Pada suatu saat Leonardo di perkenalkan dengan perempuan. Melalui foto Leonardo ingin mengenal perempuan tersebut sebab Leonardo sedang mencari pasangan hidup, namun prinsip Leonardo adalah jika nanti pertemuan mereka cocok maka akan melangkah kepelaminan dan jika tidak cocok akan bubar.
Celo memberi tahu Leonardo, bahwa Riana akan bertemu dengannya disebuah bar. Riana adalah sekretaris di perusahaan lain namun tidak bekerja di perusahaan yang di pegang Leonardo.
"Hai ... Kamu yang namanya Riana kan?" tanya Leonardo pada Riana, pada saat duduk di meja nomor 25 disebuah bar.
"Iya, Saya. Kamu Leonardo?" tanya Riana balik sambil melirik penampilan pria tersebut dari ujung kaki sampai kaki.
Rian terpaku dengan kegantengan Ceo perusahaan Leonardo grup tersebut, sebab pembawaan pria tersebut yang humble, baik, ramah serta tampan rupawan membuatnya terpaku.
Akhir mereka saling mengobrol masalah pribadi satu sama lain. Serta tak ada yang ditutupi hingga pada saat mereka di bar sedang mengobrol ternyata mereka sudah menghabiskan 10 botol minuman dan membuat keduanya mabuk.
Mabuk namun masih dalam keadaan tersadar, Riana yang tidak membawa mobil tersebut pergi pulang dengan Leonardo karena mendapat tawaran dari Leonardo saja, supaya pulang bareng.
"Kamu pulang sama siapa?" tanya Leonardo kepalanya masih oyong, namun masih bisa bertanya.
"Saya mau naik taksi ..."
"Pulang sama saya saja, biar saya antar sampai kerumah."
leonardo langsung menarik tangan Riana membawanya kedalam mobil. Sebab hari sudah larut malam, tidak baik jika perempuan pulang terlalu larut malam dalam kondisi menunggu taksi.
"Saya segan pulang sama kamu ..." Riana di paksa masuk dalam mobil.
"Jangan malu untuk pulang sama, Saya. Jika cocok hubungan ini, kita akan bawa dalam status pacaran namun jika tidak cocok kita akan berteman." Leonardo dalam prinsip hidupnya.
Kini Leonardo lagi gencarnya mencari pasangan hidup. Walau pun suka gonta ganti perempuan, namun Leonardo ingin mencari yang terbaik. Jika diajak keranjang hanya untuk pelampiasan sesaat oleh dirinya.
"Terimakasih, Leonardo." Riana menundukkan kepala sambil tersenyum.
"Hmm semoga saja cocok hubungan kita ini."
Saat larut malam kondisi lagi hujan deras bahkan Leonardo, tidak sanggup menyetir mobilnya karena pandangannya gelap dan kaca mobil memburam karena genangan air.
Hari sudah larut malam, ternyata Leonardo yang sedang menyetir ternyata mencari hotel untuk menginap, sebab sudah tidak sanggup lagi dalam membawa mobil.
Riana masih belum sadar dalam mabuknya, waktu Leonardo berhenti disebuah hotel, Riana sudah tertidur pulas, lalu Leonardo membangunkan gadis tersebut.
"Hay, bangun. Kita sudah sampai," Leonardo berbohong, sambil menguji Riana bisa tidak diajak bicara saat mabuk.
"Sudah sampai kah? Akhirnya kita sudah sampai dirumah?" Riana hanya bertanya saja, namun tidak melihat kearah Leo.
Leonardo memapah Riana kekamar hotel sebab Riana banyak sudah meminum alkohol, namun di bawah sadar mereka ternyata mereka memboking satu kamar untuk dua orang.
Saat sudah berada dalam kamar hotel nomor 28. Mereka ternyata terjebak dalam cinta satu malam, bahkan mereka tidak menyadari sudah melakukan hubungan ranjang sampai puas.
Di pagi hari mereka baru menyadari telah berbuat. Sesuatu yang memang tidak mereka harapkan, saat sudah terbangun di pagi hari mereka sadar sudah tidak memakai baju lagi dan membuat Riana malu dan menutup tubuhnya dengan selimut.
"Kamu ngapain saya?" tanya Riana kepada Leonardo, terlihat sedih bahwa sudah di nodai oleh Leonardo.
Leonardo meminta maaf kepada Riana, tidak ada maksud untuk menodai Riana, namun karena mabuk mereka sampai melakukan hubungan di luar pernikahan.
"Maafkan saya Riana ... Tidak keinginan saya untuk menodai kamu, semua ini terjadi di luar dari sadar," ucap Hendra lalu memakai kembali bajunya.
Riana juga kembali memakai bajunya terlihat sedih yang luar biasa. Berharap tidak terjadi sesuatu kepadanya bahwa Riana tidak menginginkan hamil, bahwa hubungan ini mereka tanpa sengaja dan tak ada perasaan sama sekali.
"Sudahlah! Semoga saja aku tidak hamil dan aku bergegas dulu ..." Riana bergegas membersihkan diri.
Didalam kamar mandi, Riana tidak bisa mengingat akan kejadian tadi malam. Mencoba untuk mengingat namun sedikit yang bisa di ingat Riana saat ada sesuatu yang mengguncang tubuhnya, Riana mengira tubuhnya diguncang hanya sebuah mimpi ternyata menjadi sebuah kenyataan.
"Dia menodai aku," gumam Riana dalam hati.
Leonardo termenung sendiri diatas tempat tidur. Mengingat pertemuan mereka baru pertama kali sudah berbuat senonoh dan menikmati cinta satu malam bersama wanita.
Rasa bersalah Leonardo masih kepikiran sampai ke hati. Selepas Riana membersihkan diri, Leonardo hendak menyampaikan hal serius kepada Riana untuk mengantisipasi sesuatu akan terjadi kedepannya.
"Riana gue minta maaf, namun gue akan tanggung jawab kok. Bahwa jika satu malam kita dibawah sadar, jika kamu hamil maka aku akan tanggung jawab seutuhnya," ucap Leonardo yang masih mempunyai tanggung jawab.
"Nanti saja ... Jika saya hamil, maka saya akan memberitahu kepada kamu," jawab Riana.
Riana tidak mau mengenal terlalu dekat pria tersebut. Sebab pertemuan pertama sudah mempunyai kesan buruk terhadap keduanya. Yaitu kesan yang tidak baik yang akan dikenang dalam seumur hidup.
Riana menyesali bahwa kini dirinya sudah tidak perawan lagi, tetapi hatinya menahan rasa nyesek bahwa telah begini, bukan suami yang membuatnya kebablasan namun orang yang baru dikenalnya terjebak dalam satu malam.
Andai mabuk tersebut tidak terjadi mungkin mereka tidak akan pernah jadi begini. Riana menyesali sudah bertemu dengan pria tersebut dan menangis di hadapan Leonardo bahwa kini dirinya sudah tidak perawan lagi.
Sejak pertemuan tersebut, komunikasi diantara mereka menjadi terbatas. Namun Leonardo masih mengirimkan pesan singkat untuk selalu meminta maaf kepada Riana sudah menodai dirinya.
Leonardo merasa kasihan sebab siapa lagi yang akan mau sama Riana? Leonardo hendak menikahi gadis tersebut namun belum cinta dan Leonardo mengajak kembali Riana untuk bertemu, untuk menanyakan apakah Riana ada merasakan mual atau tidak?.
"Apakah kamu mual atau tidak?" tanya Leonardo ketika bertemu di restoran.
Riana masih mengingat belum bisa melupakan kejadian sebenarnya. Meminta kepada Leonardo untuk menjauh saja dan tak akan mungkin Riana akan hamil, sebab mereka pertama kali melakukan, namun Leonardo masih menunggu selama dua bulan untuk mendapatkan info dari Riana.
Kejadian tersebut hampir satu minggu, namun belum terjadi sesuatu yang membuat Riana muntah-muntah atau mual. Bahkan Riana tidak ada merasakan pusing.
"Aku tidak ada merasakan pusing, mual-mual dan tak akan mungkin gue bisa hamil, mengapa gue tidak bisa hamil? Sebab hubungan ini baru pertama kali dalam hubungan ranjang." Riana merasa bahagia belum ada reaksi apa pun terjadi setelah satu bulan kejadian tersebut dan mereka pun belum ada bertemu.
Setelah dua bulan usai kejadian satu malam tersebut. Kepala Riana rasanya berdenyut, badan nya pegal dan mual-mual. Entah apa yang terjadi pada pagi itu, Riana rasanya mau tumbang.
Mereka masih komunikasi sama Leonardo, namun hanya sebatas saja. Namun pada suatu saat Riana periksa ke Dokter sebab pusing dan mual-mual sudah dua minggu belum hilang.
Betapa terkejut Riana saat Dokter memberikan penjelasan, bahwa Riana sedang hamil satu bulan, betapa pilu hatinya. Saat dinyatakan hamil, marah, down dan frustasi rasanya kehamilan menghancurkan masa depan dan karirnya.
"Maaf Bu ... Setelah kami periksa dan hasilnya Ibu positif hamil, kandungan Ibu sudah satu bulan, mengapa tidak membawa Ayahnya bayi kesini Buk?" tanya Dokter tersebut kepada Riana.
Riana matanya berkaca-kaca, tidak mungkin memberitahu kepada Leonardo bahwa dirinya sudah hamil. Sedangkan Riana masih ingin menyendiri dan belum berniat untuk menikah.
"Dokter, saya tidak mungkin hamil?" Riana menangis didepan sang Dokter.
"Ibu kenapa?" tanya Dokter Elvan tersebut, baru pertama kali mendapati pasien yang periksa kepadanya menangis saat dinyatakan positif hamil.
"Saya bahagia kok, Dok." Riana menutupi kesedihannya, jika berkata jujur malu sebab hamil di luar nikah.
"Jika bahagia ... Tolong rawat anaknya dalam perut sebaik mungkin, Buk. Jaga pola makan dan istrahat secara teratur, semangat untuk menjalani masa kehamilan. Agar bisa melihat si kecil ada di dunia ini," ucap sang Dokter memberikan motivasi.
Riana menyetir mobilnya, selama dalam perjalanan. Riana menangis seorang diri dan matanya berkaca-kaca. Sesampai dirumah Riana langsung mengirimkan pesan singkat bahwa sudah hamil kepada Leonardo.
Namun Riana langsung memblokir nomor Leonardo. Bergegas untuk membereskan pakaian dan barang-barang yang akan dibawa soalnya Riana takut Leonardo akan datang kerumahnya.
"Aku harus bergegas meninggalkan tempat ini, soalnya buat apa bertahan disini," gumam Riana dalam hati.
Riana segera pergi dan pindah rumah jauh dari kota Leonardo tinggal. Sebab Riana juga malu jika suatu saat nanti tetangga akan mengetahui dirinya hamil tanpa suami bisa membuat Riana lebih malu lagi.
Sebenarnya Riana tidak kuat menyesali bertemu dengan Leonardo. Jika tidak dikenalkan dengan temannya tidak mungkin akan terjadi sesuatu yang membuat prihatin hidupnya.
Saat dinyatakan hancur dunia Riana bagaikan diambang keterpurukan, namun Riana berusaha untuk bangkit dan menyakinkan diri bahwa bisa mengurus anak yang ada dalam kandungannya tersebut.
Leonardo sedang berada di kantor saat itu sedang selesai meeting. Leonardo yang sedang fokus dengan hp, tiba-tiba ada notifikasi pesan masuk dari Riana dan Leonardo langsung membuka isi pesan tersebut.
"Leonardo, saya baru periksa ke Dokter setelah itu, Dokter menyatakan bahwa saya hamil anak kamu dan saya minta tolong jangan cari saya, soalnya saya mau menenangkan diri dan pindah dari rumah gue, supaya tetangga tidak tahu bahwa saya hamil"
Beginilah isi pesan dari Riana terhadap Leonardo. Pria itu langsung berdiri dari tempat duduknya, hendak mendatangi rumah Riana untuk bertanggung jawab.
Leonardo ingin bertanggung jawab dengan memenuhi kebutuhan anak di luar nikah tersebut. Dari melahirkan hingga besar dan akan menikahi Riana sampai melahirkan saja lalu bercerai setelah anak itu lahir.
Dari pada harus seperti itu lebih baik Riana pergi dari lingkungan sekitar rumah dan pergi dari hidup Leonardo. Riana yakin bahwa dirinya bisa membesarkan anaknya, walau pun bersusah payah. Dengan bekerja sebagai sekretaris saja Riana masih sanggup membesarkan anak itu.
"Aku harus kuat dan aku tidak boleh lemah," gumam Riana dalam hati sambil menangis.
Leonardo sampai dirumah tersebut, saat mengetuk pintu rumah Riana. Namun tidak ada orang dirumah tersebut, sudah 10 kali Leonardo menggedor pintu tersebut namun tidak di buka.
"Riana ... Buka pintunya, aku mau bicara sama kamu," ucap pria tersebut seperti ada rasa bersalah.
Tidak ada terdengar suara Riana pada saat itu lalu tiba-tiba ada tetangga datang, untuk menyampaikan jika ada yang datang untuk bertemu dengannya, sampaikan bahwa Riana sudah pindah.
"Nak. Mau cari siapa?" tanya seorang ibu yang merupakan tetangga Riana.
"Mau jumpa dengan Riana, Buk."
"Oalah, Nak. Riana sudah tidak tinggal disini lagi dan sudah pindah." Ibu tetangga tersebut memberitahu.
"Pindah kemana Bu?" tanya Leonardo kepada ibu tersebut.
"Pindah kemana kurang tahu?" jawab Ibu tersebut.
"Okelah, Buk. Jika begitu saya pergi dulu. Terimakasih ..."
Leonardo merasa terkejut Riana pergi saat sedang hamil. Leonardo mau bertanggung jawab mengenai kehamilan, namun gadis tersebut sudah pergi.
"Jika begitu mau kamu? Akan aku tunggu kabar mu," gumamnya dalam hati.
Leonardo tidak mencari Riana namun masih penasaran, gadis tersebut pindahnya kemana? Apakah jauh dari kota mereka tinggal?.
Hingga berapa bulan kemudian Riana sudah berusaha ikhlas. Untuk menjadi singel parent harus kuat dan bertahan demi kandungan dalam perutnya tersebut.
"Aku bisa berusaha untuk menerima kenyataan ini," gumam Riana dalam hati.
Hingga saat sudah 9 bulan Riana melahirkan seorang anak laki-laki. Yang diberi nama dengan Davin, berjuang sendiri menikmati masa mengandung selama 9 bulan, masih bekerja sebagai sekretaris, melahirkan dengan dukungan salah satu temannya membuat wanita ini semakin kebal dalam menghadapi kehidupan.
Davin lahir tanpa di dampingi oleh seorang ayah dan Riana tidak didampingi suami. Sebab belum menikah dan anak tersebut pun adalah anak di luar nikah karena terjebak dalam cinta satu malam.
Leonardo semakin sukses membangun usaha dan perusahaan nya. Hampir satu tahun berlalu Leonardo tidak penasaran lagi, mencoba menata hidup baru namun kini Leonardo sudah mempunyai pacar, namun mereka belum berencana untuk menikah.
Davin semakin tumbuh besar, setelah anaknya bisa berjalan. Riana baru bisa bekerja dan selama ini hanya mengandalkan uang saat bekerja dulu. Namun Riana cuti melahirkan selama satu tahun, Riana sudah bisa bekerja jika tidak bekerja anak mau diberi makan apa? Namun hidup akan tetap berjalan.
Riana menitipkan anaknya Davin kepada temannya yaitu Era, untuk menjaga putranya yang masih berumur satu tahun tersebut. Riana tulus menyanyangi anak tersebut, walau pun anak di luar nikah dan tanpa seorang bapak pun bisa membesarkan anak tersebut.
Riana sebenarnya tidak tega untuk meninggalkan David. Tetapi badai kehidupan begitu hebat mengguncang hidup Riana sampai saat ini. Saat sakit pun dipaksa berdiri untuk mencari uang supaya ada uang masuk.
Jika Riana tidak bekerja, Riana tidak bisa memikirkan bagaimana nasibnya dan setiap hari akan menangis sebab tidak bisa makan, tidak bisa beli barang-barang dan baju yang diinginkan.
Impian Riana adalah fokus membesarkan si buah hati. Kebahagiaan si buah hati adalah hal terindah dalam hidupnya selaku sebagai seorang ibu dalam hidupnya.
Usia Davin kini sudah berumur 8 tahun, anak itu tumbuh menjadi anak pintar dan baik kepada ibunya. Sebab Davin menyadari bahwa ibunya lah yang selalu ada untuknya.
Pada suatu hari saat Ibu tidak bekerja tiba-tiba di hari minggu Davin merasakan pusing dan sakit kepala yang luar biasa. Hingga tidak sadarkan diri membuat Riana membawa anaknya kerumah sakit terdekat.
"Nak, kamu mengapa?" Riana menangis histeris lalu mengangkat anaknya tersebut membawa kerumah sakit seorang diri dengan menyetir mobil sendirian.
Riana menangis sepanjang perjalanan dan Riana sudah meminta bantuan kepada sahabatnya Citra. Mereka berdua membawa Davin kerumah sakit, sesampai dirumah sakit Riana berlari menemui Dokter.
"Dokter, tolong sembuhkan anak saya, putra saya pingsan tiba-tiba." Riana memohon kepada Dokter tersebut.
Akhirnya Dokter merasa iba dan membawa Davin kedalam ruangan pemeriksaan dan Dokter tersebut terlihat sedih, sebab Dokter merasa iba ada seorang ibu sendirian membawa anaknya kerumah sakit dan menyetir.
"Bu Riana ..." Suster Lina memanggil Riana untuk masuk.
"Iya, Suster."
"Bu, Dokter menyuruh untuk masuk kedalam ruangannya."
"Baik, Suster. Terimakasih."
Riana masuk ditemani oleh Citra, lalu Riana menggengam tangan Citra. Berharap anaknya tidak terjadi apa-apa, Riana ingin Davin sembuh dari sakitnya.
"Dokter ..."
"Bu, duduklah. Saya akan menyampaikan sesuatu kepada Ibu, setelah kami melakukan pemeriksaan."
"Gimana hasilnya Dok?" tanya Riana berharap tidak ada penyakit serius yang terjadi dengan anaknya.
"Buk, setelah kita periksa anak Ibu menderita penyakit kanker leukemia stadium satu," ucap sang Dokter.
"Kanker leukemia stadium satu, Dokter?" tanya Riana mulutnya tidak bisa berkata apa-apa lagi pada saat itu.
"Iya, Buk. Kita akan melakukan tindakan operasi dan kemoterapi. Untuk biaya begitu besar dan bagian biaya silahkan berurusan dengan admin kami." Dokter tersebut adalah pemilik rumah sakit.
Riana membaca bagian administrasi begitu banyak untuk pengeluaran biaya. Awalnya Riana masih sanggup membayar biaya rumah sakit anaknya.
Tetapi semakin menjalani banyaknya proses operasi hingga membuat Riana tidak kuat lagi dengan masalah keuangan. Demi kesembuhan anaknya tersebut berbagai cara sudah di lakukannya termasuk meminjam kepada teman-teman.
Namun karena pinjaman begitu besar, teman-temannya. Tidak mempunyai uang untuk memberikan bantuan kepada Riana, hingga membuat otaknya buntu. Lalu Riana kepikiran untuk mencari Leonardo, ayah dari anaknya tersebut namun tak ada ikatan pernikahan.
"Bagaimana aku harus cari uang? Aku harus cari kemana? Gimana kalau aku harus menemui Ayah Davin. Leonardo kan kaya banget seorang Ceo, aku harus menemuinya untuk memberitahu anaknya sakit dan minta biaya kepadanya." Riana berpikir bahwa menemui Leonardo adalah jalan yang harus ditempuh.
Leonardo sudah bahagia dengan tunangan nya. Mereka juga sudah merencanakan akan menikah setahun lagi, namun Leonardo masih mempersiapkan perkembangan usaha dan bisnisnya supaya berkembang pesat.
Pada suatu saat ketika Leonardo tak masuk kerja karena hari itu minggu. Di depan pintu rumahnya sudah berdiri Riana, perempuan itu bisa mengetahui alamat Leonardo karena pernah ada alamat diberitahu pria itu, waktu mereka masih menjalin pendekatan.
"Pak, ada seseorang perempuan yang ingin bertemu, Bapak." Bibi Indah memberitahu kepada majikannya tersebut.
"Siapa? Kekasih saya?" tanya Leonardo.
"Bukan, Pak. Bukan Nona, melainkan perempuan yang tak pernah sama sekali datang kesini ..."
"Bibi sudah tanya namanya?" tanya Leonardo ingin tahu siapa nama perempuan tersebut.
"Tadi perempuan itu sebut ketika Bibi tanya namanya ... Nama perempuan itu kalau tidak salah Riana, Pak." Bibi Indah memberitahu indentitas perempuan itu.
"Apa namanya Rianaaaaaa?" tanya Leonardo begitu syok, tiba-tiba Leonardo teringat akan kejadian 9 tahun yang lalu, bahwa perempuan yang sudah di hamili nya karena cinta satu malam adalah bernama Riana.
Pria itu langsung berlari menuju pintu masuk rumah tersebut. Ternyata benar kecantikan Riana dan postur badan masih tetap seperti itu membuat Leonardo grogi, ketika sudah 9 tahun mereka baru bertatap muka lagi.
"Hy, apa kabar?" tanya Leonardo grogi dan salah tingkah.
"Baik ..."
"Silahkan masuk ..."
Leonardo membawa wanita tersebut untuk masuk, namun muncullah rasa penasaran Leonardo mengapa Riana tidak membawa anak mereka? Leonardo ingin melihat wajah anak kandungnya tersebut yang diperkirakan Leonardo sudah berumur 8 tahun.
"Leonardo, begini maksud kedatangan aku ... Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepada kamu," Riana terlihat panik untuk bercerita tentang sakit anaknya.
"Kamu kemana saja? Ada apa? Mana anak kita?" tanya Leonardo semakin penasaran.
"Saya ingin membahas tentang anak kita,"
"Kenapa anak kita?" tanya Leonardo semakin terlihat kuatir.
"Aku memang sudah melahirkan anak kamu dan anak tersebut laki-laki. Kini umurnya sudah 8 tahun dan sudah sekolah, maafkan aku sudah meninggalkan kamu dan tak memberi kabar pindah diam-diam." Riana menangis tak kuat untuk menahan sendiri penderitaan akan hidup ini hingga Riana berpikir untuk membagi masalah ini kepada ayah dari anaknya.
"Wah putra ... Aku bahagia mendengarnya." Leonardo tersenyum.
"Jangan senang dulu ... Putra kamu sedang sakit menderita kanker leukemia stadium satu dan kini sedang di rawat dirumah sakit." Riana menangis terisak-isak.
Seketika mendengar berita buruk tersebut membuat Leonardo lunglai lemas sekali, bertemu dengan putranya sebentar lagi namun pilu harus bertemu dengan hal yang begitu menyedihkan. Bahwa sang putra sakit kanker leukemia stadium satu, kemungkinan kecil untuk sembuh.
"Apa? Putraku menderita penyakit kanker leukemia stadium satu?" Leonardo terlihat kaget dan sedih.
"Iya ... Aku datang kesini untuk meminta tolong untuk kamu, supaya bertemu dengan putra kamu dan aku meminta tolong untuk kamu membayar biaya rumah sakit. Soalnya aku sudah habis uang untuk membawa putra kamu berobat dan kini sudah tidak mempunyai tabungan lagi ..." Riana bercerita dengan penderitaan nya selama ini.
Selama ini Riana selalu tegar dan sanggup namun untuk saat ini Riana harus meminta bantuan kepada Leonardo.
"Kamu jangan risau ... Aku akan menemui putra kita, sehabis ini kita kerumah sakit bersama dan aku akan membayar seluruhnya biaya rumah sakit."
"Terimakasih, Leonardo."
Lalu mereka pergi bersama, Riana kerumah Leonardo memakai taksi karena tidak kuat dalam menyetir. Sebab kekurangan darah karena menemani anaknya dirumah sakit.
Leonardo mengelus bahu Riana untuk bersabar didalam mobil. Mereka diantar oleh sopir pribadi Leonardo menuju kerumah sakit dalam perjalanan 4 jam.
"Sudah, kamu jangan panik dan yakinkan diri bahwa anak kita bisa sembuh." Leonardo menenangkan Riana dengan mengelus bahu Riana.
"Bagaimana aku tidak panik? Aku tidak mau kehilangan anak. Sebab yang aku punya satu-satunya hanya anak, aku tidak sanggup kehilangannya suatu saat nanti." Riana dengan air mata yang membasahi pipinya.
"Sudahlah aku sebagai ayah akan bertanggung jawab dengan kesembuhan anak kita."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!