"Ini Wiy satu lusin minyak zaitun dan MHS punya Ibu Wela, gamat sama laurik punya mba Asih, pokoknya di 6 bungkusan ini udah Ibu kasi nama semua tinggal kamu kasi ya Wiy, kamu beneran gak akan telat nak?"
"Mudah mudahan enggak bu, udah Bu sini pesenannya, ini semuanya di SMA 4 kan bu?"
"Iya nak, biasa abang mu titipkan aja ke salah satu staff TUnya."
Ibu Ria menyodorkan tas kertas dengan brand Halal Mart - BC Ria Kencana kepada anaknya yang hari itu sebenarnya sudah hampir terlambat ke kantor. Tapi berhubung tujuannya searah dengan alamat member ibunya itu, Wiya tidak keberatan jadi kurir pagi dulu untuk ibunya.
Ilma Qawiya, bungsu dari dua bersaudara, Ibunya menjalankan usaha networking , stockist yg menjual produk Herbal yang cukup terkenal dan jumlah membernya juga sudah lumayan ramai, sebenarnya Ibu biasa meminta Bang Ridwan, abangnya Wiya yang mengantar pesanan pagi. Tapi sejak semalam abang belum pulang karena mengikuti pelatihan diluar kota. jadilah pagi ini Wiya yang sementara menggantikan tugas abangnya.
"Ayo yah!" Pinta Wiya sambil menutup pintu penumpang, duduk disamping ayahnya yang sejak tadi sudah menyalakan mesin mobil.
Mobil dirumahnya hanya satu yang biasa dipakai ayah pergi mengajar, ayah Wiya seorang dosen di salah satu Universitas di kota Tanjungpinang. Setiap hari Wiya berangkat ke perusahaan tempat dia bekerja diantarkan oleh ayahnya.
***
Sesampainya di parkiran, sedikit merapikan kerah blazernya, gadis berambut panjang sebahu dengan high heels 7 cm itu tergesa-gesa membawa paper bag yang berisi semua pesanan. Wiya akan ke ruang Tata Usaha menyerahkan semua paketan sesuai titah sang Ibu.
Namun belum ada 10 langkah dari tempat ayah memarkir mobil.
Bruuk
Semua bungkusan bermuatan lumayan padat itu jatuh ke tanah. Isinya bertebaran. Pemiliknya pun ikut ambruk, posisi kakinya terlipat dan terduduk dengan telapak tangan menahan badan agar posisi jatuhnya tidak semakin memalukan.
Wiya mengira dia menabrak pohon, tiang listrik atau pilar bagunan sekolahan, karna yg ditabrak boro boro ikut jatuh,goyah pun enggak.
Sesaat Wiya mencoba mengumpulkan kembali kesadarannya juga mengumpulkan paket herbal itu sesuai dengan klasifikasi Ibu, untunglah di belakang bungkusan itu sudah ibu tempel daftar nama produk di setiap bungkusan,dan beruntung juga Wiya hafal nama nama produknya.
Tapi ternyata tak genap keberuntungan pagi ini karna Wiya yang membayangkan alih alih akan ada adegan saling merapikan barang yang tercecer kemudian tak sengaja sekedar berpegangan tangan ala ala FTV itu, eh malah dapat umpatan dan kuliah singkat sepagi itu, padahal bel sekolah saja belum berdering .
"Hey! kalau gabisa jaga keseimbangan tolong hati hati kalau jalan."
WHAT? belum tau aja sih seorang Ilma Qawiya adalah orang yang paling konsisten menjaga keseimbangan, untuk itulah dari seorang akunting dia diangkat menjadi Asisten Manajer keuangan di kantornya.
"Dih nih orang, tau gitu saya mending ketabrak tembok aja deh ya ,ikhlas saya gak di bantuin ama tembok. lah ini nabrak manusia, tapi bukannya bantuin malah orasi, massa nya cuma saya sendiri padahal, anda tu ya!"
Rutuknya kesal, sambil mencoba kembali berdiri dan menepuk blazer dan roknya yang masih terdapat lengketan tanah. Lalu sekarang dia berhadapan langsung dengan laki laki yg ternyata dirinya hanya setinggi bahu si pria. Padahal Wiya sudah memakai high heels.
Andai saja Wiya tidak kesal dengan insiden yang baru saja terjadi, mungkin mulutnya ingin sekali bilang "WAW" sebagai bentuk konfirmasi yg dikirimkan indra penglihatannya kepada sosok kharismatik di hadapannya . Namun kali ini hatinya buru buru membuat pernyataan. "Cih, percuma tampan,tapi tidak berprikemanusiaan"
"Harusnyaa anda minta maaf udah nabrak saya, masih untung saya ga minta ganti rugi atas waktu saya yang udah terbuang sia sia."
Pria itu melangkah meninggalkan Wiya yg masih sangat kesal atas kata-kata orang tak dikenal itu. dan diapun segera melanjutkan tujuannya.
"Huh, jangan lagi deh ketemu orang shombhooong begitu, ngerusak pagi senin ku aja sih dia"
***
"Wiya berangkat ya Yah, Assalamualaikum." Ucap anak gadis Pak Ilyas setelah mencium punggung tangan sang ayah yang di balas ciuman kening oleh ayahnya.
Ayah Ilyas tidak tau tentang kejadian tadi saat putri bungsunya jatuh, Wiya pun memilih untuk tidak menceritakan ke ayahnya.
Omelate food court & Resto
Qawiya masuk melalui pintu samping outlet, perusahaan tempat dia bekerja bergerak di bidang kuliner. pemilik restaurant yang punya 36 cabang di seluruh Indonesia ini bisa dibilang yang menguasai bisnis kuliner franchise di negara ber flower ini.
Posisi Wiya sebagai Asisten Manajer keuangan juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Setelah lulus Master di bidang Ekonomi Akuntansi, Qawiya memutuskan untuk bekerja mencari pengalaman. Sudah hampir 5 tahun dia mendedikasikan ilmu keuangan dan manajemen yang dia punya di perusahaan ini.
Karirnya pun meningkat dari tahun ke tahun, dari mulai anak magang, menjadi staff akunting dan sekarang menjadi asisten manajer keuangan yang sering dipercaya menjadi auditor dan trainer untuk staff keuangan setiap ada mitra franchise yang baru.
"Thank you." Suara dari finger print karyawan . Suasana senin pagi yang sibuk. Setelah memastikan kehadiran mereka sudah tercatat di mesin absensi, masing masing langsung menuju area kerja sesuai jobdesc dan SOPnya.
para Cheff , Sous Cheff beserta line cook yang jam kerjanya lebih pagi, sudah standbye di dapur dengan alat alat tempurnya. Dishwasher dan cleaning service memastikan sudah kinclongnya segala sudut dan tak ada yang terlewat. Para server/waitress yang menjadi lini terdepan restaurant sudah juga di posisi siap menerima dan melayani tamu, hanya sekitar 30 menit lagi yang bertugas hari itu akan memutar balikan sign board yang tadinya close menjadi open.
Bagi mereka yang disebut diatas, sebenarnya tak ada bedanya hari senin atau hari lainnya, karna outlet buka setiap hari jadi sistem kerja mereka adalah off day secara bergantian.
Tentu berbeda dengan para penghuni lantai 3 alias barisan manajer dan staff nya yang jam kerja nya normal .
"Pagi Nona Wiya!"
sapa salah satu waitress dengan ramah pada seorang gadis yang tampak buru buru menuju lift . seperti ada sesuatu yg dikejarnya di lantai atas sana.
"Pagi Risa," balasnya sambil seperti mencari cari sesuatu dari dalam tas nya. "Yasalam bekel gue,pasti ketinggalan di mobil ayah deh." Rutuknya
"Mencari apa Nona? nanti mau kami bawakan sesuatu ke atas?"
"Hmm, boleh deh, nanti tolong bawain itu ya, uhmmmm sugar dough yg ditipiskan, yang dibentuk seperti mangkuk terus filling nya pastry cream dan hot apple." Ucapnya dengan tergesa gesa, Risa hanya menggeleng gelengkan kepala mendengar kalimat atasannya itu.
Wiya memang terbiasa seperti itu, walaupun posisinya cukup di segani, tapi dia tidak pernah merasa tinggi, selain karna tinggi badannya yang cuma 160 cm, juga Wiya tidak merasa posisinya saat ini istimewa bahkan dia masih senang menyebut dirinya Akunting,posisi Wiya sewaktu memasukan lamaran pekerjaan di salah satu perusahaan milik Mukti Wijaya Haris ini. Dia selalu santai, ceria, dan tidak pernah membuat sebuah tanda atasan-bawahan baik dengan staff nya maupun karyawan operasional outlet.
"Ya ampun, itu Pie Non nama nya, ketimbang nyebut pie doang sih non musti panjang panjang gitu."
"Hahaha, yasudah saya tunggu di atas yah,"
sambil berlalu masuk ke lift bersama beberapa karyawan atas lainnya.
***
"Pagi Ibu Asmen, itu muka apa perasan lemon? kecut amat." Sapa Mity yang terdengar tidak terlalu jelas karna mulut yang muncung ke depan sedang mengulum ujung jarum pentul menggunakan bibirnya. Sementara kedua tangannya sibuk mengatur posisi ujung hijab yang terjulur sambil menghadap ke layar hp yang dijadikannya cermin untuk adjusting jilbab warna krem yg dia pakai hari itu.
"Aatagfirullah Mit, lo belum sarapan? Yang bener aja sih, jarum dong itu yg lo makan."
Bukannya menjawab sapaan mity, Wiya kaget melihat rekan kerja sakaligus sahabatnya itu mengulum jarum pentul sebelum menyematkan di atas hijabnya. "Emang gabisa di taro aja sih di atas meja mit? titisan kuda lumping kamutuh?"
"Hehe, bentaran doang wiy, nanggung" sambung Miti sambil memutar pipi chubby nya ke kiri ke kanan baru kemudian meniup ujung jilbabnya agar tegak paripurna. "Nah sekarang udah simetris," decaknya puas.
"Hah? simetris? Udah bisa ditarik garis lurus dong muka lo?"
Tukas Wiya terkekeh melihat kelakuan Hijaber mungil di hadapannya itu.
"Haha, mendingan dong daripada lo udah mirip rumus logaritma tau gak, mumet! kenapa sih? kata orang orang di sosyel media nih ya mulai lah hari mu dengan senyuman."
"Tapi kalau kata gue sih mit harus dimulai dengan sarapan, kalau cuma senyum mah jam 9 juga udah laper."
"Serah lo aja deh jaenab, tapi lo kenapa sih sebenarnya?"
"Sebel gue Mit, tadi tuh Ibu minta gue ngantar pesanannya ke SMA 4 kan karna abang gue belum balik"
"Lah, ngantar pesanan mak lu doang lo gedeg wiy? gaboleh gitu wiy! gak ikhlas lo?"
"Bukan gitu demiiiiiiit! dengerin dulu makannya." Sebuah pulpen medarat di meja Mity setelah gadis itu berhasil menghindar.
Wiya menceritakan insiden yg di alaminya tadi waktu mengantar pesanan Ibunya.
"Waaaaah, mungkin aja nanti nanti lo bakalan ketemu lagi sama dia dan kalian berkenalan lalu dia ternyata adalah jodoh yg Allah siapkan buat lo Wiy, bisa aja kan wi? bisa se-fiksi itu gak sih wiy?"
"Bisa aja kalau lo yg nulis naskah kehidupan gue, Mitty Arsyla, tapi untung nya bukan"
Jawabnya sambil mengambil beberapa map di mejanya yg akan dibawa ke ruangan mananer "Btw Bapak belum datang kan?" Yang dimaksud adalah Pak Ilham, manajer keuangan atasan Wiya.
Belum sempat dijawab oleh Mity, triririiiit intercom yg posisinya tepat di atas meja Wiya berderit, "Panjang umur Wiy, tuh bapak manggil." Kata Mity terkekeh, Wiya mengangkat ganggang alat itu
"Selamat pagi, oh iya pak baik."
Wiya meninggalkan Mitty menuju ruangaan pak Ilham, Manajer Keuangan Atasan wiya.
“Selamat pagi Pak Ilham, saya agak terlambat pak. Maaf.”
Wiya menyapa pria bermata teduh yang tampak memutar mutarkan benda persegi di depannya, tadinya Wiya mengira atasanya sedang memainkan spiner. Lalu sejurus kemudian menatap asisten cantiknya sudah siap dengan plan board .
“Hari ini hanya ada satu presentasi jam 2 siang nanti, dengan calon franchisor dari kota Medan pak”
Ilham masih asik dengan mainanya, kemudian menatap Wiya memelas.
“Duduk Wiy!” memberi isyarat dengan menatap ke arah kursi kosong di depannya.
Wiya sedang sangat malas mengartikan tatapan Atasannya itu. Namun terpaksa duduk di depan Ilham yang entah sejak kapan sudah menopang dagu dengan telapak tangannya, menatap Wiya lekat.
“Kamu sampai kapan mempertahankan keformalan ini Wiy?”
“Kita sedang di kantor, Pak Ilham!” Kalimatnya terputus.
“ I L H A M untuk kamu.” Potong Ilham memberi tahu yang kesekian kali. Sedikit menegaskan pada Wiya untuk tidak memanggilnya “Pak Ilham.” dimanapun mereka berada. Ilham merasa dibatasi tembok tinggi dengan sikap Wiya yang selalu saja Formal, seakan tak ingin ada hubungan lain selain “atasan-bawahan” padahal Ilham tau dengan karyawan lain saja Wiya tidak begitu.
“Kita di Kantor Pak.” Sanggah Wiya sedikit mengalihkan pandangannya. Bukan karena dia malu, sekali lagi dia sedang sangat malas menghadapi sikap “unknow” atasan tampanya .
Pak Ilham, berhentilah mencari celah
Kau hanya akan lelah
“Hemm Waktu aku telpon kamu , kamu masih manggil aku pak Ilham padahal kita tidak di kantor. ”
“Selama masih membahas pekerjaan, saya akan berusaha bersikap professional Pak”
“Oke,Iya! Sabtu kemarin aku tidak bahas kerjaan, aku mau minta tolong sesuatu pada mu, kamu masih begitu.”
“Waktu itu Ada Mitty pak, saya sungkan. Takut dia berfikir macam-macam”
Ilham sedikit memundurkan cepat kursinya, membelakangi Wiya kemudian berbalik lagi menatap gadis yang masih menunduk itu. Sedikit frustasi sepertinya. Rasanya ingin sekali mengacak acak rambutnya tapi dia ingat tidak membawa sisir jika harus merapikannya kembali.
“Baiklah Ilma Qawiya, setidaknya lihat saya saat kita sedang berbicara, bisa?”
Wiya mengangkat kepalanya , pandanganya berhenti tepat di mana tatapan Ilham berada. Sepersekian detik yang membuat dia hampir tak bisa menguasai diri.
Tapi bukan Wiya Namanya kalau tidak bisa menjaga keseimbangan. Sedikit lagi saja dia akan menundukan kembali pandangannya.
“Jam sepuluh akan ada rapat penting, penyambutan CEO baru Wiy. Kamu dampingi aku ya!”
“Kenapa mendadak pak?” Tanya Wiya sedikit terkejut.
Biasanya di kantor ini segala sesuatunya selalu dipersiapkan dengan matang, Wiya sering menyaksikan betapa telatennya Bu Rifa, orang kepercayaan direktur utama mempersiapkan segala sesuatunya. Hari ini bahkan agendanya adalah pergantian direktur dan baru diberitahukan 2 jam sebelum rapat?
Wah kebayang seperti apa gelagapanya bu Rifa mempersiapkan dan memberi tau semua bagian untuk mempersiapkan penyambutan.
Walau outlet akan tetap beroperasi sebagaimana mestinya, hanya penduduk lantai 3 dan 4 saja yang akan terlibat langsung.
Wiya sudah pernah dengar dari cerita Ilham bahwa anak dari pak Haris, baru saja menyelesaikan Pendidikan sebagai seorang master design grafis dia tengah membangun perusahaanya sendiri.
Namun harus mengalah dengan menggantikan ayahnya meneruskan perusahaan keluarga karena dia anak laki-laki pertama dan satu satunya di keluarga Haris. Dan hari ini dia akan segera menggantikan ayah nya menjalankan perusahaan. Tak ada yang menyangka akan semendadak ini. Pak Haris mau kemana?
Pak Haris adalah CEO yang penuh keteladanan. sosok nya kharismatik, sangat mengayomi, tidak pelit pujian dan sangat objektif terhadap semua karyawannya. tidak terkecuali Wiya. tapi menurut Wiya ada yang paling menyebalkan dari Bos besarnya itu, dia sering berusaha menjodoh jodohkan Ilham dengan Wiya. kalau boleh GR, diangkatnya Wiya jadi Asmen Keuangan, pasti ada sedikit unsur sengaja dari Pak Direktur Utama nya .
“Aku baru di hubungi Rifa.”
“Baik pak, apa yang perlu saya siapkan.”
“Boleh kamu bantu siapkan file keuangan kita satu semester terakhir wiy?”
“Baik, sesuai permintaan bapak.”
Wiya sudah berdiri, memegang kembali papan kegiatan tadi, akan segera permisi.
“Satu lagi deh wiy," Ucap Ilham mencegat langkahnya, Wiya berhenti dan menatap Ilham kembali, yang sekarang malah tersenyum usil.
“Iya pak?” Tanya Wiya serius.
“Siapin hati kamu juga, soalnya anak nya pak Dirut ganteng,tapi baru katanya sih, hahahha” Tawa yang
malah terdengar sumbang dan garing di kuping Wiya.
Apa yang kamu tertawakan sih,
Ga ada lucu lucu nya
Hanya dibalas cengiran 2 detik ala Ilma Qawiya yang dengan sengaja menampakan gingsul dan sepasang lesung di pipinya. “Hehe.” Terdengar seperti itu sebelum meniggalkan ruangan Ilham.
Ilham Gemilang, pemuda lajang nan matang berusia 28 tahun , manajer keuangan Omelate grup,kakak tingkat Wiya waktu kuliah S1 dulu- kalau yang ini Wiya malah baru mengetahuinya.
Pria yang aslinya berkaca mata itu sedang dalam usahanya mengenal Wiya lebih dekat, eh tapi sepertinya belum sampai kesana, dia baru akan menempuh jarak yang sudah dibentang Wiya sejak mereka pertama kali berada dalam satu tim. Sudah hampir dua tahun belum ada kemajuan yang berarti, Wiya sulit sekali di dekati.
Walau seorang manajer, Ilham tidak se “kaku” seharusnya. Dia sering tampak casual walau sedang berpenampilan formal. Dengan tinggi 170 cm dan berat badan 65 kg.
Bentuk badannya tegap walau dada nya tidak petak petak. kulitnya sawo matang, khas asli kulit etnis melayu Tanjungpinang. Sepasang mata yang agak sipit sering memberikan efek teduh jika sedang memandang gadis yang masih sulit ditempuh. Berkaca mata , sedikit melindungi bola mata coklat di dalam sana. Ya coklat, tapi sudah minus dua.
Ilham mengenal Wiya sudah cukup lama, awalnya saat Wiya adalah salah satu adik tingkat yang berprestasi dan terpilih sebagai penerima beasiswa S2 dari kampusnya, kemudian diterima dan magang di kantor yang sama dimana Ilham bekerja.
Awalnya Ilham hanya mengenal Wiya sebagai sosok yang ramah, memiliki kecakapan berkomunikasi yang baik, cekatan dalam pekerjaan, dan jarang sekali melakukan kesalahan, itu yang membuat karirnya terus menanjak sampai sekarang menjadi Asisten Manajer Keuangan.
Itu semua murni karena prestasi Wiya . Walau Ilham menganggap dan berharap ada unsur ekstern di dalamnya, Ilham membuat asumsi sendiri bahwa, “Ada peran takdir disini. Yang membuat Wiya semakin hari semakin dekat dengan ku” tapi kenapa terasa berbanding
terbalik dengan sikap yang Wiya tunjukan. Membuat fikirannya sering baling dan tak seimbang. Itulah takdir, tidak selalu berkata terus terang.
Wiya, bukan dia tidak sadar, Ilham tentu saja menganggap dirinya “lebih” dari sekedar asisten. Tak bisa dia ingat dengan pasti sudah berapa kali Ilham mencoba memberi Isyarat semacam “Ilma Qawiya bisakah kita lebih dari ini?” Setidaknya hampir 2 tahun terakhir sejak Wiya resmi bekerja lansung dibawah perintah Ilham membantunya menyeimbangkan neraca keuangan perusahaan.
Tapi Wiya memutuskan untuk tidak membuka hatinya , tidak untuk Ilham atau siapapun, sampai hari ini. Entahlah besok kalau tak hujan . Gadis cantik bermata bulat itu selalu berhasil membuat sekat sekat tertentu. Walau dia sangat mudah bergaul, tapi sangat bijak menjaga diri. Apalagi menjaga hati.
Walaupun belum berhijab seperti sahabatnya Mitty, Wiya juga memperhatikan pergaulannya. Menurut Wiya perempuan haruslah punya prinsip. Biar receh diluar, asal kokoh di dalam. Prinsipnya adalah harga mati. Tapi dia tak sadar, prinsip nya itu yang membuat banyak pria jatuh hati, sekaligus patah hati.
-----------------------------------------------------
Meeting Room 4th floor
Semua sudah berkumpul sesuai arahan Rifa. Tak terkecuali Ilham,Wiya dan juga Mitty yang duduk sejajar bersama beberapa Manajer bagian yang lain. Mereka masih asik berdiskusi ringan sampai terdengar suara derap yang membuat mereka semua mengakhiri pembicaraan dan berdiri dari tempat duduk mereka , seakan sudah tau pasti siapa pemilik langkah tersebut.
Bapak Mukti Wijaya Haris Direktur utama Omelate Food, Bersama putera sulungnya Zayn Dwika Haris, tampak pula Rifa mengikuti langkah boss besarnya dengan tempo yang lebih cepat Memasuki ruangan .
peserta rapat yang tadinya berdiri pun sudah duduk kembali setelah dua orang penting itu menduduki tempatnya.
Zayn Dwika Haris, pria muda berusia 27 tahun. Benarlah sebuah ungkapan buah jatuh memang tak jauh dari pohonnya. Zayn begitu dia bisa disapa, sama gagah dan kharismatik seperi pak Haris. Mari Kita mulai gambarkan dari rambutnya yang tebal dan rapi, dibelah kesamping dan membentuk sedikit jambul di sebelah kiri.
Alis mata yang tebal menghiasi bagian mata yang lugas dan tegas, oh ya, jika Ilham punya pesona dengan manik coklat nya, Zayn begitu memikat dengan bola mata hitam pekat, hidungnya mancung, terconggok sempurna di atas bibir yang walau sedikit berwarna merah tapi hanya menggambarkan ketegasan kekakuan, agak berjarak tapi begitu menyatu dengan tatapan mata nya yang dingin.
Untuk yang satu ini Zayn tidak mewarisi ayahnya yang pemilik tatapan bersahaja. Diperkirakan Zayn mungkin cukuran dua kali sehari, karena tidak tampak anak rambut sedikitpun pada wajahnya, bersih tampa jambang di kanan dan kiri, tanpa kumis maupun rambut dagu. Klimis
Kulitnya putih bersih , kali ini boleh lah membayangkan kulit khas para artis k-pop, dengan postur tubuh yang tinggi, dada nya yang bidang dan berisi disempurnakan dengan Jas warna dark navy yang dia kenakan pagi senin itu.
“Saya akan memperkenalkan putera sulung saya, Zayn Dwika Haris, kalian semua tidak perlu terpesona begitu, ya dia memang tampan tapi bukan kah kalian punya pimpinan yang lebih tampan sebelumnya?”
Setiap kali bicara Pak Haris memang selalu bisa mencairkan suasana.
“Karena saya rasa sudah waktunya dia menggantikan saya memimpin perusahaan kita ini.“ Begitulah Pak Haris yang tidak sombong dan selalu menggunakan kata “kita” sebagai ungkapan betapa semua yang bekerja dengannya adalah keluarga. “Saya harap Bapak Ibu bisa membantu Zayn sebagaimana selama ini kalian sudah banyak membantu saya.”
Dan beberapa kalimat Panjang lainnya hingga akhirnya resmilah hari itu kepemimpinan Omelate Food diberikan kepada anak sulungnya.
Rapat diakhiri dengan acara berjabat tangan, Pak Haris memeluk Ilham dengan akrabnya dan menahan tangannya tidak langsung dilepaskan, kemudian menatap Wiya yang berdiri dibelakang Ilham.
Wiya yang sejak tadi pimpinanya masuk dia malah terkejut setengah mati, menahan perutnya yang tiba-tiba mual
dan memilih merunduk.
Menerima kenyataan dan tidak habis pikir, kenapa yang Mitty katakan benar benar terjadi? dia ingat persis orang yang di hadapannya saat ini adalah lelaki menyebalkan yang bertabrakann badan dengannya tadi pagi.
Duh Gusti… hidup ku ini ,
kenapa udah mirip awal mula kehidupan tokoh novel begini?
Tapi sepertinya Zayn tidak terlalu mengenali Wiya karna tadi pagi saja saat sedang orasi singkat, dia tidak melihat Wiya sama sekali. Giliran Wiya menjabat tangan Pak Haris.
Eh eh eh Kenapa Mata Paik Haris kedip kedip begitu. Rasanya disini tidak mungkin berdebu sampai Pak haris kelilipan
“Bagaimana Ilham? sudah dua tahun, apakah sudah ada kemajuan? kamu jangan bikin usaha saya sia-sia ya.” Katanya sambil menepuk nepuk pundak Ilham
"Bapak bisa aja, saya akan butuh bantuan bapak selalu!"
Dua tahun?
Usaha Pak Haris?
Ah Wiya tidak lagi kaget. Bos besarnya memang selalu menyebalkan begitu.
***
RUANG DIREKTUR
“Sepertinya Zayn tidak akan banyak melakukan perubahan diruangan papa ini, sudah cukup nyaman. Dan Zayn ingin Rifa yang akan tetap menjadi sekretaris Zayn”
Ucap Zayn yang berdiri di depan jendela ruangan barunya setelah dia melihat lihat ruangan kerja papanya yang di dominasi warna krem minimalis.
Zayn sering diajak papa ke kantor sejak kecil hingga remaja, hanya sejak 4 tahun kuliah diluar negeri Zayn tidak pernah lagi masuk ke ruangan ini. dia hanya datang ke outlet jika rindu dengan menu khas melayu yang dijual hampir diseluruh cabang outlet se Indonesia.
Arifa Velisha adalah kakak tingkat Zayn yang tidak melanjutkan kuliah sebagaimana dirinya. Tapi berkat prestasi dan keuletannya bisa diterima bekerja bahkan menjadi assisten direktur utama dan belum pernah diganti sejak 6 tahun terakhir.
Usianya kini 30 tahun namun dia belum juga memiliki pasangan hidup. Zayn sering mendengar papanya menceritakan bagaimana Rifa bekerja dengan sangat professional dan penuh tanggung jawab. Ibu Wulan, istri pak Haris pun selalu mempercayakan Rifa untuk keperluan suaminya jika mereka harus tugas keluar kota.
“Terserah kamu Saja Zayn, papa kan sudah memberikan wewenang kepada kamu,kamu boleh merekomposisi struktur sesuai kebutuhan perusahaan, papa Cuma minta satu hal”
Zayn berbalik menatap sang papa dan duduk dikursi barunya sambil memegang figura foto wajah anggota keluarganya.
Tampak foto Pak Haris sedang memeluk Ibu Wulan yang sedang menggendong Vhieya anak bungsu mereka, seorang gadis berambut coklat, Nikki namanya anak kedua dikeluarga itu, dan Zayn remaja yang berdiri disebelah adiknya Nikki. Dengan latar belakang pantai Trikora,pantai kebanggaan orang Tanjungpinang.
“Apa Pa?” tanyanya penasaran dan meletakan kembali figura ke tempatnya.
“Biarkan Ilham tetap menjadi manajer keuangan, sampai detik ini kinerjanya sangat mumpuni dan papa lihat belum
ada yang setara dengannya disini.”
Pak Haris mendudukan diri di sofa berwarna Silver, menatap Zayn dengan serius dari arah itu.
“Kalaupun suatu hari kamu rasa sangat harus menggantinya, asal Wiya asistenya yang sekarang ini tetap menjadi tim nya. Wiya sudah sangat banyak membantu papa diperusahaan ini Zayn.”
Zayn memperhatikan papanya dengan kening yang mengkerut, tapi tidak bertanya apa apa lagi kecuali dalam hati.
Haruskah seperti itu ?
Sepertinya papa punya alasan lain
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!