahagia.

Tapi sesaat kemudian, kesedihan muncul diwajahnya. "Bagaimana dengan orangtuamu, Mas? Apakah mereka setuju jika kau menikah denganku? Sedangkan semua orang tau jika aku bukan berasal dari keluarga baik-baik.

Ayahku seorang pembunuh yang sekarang sedang menjalani masa tahanan karena telah membunuh pemerkosa ibuku. Kau tahu itu kan Mas?"

Surya tersenyum lalu membelai lembut pipi Sekar. "Aku tahu. Dan aku yakin orang tuaku tidak akan mempermasalahkan hal itu. Bagi mereka, kebahagiaan seorang anak lebih penting dari segalanya. Jadi kamu tidak usah khawatir Sekar."

Tapi Sekar masih belum yakin, "Benar? Mas tidak bohong kan?"

"Yasudah, Minggu depan, aku akan membawamu ke rumahku untuk bertemu orang tuaku. Dan nanti, akan ku beritahu niatku untuk segera menikahimu. Jadi aku mohon, terima lamaranku ini , Sekar."

Akhirnya Sekar bersedia dan langsung mengangguk pertanda setuju. Tanpa menunggu lama, Surya segera memakaikan cincin itu ke jari manis Sekar.

Setelah itu, keduanya berpeluk mesra dan larut dalam kebahagiaan.

"Aku mencintaimu Sekar.. Aku mencintaimu.."

**

Setibanya di rumah, Surya segera mencari Ibunya. Ia berniat menyampaikan rencananya menikahi Sekar saat itu juga.

Namun apa yang ia lihat? Ibunya tergeletak tak sadarkan diri dalam kamarnya.

"IBU!!"

Berkali-kali Surya mencoba membangunkan ibunya yang pingsan, namun nihil. Akhirnya ia langsung membawanya ke Rumah sakit terdekat.

Setelah memeriksa keadaan Ibu Surya, Dokter keluar dari ruang pemeriksaan.

Surya segera menghampirinya. "Dok, bagaimana keadaan Ibu saya?"

"Tumor otaknya sudah semakin parah dan harus segera di operasi. Jika tidak, Ibu Fatimah bisa meninggal."

Geruduggg.. Bagai dijatuhi batu satu truk Surya mendengarnya. Tumor otak? Bagaimana mungkin?

Surya pun kemudian pergi ke wartel untuk memberitahu hal itu pada ayahnya yang kini sedang merantau di Jakarta.

**

Sementara itu, seorang gadis menuruni tangga rumahnya dengan perasaan was-was. Pikirannya dipenuhi pertanyaan, ada apakah gerangan orang tuanya tiba-tiba memanggil?

"Pah..."

Pria paruh baya berbadan tinggi besar yang semula berdiri membelakangi tangga, kini berbalik. Ia tatap mata Putri keduanya dengan tajam, kemudian menunjukkan sesuatu.

Sesuatu yang membuat gadis berusia 20 tahun itu seketika tercengang.

"Ini punyamu?"

Gadis itu tak berani menjawab. Ia hanya menunduk dengan perasaan takut yang teramat sangat.

"JAWAB MARINKA!" Emosi pria itu tak terbendung lagi. "KAU HAMIL?!"

Akhirnya gadis itu mengangguk pasrah, biarlah ia mati saat itu juga.

Sang Ayah pun sudah hampir menamparnya jika saja istrinya tidak menahannya.

"Jangan Pah! Kasihan Marinka.. Jangan pukul dia."

"Kasihan? Untuk apa Mamah mengasihani anak set*n seperti dia? Bisanya hanya membuat malu keluarga!"

Marinka hanya diam. Karena ia sadar, ia bersalah.

Sementara ibunya menangis. Ia mendekat dan mengguncang tubuh Marinka dengan lemas.

"Kenapa Nak? Kenapa kamu bisa seperti ini?"

"Maafkan Marinka Mah." Suara Marinka hampir tak terdengar. Hanya kata maaflah yang mampu ia ucapkan saat ini.

"Siapa ayahnya?" Tanya sang Ayah kemudian.

Dan gelengan kepala Marinka membuat Ayahnya terkejut sekaligus heran. Apa maksudnya?

"Marinka melakukannya bukan hanya dengan 1 pria, jadi Marinka tidak tahu persis siapa Ayahnya."

Sang Ayah kehabisan kata-kata.

***

Beberapa hari kemudian..

Ayah Marinka tengah berbincang dengan istrinya di kursi depan rumah mereka yang megah bak istana.

"Kita harus segera menikahkan Marinka, sebelum orang-orang tahu dia hamil," tegas Ayah Marinka.

"Pertanyaannya, dengan siapa kita akan menikahkannya? Sedangkan dia sendiri tidak tahu siapa yang menghamilinya, " ucap sang Istri.

Ayah Marinka menunduk dan menghela nafas panjang. Itulah masalahnya. Siapa yang mau bertanggung jawab dan menikahi putrinya?

Disaat seperti itu, sopir pribadi Ayah Marinka baru muncul setelah sebelumnya pulang kampung.

"Permisi Tuan, ada sesuatu yang ingin saya sampaikan pada Tuan."

Setelah mempersilahkan pria bertubuh kurus itu duduk, Ayah Marinka bertanya,"Ada Apa Bambang?"

"Istri saya sakit di kampung. Dia mengidap tumor otak dan harus segera di operasi. Jadi saya memohon kemurahan hati Tuan untuk meminjamkan saya uang."

Orang tua Marinka langsung bertukar pandang.

Sebelum kemudian Ayah Marinka bertanya, "Berapa biaya operasinya?"

"10 juta Tuan," jawab Pak Bambang tanpa berani menatap Ayah Marinka. Hatinya tak berhenti berdoa agar pria di hadapannya mau berbaik hati menolongnya.

Kali ini Ayah Marinka tak menjawab. Beliau malah tampak memikirkan sesuatu. Sesuatu yang dirasa menjadi jawaban atas kebingungannya.

"Saya berjanji akan mengembalikannya bagaimanapun caranya Tuan. Bahkan jika Tuan meminta saya bekerja disini seumur hidup, saya tidak keberatan." Pak Bambang terus meyakinkan Ayah Marinka.

"Baiklah," Ayah Marinka memutuskan. "Aku akan memberimu uang itu. Bahkan kau tidak perlu menggantinya."

Tentu saja Pak Bambang terkejut sekaligus tak mengerti. "Maksudnya, Tuan memberikan secara cuma-cuma?"

"Tentu saja tidak..

Kau pernah bilang punya anak lelaki yang sudah dewasa kan?"

Pak Bambang mengangguk ragu. Perasaannya mulai tidak enak.

"Nikahkan dia dengan puteriku." Ibu Marinka terkejut dan langsung menatap suaminya. Sungguh ide yang gila. Tapi beliau tidak berkata apapun.

"Maksud Tuan dengan Nona Marinka? Tuan tidak salah?"

"Tidak Bambang. Bahkan aku berjanji akan memberikan salah satu perusahaanku untuk Surya jika dia bersedia menikahi Marinka."

Pak Bambang benar-benar bingung. "Tunggu.. tunggu.. Tuan sedang tidak bercanda kan? Surya tidak pantas-"

"Marinka hamil," potong Ayah Marinka. "Dan harus ada seseorang yang bertanggung jawab demi menyelamatkan nama baik keluarga ini."

Pak Bambang shock mendengarnya. Bagaimana tidak? Putranya diminta bertanggung jawab atas sesuatu yang tidak pernah ia lakukan.

"Jadi maksud Tuan.. Surya yang harus bertanggung jawab menikahi Nona Marinka?"

"Iyah.. Apa salahnya? Tidak ada yang dirugikan dalam hal ini."

Pak Bambang tidak habis pikir. Tidak ada yang dirugikan? Bagaimana dengan Surya? Jika ia benar-benar menikah dengan Marinka, ia harus berkorban perasaan.

Namun Pak Bambang sadar, ia tidak bisa menolak jika ingin menyelamatkan nyawa istrinya.

"Pikirkan baik-baik Bambang. Tidak semua orang mempunyai kesempatan emas seperti ini.

Dan aku yakin, putramu tidak akan keberatan jika harus berkorban demi ibunya."

**

Begitu melihat kedatangan Ayahnya, Surya yang semula duduk sambil menatap ibunya yang masih belum sadar, seketika bangkit.

"Ayah.. Bagaimana? Ayah sudah mendapatkan uangnya?"

Dan yang terjadi kemudian, Pak Bambang menyerahkan amplop tebal berwarna coklat pada Surya.

Surya tersenyum senang tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Kemudian Surya dibuat heran oleh Ayahnya yang tiba-tiba menangis. "Ayah.. Ayah kenapa?"

"Maafkan Ayah Surya.." Pak Bambang terisak. Andai Surya tahu jika uang itu seharga pengorbanannya, mungkin Surya pun akan menangis.

"Minta maaf untuk apa?"

Pak Bambang pun mengajak Surya duduk. Kemudian beliau menceritakan semuanya pada Surya.

Surya tertegun. Airmatanya mengalir perlahan.

Haruskah takdir hidupnya berjalan seperti ini? Tuhan.. Kenapa kau begitu kejam?

"Kau boleh membenci Ayah, Surya. Ayah tidak peduli. Karena bagi Ayah, yang terpenting adalah ibumu sehat kembali."

Surya tidak berkata apa-apa. Ia malah bangkit dan berjalan dengan tatapan kosong. Entah kemana ia akan pergi.

**

"Mas Surya?" Sekar terkejut melihat kedatangan Surya. Yang lebih mengejutkan, matanya terlihat sembab seperti habis menangis.

"Ada apa Mas? Mas baik-baik aja kan?"

"Ada yang ingin kutanyakan padamu Sekar."

"Apa?"

"Jika kau disuruh memilih antara aku atau ibumu, siapa yang akan kau pilih?"

Sekar tertegun. Pilihan yang sulit. Tapi kemudian ia menjawab, "Aku akan memlihmu, Mas."

Surya seketika galau mendengarnya. "Alasannya?"

"Karena ibuku sudah meninggal. Jadi tentu saja aku akan memilihmu."

"Seandainya ibumu masih hidup?"

"Tentu saja aku akan memilih ibuku. Karena tanpanya, aku tidak akan ada di dunia ini."

Baiklah. Surya mengerti. Sekarang ia tahu, keputusan apa yang harus ia ambil.

**

Terhitung seminggu sejak Surya melamarnya, dan berjanji akan mengenalkan Sekar pada orangtuanya. Hari itu Sekar menunggu kedatangan Surya dengan tidak sabar.

Dia berdandan dengan sangat cantik demi menyambut kedatangan kekasih hatinya.

Begitu sosok Surya muncul, senyum Sekar merekah seketika.

"Mas.. Hari ini jadi kan? Mas sudah berjanji akan mengenalkan aku pada orangtua Mas."

Surya tak menjawab. Ia malah menyerahkan selembar kertas undangan pada Sekar.

Sekar menerimanya dengan perasaan bingung.

Plas.. Serasa nyawanya hampir terlepas saat melihat nama yang tertera di surat undangan tersebut.

Surya & Marinka

"Ini.. Surya mana ya Mas? Bukan Surya kamu kan?" Tanya Sekar dengan suara bergetar.

Surya menutup mata, seiring airmatanya yang jatuh mengalir deras.

"Maafkan aku, Sekar.. Maafkan aku.."

Sekar langsung mengeluarkan surat undangan itu dari dalam plastik bening yang membungkusnya, dan segera membukanya.

Menikah

Surya Prakoso

&

Marinka Atmaja

Akad nikah : 17 Mei 2001

"Haaah..." Marinka menutup mulut dan mencoba menahan tangisnya yang serasa ingin meledak.

Ia tatap Surya dengan matanya yang basah.

"Mas, apa kau sedang mencoba membunuhku secara perlahan? Bukan begini caranya Mas."

"Maaf Sekar.." Surya menangis tersedu-sedu. "Aku tidak punya pilihan lain."

"Apa maksudmu?"

Akhirnya Surya menjelaskan semuanya pada Sekar. Kali ini Sekar terdiam. Jadi itu alasannya, tempo hari Surya bertanya siapa yang akan ia pilih antara Surya dan ibunya.

"Kau boleh membenciku seumur hidupmu, tapi satu hal yang harus kau tahu, hanya kau satu-satunya wanita yang kucintai di dunia ini setelah ibuku."

**

17 Mei 2001

Pagi itu, Sekar berjalan menyusuri jembatan dengan langkah gontai. Harapan hidupnya seolah sirna. Ia rasa dunia tidak pernah berpihak padanya. Disaat ia yakin Surya bisa menjadi penyembuh bagi lukanya, justru ternyata pria itu malah menoreh luka baru di hatinya.

'Sekarang aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Ibu yang kucintai telah meninggal. Ayah tempatku bercerita sudah bukan orang yang sama. Dan lelaki yang kucintai kini sudah menjadi suami wanita lain..

Lalu apa gunanya aku hidup? Untuk siapa aku hidup? Haruskah aku lompat dari jembatan? Atau menabrakan diri ke arah mobil?' suara hati Sekar yang sudah sangat putus asa.

Pada akhirnya, ia berjalan mendekati jembatan dan...

"Ibu.. Aku datang.. Aku akan segera menyusulmu.."

Bersambung..

2. Taruhan

17 Juni 2019 (18 tahun kemudian)

Otak encer dan penampilan yang good looking merupakan dambaan setiap orang. Mempunyai salah satunya merupakan suatu keberuntungan. Apalagi bisa memiliki keduanya.

Reynaldi Surya Atmaja adalah salah satunya. Tidak hanya tampan, dia juga mempunyai IQ 200, sehingga orang-orang kerap menjulukinya 'Perfect Man'.

Namun satu hal yang dia tidak punya. Sopan santun.

Pagi itu...

Rey tengah on the way menuju tempat dirinya menimba ilmu, SMA PERTIWI. Dengan kijang hitam yang dibelikan ibunya tahun lalu, ia mengemudi dengan begitu santuy. Tak lupa, ia juga memasang headset sambil mendengarkan lagu kesukaannya, Dear God - Avenged Sevenfold.

Mendadak tenggorokannya dilanda kekeringan.

Diraihnya botol minum yang terletak dikursi penumpang, kemudian diteguk airnya sampai habis.

Lalu dengan seenaknya, ia lempar botol minum tersebut keluar mobil, hingga tanpa sengaja botol itu mengenai kepala seorang Gadis yang tidak berdosa.

PLETAK!

"Aww.." Gadis itu meringis sambil memegangi kepalanya yang malang. Untungnya tidak sampai benjol.

"Ih.. Siapa sih?" Tanyanya geram. Masih pagi sudah ada yang nyari gara-gara!

Gadis itu pun kemudian melihat mobil Rey yang berbelok masuk ke dalam gerbang.

"Oh.. Jadi dia satu sekolah sama aku?" Ia tersenyum menyeringai.

Gadis itu bernama Acha. Tidak cantik, tapi juga tidak jelek. Tidak pintar, tapi juga tidak bodoh. Intinya, biasa saja, tidak ada yang special darinya.

Setelah mobilnya terparkir sempurna, Rey langsung keluar. Tiba-tiba seseorang menimpuk kepalanya dengan botol. Cowok itu pun shock. Segera melepaskan headsetnya, lantas berbalik.

Tampaklah Acha yang sedang melipat tangan di depan dada. Wajahnya ngajak ribut.

Dengan langkah cepat, Rey langsung menghampirinya. "Apa-apaan sih loe?!"

"Siapa yang nyari masalah duluan?" Acha tak gentar.

Rey membuang muka dan menghela nafas panjang.

Tahan Rey tahan.. Masih pagi.

Ia menatap Acha. "Kalau loe ngefans sama gue, jangan nyari perhatian gue dengan cara kaya gini. NORAK tahu gak?" Kemudian pergi sambil menyenggol bahu Gadis itu.

Acha speechles!

Tiba di kelasnya, Rey disuguhi setumpuk kado yang memenuhi meja dan kursinya. Dia memang tak kalah populer dengan Aliando. Karena wajahnya yang sangat tampan membuat semua gadis terkagum-kagum dan selalu memujanya.

Namun bukannya senang, Rey justru tampak kesal.

Entah kenapa, mungkin ia sudah terlalu bosan menerima hadiah dari para fansnya itu.

Cowok itu pun langsung mengeluarkan kantong plastik besar yang memang telah ia siapkan, kemudian memasukkan bingkisan-bingkisan itu ke dalamnya.

Disaat yang sama, Acha datang. Siapa sangka mereka berada di kelas yang sama?

Gadis itu pun segera menghampirinya. "Eh, denger yah! Aku gak ngefans sama kamu! Buat apa aku ngeidolain cowok angkuh dan arogan kaya kamu?

Kurang kerjaan banget!"

Kacang.

"Lagian kamu harusnya minta maaf sama aku gara-gara kejadian tadi. Kamu fikir kepala aku nggak sakit apa?"

Masih kacang.

"REYNALDIIIII!!" Acha akhirnya berteriak di depan telinga Rey.

Cowok itu auto kesal dan langsung menutup telinganya. "Apaan sih?!"

"Kalau ada orang ngomong tuh dengerin! Itu yang nempel kuping kan?"

Sekali lagi Rey menghela nafas. Mencoba bersabar menghadapi Gadis titisan Sundel bolong yang ada dihadapannya itu.

"Terus mau loe apa?"

"Minta maaf!"

"Dan kalau gue gak mau?"

"Kenapa kamu nggak mau?"

"Karena males! Lagian gue ngerasa gak punya salah tuh sama loe." Rey melanjutkan aktivitasnya yang sempat direcoki Acha.

Sementara Gadis itu menatap Rey geram.

"Jadi kamu nggak mau minta maaf sama aku?"

Dengan sadis, Acha menginjak kaki Rey sekuat tenaga.

"ARGGHH!!"

***

Bel masuk berbunyi..

Para murid yang berada diluar bergegas masuk ke kelas masing-masing.

Rey menatap tajam ke arah Acha yang duduk di bangku paling depan sebelah kanan. Sedangkan ia sendiri berada di pojok kiri paling belakang.

"Dasar Nini pelet!"

Teman sebangku Rey datang dan heran ketika melihat Rey yang terus mengusap sepatunya. Sungguh, injakan Acha masih terasa menyakitkan di kakinya.

"Loe kena--"

"Plis! Don't ask!"

Mondy mengerutkan kening, bingung.

Beberapa menit kemudian, Bu Windira (Wali kelas merangkap guru bahasa inggris) memasuki kelas mereka. Guru cantik nan mungil itu memasang senyum.

"Anak-anak.. Dari hasil rapat guru kemarin, kepala sekolah telah memutuskan akan membuat peraturan baru terkait tempat duduk kalian, berdasarkan peringkat. "

Para murid yang terheran-heran kemudian disuruh maju ke depan.

"Pada semester satu, yang mendapat rangking pertama adalah Reynaldi. Dan khusus untuk Rey, dia bebas memilih tempat duduk, juga partner duduk yang diinginkan. Silahkan Rey.."

"Saya ingin duduk di tempat yang sebelumnya saja bu. Dan untuk partner duduk.."

Rey menatap Acha yang saat itu tengah berpikir keras. Mencoba mengingat-ngingat rangking-nya

semester lalu. "Duh.. aku rangking berapa yah? Sampe lupa gini.."

"Cewek itu bu.."

Seluruh pasang mata sontak mengikuti arah telunjuk Rey. Sementara yang ditunjuk auto melongo.

"Maksud kamu Acha?"

Rey tersenyum menyeringai. "Iyah.."

"Baiklah.. Silahkan menuju bangku kamu. Acha, kamu juga."

Acha hendak protes, "Bu, saya boleh--"

"Tidak boleh!"

Rey tersenyum penuh kemenangan dan bergegas menuju tempatnya.

Sepeninggal Bu Windira..

"Kamu apa-apaan sih?" Tanya Acha yang sampai detik ini masih murka. Api seakan keluar dari tubuhnya.

Rey tidak merespon dan malah menatap Acha dengan wajah datar.

"Maksud kamu apa bikin aku duduk disini?"

"....."

Demi neptunus, Acha semakin darting. "Allahukbar.. tabahkan diri ini. "

Mondy menghampiri Rey. Kini mereka bukan teman sebangku lagi. "Bro, loe kok nggak milih duduk sama gue sih? Gue kecewa tahu nggak.

Gara-gara gue rangking kedua dari terakhir, gue harus duduk sama si Helen, cewek cupu itu. Mana paling pojok lagi."

Disaat yang sama, bel istirahat berbunyi.

Rey langsung bangkit, seraya berbisik di telinga Mondy. "Gue jelasin di kantin. "

*

"Apa? Loe pengen balas dendam?" Mondy kaget mendengar penjelasan Rey barusan.

Sahabatnya itu mengangguk seraya menyedot jus jeruk yang berada di tangannya.

"Emang loe punya masalah sama dia?"

"Gak usah ditanya! Hari ini dia udah bikin mood gue kaya t*i."

"Dia ngelakuin apa emang?"

"Coba loe bayangin. Pertama, kepala gue ditumpuk sama botol aqua. Kedua, dia marah-marah gajelas, terus teriak kenceng dikuping gue. Itu belum cukup, ketiga, dia nginjek kaki gue. Keras banget lagi. Siapa yang nggak kesel coba?" Curhat Rey panjang kali lebar. Jika teringat semua itu, ingin rasanya ia memasukkan Acha ke dalam tong, lalu menggelindingkannya dari atas bukit.

Mondy geleng-geleng kepala. "Gila tuh cewek.

Eh, tapi pasti ada alesannya dong, kenapa dia tiba-tiba kaya gitu sama loe. "

"Alah.. Palingan dia pengen dapet perhatian dari gue. "

"Kalau gitu kenapa loe ladenin?"

"Ya setelah semua itu terjadi, masa gue harus diem aja?"

Mondy mencoba mengerti. "Oke.. Terus gimana caranya loe balas dendam sama dia?"

Rey tersenyum jahat. "We will see.."

Seorang Gadis tiba-tiba menghampiri Rey sambil membawa lunch box. Katanya isinya sushi yang dia buat sendiri khusus untuk Rey.

Rey menerimanya dan berterima kasih.

Setelah Gadis itu pergi, Rey malah memberikan box itu pada Mondy.

"Buat gue?"

"Yoai. "

Mondy girang. "Thanks Bro.. by the way, loe gak suka sushi?"

"Gak, gue sukanya susyu."

**

Acha tengah menghafal sesuatu, ketika Rey datang di kelas. Cowok itu berdehem, dan langsung duduk di bangkunya.

Kemudian dengan sengaja, ia memutar lagu rock dengan volume tinggi. Membuat konsentrasi Acha buyar seketika.

"Astagfirullah.. Mimpi apa aku semalem?" Acha menatap Rey dengan pandangan setajam silet. "Kecilin dong! Aku lagi ngafalin!"

Rey yang semula manggut-manggut (menikmati irama lagu) kini jadi geleng-geleng. Dan mukanya itu loh.. Minta ditampol.

Acha beristighfar untuk yang kesekian kalinya. Ini benar-benar ujian yang membuat Acha belajar arti kesabaran yang sesungguhnya.

--

Saat pelajaran matematika berlangsung, Acha tampak kesusahan melihat materi yang sedang dicatat Sang Guru di papan tulis.

Selain karena jaraknya yang cukup jauh, Acha juga tampaknya mempunyai masalah dengan penglihatannya.

Ia pun mencoba memicingkan mata. Sedikit jelas.

Tapi lama-lama pegal juga. Akhirnya Gadis itu menyerah.

Melihatnya, Rey heran. "Kenapa loe?"

Acha menjawabnya dengan tatapan murka. Kalau tidak ingat dosa, ingin rasanya ia menyantet Rey saat itu juga.

***

Acha menaruh tasnya dan menghempaskan diri di sofa. Hari ini dunianya sudah seperti di neraka. Dan semua itu karena si Reynaldi!

"Erggghh.. Sebel.. Sebel.. Sebel.."

Ibunda Acha muncul dan tersenyum melihat keberadaan putrinya. "Eh.. si sayang udah pulang..

Mamah bikinin jus stroberi yah?"

Acha mengadu, "Mah.. hari ini Acha kesel banget. "

Sang Bunda menghampirinya. "Kesel kenapa?"

Acha pun menceritakan semuanya.

"Oiyah? Keterlaluan sekali anak itu..

Acha tenang aja. Besok mamah akan ke sekolah Acha dan marahin dia habis-habisan. Kalau perlu, mamah jewer telinganya sekalian. "

Mendengar perkataan ibunya, Acha seketika tertawa. "Haha.. Mamah.. Emangnya Acha anak SD apa?"

Sang Bunda hanya tersenyum. Hubungan yang baik.

***

Rey menuruni tangga rumah sambil menatap jam tangannya. Sudah pukul 8 ternyata.

Tiba di bawah, ia melihat Sang Mamah yang sedang khusyu membaca majalah.

"Mah.. Besok malam kita diundang makan malam sama Om Faisal." Rey duduk disamping Mamanya. "Mamah bisa kan?"

Wanita anggun itu tersenyum seraya membelai rambut putranya. "Bisa dong."

Papah Rey datang. Ya, dialah Surya.

Rey dan Mamahnya seketika menatap beliau.

"Papah udah pulang?" Tanya Rey yang sempat enggan menyapa.

Surya yang kini sudah berusia hampir 39 tahun itu menghentikan langkah. Kemudian mengangguk, tanpa menatap sedikitpun ke arah mereka.

"Oiyah.. besok malam kita diundang makan malam sama Om Faisal.. Papah ada waktu kan?"

"Papah sibuk."

Rey menghela nafas sedih. Akankah hari itu datang? Hari dimana Sang Ayah bisa bersikap hangat pada keluarganya.

"Kamu nggak usah khawatir sayang.. Kan masih ada mamah. " hibur Mamah Rey seraya merangkul putranya.

***

Saat Rey memasuki kelas, terlihat Acha yang sudah duduk manis ditempatnya. Namun ada sesuatu yang berbeda dari gadis itu. Dia memakai kacamata XD.

Sambil menaruh tasnya, Rey iseng berkata, "Ternyata sekarang bukan cuma biskuit aja yang ditoplesin. Mata juga. "

Acha tak menggubris perkataan Cowok ngeselin itu dan memilih pergi. Pergi sambil menggerutu, "Aku pake kacamata kaya gini gara-gara siapa coba? SEBEL!"

"Lagi ngapain loe?" Tanya Mondy ketika melihat Rey yang tampak sedang menaruh sesuatu di kolong meja Acha.

Rey tak menjawab dan malah tersenyum jail. Muehehehe.. Rasakan pembalasanku Titisan Sundel bolong!

**

Pelajaran pertama hari itu adalah Bahasa Indonesia.

Sang Guru mengulas kembali materi tentang majas atau gaya bahasa.

"Majas pertentangan dibagi menjadi 7, yaitu: Hiperbola, Ironi, Litotes, Satire, Paradoks, ******* dan antiklimaks. Nah, sekarang ibu minta seseorang memberikan contoh kalimat yang berkaitan dengan majas Hiperbola. Ada yang bisa?"

Acha mengacungkan tangan setinggi mungkin.

"Iyah Acha silahkan.."

"Lubang hidung Rey sebesar dunia dan seisinya. "

Tawa seisi kelas auto pecah. Kecuali Rey. Ia menatap geram Gadis mungil itu. 'Nyari gara-gara lagi nih anak..'

"Haha.. Bisa bisa..

Sekarang, ibu ingin bertanya. Di dalam majas perbandingan, ada yang namanya majas metafora.

Nah, ada yang tahu pengertiannya?"

Sekali lagi, Acha tunjuk tangan.

"Acha lagi? Tapi boleh lah.. Silahkan dijawab."

"Majas metafora itu yang memakai merk suatu barang bukan bu?"

"Itu metonimia. Dan masuknya ke dalam majas pertautan. "

Rey tersenyum meremehkan. "Sok tahu. "

Acha menatapnya kesal. "Biarin!"

"Selain Acha, ada yang lain? Yang tahu?"

"Saya bu." Timpal Rey.

Semua orang langsung menatapnya.

"Majas metafora adalah majas yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat atau merupakan 2 gabungan hal yang berbeda yang dapat membentuk suatu pengertian baru."

"Tepat sekali!"

Riuh.. Kali ini seisi kelas bertepuk tangan untuk Rey. Kejeniusannya memang sudah tidak perlu diragukan lagi.

Rey tersenyum bangga. Sementara Acha merasa tersaingi. Sebel!

"Tapi Rey.. Ibu minta berikan contoh kalimatnya. "

"Contohnya itu kacamata bu..

Kaca adalah zat tembus cahaya dan jernih yang terjadi jika tanah kersik dalam bentuk pasir kwarsa dan batu api yang ditumbuk atau batu pasir yang dilebur bersama dengan zat-zat kimia.

Sedangkan mata adalah indera penglihatan manusia.

Dan jika kedua kata itu digabung, maka terbentuklah suatu pengertian baru.." Rey tiba-tiba mengambil kacamata Acha. "Kacamata.. Alat bantu bagi seseorang yang memilki keterbatasan penglihatan seperti nona yang duduk disamping saya ini. "

Sekali lagi, suara tepuk tangan bergemuruh dikelas itu. Rey semakin bangga pada dirinya. Sementara Acha semakin kesal dan langsung merebut kembali kacamatanya.

"Bagus.. Rey memang hebat. "

**

Bel istirahat berbunyi..

Rey bangkit dan berniat pergi. Namun ucapan Acha membuat langkahnya terpaksa berhenti.

"Cuma gitu doang bangga."

"Apa loe bilang?"

Acha ikut bangkit. Ia tatap kedua bola mata Rey, tajam. "Cuma gara-gara berhasil ngejawab pertanyaan Bu Indy tadi, kamu pasti ngerasa jadi orang paling jenius di dunia ini kan?"

"....."

"Kamu salah Rey! Aku akan buktiin, kalau aku juga bisa ngalahin kamu!" Acha berlalu seraya menyenggol bahu Rey.

"Kalau gitu ayo taruhan," ucap Rey tanpa diduga.

Acha menatapnya. "Apa?" Tanyanya. Seolah ia salah dengar.

Rey maju dua langkah. "Bentar lagi UTS. Kalau loe bisa ngalahin gue dan nempatin rangking pertama, gue siap nurutin semua permintaan loe."

Acha mempertimbangkannya. Kira-kira, mampukah ia mengalahkan Rey yang kejeniusannya sudah diakui semua orang?

Tapi bukankah jika kita berusaha, maka tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini? Lagipula tidak ada buruknya bagi Acha. Akhirnya..

"Oke aku setuju. "

Rey tersenyum sinis. "Tapi sebaliknya.. Kalau loe kalah, loe harus jadi pelayan gue selama satu bulan."

"APA????"

BERSAMBUNG ..

3. REGY ALEXANDER

"APA?" Acha tercengang. "Jadi pelayan?"

"Iyah! Kenapa? Loe gak yakin?"

"Si.. siapa bilang? Oke.. aku setuju. "

Mengalahkan Rey? Sepertinya butuh mukjizat Tuhan.

**

Di kantin..

"Serius loe? Loe nantangin dia kaya gitu?" Tanya Mondy setelah Rey menceritakan semuanya.

Rey mengangguk sambil mengunyah baso yang ada dimulutnya. Dia akan menunjukkan pada Acha, bahwa gadis itu sudah berurusan dengan orang yang salah.

"Wah.. Terus menurut loe, dia bisa gak ngalahin loe? Secara, kejeniusan loe kan udah bawaan lahir dan bukan tandingan cewek kaya dia. "

Rey tersenyum sadis. "We will see.." tiba-tiba dia kebelet. "Gue ke toilet dulu yesh. "

Rey bangkit. Saat ia berbalik, tanpa sengaja ia bertabrakan dengan seseorang.

"Eh, sory.." ucap pemuda itu.

"It's okay. "

Sementara itu, Acha mulai giat belajar. Waktu istirahatnya pun ia isi dengan menghafal materi-materi yang telah ia pelajari.

Hingga tak terasa, 1 jam berlalu dan bel masuk berbunyi.

Rey dan Mondy tiba bersamaan. Saat kedua pasang mata itu bertemu, keduanya saling melempar tatapan setajam samurai. Rey pun duduk ditempatnya.

"Apaan loe lihat-lihat?"

"Dih, amit! Siapa juga yang ngelihatin kamu? Bisa busuk mata aku lama-lama!"

"Lawak loe badut!"

"Aku orang, bukan badut!"

"Oh!"

Acha kemudian menaruh bukunya di kolong meja. Dan saat itu, tanpa sengaja tangannya menyentuh sesuatu. Ia pun mengambil 'sesuatu' itu.

Sebuah tikus mainan.

Diluar dugaan Rey yang mengira Acha akan menjerit ketakutan, gadis itu justeru tampak girang. "Ya ampun punya siapa nih? Lucu banget.. Warna putih lagi. "

Mission failed XD.

**

Pukul 20.00, Rey dan Sang Mamah akhirnya tiba di rumah Faisal, adik Mamah Rey sekaligus dokter ahli bedah yang cukup terkenal di Jakarta.

"Makan yang banyak Rey," ucap Renata, istri Faisal sambil menghidangkan masakan buatannya.

"Iya tante," jawab Rey dengan senyuman.

"Ngomong-ngomong Kakak ipar nggak diajak?" Tanya Faisal.

Mamah Rey tersenyum perih. "Kaya nggak tahu dia aja." 17 tahun berlalu, tidak ada yang berubah dari diri Surya. Dia masih sama seperti dulu. Dingin dan tak acuh.

Faisal segera mengalihkan pembicaraan ketika melihat raut wajah Rey yang mendadak murung. "Oiyah Rey.. setelah operasi itu, kamu nggak ngerasain sakit lagi kan?"

"Alhamdulillah nggak Om."

Sementara itu, di kediaman Acha..

"Duh.. putrinya mamah rajin banget." Sang Ibunda menghampiri Acha dikamarnya, sambil membawa sepiring buah.

"Iya Mah.. Gimanapun caranya, Acha harus bisa rangking 1 pas UTS nanti," timpal Acha, penuh tekad.

Sang Bunda tersenyum. "Yaudah.. Tapi kamu jangan lupa makan yah.. Nih buahnya mamah taruh disini."

Acha tersenyum dan langsung memeluk ibunya. Satu-satunya harta paling berharga yang ia miliki saat ini.

**

Pagi buta, Acha sudah nongkrong di perpustakaan yang masih sangat sepi, bahkan tidak ada seorangpun kecuali dirinya disana. Digenggamannya terdapat sebuah buku berjudul RUMUS-RUMUS MATEMATIKA.

Sebenarnya matematika adalah musuh bebuyutannya. Tapi kali ini, ia mencoba bersahabat dengan pelajaran tersebut.

Setelah menghabiskan 1 jam waktunya disana,

Gadis itu pun bangkit dan bergegas keluar. Berniat membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba kering.

Begitu keluar, ia berpapasan dengan seseorang yang seakan mengenalinya. "Acha? Kamu Natasha Alula kan?"

Acha tak kalah kaget tatkala melihat sosok itu. "Kak Egy?"

Regy Alexander. Senior sekaligus teman dekat Acha ketika SMP.

"Kamu sekolah disini? Nggak nyangka ih."

"Iyah Kak.. Kakak bukannya di Bandung?"

Egy mengaku jika orangtuanya berpisah. Karena itu, ia bersama Sang Ibu akhirnya kembali ke Jakarta.

Acha ikut prihatin mendengarnya. "Yang sabar ya Kak.. Oiyah, udah berapa hari Kakak sekolah disini?"

"Baru juga kemarin. Dan kamu tahu nggak? Belum apa-apa, udah banyak yang ngefans sama Kakak.

Bahkan ada yang sampai minta tanda tangan juga. "

Acha tertawa mendengar kenarsisan Egy. Tapi tidak heran sih. Egy memang tampan. Sebelas duabelas lah dengan si Reynaldi.

**

Bel masuk berbunyi..

Jika biasanya Acha sudah duduk manis dan Rey baru tiba, hari itu posisinya justru terbalik.

Rey sudah duduk rapi ditempatnya saat Acha masuk.

"Ngomong-ngomong loe gak punya temen yah?" Tanya Rey begitu Acha duduk disampingnya.

"Kenapa emang?"

"Ya tiap hari loe sendiri mulu.. Kan ngenes liatnya.

Apa jangan-jangan, gak ada yang mau temenan sama loe?"

"Enak aja! Banyak kok yang mau temenan sama aku.

Lagian apa urusannya sama kamu?"

"Ya nggak ada sih, cuma--" belum selesai Rey ngebacot, guru yang mengajar hari itu sudah datang.

**

Bagai sekawanan burung yang dilepas dari sangkar, para murid berhamburan keluar ketika bel istirahat berbunyi. Kebanyakan dari mereka takut tidak kebagian tempat di kantin. Atau ada juga yang kebelet boker dan ingin segera mengeluarkan harta karun yang bersemayam dalam perutnya.

Acha sendiri saat itu masih sibuk membereskan bukunya.

"Acha!" Teriak Egy dari luar kelas.

Gadis itu tersenyum seraya melambaikan tangan.

Rey yang juga masih berada disana, menatap heran ke arah Egy. 'Dia kan cowok yang kemaren nabrak gue di kantin.' Batinnya.

Acha menatap Rey. "Tuh, temen aku! Ganteng kan? Lebih ganteng daripada kamu!" Ia pun segera pergi.

Pergi setelah iseng menginjak kaki Rey.

"Aww!"

--

"Siapa cowok tadi?" Tanya Egy disela-sela makan.

Acha menghunus garpunya. "My big enemy!"

"Really?"

"Iyah.. Dia tuh cowok paling nyebelin sealam semesta, tahu nggak Kak? Seumur hidup aku baru lihat cowok kaya dia."

Egy hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

"Oiyah Kak.. Kakak kan pinter, ajarin aku dong.

Kalau perlu aku bakal nyewa Kakak buat jadi guru privat aku.. Plis Kak, bantuin aku." Acha memohon dengan segenap hati.

"Emang kenapa--"

"Ih.. aku tuh lagi bikin taruhan sama si Reynaldi..

Jadi gini.. Kan bentar lagi UTS, kalau aku bisa ngalahin dia, dia janji bakal nurutin semua permintaan aku. Tapi kalau aku gagal, dia bakal jadiin aku pelayannya dia selama satu bulan. "

Egy menaikkan kedua alisnya. "Emang dia pinter?"

Acha menaruh garpu yang sedari tadi ia pegang. "Lebih dari sekedar pintar, dia bener-bener jenius.

Aku denger IQ-nya sampe 200."

Egy manggut-manggut. Kalau seperti itu, ia yakin sampai kapanpun Acha tidak akan pernah bisa mengalahkannya. Tapi ia juga tidak ingin membuat Gadis itu kecewa.

"Gimana Kak? Kak Egy mau kan?"

Finally..

"Oke."

Acha tersenyum girang.

**

Pukul 14.00 tepat, bel pulang yang ditunggu-tunggu akhirnya berbunyi.

Saat Rey tiba di parkiran, dari jauh, ia melihat Acha yang dibonceng Egy dengan motornya.

Kemudian seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya.

Rey pun berbalik. Terlihat seorang Gadis cantik yang sedang memegang 2 lembar tiket bioskop.

"Rey.. Ntar malem kita nonton Yuk? Nih, gue udah beli tiket buat kita berdua. "

Rey tidak langsung menerimanya dan malah tampak berfikir. Haruskah ia menerima tawaran Gadis itu?

Kalau ditolak kasihan, tapi kalau tidak...

"Gimana? Loe mau kan?"

"Mmm.. Gue.."

**

Malam hari..

Kijang hitam itu berhenti di tempat tujuan, setelah melaju selama 10 menit. Tak lama Rey keluar, kemudian bergegas masuk ke dalam sana.

Baru saja cowok itu hendak mendorong pintu, tiba-tiba ada tangan lain yang juga hendak mendorongnya.

"Loe? Mau ngapain loe kesini?"

"Mau bercocok tanam!"

Rey nyengir. "Serius kutil!"

"Idih.. Enak aja aku dipanggil kutil. Jangan sembarangan kalau ngomong! Nanti ta' sobek-sobek mulutmu."

"Ya lagian loe ditanya baik-baik, dijawabnya kaya eek. "

"Ya ke minimarket selain belanja, mau ngapain lagi coba?"

"Ya kali aja loe mau minta sedekah. Orang kan gak ada yang tahu."

"Haha.. Gak lucu!" Acha langsung masuk. Lama-lama malas juga meladeni cowok sinting itu. Rey pun mengikutinya.

Acha pergi ke tempat makanan. Sementara Rey pergi ke tempat barang.

Setelah itu, keduanya selesai bersamaan.

Saat Rey sudah hampir tiba di kasir, Acha langsung menyerobotnya.

"Ini belanjaan saya tolong di total Mbak."

Meski dongkol, Rey tidak melakukan apa-apa. Orang waras mah ngalah, ye kan?

Tapi saat melihat belanjaan Acha yang banyak dan makanan semua, mulut Rey jadi gatal. "Semua itu mau loe makan sendiri? Kecil-kecil rakus juga yah ternyata."

"Masalah?!"

"Gak! "

Setelah mendapat belanjaan masing-masing, keduanya keluar bersamaan.

"Loe kesini naek apa?"

"Sendal."

"Owh.. loe jalan kaki?"

"Iyah! Emang kenapa? Rumah aku gak jauh kok dari sini."

"Gitu yah?" Tiba-tiba Rey memasang mimik serius. "Tapi hati-hati loh.. Ini udah hampir jam 9. Dan biasanya hantu pada nongol jam segini.

Apalagi kuntilbaby. Eh, kuntilanak maksudnya. " Rey tersenyum menyebalkan, sebelum kemudian pergi dengan mobilnya. "Tatah.."

Acha sendiri tampak ketakutan. Ia lepas sandal yang dipakainya, mengambil ancang-ancang, kemudian lari terbirit-birit. "MAMAHHHH!!!"

-

Acha tiba di rumahnya dengan nafas tersengal-sengal. Rey memang kamvret! Semoga saja dalam perjalanan pulang dia yang bertemu nenek gerondong atau genderuwo sekalian. Biar tahu rasa!

Di ruang tamu, Acha mendapati Egy yang sedang berbincang dengan ibunya.

"Eh.. Kak Egy udah dateng?"

Egy tersenyum dan mengangguk. "Kamu abis darimana?"

"Dari minimarket, beli makanan buat kita."

Egy pun mulai mengajari Acha setelah Ibunya pamit.

Hebatnya, apapun pertanyaan yang Acha ajukan, Egy selalu bisa menjawabnya dengan tepat.

Karena itu Acha merasa puas sekali.

"Kalau kaya gini, aku yakin bisa ngalahin Rey. " Acha berkata dengan penuh percaya diri.

"Aamiin.."

**

Sudah seminggu Egy menjadi guru privat Acha. Setiap malam, Egy tidak pernah absen mendatangi rumahnya, dan mengajari gadis itu semampunya.

Namun.. Sebuah malapetaka datang..

Acha yang belajar terlalu keras, kini berimbas pada kesehatannya. Dari hari ke hari, wajahnya kian memucat, badannya semakin kurus, dan mata panda nya terlihat jelas oleh siapapun.

Suatu ketika, Acha yang sudah tidak bisa menahan rasa kantuknya, memilih tidur saat pelajaran tengah berlangsung.

"Itu.. Siapa yang tidur?"

Rey langsung membangunkan Acha.

Dengan mata yang masih setengah menutup, Acha menegakkan posisi duduknya.

"Biar gak ngantuk, berjemur dilapangan upacara sana!"

Siapa sih Bu Velma? Beliau adalah guru paling garang se-SMA PERTIWI. Jadi siapapun tidak ada yang berani membantah ucapannya, termasuk Acha.

Di tengah lapangan yang luas, Acha berdiri seorang diri. Ngantuk, gerah, lapar, pegal, semuanya bercampur menjadi satu.

"Cha kamu lagi ngapain?" Tanya Egy yang ketika itu hendak ke toilet, dan tidak sengaja melihat Acha.

Acha tersenyum dengan bibir pucatnya. "Berjemur Kak, biar sehat. "

Egy tahu sebenarnya Acha sedang dihukum. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia pun pergi guna membeli minum untuk Acha.

2 menit kemudian, Egy kembali sambil berlari-lari.

Anehnya, Acha sudah tidak ada disana.

BERSAMBUNG..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!