Gadis dengan surai rambut panjang yang indah. Matanya yang besar, dilengkapi dengan bulu mata lentik, memberikan pesona yang tak terbantahkan. Hidungnya yang mancung dan bibirnya yang tipis menambahkan keanggunan pada wajahnya. Dengan tubuh yang tinggi dan proporsional, di usia 18 tahun, dia terlihat begitu ideal.
Wajahnya adalah perpaduan sempurna antara kecantikan dan keimutan, yang membuat siapa pun yang melihatnya merasa gemas dan terpesona. Setiap kali dia melintas, pandangan orang-orang terpaku padanya, terpesona oleh pesona alaminya yang tak tergantikan.
Namun, meskipun memiliki kecantikan yang menakjubkan, dia memilih untuk menjomblo karena tidak ingin terlibat dalam hubungan yang rumit dan membebani pikiran dan hatinya.
Namun, takdir mempertemukannya dengan sebuah percintaan yang rumit dan tak terduga. Dia terlibat dalam hubungan yang melibatkan Ayah dari salah satu temannya. Kisah cintanya yang rumit ini akan mengungkapkan bagaimana ia menghadapi perasaan yang tumbuh di dalam hatinya dan bagaimana dia menavigasi hubungan yang penuh dengan konflik dan dilema.
Calista Ratu Ayudya, anak tunggal dari keluarga pengusaha batu bara di kota X, hidup dalam kemewahan yang tak terbatas. Namun, kekayaan yang dimilikinya tidak pernah membuatnya sombong. Calista selalu mengingatkan dirinya sendiri bahwa kekayaan itu milik orang tuanya, bukan dirinya. Ia memiliki sifat yang rendah hati dan ceria, yang membuatnya disukai oleh siapa pun yang berinteraksi dengannya. Meskipun begitu, Calista tidak terlalu dekat dengan banyak orang. Ia menjadi selektif dalam memilih teman, karena pernah mengalami pengkhianatan dari seorang teman saat masih bersekolah di SMP. Pengalaman itu membuatnya lebih berhati-hati dalam mempercayai orang lain.
Dalam hidupnya, Calista hanya memiliki dua orang teman yang sangat dekat dengannya, yaitu Panji Prayudya dan Kiara Putri. Mereka bertiga telah melewati banyak hal bersama sejak masa SMP. Meskipun tidak memiliki banyak teman, persahabatan mereka begitu kuat dan tulus. Mereka saling mendukung dan menjadi sumber kekuatan satu sama lain.
Panji Prayudya, dengan postur tubuh ideal dan wajah yang menawan seperti cowok Korea, menjadi sosok yang menarik perhatian. Keturunan Korea dan Indonesia, Panji adalah anak tunggal dari keluarga yang kaya raya, mirip dengan Calista. Ayahnya memiliki banyak cabang perusahaan di bidang furniture, yang membuat Panji tumbuh dalam kemewahan dan kenyamanan.
Sementara itu, Kiara Putri adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Dia memiliki kakak perempuan yang sudah berkeluarga dan kakak laki-laki yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri. Kiara juga merupakan anak dari pasangan pengusaha yang sukses. Ayahnya adalah seorang pengusaha kuliner dengan berbagai cabang restoran terkenal di kota mereka, sementara ibunya adalah seorang desainer fashion yang memiliki butik yang sangat terkenal.
Calista dikenal berteman baik dengan dua orang tersebut. Mereka tidak pernah memanfaatkan Calista, pertemanan mereka juga sangat unik karena mereka terdiri dari dua perempuan dan satu laki-laki.
Sementara itu, kedua orang tua Calista selalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing, yang membuat hari-harinya terasa sangat kesepian. Calista tinggal bersama para pembantu di rumah yang cukup besar itu. Meskipun Calista selalu menginginkan kebersamaan dengan keluarganya, namun sayangnya orang tuanya terlalu terikat dengan pekerjaan mereka sehingga jarang bisa memberikan perhatian dan kasih sayang kepada Calista.
...----------------...
Suasana di pagi hari begitu menyegarkan. Suara burung berkicauan dengan riang di luar jendela. Cahaya matahari yang terang dan hangat memancar melalui jendela kaca kamar Calista, menerangi setiap sudut ruangan.
Calista, yang masih terlelap di balik selimut tebalnya, merasa terusik oleh kegaduhan pagi itu. Dia menggeliat dan memperlihatkan wajahnya yang masih terlelap. "Huh, sudah pagi rupanya. ngak heran berisik banget," ucap Calista dengan suara khas orang yang baru bangun tidur, sambil menutupi mulutnya yang tengah menguap.
Meskipun sudah pukul 06.00 pagi, Calista masih enggan untuk bangun dari tempat tidurnya. Dia merasakan kenyamanan dan kehangatan dalam selimut tebalnya, membuatnya ingin menikmati momen ini sejenak sebelum benar-benar memulai hari.
"Non, bangun Non, sudah siang," ucap pembantunya yang bernama Bi Mirna, sambil mengetuk pintu kamar Calista dengan lembut.
Calista berjalan menuju pintu kamarnya dengan langkah lemas, seolah-olah berat badannya dua kali lipat. Saat membuka pintu, dia menemukan Bi Mirna berdiri di balik pintu, dengan senyum hangat dan sabar di wajahnya.
"Iya, Bi, aku udah bangun. Sebentar lagi mau mandi," ucap Calista kepada Bi Mirna, sambil mengucek pelan matanya yang masih berat karena kantuk. Bi Mirna mengangguk paham.
"Ya sudah, cepat mandinya. Bibi sudah siapkan makanan di bawah ya, Non," ujar Bi Mirna, menatap Calista yang masih tampak belum sepenuhnya tersadar dari kantuknya.
"Iya, Bi, siap. Eh, Bi, Calista mau tanya, semalam Bunda sama Ayah pulang nggak?" tanya Calista, membuat Bi Mirna yang hendak pergi berhenti sejenak.
"Ngak, Non, semalam Nyonya sama Tuan nggak ada yang pulang," jelas Bi Mirna, menoleh ke arah Calista yang mengangguk paham.
"Hem, ya udah deh, Bi. Calista mau masuk dulu, mau mandi, udah siang," ucap Calista dengan wajah yang tampak sedih. Dia memilih untuk masuk dan menutup pintu kamarnya, meninggalkan Bi Mirna di luar.
"Hem, begini ya rasanya jadi anak tunggal. Nggak ada yang bisa diajak curhat, nggak bisa diajak makan bareng, atau nggak ada yang menemani kalau lagi kesepian," gumam Calista dengan nada sedih. Dia berjalan dengan langkah malas menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya.
Calista adalah murid kelas 12 di sekolahnya, Florence High School, yang berlokasi di kota X. Dia dikenal sebagai murid yang pintar dan cantik. Kombinasi kecerdasan dan kecantikan Calista seringkali membuat beberapa murid lain merasa iri terhadap dirinya.
Setelah tiga puluh menit kemudian, Calista selesai dengan ritual mandinya. Rambutnya masih basah dan bau sabun yang harum menyeruak di dalam kamarnya. Calista memilih untuk mengeringkan rambutnya dan kemudian memakai seragam sekolahnya. Dia membiarkan rambutnya tergerai bebas dengan sedikit dicurly dan wajahnya memakai make up tipis dengan mengoleskan lip balm pada bibir cherry-nya.
"Wah, cantik banget gue," puji Calista pada diri sendiri sambil melihat ke arah pantulan cermin yang berada di depannya.
"Tapi sayang, cantik-cantik gini masih jomblo. Eh, biarin aja, gue nggak mau pusing mikirin masalah percintaan yang ujung-ujungnya putus. Mending langsung nikah aja, nggak sih? Lebih enak, heheh," monolog Calista dengan pemikiran absurd yang ada di dalam otaknya.
Setelah selesai berdandan, Calista memilih untuk keluar dari kamarnya dan menuju ke lantai bawah. Dengan langkah pelan, dia menuruni anak tangga satu per satu. Begitu sampai di ruang makan, dia melihat meja makan yang penuh dengan berbagai jenis makanan, namun terasa sepi karena tidak ada orang lain di sana selain dirinya.
"Rumah sebesar ini cuma gue yang makan sendirian. Nasib jadi anak tunggal yang ngak pernah diperhatikan," ucap Calista sambil menghela nafas panjang. Dia berjalan menuju meja makan yang sudah dipenuhi dengan berbagai jenis makanan dan langsung mendudukkan dirinya untuk menikmati makanannya.
Tak ada suara perbincangan, tak ada suara denting sendok yang ramai, hanya suara denting sendok yang beradu dengan piring milik Calista. Kesunyian melanda di rumah besar milik orang tuanya, menciptakan suasana yang hampa dan sepi.
Setelah selesai makan, Calista memutuskan untuk berangkat ke sekolah. Dengan langkah lesu, dia keluar dari rumah dan menuju ke depan, di mana supir pribadinya sudah menunggu. Tanpa membutuhkan waktu lama, Calista tiba di sekolah tepat waktu. Suasana sekolah terlihat ramai dengan banyaknya murid yang mulai berdatangan. Calista, yang masih berada di depan pintu gerbang sekolah, melangkah menuju area sekolah.
Calista mengedarkan pandangannya ke penjuru sekolah, mencari seseorang yang biasanya menunggunya. Tepat di area parkir sekolah, Calista melihat Panji keluar dari mobilnya dengan gaya yang terlihat sok ganteng menurut Calista.
"Woy, tutup panci tumbenan banget! Gue datang, lo baru datang. Biasanya gue datang, lo udah nungguin gue lama," seru Calista sambil menghampiri Panji yang sudah berada di samping mobilnya.
"Wah, sembarangan banget lo ganti nama gue," kesal Panji dengan wajah datar, menatap jengah Calista yang berdiri di sampingnya.
"Biarin. Oh ya, tumbenan lo nggak dianter?" tanya Calista, melihat Panji membawa mobilnya sendiri ke sekolah.
"Iya, lagi pengen bawa mobil aja sih," jawab Panji, membuat Calista menganggukkan kepalanya paham.
"Oh ya, kok Kiara belum menampakkan batang upilnya?" tanya Calista, sambil melihat ke sekelilingnya mencari keberadaan teman yang satu lagi belum muncul.
"Seperti biasa, dia selalu datang terakhir," ucap Panji sambil melirik ke arah Calista.
"Ya udah, ayo masuk dulu," ucap Calista sambil menggandeng lengan Panji dan melangkah menuju kelas mereka. Panji segera menyamai langkah Calista.
Calista dan Panji berjalan beriringan menuju kelas mereka. Sepanjang jalan, tatapan kagum dan bisik-bisik mengikuti mereka. Siswa-siswa lain tidak dapat menyembunyikan rasa kagum terhadap pasangan ini yang dianggap serasi. Calista digambarkan sebagai sosok cantik dan imut, sementara Panji dipandang mirip dengan para oppa Korea yang tampan.
Meski demikian, Calista dan Panji tidak begitu memperhatikan perhatian yang mereka terima. Hal itu sudah biasa bagi mereka, terbiasa dengan pandangan iri dan bisikan-bisikan yang mengelilingi persahabatan mereka. Yang terpenting bagi mereka adalah menjaga hubungan persahabatan yang telah terjalin selama tiga tahun.
Meskipun acuh dengan upaya perjodohan, terutama Calista yang terkenal cuek dan tidak pernah menunjukkan perasaan, ada alasan di balik sikapnya tersebut. Calista pernah kecewa ketika mengharapkan seseorang, hanya untuk mengetahui orang itu sudah memiliki kekasih. Pengalaman itu membuatnya memilih mengabaikan perasaan dan tidak peduli jika ada yang menyukainya, seakan kehilangan kepekaan.
Tiba-tiba, saat berjalan menuju kelas, Calista memulai percakapan. "Eh, bentar lagi ujian kelulusan, kan?" tanyanya.
Ya, kau harus belajar giat agar nilaimu tidak jelek seperti wajahmu," ejek Panji dengan wajah menggoda.
"Wah, ucapan lo sembarangan sekali, Panji. Sepertinya lo perlu periksa mata supaya penglihatan lo jernih. Gue ini cantik seperti putri di negeri dongeng, masa lo ngak lihat? Jangan lupa, setiap ujian sekolah nilai gue selalu tinggi dan gue termasuk murid pintar di sini," kesal Calista menatap Panji, mengingatkannya akan kecerdasannya.
"Ih, percaya diri banget sih lo. Wajah lo itu kaya pantat panci, masih dengan bangganya ngomong mirip putri," ejek Panji dengan tatapan ngeri pada Calista.
Merasa tersinggung dengan ejekan Panji, Calista tidak terima. "Dasar anak titisan iblis!" serunya sambil menendang pantat Panji dan berlari menjauh. Panji yang ditinggalkan merintih kesakitan sambil memegangi pantatnya.
"Aduh, sakit Tata!" teriak Panji dengan suara keras yang menggema. Semua mata tertuju pada mereka, menatap iri pada adegan lucu di depan.
"Rasakan!" seru Calista sambil tertawa keras dan berlari cepat menuju kelasnya.
Calista, yang akrab dipanggil Tata oleh teman-temannya, memang memiliki wajah cantik bak keturunan Rusia, meskipun orang tuanya asli Indonesia. Mungkin semasa mengandung, ibunya sering mengidam-idamkan artis Rusia. Dengan proporsi tubuh ideal, rambut indah, dan suara lembut sedikit cempreng, Calista memiliki pesona yang memikat.
Calista sangat menyukai pantai. Setiap kali merasa kesepian, ia selalu pergi ke pantai sendirian. Dia menyukai pemandangan ombak yang bergulung-gulung dan suasana yang menenangkan di sana. Pantai menjadi tempat pelarian Calista, tempat ia bisa merenung dan menenangkan pikiran.
Berbeda dengan kebanyakan orang, Calista tidak menyukai cokelat. Sebagian besar orang mungkin akan meningkatkan mood mereka dengan memakan cokelat, namun Calista justru lebih suka makanan pedas untuk meningkatkan suasana hatinya. Rasa pedas yang menyerang lidahnya memberikan sensasi yang dia sukai dan membuatnya merasa lebih baik.
Calista telah berada di dalam kelasnya, duduk di dekat jendela di pojok kanan. Dia duduk bersama Kiara, temannya yang sudah tiga tahun bersamanya. Kiara memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dibandingkan Calista. Orang tua Kiara merupakan campuran Jawa dan Amerika, dengan ibunya orang Jawa dan ayahnya orang Amerika. Oleh karena itu, Kiara memiliki sedikit wajah yang mirip dengan orang bule.
Tidak lama kemudian, Panji memasuki kelas dengan tatapan tajam ke arah Calista, sambil mengacungkan jari tengahnya. Calista yang melihat Panji menatapnya dengan tajam pun menjulurkan lidahnya ke arah Panji. Panji kemudian menuju ke tempat duduknya di belakang Calista, sambil sesekali melirik tajam ke arah Calista. Panji duduk bersama teman sebangkunya, Andre.
"Eh, Nji, kok Kiara belum datang juga ya?" tanya Calista, sambil berbalik badan ke arah belakang untuk melihat Panji.
"Ngak tahu," jawab Panji singkat, tanpa mengalihkan pandangan dari buku di tangannya.
"Lah, kenapa sih lo? Ketus banget," ujar Calista heran melihat sikap Panji yang terkesan dingin.
"Ngak," jawab Panji singkat.
"Lo kenapa sih? Kaya perempuan puber aja," kata Calista kesal, namun Panji tetap fokus pada bukunya.
"Berisik! Mulut lo bau tahu!" balas Panji dengan wajah datar dan tatapan marah.
Calista mendengar ucapan sarkastis Panji dan menatapnya tajam. Bagi Panji, Calista tidak terlihat menakutkan, malah terlihat lucu, sehingga dia tidak takut melihat wajah Calista.
"Oh, ternyata lo belum jera juga ya? Setelah gue tendang pantat lo, apa lo mau gantian tendang kepala lo, hah?" seru Calista dengan mata tajam ke arah Panji yang hanya tersenyum remeh.
"Bukan urusan gue, ngak penting! Gue lagi marah sama lo, Tata," kesal Panji dengan senyum miring di wajahnya yang membuat Calista malas melihatnya.
"Gue juga marah sama lo, tutup panci! Lo kaya perempuan lagi datang bulan," ujar Calista yang tidak mau kalah, memilih untuk membalikkan badannya ke arah depan, sudah malas melihat wajah Panji yang dianggapnya sangat menyebalkan.
Panji yang berada di belakangnya terus tersenyum miring dan memikirkan ide jahil di otaknya yang tak pernah habis untuk menganggu Calista.
"Dasar anak setan," ucap Panji sambil perlahan menarik rambut Calista, membuat kepala gadis itu mendongak ke atas.
Calista yang merasa rambutnya ditarik merasa kesal dan langsung menoleh ke belakang, menatap Panji dengan marah, lalu mengetuk kepala Panji dengan tangan mungilnya. Namun, kekuatannya tak perlu diragukan lagi, bisa membuat Panji meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya.
"Aduh, sakit, Tata! Gue cuma menarik pelan rambut lo kok, lo balasnya pakai tenaga," keluh Panji dengan meringis kesakitan, sambil memegangi kepalanya yang terasa nyut-nyutan.
"Gue kesal sama lo, tutup panci! Muka lo itu buat gue pengen nampar, tapi sayang nanti tangan gue terluka kena muka badak lo!"
Mereka masih terus berargumen tanpa menyadari kedatangan Kiara yang sudah memasuki kelas dan menghampiri mereka yang terlihat sedang ribut.
Kiara, yang sudah terbiasa dengan kebiasaan ribut setiap hari antara kedua sahabatnya, memutuskan untuk memberikan kejutan kepada mereka berdua.
"Duh, pagi-pagi sudah ribut saja," seru Kiara sambil menggebrak meja, menarik perhatian semua orang di dalam kelas yang memalingkan kepala ke arahnya.
Calista dan Panji terkejut mendengar suara meja yang bergetar akibat tindakan teman sebangkunya yang baru datang.
"Apa sih, buat gue kaget saja," seru Calista dengan kesal kepada Kiara yang sudah duduk di sampingnya.
Kiara, yang sudah bosan dengan pertengkaran yang terus-menerus terjadi antara Calista dan Panji, menatap mereka dengan jengah.
"Kalian berdua ngak pernah bosan ribut terus?" ucap Kiara sambil memandang Calista dengan ekspresi lelah.
"Itu, si curut yang setiap hari jahil sama gue duluan," tuduh Calista sambil menatap tajam ke arah Panji.
"Ah, ngak mungkin! Lo yang setiap hari jahil sama gue, Tata!" bantah Panji dengan nada tak terima, berdiri di belakang Calista.
"Diam deh lo! Jangan ikut campur!" kesal Calista sambil melirik tajam ke arah Panji.
Sementara itu, Kiara hanya bisa menghembuskan nafasnya secara perlahan dan diam tidak ingin memperburuk situasi yang sudah rumit.
Tiba-tiba, bel masuk berbunyi nyaring, dan guru mata pelajaran memasuki kelas. Semua murid dengan cepat diam dan duduk dengan tenang, menatap ke arah guru di depan.
Pelajaran pun dimulai dan mereka memperhatikan guru mata pelajaran di depannya yang tengah mengajar.
Waktu terus berjalan, setelah tiga puluh menit kemudian bel berbunyi menandakan mata pelajaran pertama telah selesai dan berganti jam istirahat.
Para murid di kelas 12A mulai berhamburan keluar kelas menuju ke tempat istirahat masing-masing. Ada yang ke kantin, ada yang ke lapangan untuk tanding sepak bola maupun bola basket. Sedangkan Calista dan kedua temannya masih berada di dalam kelas, di mana Calista dan Panji sedang marahan. Panji ingin membujuk Calista supaya tidak marah lagi padanya.
"Mau pergi ke kantin nggak nih? Ta, Nji?" tanya Kiara pada kedua temannya yang sedang berselisih tegang.
"Yuk, Kiki (panggilan untuk Kiara), kita pergi aja, si tutup panci, biarin sendirian aja, nggak usah diajak!" ujar Calista dengan ketus seraya menoleh sekilas ke arah Panji dengan lirikan tajamnya.
"Duh, jahat banget lo, Ta, jadi teman," ujar Panji dengan tak suka melirik ke arah Calista seraya mengerucutkan bibirnya.
"Biarin gue lagi marah sama lo, tutup panci!" seru Calista dengan wajah merengut kesal.
"Ya udah, gue minta maaf deh," pada akhirnya Panji mengalah seraya memasang wajah lesunya.
Namun dengan cepat Calista menolaknya, "nggak mau!"
Panji mendengar penolakan dari Calista merasa tertantang untuk membujuk Calista seraya menghampiri tempat duduk Calista dengan menyingkirkan Kiara dari tempat duduk yang berada di samping Calista. Lalu Kiara memilih berdiri melihat adegan yang sebentar lagi akan dimulai.
"Tata yang cantik, gue minta maaf ya~," rengek Panji dengan mengeluarkan suara manja yang berada di samping Calista seraya mengedip-kedipkan matanya dengan mendekatkan wajahnya ke arah Calista. Tapi bukannya menggemaskan, hal itu membuat Calista bergidik ngeri.
"Jijik, tau nggak sih, lo tu nggak imut, Nji!" ejek Calista dengan menjauhkan wajah Panji dari hadapannya.
"Ih, kok lo gitu sih, gue kan mau minta maaf," ujar Panji dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin supaya Calista luluh terhadapnya.
"Iya, gue maafin lo udah, jangan bikin muka nelangsa gitu deh," ucap Calista dengan pasrah yang tak tega melihat wajah Panji yang memelas.
"Makasih, Tata," ucapnya seraya mencubit pelan hidung Calista.
Sedangkan Kiara hanya menatap jengah ke arah mereka berdua yang sedang berdrama yang membuatnya bergidik ngeri melihat tingkah Panji dan Calista mirip dengan orang yang sedang pacaran. Kiara sudah hafal dengan tingkah laku Panji yang setiap kali setelah menjahili Calista pasti dia akan merayu Calista dengan tingkahnya yang sok imut dan membuat Calista luluh dengan tingkah Panji yang menurut Calista tak tega melihat temannya membuat wajah sedih.
"Tapi ada syaratnya biar gue maafin lo," ucap Calista dengan pikiran licik di dalam otaknya.
"Katanya tadi udah dimaafin kok pake syarat segala sih," ucap Panji dengan mendengus kesal.
"Mau dimaafin beneran apa nggak? Kalo nggak ya udah, gue bakal tetep marah sama lo!" tawar Calista yang membuat wajah Panji menahan rasa kesal di dadanya.
"Ya udah, iya, apa, sok, omongin syaratnya," ucap Panji dengan pasrah.
"Gue mau nanti habis pulang sekolah traktir gue sama Kiara ke mall," jelasnya ke arah Panji.
"Iya, dah, terserah lo," ucap Panji yang sudah hafal kelakuan Calista kalau Panji berbuat salah dan minta maaf ujung-ujungnya ya minta traktiran.
Sedangkan Kiara yang melihat drama di depannya merasa jengah dan ingin menendang keduanya supaya sadar.
"Gue bingung, lo minta traktir mulu, orang lo juga kaya kali, ta, nggak bakal habis duit lo kalo mau beli mall sekalian," ucap Kiara yang menimpali omongan mereka.
"Yang kaya, orang tua gue, bukan gue, lagian yang gratisan lebih menggoda, tau," jelasnya dengan menunjukkan cengir kudanya ke arah Kiara.
"Ya udah, yuk, ke kantin, gue udah laper, Tata~" keluh Panji dengan merengek ke arah Calista seraya mengusap perutnya.
Calista mengangguk dan bangkit dari tempat duduknya, diikuti oleh Panji yang memeluk pinggang Calista dari sampingnya. Calista yang diperlakukan seperti itu tidak menolak atau merasa risih karena bagi dia sudah terbiasa akan sikap Panji yang terkadang manja padanya. Sedangkan Kiara yang berada di belakang mereka merasa seperti orang ketiga dalam hubungan keduanya yang sedang terlihat mesra. Mereka berjalan menuju ke kantin dan banyak dari mereka menatap iri ke arah Calista dan Panji yang terlihat begitu mesra.
"Hadehhh, gimana mereka, nggak jodoh-jodohin lo berdua, orang lo berdua tingkahnya kaya orang lagi pacaran, tau, nggak?" ucap Kiara dengan menghela nafas kasar melihat kelakuan kedua temannya yang menurutnya sudah sangat berlebihan bagi seorang teman, tapi Kiara merasa cuek terhadap mereka, sudah biasa pemandangan seperti ini baginya.
"Iya, kah? Biarin aja lah, gue mah cuek, nggak mau dengerin omongan sampah mereka," ucap Calista dengan menoleh ke belakang ke arah Kiara.
"Yoi, gue juga nggak perduli, biarin orang kita temenan, lo juga jangan merasa risih ya, Ki, kalo tingkah gue agak nyerempet gila," jelas Panji ke arah Kiara.
"Lo mah, bukan gila lagi, Nji, udah, nggak waras kali," ujar Kiara seraya memutar bola matanya malas, dia berjalan dengan langkah cepat mendahului langkah Calista dan Panji.
Mereka berjalan dengan tenang, Kiara yang sudah mendahului mereka. Sedangkan Panji dan Calista masih tertinggal di belakang, dengan tangan Panji yang masih berada di pinggang Calista tanpa mau melepaskan. Mereka menatap lurus ke arah jalan tanpa mengidahkan tatapan kagum nan iri yang dinyalangkan ke arah mereka.
Sesampainya di kantin, Calista dan Panji melihat Kiara yang sudah duduk di barisan paling belakang. Lalu mereka menghampiri Kiara yang sedang duduk sendirian sambil menatap layar ponsel di tangannya, tanpa mengetahui bahwa Calista sudah berada di kantin.
"Sendirian aja, neng?" goda Panji ke arah Kiara seraya mendudukan pantatnya di hadapan Kiara, dan diikuti oleh Calista yang duduk di samping Kiara.
"Kalian lama, tau, nggak?" keluh Kiara dengan kesal menatap dua temannya.
"Lo, nya yang kecepatan, sayang, udah, dong, jangan ngambek, biar Panji yang traktir," ucap Calista dengan entengnya dan tersenyum manis ke arah Panji.
Panji yang mendengar ucapan Calista yang lagi-lagi meminta traktiran kepadanya hanya bisa menunjukkan wajah pasrahnya.
"Iya, gue traktir, dah, sono, lo beli apa aja yang lo mau," ucap Panji seraya memberikan tiga lembar uang berwarna merah.
"Dih, kok gue? Lo, lah, kan lo laki, kita perempuan," ucap Calista yang kesal menatap Panji.
"Lah, apa masalahnya sih, gue udah traktir lo, masa lo mau nyuruh gue lagi," ucap Panji mendengus kesal, dengan menatap kedua temannya.
"Ya kan, sebagai permintaan maaf, lo, Nji," sahut Calista menatap Panji.
"Perasaan tadi udah dimaafin, dah," ujar Panji seraya mengerucutkan bibirnya.
"Masih belum, Nji," ucap Calista dengan entengnya, yang membuat Panji tersungut kesal menatap wajah Calista dengan sengit.
"Lo emang, Tata, t*i ayam, tau nggak, pokoknya gue, nggak mau!" serunya dengan suara lantang, bersedia untuk menolak membeli makan untuk mereka.
Kiara pun kesal melihat Panji dan Calista tak hentinya berdebat. Kiara menatap jengah ke arah mereka berdua.
"Jangan ribut kenapa sih, dah sini duitnya, biar gue aja," lerai Kiara, pada akhirnya dia juga yang mengalah untuk membeli makanan dari pada ribut yang nggak jelas.
Kiara itu orangnya malas ribut, jadi kalau dua temannya ribut dia memilih diam, dan kalau sudah capek mendengarkan bacotan mereka, Kiara menengahinya.
"Heheh, makasih, Kiki cantik," puji Panji ke arah Kiara, dengan menunjukkan senyum di bibirnya.
Kiara pun menganggukan kepalanya dan menanyakan ke arah dua temannya, "Hem, lo, mau pada pesen apa aja?".
"Lo mau pesen apa, Ki? Gue mau yang pedes, Ki?," Calista kembali bertanya ke Kiara.
"Gue mau bakso aja, kayanya Ta," jawabnya ke arah Calista.
"Ya udah, gue samain sama lo aja, Ki, tapi yang level pedes ya, sama minumanya, sekalian samain aja, biar nggak ribet," jelas Calista, yang diangguki oleh Kiara.
"Kalo lo, apa, Nji?"
"Samain aja lah, tapi gue yang sedang aja, gue nggak mau yang pedes, takut moncong gue dower, nanti kegantengan gue berkurang," jelas Panji.
"Halah, sok-sokan ngomong kegantengan berkurang segala lo, tinggal bilang nggak suka pedes aja ribet."
Kiara langsung pesan makanan dan melenggang pergi meninggalkan Panji dan Calista. Sedangkan Calista sambil menunggu Kiara pesan makanan, dia memilih untuk menaruh kepalanya di atas meja dengan bantalan tangan kanannya. Panji yang melihat Calista memejamkan matanya, dia mengelus pucuk rambut Calista. Calista pun merasa tak terganggu dengan gerakan tangan Panji yang mengusap pelan rambutnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!