NovelToon NovelToon

Energy Of Love 2

Pembukaan

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh sahabat yang setia membaca kisah Energy of Love. Alhamdulillah, masa ini saya sebagai penulis Energy of Love dapat melanjutkan season duanya. Saya akan terus menulis sembari menyampaikan motivasi dan pelajaran hidup dalam alur Energy of Love season satu dan dua. Adanya Allah, saya mendapat inspirasi untuk melanjutkan kisah ini. Adanya dukungan kalian, saya jadi semangat untuk menulis.

Nah, supaya nyambung bacanya, afdholnya, sebelum membaca kisah Energy Of Love season 2, direkomendasikan juga membaca kisah Energy Of Love season 1.

Oh, iya, bacanya jangan sendirian, karena setiap alurnya mengandung unsur baper. Istilahnya, enggak seru kalau baper sendirian, bener apa bener? Hehehe. Rekomendasikan juga ke teman, keluarga, sahabat maupun calon kamu untuk membaca Energy of Love.

Dukung terus novel Energy of Love season 1 maupun 2, dengan cara vote, like, rate (rangking) dan komentar. Tambahkan juga Energy of Love 1 dan 2 ke rak bukumu atau jadikan favorit supaya ada notifikasi update terbaru. Jangan sungkan-sungkan untuk berkomentar di setiap babnya. Insyaallah, saya senang menerima komentar kalian setelah baca novel Energy Of Love 2. Bisa jadi kita kenal dan berteman dengan baik. Dukungan kalian sangat berarti bagi saya.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih dan saranghaeyo.

Prolog

Kuala Lumpur, Malaysia

Sebelum lima tahun itu tiba ...

Malam setelah kecelakaan yang nyaris merenggut nyawa Fira dan Rafi, dua dokter dalam bidang yang berbeda menjelaskan bahwa Fira dan Rafi mengalami koma kepada dua keluarga. Namun malangnya, seorang dokter mata menjelaskan tentang kondisi mata Fira di sebelah kiri. Mata itu mengalami luka berat akibat gesekan di aspal saat kecelakaan tabrakan mobil. Dokter menyarankan penanganan khusus untuk memulihkan mata Fira.

Pagi ini, di depan kamar VIP tempat Fira dirawat--- Fatih, Bryan, Naomi dan dokter spesialis mata sedang berdiskusi dengan serius. Namun Ratih, Ressa, Nina, Zayn dan Zema tidak ada di sana. Setelah kabar baik tentang kondisi Fira, Ratih memutuskan untuk istirahat di hotel yang dekat dengan rumah sakit, supaya dua cucunya pun bisa istirahat dengan tenang. Karena untuk sementara waktu, Fira belum bisa dijenguk dahulu saat masa observasi.

"Nasib baik, Puan Fira telah mendapatkan penderma mata dari seseorang. Namun penderma tersebut telah tiada. Segera mungkin kami akan melakukan tindakan operasi mata untuk Puan Fira," jelas dokter spesialis mata dengan logat Melayu.

"Alhamdulillah, lakukan yang terbaik untuk putri saya, dok!" ujar Fatih.

"Pasti, tetapi operasi penderma mata akan dilakukan setelah Puan Fira sadar dari masa komanya," imbuh dokter.

"Kami di sini selalu berdoa supaya operasi kembali berjalan dengan baik."

Tatkala mereka sedang serius membahas tentang kondisi Fira, tiba-tiba gawai milik Naomi berdering dari dalam tas. Wanita muda itu permisi ke tempat lain dari pembicaraan mereka. Ia cekatan mengambil gawai di dalam tasnya. Dari layar gawai terlihat nama kontak Mami, Naomi pun lekas mengangkat telepon dari maminya.

"Assalamu'alaikum, Mam," sapa Naomi.

"Wa'alaikumsalam Naomi, kamu bisa pulang sekarang? Papi kritis lagi, Henry juga enggak bisa pulang. Perusahaan di Semarang jadi awut-awutan, kamu lebih baik bantu Herny di sini. Kamu juga pewaris Papi," jelas Intan bernada kekhawatiran.

"Insyaallah, tapi Mam, Naomi izin pamit ke Pak Sandi dan Om Fatih dulu, ya. Soalnya di sini Fira mengalami kecelakaan terus dia koma. Ya, enggak enak aja gitu, Mam, kalau Naomi enggak pamit."

"Ya, Nak, enggak apa-apa. Innalilahi, terus gimana keadaan Fira selanjutnya?"

"Kalau untuk sekarang--- insyaallah, Fira hendak operasi mata. Dia sudah mendapatkan donor mata. Insyaallah, Naomi akan usahakan untuk pulang sekarang ini."

"Oh, iya, Henry sudah kamu kasih tahu?"

"Justru Henry yang telepon ke Naomi, Mam. Henry so sweet banget, punya firasat soal Fira. Pokoknya kalau Naomi sampai ke Semarang, Naomi bakal cerita banyak ke Mami."

"Iya, Mi. Hati-hati, ya, Nak. Jaga diri baik-baik, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, Mam."

Naomi menutup pembicaraan dengan Intan melalui telepon, kemudian bergegas kembali bergabung dengan Bryan, Fatih dan dokter mata tersebut. Sejenak ia menggaruk tengkuk, ada rasa tidak enak untuk berbicara soal kepulangannya ke Semarang. Naomi ingin sekali berlama-lama di sini, sekalian melihat perkembangan Fira. Namun apa daya, papi dan maminya yang lebih membutuhkannya.

"Maaf, Om Fatih dan Bryan, Naomi menyela pembicaraan sebentar," ucap Naomi dengan santun.

"Iya, Naomi. Ada apa?" kata Fatih.

"Barusan saya ditelepon Mami. Mami ingin saya pulang ke Semarang. Pertama, Papi kembali kritis dan kedua perusahaan di Semarang berantakan karena enggak ada yang ngurus. Jadi, insyaallah sore ini saya pulang ke Semarang," jawab Naomi sesekali menunduk.

"Innalilahi, semoga lekas sembuh untuk Papi kamu. Pulanglah, Naomi! Keluargamu lebih berharga. Salam untuk keluarga di sana, ya."

"Baik, Om. Namun saya ingin tahu juga perkembangan Fira. Sampaikan salam saya juga untuk Fira, Tante Ratih, Zayn dan Zema."

"Insyaallah, nanti kami akan memberitahu kabar Fira melalui telepon. Kita saling memberi kabar saja. Saya juga ingin kenal Papi kamu."

"Terima kasih, Om. Sekali lagi terima kasih telah memberi restu untuk adik saya Henry dengan putri Om yakni Fira."

"Kebahagiaan Fira dan dua cucu juga kebahagiaan saya. Sampaikan pula kepada Henry, jika sudah lima tahun mendatang, temui saya atau keluarga dahulu. Jangan dulu temui Fira."

"Insyaallah, saya akan menyampaikan pesan Om kepada adik saya."

Naomi menangkupkan kedua telapak tangan sebagai isyarat salam tanpa menyentuh kepada Fatih, kemudian ia setengah membungkuk sebagai tanda hormat kepada Fatih. Sementara ayahanda Fira membalas salam itu dengan menangkupkan kedua telapak tangan. Naomi lagi-lagi melakukan isyarat salam kepada Bryan. Pemuda itu pun melakukan hal yang sama.

"Hati-hati, Kak Naomi. Salam untuk keluarga di sana, ya," kata Bryan.

"Insyaallah, Dik," ucap Naomi.

"Hati-hati di jalan. Semoga selamat sampai tujuan," ujar Fatih.

"Insyaallah, Om. Naomi pamit dulu, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

***

Jam tangan milik Bryan itu terus berputar. Pemuda bertubuh tinggi itu kian gelisah karena sampai saat ini kakaknya belum siuman dari koma. Pagi lalu berganti menjadi siang. Matahari sudah berada di atas kepala manusia. Sinarnya telah menyinari langit Malaysia. Fatih dan Bryan masih menunggu di depan kamar, tempat Fira dirawat khusus.

Bapak dan anak laki-lakinya ini tak jemu memandangi Fira yang terbaring kaku di atas kasur dengan segala alat medis yang terpasang di tubuhnya. Lisan Fatih tak henti-henti bergumam mendoakan kesembuhan putri sulungnya itu. Cinta kasih Fatih terhadap putrinya itu tampak jelas saat beliau menitikkan air mata.

Seiring berjalannya waktu, Fira masih belum siuman juga. Energi Fatih tidak seperti muda dulu, hampir saja tubuh beliau tumbang. Bryan sigap merangkul bapaknya. Kebetulan di depan ruangan itu tersedia tempat duduk. Pemuda itu pelan-pelan menuntun Fatih duduk di kursi, lalu turut duduk di samping bapaknya. Ia perlahan memijat dua pundak Fatih. Lemas sudah raga Fatih sembari menanti Fira siuman. Napas beliau juga agak terengah-engah.

"Bryan belikan makanan dan minuman untuk Bapak, ya," usul Bryan.

"Bapak enggak napsu makan, Bry. Kakakmu di dalam belum sadar dari komanya. Rasanya Bapak hilang selera makan," lirih Fatih.

"Nanti Bapak sakit loh. Paling tidak Bapak makan sedikit saja."

"Nanti saja, ya, Bry. Bapak masih kuat kok."

"Ya, sudah, kalau Bapak ingin makan, bilang Bryan aja."

Waktu memihak pada dua keluarga tersebut. Keluarga Rafi datang di depan ruangan Fira. Bukan hanya itu saja, ternyata Rafi sudah siuman dari koma. Rahline-lah yang mendorong kursi roda yang di duduki Rafi. Wajah rupawan Rafi saat ini menjadi pucat. Bibirnya bungkam dan memutih pucat. Dua matanya sayu dengan tatapan kosong. Melihat Rafi mulai membaik, Fatih dan Bryan turut bersyukur.

"Pak Fatih hari ini kami pamit. Soalnya besok kami akan berangkat ke Kanada. Alhamdulillah, Rafi lekas sadar dari komanya," ucap Firman.

"Alhamdulillah, Pak Firman. Saya ikut senang melihat Rafi sudah siuman. Semoga kalian semakin sukses di Kanada, ya," ucap Fatih.

Mata sayu Rafi menoleh ke Fira dari balik jendela. Cinta pandangan pertamanya terbaring kaku di atas kasur. Rafi hanya bisa diam dan tidak berdaya menghampiri sahabat kecilnya itu. Meski begitu, dalam hatinya, Rafi meronta-ronta ingin menemui Fira untuk terakhir kalinya, karena besoknya Rafi akan hijrah ke Kanada.

Pilu dan pedih beradu jadi satu, dua sudut matanya hangat hingga Rafi tidak mampu menahan tangis. Terasa sesak dada yang dirasakan Rafi. Sontak tangisnya semakin memecah sampai membahasi pipi. Tubuh Rafi membungkuk pilu dan lisan jadi kelu. Hanya dengan menangis, cara Rafi meluapkan isi hati.

"Astaghfirullah, Bang Rafi!" pekik Rahline langsung tanggap terhadap tangis Rafi.

Firman sontak meringkuk di hadapan Rafi. Diusapnya punggung anak laki-lakinya dengan kasih sayang. Firman paham yang dirasakan Rafi saat ini. Beliau juga tahu betapa besarnya cinta Rafi untuk Fira. Namun kenyataannya, takdir tidak memihak Rafi dan Fira.

"Kamu doakan yang terbaik untuk Fira. Ayah tahu perasaanmu," lirih Firman.

"Rafi mencintai Fira, Ayah! Melihat Fira belum sadar dari koma, Rafi sakit sekali di dada," ucap Rafi sesenggukan.

"Ayah tahu ini berat buat kamu."

"Rafi ingin bertemu dengan Fira!" perintah Rafi sontak mendongak. Wajahnya yang pucat berlinangan air mata.

"Dengarkan saya, Nak Rafi. Kata dokter, untuk saat ini Fira belum bisa dijenguk oleh siapapun, karena Fira mengalami luka yang serius," sela Fatih.

"Sakit, Om--- Rafi ikut merasakan sakit yang dialami Fira!" Rafi semakin histeris. Saking histerisnya, ia meremas rambut dengan kuat.

Suasana jadi hening dan tegang. Seluruh keluarga kebingungan karena permintaan Rafi yang tidak bisa dikabulkan. Tiba-tiba Rafi turun dari kursi roda, seluruh keluarga sontak kaget melihat kenekatan Rafi. Pria berbaju pasien itu belum mampu berdiri dan berjalan, maka ia mengesot menuju ke pintu kamar Fira.

Firman berusaha mencegah Rafi untuk ke sana, tapi Rafi menolak cegahan ayahnya. Ia terus mengesot hingga tiba di depan kamar, tempat Fira dirawat. Rafi lantas menggedor-gedor pintu seraya menangis pilu.

"Maafkan Abang, Fir! Ini semua salah Abang, tidak seharusnya Abang menyakitimu. Meski Abang sakit karena kamu tidak mencintai Abang. Kamu boleh manggil Abang Rafi lagi. Kamu tetap sahabat terbaik Abang. Fira, dengarkan Abang! Lekas sembuh, Abang ingin melihat Fira ceria dan senyum lagi!" teriak Rafi seraya meringkuk, semakin sesak dada karena dipenuhi rasa sendu.

"Abang selalu sayang kamu! Lekas siuman, Abang ingin bertemu denganmu, karena setelah ini kita tidak bisa bertemu lagi. Kita akan jauh lagi. Dengarkan Abang, jambu manis!" Air mata yang menguras energi itu membuat matanya kemerahan. Betapa dalamnya duka yang dirasakan Rafi.

Mendengar teriakan Rafi, seorang dokter dan empat perawat lantas bergegas menangani Rafi. Pasalnya teriakan Rafi cukup mengganggu ketenangan di rumah sakit. Firman dan Fatih juga turut membantu menggotong Rafi ke kursi roda.

Rafi berusaha memberontak kepada Firman dan Fatih. Alhasil Rafi dicengkeram oleh empat perawat laki-laki, membuat Rafi sulit untuk berontak. Rafi meraung keras sepanjang koridor rumah sakit. Rafi, empat perawat dan keluarga Rafi lantas pergi dari sana. Sikap histeris Rafi jadi pusat perhatian orang-orang yang berada di koridor rumah sakit.

"FIIRRAA!!" Raungan Rafi begitu menggema dan tetap menoleh ke Fira yang terbaring kaku dari balik jendela kamar.

***

Bagaimana tanggapanmu setelah membaca novel ini? Diharapkan untuk memberi komentar tentang novel ini, supaya penulisnya tahu dan kenal ulasan dari setiap pembaca.

Dkung terus novel Energy Of Love 2 karya Famala Dewi ini. Bagaimana cara dukungnya? Dengan cara sukai (like), vote, dan kasih rating (bintang 5). Rekomendasikan novel Energy Of Love 1 dan 2 ini ke keluarga, sahabat dan kerabat kalian, ya. Terima kasih.

Awal Kisah

Kembalilah berlayar. Suara hati memanggil. Bertahun-tahun, hati selalu merindu. Tiada mendengar suaranya sebagai penyejuk sanubari. Tanpa bersua raganya. Yang terbayang hanya senyumnya. Senyum manis yang menggugah hati.

***

Universitas Hervard, Amerika Serikat

Langit biru nan cerah seakan bersahabat dengan momen paling mengesankan ini. Elok matahari menjulang tinggi itu turut menyinari Negeri Paman Sam. Lengkap dengan musim semi yang menghiasi universitas ternama itu. Gedung mewah dan melegenda ini tak lagi asing di mata dunia. Universitas yang telah mencetak banyak pengusaha bahkan orang sukses dan berprestasi.

Lima tahun yang dinanti sudah tiba hari ini. Sorak gembira menggema di halaman depan Universitas Hervard. Hari ini wisuda para mahasiswa dan mahasiswi jurusan bisnis. Toga wisuda hitam dan merah menjadi ciri khas universitas tersebut. Mereka memancarkan rona kebahagiaan.

Sekian dari mereka, ada yang memilih foto bersama dengan teman-temannya, ada pula yang saling berpelukan penuh semangat karena kelulusan tahun ini. Saking bahagianya, sebagian dari mereka melemparkan topi wisuda hingga ke langit. Mahasiswa dan mahasiswinya tidak hanya dari orang setempat, masing-masing mereka dari berbagai negara. Termasuk asia tenggara.

Di antara perkumpulan mahasiswa dan mahasiswi yang menikmati kebahagiaan kelulusan, terlihat punggung seorang pria yang tingginya 180 sentimeter, antusias berjabat tangan dengan teman-teman pria yang lain.

Konon katanya, pria berambut hitam itu dikenal dengan kecerdasan dan kebaikannya. Ia termasuk mahasiswa dengan nilai terbaik mewakili Indonesia dan Korea Selatan. Wisuda kali ini ia dan teman-temannya mendapat gelar Bachelor of Business.

"Aku tidak menyangka, satu di antara orang asia lainnya. Kamu terbaik!" puji seorang pria bermata biru dengan aksen Inggris. Parasnya pun tampan. Ia kagum dengan prestasi temannya yang berdarah campuran Indonesia dan Korea itu.

"Ah, bukan hanya itu saja. Selain berprestasi, kamu juga taat beribadah. Sungguh, aku menyesal, awal kamu di sini pernah menghinamu. Apparently you have a good attitude," sanjung seorang pria berkulit hitam manis dengan aksen Amerika. (Ternyata kamu memiliki sikap yang baik.)

"Ayolah, jangan memujiku seperti itu. Bisa-bisa aku pingsan di hadapan wajah kalian, hahaha," canda pria berambut hitam yang dipuji oleh dua temannya tadi.

Tiga pria itu pun tertawa bahagia, mengingat masa-masa kuliah hingga saat ini. Waktu berjalan begitu cepat dari yang diperkirakan, lima tahun berjuang menuntut ilmu di Negeri Paman Sam.

Semua tidak akan sia-sia bila ada kemauan dan tekad yang kuat. Usaha mereka juga tidak mengkhianati hasil. Semua sudah memperoleh hasil yang memuaskan dan membanggakan. Tidak hanya untuk keluarga, tapi juga membanggakan negara masing-masing.

"Mas Lee, apa acara wisuda ini telah usai?" tanya seorang sopir kepercayaan yang ada di belakang pria berseragam hitam itu.

Pria yang dipanggil Lee itu lantas berbalik badan. Wajah oriental nan rupawan ada berewok tipis di dagu. Mata sipit bagai bulan sabit itu menjadi daya tarik. Untung saja, di sana ia sedang berkumpul dengan teman-teman sesama pria. Jika berkumpul dengan teman-teman wanita, tentu saja ia menjadi idola para wanita di universitas ini. Rupanya sudah tidak asing lagi. Namun dewasa ini, ia membuat orang lain pangling. Semakin dewasa, ia semakin berwibawa dan gagah. Siapa lagi kalau bukan Henry Lee?

"Oh, iya, apa ini sudah waktunya?" tanyanya seraya tersenyum manis.

"Bukankah Anda sendiri bilang sudah rindu dengan empat wanitamu?" tanya balik sopirnya itu.

"Oh, who are your four woman? You are amazing, Henry!" seru pria bermata biru itu. (Oh, siapa empat wanitamu? Kamu luar biasa, Henry!)

"Hahaha, maksudku, empat wanitaku adalah Ibuku, Kakakku, Adikku dan calon istriku," jawab Henry. Hatinya merasa berdegup kencang kala mengucapkan calon istri.

"Aku pikir kamu memiliki empat istri, hahaha."

"Oh, tentu tidak. Aku cukup memiliki satu istri yang tercinta."

"Apakah kamu akan segera menikah setelah wisuda ini?" tanya pria berkulit hitam manis.

"Insyaallah, cintaku sudah berlabuh untuknya. Kalian akan aku undang ke pernikahanku nantinya," jawab Henry semringah.

"Congratulations, Henry! God bless you," ujar dua pria secara bersamaan. (Selamat, Henry! Tuhan memberkatimu.)

Sebelum Henry pergi, terlebih dahulu ia bersalaman dengan teman-teman sesama pria, mengucapkan perpisahan setelah wisuda, kemudian mereka saling mendukung cita-cita yang akan dicapai. Rona kegembiraan masih terpancar dari wajah mereka.

Ada pula yang sedih karena kepergian Henry saat itu juga. Setelah saling berpelukan dan berjabat tangan, Henry antusias berlari. Tangan kanannya melambai ke arah teman-temannya. Sementara tangan kirinya membawa topi wisuda dan ijazah kelulusan.

"Tolong sampaikan salam hangat untuk dosen dan rektor dariku!" Henry berteriak kepada teman-teman seperjuangannya. Dari arah yang berbeda, teman-temannya merespon dengan baik ucapan Henry. Memberi isyarat oke, pertanda salam hangat itu akan tersampaikan.

***

Tembalang, Semarang

Sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti di depan pagar Sekolah Islam Terpadu di Tembalang Semarang. Di dalam mobil ada seorang wanita memakai kacamata hitam, ia sejenak melihat anak-anak yang tampak antusias memasuki gedung bertingkat dan mewah. Kecuali seorang anak laki-laki yang berada duduk di dekatnya.

Usia anak laki-lakinya kini menginjak sepuluh tahun. Tubuhnya sudah tinggi. Wajah yang dulunya imut menjelma jadi tampan. Namun hari ini raut wajah anak itu tampak murung seperti punya beban pikiran. Ia hanya menatap datar dashboard mobil.

Dari balik kacamata hitam, sang ibu melirik anak laki-lakinya yang berbalut seragam sekolah. Ia sudah paham dengan isi hati dan pikiran putra sulungnya.

"Zayn," panggil wanita berkacamata hitam kepada anak laki-laki itu. Ya, anak laki-laki ini adalah Zayn Achmad Al Khoiri yang sudah tumbuh jadi anak baru gede.

"Mau sampai kapan Om Henry sibuk, Ma? Apa Om Henry enggak serius sama Mama? Kenapa Mama bertahan menunggu Om Henry? Kalau Om Henry enggak serius, Zayn pengen kenalin Mama ke wali kelas Zayn," gerutu Zayn kepada mamanya yang tidak lain adalah Maghfira Annisa.

"Menikah lagi atau mempunyai Papa sambung enggak segampang itu, Nak!" tegas Fira.

"Zayn malu, Ma. Setiap tahun selalu dikatain Zayn enggak punya Papa. Setiap ada acara, yang datang selalu Mama, Kakek dan Om Bryan. Mereka punya Papa lengkap dengan keluarganya. Sedangkan Zayn?" ucapnya agak lantang. Mata bulat Zayn mulai mengembun menatap sang mama.

"Apa kamu benar-benar udah matang punya Papa sambung? Papa kandung dan Papa sambung itu berbeda loh. Oke, bersyukur kalau kamu punya Papa sambung yang baik. Kalau sebaliknya? Nauzubillah, jangan sampai hal itu terjadi," jelas Fira.

Zayn memalingkan wajah lantas terdiam. Tatapannya datar melihat jalanan di luar mobil. Sementara Fira hanya mencengkeram erat setir mobil. Ia selalu berusaha memahami anaknya, menjelaskan bahwa mempunyai papa sambung itu tidak segampang dan seindah yang ia bayangkan.

Fira ingin Zayn berpikir realistis bukan karena mendengar ocehan teman-temannya yang selalu menjatuhkan mental. Sebenarnya Fira tahu dan geram dengan ucapan yang membuat Zayn tertekan. Namun lidah tidak bertulang selalu mem-bully Zayn karena tidak memiliki figur seorang ayah.

"Mama, kapan mau antar Zema ke TK?" tanya anak laki-laki berusia enam tahun. Yakni Zema Abian Achmad, putra kedua Fira. Ia yang duduk di belakang hampir terlupakan karena Zayn dan Fira sibuk berdebat.

"Oh, iya, Nak--- sebentar, ya," ucap Fira menoleh ke belakang, kemudian melirik anak sulungnya yang kini duduk di kelas empat itu. "Zayn, lekas masuk ke sekolah. Mama juga mau antar Zema ke TK."

Zayn merangkul tas. Sebagai anak wajib bersalaman dan mencium punggung tangan Mamanya. Wajahnya yang sendu itu berkata, "Ya, Zayn sekolah dulu."

"Jangan dengarkan kata mereka, ya! Bukankah dari dulu kita sudah memilih Om Henry sebagai anggota keluarga? Om Henry, pria yang baik. Bersabarlah, Zayn. Om Henry akan segera kembali." Fira seringkali mengucapkan kalimat demikian supaya dapat meyakinkan Zayn.

"Hmm," singkat Zayn keluar dari mobil mamanya. Zayn agak kasar menutup pintu mobil.

Dari balik kacamata hitam, Fira terus memantau putra sulungnya itu. Ia melirih berdoa untuk Zayn supaya Allah senantiasa melindungi anaknya. Sejenak Fira terdiam, mengingat kejadian lima tahun yang lalu menimpa dirinya. Sewaktu ia berada di Malaysia, menyusul Rafi hingga kecelakaan hampir merenggut nyawanya.

Beberapa hari setelah melewati masa kritis, Fira dinyatakan sembuh. Ia tambah bahagia saat Fatih--- bapaknya merestui hubungannya dengan Henry. Namun di sisi lain, ia merasa tidak percaya diri karena Fira yang kini telah berbeda.

Fira mengambil gawai, merenung sudah terlalu lama tidak mengetahui kabar dari Henry. Terakhir bertemu dengan Henry saat ia tiba di Singapura bersama Bryan, tapi Henry justru pamit ke Semarang. Itu pun Fira hendak mengungkapkan pilihan yang tepat untuk Henry tapi belum tersampaikan. Karena dahulu hatinya masih bimbang antara Henry atau Rafi.

Jemarinya berselancar di kamera. Gawai bermerek Apel-Phone masa kini terbilang cukup bagus dan mahal. Kamera depannya seperti cermin bening sehingga menghasilkan foto yang apik. Tangan kiri Fira perlahan membuka kacamata hitam yang menutupi sepasang mata. Ia lantas bercermin pada kamera depan.

Mata bulat Fira mulai mengembun. Jika dilihat mata kanannya terlihat normal. Namun lain halnya dengan mata kiri dibantu oleh lensa khusus berwarna hitam pekat. Bukan seperti mata pada umumnya, karena mata kiri Fira sempat mengalami luka berat pada saat kecelakaan lima tahun yang lalu. Penglihatannya buram sehingga mata kirinya harus dibantu oleh lensa mata khusus.

Fira membatin pilu hingga merinding. "Aku tidak seperti dulu. Aku wanita dengan mata buram sebelah. Namun dengan kondisiku yang sekarang, apa Henry masih mau menerimaku?"

***

Yuk, dukung terus novel Energy Of Love 2 karya Famala Dewi ini. Bagaimana cara dukungnya? Dengan cara sukai (like), vote, dan kasih rating (bintang 5). Supaya authornya ini semangat lanjutin kisah ini sampai tamat. Rekomendasikan novel Energy Of Love 1 dan 2 ini ke keluarga, sahabat dan kerabat kalian, ya. Terima kasih.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!