Pagi yang cerah dengan cahaya matahari yang bersinar, Reyn melangkahkan kakinya untuk pergi ke sekolah yang berada diluar Hutan. Sekolah yang ditempati Reyn hanya sekolah biasa yang sangat sederhana dan kecil. Tetapi walaupun begitu Reyn adalah anak yang sangat pintar dan Cerdas. Dia adalah anak yang sangat jenius sejak kecil tetapi kejadian dua tahun lalu membuatnya harus menempuh pendidikan yang tidak seharuanya ia dapatkan.
Tetapi berkat Gamma yang selalu membantunya dengan memberikan banyak buku-buku miliknya membuat Reyn banyak belajar dan terus mengembangkan bakat dan kepintarannya. Bahkan guru-gurunya meminta Ayah Reyn untuk menyekolahkan Reyn ditempat yang lebih layak untuk masa depan Reyn yang lebih baik, tetapi ayah Reyn selalu menolak.
Saat sampai disekolah Reyn memasuki ruang kelasnya yang sangat sederhana itu. Reyn adalah anak yang sangat baik sehingga seluruh siswa disana adalah temannya. Sikapnya yang baik hati banyak ingin dimanfaatkan oleh teman-teman yang sangat iri dengan kecantikan dan kepintaran Reyn. Tetapi kecerdasan yang dimiliki Reyn tidak mudah membuatnya jatuh kedalam perangkap siapapun.
Reyn tidak bisa dimanfaatkan atau dimanipulasi oleh siapapun. Dibalik kebaikan Reyn, mereka tidak tau ada suatu sifat yang bahkan lebih kejam dari seorang iblis. Dia hanya memperlihatkan sifat itu kepada siapapun yang mengusik kehidupannya, yang mencari masalah dengannya, dan berbuat jahat terhadapnya dan keluarganya.
Setelah seluruh pelajaran selesai. Reyn pergi kedalam hutan untuk pulang. Tetapi sebelum ia pulang kerumah ia selalu pergi ke pohon besar di tepi hutan untuk menunggu Gamma. Mereka membuat janji setiap pulang sekolah harus pergi kepohon itu. Reyn menunggu Gamma dengan memainkan biola yang sangat sederhana yang ia buat bersama Gamma. Reyn sangat suka memainkan biola itu ketika ia sedang sendirian. Ayah dan adiknya bahkan tidak tau ia bisa memainkan biola, hanya Gamma yang tau hal itu.
Saat Gamma tiba di sana, Reyn sedang asik memainkan biolanya. “Kalau Papah ajak aku keluar Kota, aku pasti belikan kamu biola yang asli. Bagaimana menurutmu Reyn?” ucap Gamma yang baru saja tiba.
“Kamu gak perlu menyogokku seperti itu, kau terlambat. Aku bahkan sudah memainkan lebih dari 3 lagu,” jawab Reyn dengan tatapan cerdiknya.
Tatapan Reyn membuat Gamma tertawa terbahak-bahak. “Baiklah-baiklah. Gadis pintar, ini buku untuk hari ini,” ujar Gamma sambil memberikan buku yang ia bawa kepada Reyn.
Reyn juga memberikan buku yang ia bawa kepada Gamma. Gamma selalu meminjamkan buku kepada Reyn setiap harinya. Dan Reyn mengembalikan buku itu keesokan harinya. Dia hanya butuh beberapa jam saja dalam sehari untuk membaca satu buku.
“Baiklah, sampai jumpa nanti sore,” ujar Gamma sambil melangkah pergi.
“Oke, jangan terlambat,” balas Reyn yang juga pergi pulang kerumahnya.
Kepribadian Gamma sangat cocok dengan Reyn membuat mereka sangat dekat. Gamma Alfaisi adalah pria tampan, baik hati, pendiam, dan berasal dari keluarga yang lumayan mapan. Sosok Gamma yang pengertian dan penyayang membuat Reyn sangat nyaman dekat dengan Gamma
Setibanya dirumah Reyn masuk kedalam kamar dan mengganti pakaiannya. Rumah Reyn sangat sederhana, cukup untuk tinggal 3 orang. Ayah Reyn bernama Arman Maulana, dia bekerja sebagai pengrajin kayu di luar hutan. Dirumah hanya ada adik Reyn karena ayah Reyn pulang bekerja saat sore hari menjelang malam. Adik Reyn bernama Hanaya Akifah atau biasa dipanggil Ana. Ana berumur 15 tahun, sekarang dia duduk di bangku kelas X SMA. Dia merumakan gadis Cantik, Pintar, lembut, pendiam, dan sangat pemalu.
Selesai pengganti pakaiannya, Reyn keluar untuk memasak makan siang. Reyn menyiapkan segala keperluan masak sedangkan Ana pergi mencari kayu bakar. Reyn memasak dengan sangat baik. Setelah selesai makan siang Reyn dan Ana sama-sama pergi mengerjakan tugas sekolah mereka masing-masing.
Reyn mengerjakan tugasnya dirumah pohon yang ayahnya buat agar mudah mengawasi situasi sekitar karena rumah mereka yang berada didalam hutan. Selesai mengerjakan tugas sekolah Reyn membaca buku yang baru diberikan oleh Gamma. Ia membaca buku itu sampai sore hari.
“Ana, aku pergi. Tolong jaga diri dengan baik,” teriak Reyn dari luar rumah.
“Baiklah Kak,” jawab Ana yang sedang menyapu halaman.
Kemudian Reyn bergegas menuju pohon tempat ia biasa bertemu dengan Gamma. Dipohon itu juga terdapat rumah pohon tempat biasa Reyn dan Gamma nongkrong. Setibanya Reyn disana ternyata sudah ada Gamma yang sudah menunggu kehadirannya.
“Tumben datangnya lebih cepat dari biasa,” sindir Reyn sembari naik keatas rumah pohon. “Emangnya Cuma kamu doang yang bisa tepat waktu,” jawab Gamma dengan senyuman sinis sambil tertawa kecil.
Karena lokasi mereka saat itu tidak terlalu masuk kedalam hutan sehingga masih terjangkau oleh jaringan. Reyn banyak belajar bersama dengan Gamma seiring dengan kemajuan jaman yang semakin pesat. Mereka belajar banyak hal melalui media sosial dan internet. Saat itulah Reyn mengembangkan kemampuannya dibantu oleh Gamma.
Reyn dan Gamma sangat dekat karena kejadian satu tahun yang lalu. Saat itu Gamma sedang melukis pemandangan hutan saat daun-daun berguguran. Gamma duduk membelakangi sebuah pohon yang menjadi markas mereka saat ini yaitu rumah pohon. Saat itu Gamma hampir saja dipatok seekor ular berbisa. Untung saja Reyn datang tepat waktu dan melempar batu kearah ular itu sehingga tidak jadi mematok leher Gamma.
Semenjak hari itu Gamma merasa berhutang kepada Reyn. Dia selalu membantu Reyn dalam keadaan seperti apapun. Dia berusaha menjadi orang yang selalu bisa Reyn andalkan. Hingga saat ini mereka berdua menjadi teman baik yang selalu memperdulikan satu sama lain, dan selalu saling membantu.
Karena hari sudah mulai gelap dan setelah menghabiskan waktu yang cukup lama seperti biasanya, mereka berdua kemudian pulang kerumah masing-masing. Reyn selalu pulang sebelum ayahnya pulang kerumah. Keberadaan Gamma tidak diketahui oleh ayah Reyn, dia bahkan tidak tau setiap harinya Reyn belajar banyak hal tentang perkembangan zaman saat ini bersama Gamma. Hanya Ana yang mengenal Gamma karena dia pernah bertemu Gamma saat dia pergi mencari kayu bakar dan melihat Gamma yang sedang melukis. Semenjak saat itu dia mengetahui bahwa Gamma berteman dengan kakaknya.
Setibanya dirumah Reyn bergegas mengambil perlengkapan mandi dan pergi menuju kamar mandi untuk mandi sore. Selama beberapa menit dia menghabiskan waktunya dikamar mandi. Sedangkan Ana menyiapkan kayu bakar untuk memasak makan malam. Sehabis mandi dan bersiap-siap Reyn pergi kedapur untuk memasak makan malam. Saat Reyn dan Ana sibuk memasak, ayah mereka pulang.
“Apakah ada yang spesial hari ini?” ujar ayah Reyn.
“Tidak ada yang spesial, hanya berpikir tentang masa depan yang pasti akan terjadi,” balas Reyn semberi menghidangkan makanan diatas karpet yang telah Ana siapkan.
“Apakah kau menyadari, kalau kau semakin hari semakin bijak Reyn,” ucap Ayah Reyn sambil mengganti pakaiannya diruangan sebelah.
“Kenapa cara bicara papah bisa semakin formal dari hari kehari. Apa kamu merasakan hal yang sama Ana?” ucap Reyn yang sudah duduk bersila ditempat makan.
“Aku tidak merasa ada yang berubah kak. Mungkin hanya perasaanmu,” jawab Ana yang juga sudah duduk disamping Reyn.
“Kau tau firasatku selalu tepatkan. Ya, Papah bahkan mengakui itu,” ujar Reyn dengan wajah yang tidak dapat dimengerti.
“Sudah cukup sandiwaranya ayo kita makan,” ucap Ayah Reyn yang sudah selesai mengganti pakaian.
Reyn dan Ana tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan ayah mereka. Keluarga itu memang suka bercanda dengan saling melontarkan percakapan dengan bahasa yang Formal.
“Gimana kerjaan papah hari ini?” tanya Reyn sambil makan.
“Sama seperti biasanya, nggak ada yang spesial,” Jawab Ayah
Reyn.
“Kayaknya papah kerja terlalu keras. Ambil aja cuti satu hari untuk istirahat,” sela Ana. “Papah akan pertimbangkan. Setelah itu kita menjelajah hutan, kayaknya seru,” jawab Ayah Reyn.
Setelah selesai makan, Ana dan Reyn mencuci piring dan beres-beres tempat mereka makan. Selesai beres-beres Reyn masuk kedalam kamarnya dan lanjut membaca buku yang diberikan Gamma. Reyn selalu membaca satu buku tiap harinya yang dipinjamkan oleh Gamma. Ia akan tidur setelah menghabiskan sisa dari bacaannya.
Mempelajari satu buku perharinya membuat kebanyakan orang bisa menjadi gila, tetapi itu tidak berlaku untuk seseorang seperti Reyn. Ia memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi wanita yang cerdas dan jenius. Hobinya dalam belajar sudah ada sejak kecil, sehingga itu tidak bisa lepas sampai ia tumbuh dewasa.
Pagi yang hangat dengan pancaran sinar matahari yang begitu indah dengan sinar yang bersinar terang di sela-sela dedaunan. Reyn bangun pagi-pagi membuka jendela dan menikmati pancaran sinar matahari yang sudah sangat terang. Setelah membereskan tempat tidurnya, Reyn segera menyiapkan sarapan untuk Ana dan ayahnya.
Sedangkan Ana menyapu rumah dan pekarangan. Sementara itu ayah mereka pergi menelusuri hutan untuk berburu sebagai persediaan untuk satupekan kedepan. Pagi itu Reyn memasak daging rusa panggang, tumis brokoli, soup wortel, dan jamur goreng. Bahan-bahan yang mudah didapatkan didalam hutan tanpa harus mengeluarkan biaya untuk membelinya.
Tanpa waktu yang lama, Reyn sudah selesai memasak. Dia kemudian menghidangkan sarapan di karpet yang telah ia gelar dihalaman rumah. Setelah selesai membersihkan pekarangan Ana juga duduk bersama dengan Reyn. Mereka berdua duduk sambil mengobrol menunggu ayah mereka yang pulang berburu.
“Hari ini kakak pergi lagi sama kak Gamma?” tanya Ana.
“Iya, seperti biasa eksperimen,” jawab Reyn.
“Eksperimen apa? Ana boleh ikutan?” tanya Ana kembali.
“Eksperimen kehidupan. Anak kecil nggak perlu ikut, ini urusan anak remaja,” balas Reyn dengan sangat santai.
Mendapat jawaban dari Reyn membuat Ana menghela napas kecewa. Kemudian ayah mereka kembali dengan membawa hewan buruan yang telah mati karena terkena panah milik ayah mereka dan seekor kelinci putih yang masih hidup. Melihat ayahnya membawa kelinci putih yang begitu imut membuat Ana kaget dan langsung menghampiri ayahnya untuk melihat kelinci putih itu.
“Wah kelincinya imut banget,” ujar Ana dengan wajah girang.
“Kakinya luka karena kena ranting kayu. Ana tolong ambilkan obat buat kelincinya yah,” ucap ayah Reyn sembali meletakan hewan buruan yang dia dapat di tanah.
Setelah Ana datang membawa obat, mereka berdua mengobati kelinci tersebut. Sementara Reyn hanya diam dan melihat.
“Kelincinya kasian banget. Karena mulai sekarang dia tinggal sama kita, gimana kalau kita kasi aja dia nama,” ucap Ana yang sangat khawatir dengan kelinci tersebut.
“Akio kayaknya cocok” sahut Reyn.
“Sekarang nama kamu Akio yah,” ucap Ana kepada kelinci malang itu.
Selesai diobati Ana memasangkan perban pada kaki kelinci itu agar lukanya tidak semakin parah. Ana menggendong Akio dengan lembut sambil tertawa gembira.
“Ini makannya kapan?” ujar Reyn.
“Papah ganti pakaian setelah itu kita makan bersama,” jawab ayah Reyn.
Sementara itu Ana keasikan bermain dengan Akio, dia mengajak Akio berbincang. Ana merasa setelah sekian lama akhirnya dia punya seorang teman.
Ayah mereka kembali ke halaman dan mereka akhirnya sarapan bersama dengan ditemani oleh anggota baru yaitu Akio. Sarapan sambil berbincang-bincang sederhana dengan penuh tawa. Walaupun kesedihan menyelimuti keluarga mereka tetapi mereka sudah terbiasa dan selalu berusaha bahagia agar dapat menguatkan satu sama lain dengan tawa yang mereka pancarkan. Baik itu Reyn ataupun Ana mengerti kekhawatiran ayah mereka sehingga mereka berusaha keras untuk tetap bahagia dan menjadi yang terbaik untuk ayah mereka berdua.
Reyn yang sudah selesai makan dan juga telah membereskan semua perlengkapan makan pergi untuk bertemu dengan Gamma ditempat biasa mereka bertemu. Sampai dirumah pohon Reyn tidak melihat keberadaan Gamma. Dia sempat melihat sekitar tetapi Gamma tidak bisa ia temukan.
“Biasanya hari minggu gini Gamma datangnya paling cepat, kenapa sekarang belum datang,” gumam Reyn.
“Reyn disini,” terdengar suara teriakan yang tidak jauh dari tempat Reyn berada.
Ternyata itu suara Gamma yang sedang duduk diatas pohon dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari rumah pohon mereka.
“Ngapain disitu?” teriak Reyn.
“Lagi ngambil foto buat lukisan,” saut Gamma kemudian loncat turun dari atas pohon. Reyn dan Gamma kemudian saling berjalan mendekat.
“Mau lihat fotonya?” tanya Gamma yang sudah berdiri dihadapan Reyn dengan memegang kamera ditangannya.
“Boleh” jawab Reyn. Gamma memperlihatkan semua potret yang ia ambil kepada Reyn.
“Kenapa ada aku? Jadi kamu tadi nggak langsung samperin aku waktu aku datang karena kamu ambil foto aku dulu?” tanya Reyn dengan nada tegas.
“Iya, karena kamu itu objek terbaik untuk dilukis. Lagian selama ini aku nggak punya objek manusia. Selagi waktu aku ambil foto terus ada kamu yaudah aku foto juga,” jawab Gamma dengan santai.
Mereka berdua naik keatas rumah pohon. Disana sudah ada laptop Gamma yang ia bawa setiap datang kesana. Reyn dan Gamma melihat-lihat perkembangan saham-saham saat itu. Karena mereka diam-diam menanamkan saham pada sebuah perusahaan. Reyn mulai mempelajari dunia bisnis bersama Gamma sejak pertama kali ia dekat dengan Gamma dan mulai mempelajari banyak hal. Karena keluarga Reyn yang merupakan keluarha pebisnis besar membuat Reyn sudah tau tentang dunia bisnis sejak kecil tetapi ia mulai serius mempelajarinya lebih dalam sejak ia masuk kedalam hutan dan mengetahui bahwa keluarganya ada dalam bahaya karena sebuah bisnis dan perebutan saham.
Gamma selalu mendukung Reyn dalam segala hal. Karena sejak pertama Gamma melihat Reyn ia seperti melihat seorang bidadari yang amat pemberani. Menyelamatkan hidupnya adalah tindakan penting baginya. Karena menurut Gamma, hidupnya adalah sebuah bentuk pengabdian kepada orang tuanya sebagai tanda balas jasa kepada orang yang telah membesarkannya.
“Oke sudah selesai sampai disini, kita bahas lain kali. Gimana kalau kita pergi menelusuri hutan,” ujar Gamma sembari menutup laptopnya.
Reyn yang juga ingin bersenang-senang pada hari libur mengiyakan perkataan Gamma. Lagipula setiap hari minggu mereka hanya bermain dirumah pohon sepanjang hari dengan memainkan alat musik dan bernyanyi. Sehingga menelusuri hutan adalah hal baru yang harus dilakukan. Mereka berdua memulai perjalan mereka dengan sangat bahagia dan begitu antusias. Berjalan menelusuri hutan yang amat rindang.
“Buah apa itu?” tanya Reyn sambil menunjuk kearah sebuah pohon.
“Aku juga baru pertamakali lihat. Mau coba?” kata Gamma.
“Nggak ah. Kalau buahnya beracunkan bahaya. Aku belum mulai misi masa udah kalah duluan,” balas Reyn sambil memandang buah aneh itu.
Reyn dan Gamma terus berjalan menelusuri hutan sampai akhirnya mereka kelelahan. Mereka berdua kemudian duduk dibawah pohon yang rindang.
“Kita nggak ada persiapan sama sekali. Sekarang gimana? kita pulang aja yuk,” ujar Reyn dengan wajah kebingungan.
“Masa baru sebentar udah pulang aja. Kamu tunggu disini, aku cariin buah yang bisa kita makan,” balas Gamma.
Gamma pergi mencari buah yang bisa mereka makan. Beberapa saat kemudian Gamma datang dengan beberapa buah Apel ditangannya.
“Ini buah yang paling meyakinkan. Selain bisa mengganjal perut juga terdapat air untuk menghilangkan dahaga,” kata Gamma sambil memberikan sebuah apel kepada Reyn.
“Gamma. Kalau terjadi apa-apa sama aku, kamu mau nggak balasin dendam aku?” tanya Reyn sambil menatap keatas langit.
Gamma tidak tau apa maksud dan tujuan kata-kata Reyn, tetapi dia menjawab pertanyaan itu dengan sangat jujur. “Apa yang akan terjadi sama kamu nggak akan terjadi, karena kamu harus balas dendam sendiri. Karena penderitaan yang aku kasi kepada mereka untuk kamu, nggak akan sama dengan penderitaan yang kamu kasi secara langsung kepada mereka,” balas Gamma.
“Menurut kamu balas dendam itu seperti apa?” tanya Reyn kembali dengan terus menatap langit.
“Menurut aku balas dendam itu ketika kamu membuat orang yang telah menyakiti kamu merasa sudah salah telah melakukan hal itu. Ketika dia merasa terpuruk dan bahkan tidak bisa menyesal akibat perbuatannya sendiri karena itu sia-sia. Dia bahkan tidak bisa menyesal, tidak bisa bertindak apa-apa jadi apa yang lebih buruk dari itu. Mungkin satu-satunya jalan adalah bunuh diri,” jawab Gamma dengan tenang.
“Aku akan ingat itu. Suatu saat aku akan balas dendam dan akan aku lakukan seperti yang kamu bilang. Ketika musuh telah jatuh, aku akan membuat dia bahkan tidak bisa menyesali perbuatannya karena itu akan sia-sia. Dan aku akan lakukan segala cara agar semua tujuan aku tercapai,” ujar Reyn sambil menatap kearah Gamma.
“Aku akan menunggu hari itu,” balas Gamma. Mereka berdua saling menatap satu sama lain selama beberapa saat.
Reyn dan Gamma kemudian melanjutkan perjalanan mereka. Hari sudah semakin siang tetapi langit berkata lain. Seharusnya matahari bersinar terang tetapi malah diselimuti oleh awan gelap. Firasat buruk sudah dirasakan oleh mereka berdua. Dan ternyata benar, hujanpun turun. Dengan refleks Gamma menarik tangan Reyn untuk berdiri dibawah pohon besar.
“Kamu takut hujan?” tanya Reyn kepada Gamma.
“Nggak, aku takut kamu kedinginan aja,” jawab Gamma.
“Aku tinggal dihutan sudah bertahun-tahun, aku sudah terbiasa dengan cuaca seperti apapun. Jadi hujan kayak gini nggak akan buat aku kedinginan sampai menggigil,” balas Reyn dengan penuh percaya diri.
“Oke,” sahut Gamma.
“Dalam hitungan ketiga kita lari kearah situ,” ujar Reyn sambil menunjuk kearah didepan mereka.
“Apa?“ balas Gamma.
Tanpa menghiraukan Gamma, Reyn mulai menghitung. “1, 2, 3, Lari,” lanjut Reyn.
Reyn kemudian berlari ditengah hujan dan Gamma menyusulnya dibelakang. Mereka berdua berlari sambil tertawa dengan bahagia. Mereka menikmati setiap tetesan air yang turun dari langit. Setelah berlari beberapa saat mereka berdua dikagetkan dengan penemuan yang sangat Indah yaitu sebuah air terjun raksasa dengan pelangi disekitarnya. Air terjun yang sangat indah, airnya jernis dan tumbuhan hijau disekitarnya.
Tanpa pikir panjang, Reyn seketika menceburkan dirinya kedalam air. Gamma sontak kaget dan kemudian tertawa dengan tinggkah Reyn yang kekanak-kanakan, sangat berbanding terbalik dengan kepribadian Reyn yang biasanya. Gamma ingin ikut masuk kedalam air dengan Reyn. Ia berlari dengan kencang dan melompat kedalam air. Mereka saling melemparkan percikan air satu sama lain. Wajah mereka tertawa bahagia dibawah langit berawan yang sedang menurunkan hujan. Kenangan indah yang harus memang ada untuk diingat dimasa yang akan datang.
Setelah lelah memainkan air Reyn dan Gamma berjalan pulang dengan pakaian yang telah basah kuyup. Mereka pulang dengan wajah yang kegirangan.
“Seru banget, lainkali kita kesini lagi ya Gamma,” ucap Reyn.
“Pasti, aku janji,” jawab Gamma dengan tersenyum lebar.
Setelah berjalan lumayan lama mereka akhirnya mereka berdua tiba di markas. Kemudian mereka jalan secara terpisah, Reyn pulang kedalam hutan dan Gamma pulang keluar hutan. Gamma masih mengingat memori indah tadi bersama Reyn. Memang sejak dulu sampai saat itu Reyn punya tempat tersendiri dihati Gamma, dan begitupun sebaliknya.
Waktu berlalu dengan cepat. Tak terasa Reyn sudah hampir lulus dari Sekolah Menengah Atas. Reyn berencana melanjutkan kuliahnya di Jakarta dengan beasiswa karena keuangan keluarganya yang tidak memadai. Dengan usaha dan kerja keras selama beberapa tahun dan tekatnya yang kuat untuk balas dendam, Reyn sudah siap dan yakin akan mampu melanjutkan study di Jakarta.
“Papah aku dengar Kakak sedang mempersiapkan diri untuk tek masuk perguruan tinggi. Bagaimana pendapat papah?” tanya Ana yang sibuk memasak makan malam.
Karena belakangan ini Reyn sangat sibuk dan serius dengan pelajarannya, sehingga Ana yang selalu memasak untuk makan malam. Walaupun masakan Ana tidak seenak Reyn, tetapi Ayah mereka selalu menghargai dan tetap memakan masakan Ana yang terkadang cacat.
“Papah selalu dukung semua keputusan Reyn. Dia tumbuh besar dengan baik dan sangat bijaksana. Tetapi kalau sekolah diJakarta, mungkin papah kurang setu-,“ sebelum menyelesaikan ucapannya, Reyn tiba-tiba datang dan memotong perkataan Ayahnya itu.
“Apa maksud papah kurang setuju? Papah nggak ngizinin Reyn sekolah disana? Apa karena musuh kita tinggal disana? Pah, kita nggak bisa sembunyi terus kayak gini. Apa papah mau kita selamanya tinggal di tempat yang bukan rumah kita, tanpa membela dan merebut kembali hak-hak kita?”.
“Reyn kamu nggak ngerti. Kamu belum dewasa buat mengerti semua ini,” jawab ayah Raya.
“Apa yang nggak Reyn ngerti pah? Apa?” sahut Reyn dengan wajah sedih.
Reyn kemudian kembali kedalam kamarnya dan menutup pintu dengan rapat. Reyn sama sekali tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh ayahnya. Sembunyi selama bertahun-tahun ditempat asing tanpa membalas perbuatan keji orang yang telah berbuat keji terhadap keluarganya.
“Sebenarnya apa yang papah pikirin? Reyn nggak ngerti sama sekali, dan Reyn nggak akan pernah bisa ngerti kalau papah nggak bilang,” tangis Reyn. Malam itu berlalu dipenuhi dengan kesedihan.
Kesesokan Paginya Reyn berangkat kesekolah pagi-pagi untuk mengikuti ujian akhir sekolahnya. Reyn sudah melupakan kejadian tadi malam, dan akan terus melanjutkan niat dan tujuannya apapun yang terjadi. Pertama Reyn akan menyelesaikan ujian akhir untuk masa SMA, kemudian akan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
“Papah, Reyn berangkat,” ujar Reyn sambil bersalaman dengan ayahnya.
“Semoga ujiannya lancar,” balas ayah Reyn.
Reyn menganggukan kepalanya dan bergegas pergi kesekolah. Di tengah perjalanan Reyn dikejutkan dengan kehadiran Gamma yang sedang bersandar disebuah pohon dengan seragam sekolah lengkap.
“Gamma,” ucap Reyn sambil tersenyum.
Gamma membalas senyuman Reyn dan berkata, “Semangat Ujiannya, aku yakin kamu bisa jadi lulusan terbaik dan kamu pasti bisa mewujudkan keinginan dan tujuan kamu. Aku akan selalu dukung kamu sampai akhir,” ujar Gamma dengan penuh keyakinan.
“Kamu nggak akan nyesal udah ajarin aku selama ini,” balas Reyn dengan lantang.
Mereka berdua kemudian pergi kesekolah masing-masing untuk mengikuti ujian akhir. Dengan penuh keyakinan Reyn berjalan menuju kesekolahnya, dan Gamma yang selalu mendukung Reyn selalu yakin bahwa suatu saat Reyn akan bisa melakukan apa saja yang dia inginkan.
Ujian akhirnya dimulai. Sebelum membuka lembaran soal, Reyn berdoa terlebih dahulu. Dengan penuh keyakinan Reyn menjawab seluruh soal dengan sangat cepat. Setelah selesai menyelesaikan seluruh soal ujian pada hari itu Reyn kemudian pulang kerumah. Setibanya dirumah Reyn duduk diteras sambil membaca sebuah buku. Karena Ana belum pulang sekolah dan ayahnya juga belum pulang bekerja. Sampai akhirnya tanpa sadar Reyn tertidur diteras. Dia tertidur sangat pulas efek kecapean telah belajar semalaman.
Hari semakin gelap dan Reyn akhirnya terbangun. “Astaga aku ketiduran. Ya ampun udah gelap lagi,” gumam Reyn dengan sedikit kesal pada dirinya sendiri. Reyn masuk kedalam rumah dan melihat Ana yang sedang memasak.
“Akhirnya Kakak bangun juga,” ujar Ana sambil tertawa. “Hmm, kenapa kamu nggak bangunin kakak?” tanya Reyn dengan wajah kesal.
“Aku enggak tega kak,” jawab Ana.
“Yaudah, aku mau mandi dulu,” ucap Reyn.
Reyn bergegas menuju kekamar mandi untuk membersihkan dirinya. Selesai mandi Reyn membantu Ana untuk memasak makan malam. Tetapi Reyn dibingungkan dengan ketidaknampakan ayahnya. Karena seharusnya ayahnya sudah pulang kerja. Karena tidak kunjung melihat ayahnya Reyn bertanya kepada Ana.
“Papah kok nggak kelihatan yah.”
“Papah belum pulang kak,” jawab Ana.
“Kok belum pulang? Harusnyakan papah jam segini udah pulang. Kok tumben sih, aneh banget,” ujar Reyn yang gelisah memikirkan ayahnya. karena terlalu khawatir Reyn akhirnya memutuskan untuk mencari keberadaan Ayahnya itu.
“Kamu tunggu disini, kakak mau cari papah dulu,” ucap Reyn kepada Ana sambil memegang pundak Ana.
Reyn pergi keluar rumah menelusuri sekitar hutan untuk mencari keberadaan ayahnya. Setelah berputar-putar mengelilingi hutan Reyn tidak kunjung menemukan ayahnya.
“Apa papah memang masih kerja. Tapi kenapa firasat aku aneh yah,” gumam Reyn dengan penuh rasa cemas.
Reyn terus berjalan mencari ayahnya di tengah gelapnya malam yang hanya disinari oleh sinar pulan purnama. Setelah lelah mencari dan tak kunjung menemukan ayahnya Reyn memutuskan untuk pulang. Saat dia berbalik ingin pergi Reyn dikagetkan dengan suara teriakan yang sangat keras tidak jauh dari tempat ia berdiri. Karena penasaran dengan suara itu Reyn berlari menuju sumber suara. Saat tiba Reyn bersembunyi disebuah pohon untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Betapa terkejudnya Reyn mengetahui apa yang sedang ia saksikan dengan kedua matanya sendiri. “Papah, Gamma,” gumam Reyn dan air mata menetes keluar dari matanya.
Didepan matanya, sahabat sekaligus orang yang ia cintai sedang menodongkan pistol kearah ayahnya. Reyn sangat syok dan tidak percaya dengan apa yang ia saksikan. Bingung sekaligus kecewa dan sedih menyelimuti hatinya. Reyn tidak sanggup melihat menerima kejadian itu. Dia sangat bingung apa yang harus dia lakukan. Mata Reyn tertuju kearah pistol yang dipegang Gamma. Reyn melihat jari Gamma yang telah bergerak menembak kearah Ayahnya, ia pun berlari sambil berteriak ke arah ayahnya yang sedang berada diujung maut.
“Papah.......,” teriak Reyn.
Melihat kehadiran Reyn sontak membuat Ayah Reyn dan Gamma terkejut. Tangan Gamma begetar dan Ayah Reyn sangat cemas karena kehadiran Reyn yang akan membahayakan nyawanya sendiri.
“Reyn jangan kesini,” teriak ayahnya.
Sebelum Reyn tiba di tempat ayahnya itu, peluru telah tertancap didada ayahnya. Reyn terdiam sesaat karena begitu syok dan rasa ketakutan menyelimuti dirinya. Reyn kemudian berlari dengan kesedihan dan rasa sakit didadanya menuju kearah ayahnya yang telah tergeletak ditanah. Sementara Gamma yang dikejutkan dengan kehadiran Reyn juga jatuh ketanah dengan tangan yang gemetaran.
“Aku sudah membunuh orang. Aku membunuh ayah dari orang yang aku cintai. Aku pembunuh,” gumam Gamma sambil menangis tersedu-sedu.
“Papah bangun..., jangan tinggalin Reyn pah. Kita masih harus balas dendam ke om Akram dan keluarganya,” teriak Reyn dengan isak tangis.
Reyn melihat kearah Gamma, dia tidak menyangka pria yang begitu ia percaya dan cintai telah membunuh ayahnya sendiri. Dengan tatapan kemarahan dan kebencian di mata Reyn yang sedang menatapnya membuat Gamma merasakan sesak didadanya. Gamma melihat kebencian dan kekecewaan yang dalam dimata Reyn. Hati Gamma tidak sanggup melihat kebencian dimata Reyn membuat Gamma memutuskan untuk menembak dirinya sendiri dengan pistol yang ia pegang.
“Maafin aku Reyn,” kata-kata terakhir yang diucapkan Gamma. “Dhor,” bunyi suara tembakan yang terdengar sangat jelas ditelinga Reyn.
“Gamma jangan....,” teriak Reyn dengan isak tangis yang membara. “Gammaaaaaa,” teriak Reyn lagi dengan sangat keras sambil menangis tersedu-sedu.
Beberapa saat kemudian Polisi datang ke lokasi kejadian. “Cepat angkat korban untuk diefakuasi,” ujar polisi.
Sementara Reyn yang masih terpukul dan syok dengan kejadian yang baru saja ia saksikan hanya bisa menangis dan meratapi kejadian na’as tersebut. Wajahnya dipenuhi oleh air mata yang tak bisa berhenti mengalir.
“Kakak,” panggil Ana yang baru saja tiba dilokasi kejadian.
Para polisi membawa jenazah Gamma dan Ayah Reyn ke rumah sakit terdekat. Reyn menyuruh Ana untuk pulang dan Reyn akan mengurus segalanya. Ana yang juga sangat terpukul dengan kepergian ayahnya hanya bisa mematuhi perkataan kakaknya. Saat tiba di mobil jenazah Reyn dikagetkan dengan dua jenazah asing yang berada didalam mobil tersebut.
“Pak, ini jenazah siapa?” tanya Reyn.
“Ini jenazah korban dirumah nomor 54 jalan cempaka disekitar sini. Kami menduga kalau orang yang telah menembak papah anda adalah anak dari bapak dan ibu ini,” jawab pak polisi tersebut.
“Papah dan mamah gamma juga mati? Kenapa tiba-tiba kayak gini,” gumam Reyn didalam hatinya.
“Saya harap bapak menyelidiki kasus ini sampai pelakunya terkuak,” ucap Reyn kepala polisi.
“Saya pasti akan menyelesaikan kasus ini sampai tuntas. Anda tenang saja,” jawab polisi tersebut.
Besok paginya setelah seluruh jenazah diselidiki, semua jenazah akhirnya dikubur berdekatan. Semua yang hadir di pemakaman tersebut pergi, kecuali Reyn dan Anna.
“Pah, maafin Reyn yah. Reyn nggak bisa ajak papah keluar dari tempat ini. Tapi Reyn janji sama papah, Reyn akan balaskan dendam keluarga kita. Papah yang tenang ya disana, Reyn dan Ana bakal baik-baik aja disini,” ucap Reyn sambil mengelus batu nisan ayahnya.
Kemudian Reyn berjalan kemakam Gamma yang berada disebelah makam ayahnya. “Kamu pergi bahkan sebelum aku sempat bilang kalau aku cinta sama kamu Gam. Aku nggak nyangka bakalan ada hari dimana aku ngeliat sendiri orang yang aku cintai membunuh papah aku. Walaupun nanti kenyataannya kamu terpaksa ngelakuin itu, tapi maaf, aku nggak akan pernah bisa maafin kamu.” ucap Reyn dengan penuh kesedihan.
Akhirnya Reyn dan Ana pulang kerumah dengan kepedihan akan kehilangan ayah yang merupakan satu-satunya orang tua yang mereka punya, setelah ibunya dibunuh pada kejadian mengerikan 3 tahun lalu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!