Sarah terbangun dari tidurnya, menyadari matanya dan bantal yg ditidurinya sudah sangat basah. Dia menangis saat tidur, lagi. Suaminya tengah memeluk sambil mengusap lembut punggungnya.
"Udah ya, udahan nangisnya," bisik Alvin sembari terus mengusap punggung istrinya itu.
Sarah sering kali menangis saat tidur tanpa dia sadari, hal ini sudah terjadi sejak orang tuanya meninggal 2 tahun lalu. Sarah dan Alvin menikah sudah hampir satu tahun dan Alvin sudah hafal betul kebiasaan tidur istrinya ini. Mereka sudah mencoba memeriksakannya tetapi dokter hanya meminta agar sarah jangan terlalu banyak pikiran.
"Aku nangis lagi ya? Lama? Maaf ya," ucap Sarah sambil menatap Alvin.
"Udah, ayo tidur lagi. Nanti pusing," jawab Alvin lembut.
Sarah ingat betul apa yang baru saja muncul di mimpinya, tragedi kecelakaan yang menewaskan orang tuanya. Kecelakaan itu terus menerus membuat Sarah menyalahkan dirinya karena dia yang saat itu mengemudikan mobil, semua penumpang yaitu kedua orang tuanya tidak tertolong.
***
Pagi ini seperti biasa Sarah sudah menyiapkan sarapan, Alvin muncul dengan pakaian yang sudah rapi dan tersenyum lebar. Mereka sarapan sembari mengobrol ringan dan bersiap untuk ke kantor. Kantor Alvin dan Sarah berbeda arah sehingga mereka pergi dengan kendaraan masing masing. Setelah mengantar suaminya pergi, Sarah bersiap menyalakan mobil dan mengunci pintu.
Hari berlalu dengan cepat, Sarah melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang karena hari sudah mulai gelap. Ada beberapa mahasiswa semester akhir yang bimbingan sehingga hari ini dia pulang sedikit terlambat.
Sesampai di rumah, ternyata Alvin sudah lebih dulu tiba. Sarah bergegas masuk, tak lupa dia membawa es krim yang dibelinya saat menuju ke rumah tadi.
"Aihh, harumnya. Ayang masak apa?" Sarah Tersenyum lebar saat melihat suaminya tengah sibuk memasak di dapur.
"Menu spesial dong, sana bersih-bersih dulu sebentar lagi maghrib," jawab Alvin sambil mencoba menyembunyikan yang dia masak.
"Siap Bos," ucap sarah cepat sambil memberi hormat kepada suaminya.
Sementara Sarah mandi, Alvin menyelesaikan masaknya dan membersihkan dapur bekas dia memasak. Sejak awal menikah mereka selalu membagi pekerjaan rumah, tidak terpaku pada memasak mencuci hanya tugas istri. Saat Sarah sibuk Alvin yang akan mengerjakan pekerjaan rumah dan begitu sebaliknya.
Adzan maghrib pun berkumandang, Sarah dan Alvin melaksanakan sholat berjamaah. Setelah sholat mereka menyiapkan makan malam berdua, ternyata Alvin masak makanan kesukaan Sarah, Sop buntut. Mereka menghabiskan makan malam dengan bercerita keseharian mereka selama di kantor.
"Ayang, hari ini pengumuman beasiswa. Kamu sudah cek? " tanya Alvin.
"Oh astaga, aku lupa." Sarah bergegas mengambil laptop.
Mereka berdua berpegangan tangan sembari menunggu proses verifikasi akun. Sarah bisa memeriksa pengumuman dengan menggunakan ponsel tetapi dia memilih menggunakan laptop, agar lebih leluasa.
"Ayang, kalo ga lulus gimana?" bisik Sarah.
"Cek dulu, biar tau. baru tanya," jawab Alvin sambil tertawa.
Sarah jengkel, sebenarnya dia ingin dukungan atau sekedar kata motivasi tetapi Alvin menjawab tidak sesuai harapan. Namun, sebenarnya dalam hati Alvin Sangat yakin betul istrinya itu pasti akan lulus.
"Hore, Selamat Anda diterima sebagai penerima beasiswa!" teriak Sarah memeluk Alvin.
"Selamat sayang, Hore kita bakal liburan 3 tahun di Inggris " ujar Alvin sambil mengacak rambut istrinya.
Sudah beberapa bulan ini Sarah disibukkan dengan persiapan pengurusan S3 yang akan dia ambil di Inggris. Namun, Sarah tidak terlalu berharap karena dia pikir terlalu banyak yang mendaftar. Bergegas setelah bersukaria berdua, mereka menghubungi orang tua Alvin untuk memberikan kabar bahagia ini.
Mereka menghabiskan malam dengan makan es krim sambil mengobrol dan menonton film random sampai akhirnya waktu menunjukkan pukul 22.00 mereka pun memilih tidur karena harus bekerja kembali besok.
Jam sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari namun Sarah masih terjaga, dipandanginya sosok lelaki yang sudah hampir satu tahun ini menemaninya. Alvin adalah sosok yang tenang yang kadang sedikit usil, tak pernah sekalipun Alvin membentak Sarah bahkan saat mereka bertengkar.
Rumah tangga mana yang di dalamnya tidak pernah beradu argumen, tentu saja setiap rumah tangga pasti kadang ada yang tidak sependapat. Namun, saat sedang marah sekalipun Alvin tidak pernah berkata kasar pada Sarah. Justru sebaliknya, intonasi suara Sarah yang kadang lebih tinggi saat mereka sedang berdebat.
Sarah mencoba memejamkan matanya mencoba agar tertidur, namun sang mata masih sulit untuk diajak berkompromi. Alvin terbangun dari tidurnya, Sarah berpura-pura tidur karena jika Alvin tau Sarah tidak tidur dia akan mengomel sepanjang hari.
Alvin beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi, Sarah mengawasi gerak geriknya dari kegelapan karena memang lampu kamar sedikit diredupkan saat mereka tidur.
Ternyata Alvin bangun untuk sholat tahajud, selepas dari kamar mandi Alvin menggelar sajadahnya dan sholat dalam keheningan malam. Setelah sholat Alvin kembali menuju tempat tidur.
"Ayo bangun sebentar, sholat!" bisik Alvin seraya membenarkan selimut Sarah dan mencium keningnya.
"Baa!" Sarah mencoba mengagetkan Alvin.
"Udah bangun dari tadi? Atau kamu memang belum tidur?" tanya Alvin curiga.
Sarah hanya tertawa dan bangun dari tempat tidur. Walaupun dia coba berbohong Alvin akan tau, jadi dia akan lebih memilih untuk mengaku, tertawa yang artinya mengaku tanpa bicara itu adalah kode isyarat mereka berdua.
Sebentar lagi adzan subuh, Alvin dan Sarah memutuskan untuk tidak tidur lagi. Jika Sarah memilih untuk mencoba tidur pun percuma karena jika tidur yang hanya sebentar justru bukan segar yang didapatnya, tetapi pusing.
Sarah memutuskan untuk memasak, karena tiba-tiba dia ingin membawa bekal ke kantor. Alvin sendiri membantu dengan menyapu dan memasukan pakaian ke mesin cuci, seperti itulah mereka membagi pekerjaan rumah.
"Dimana mana orang itu ditutup matanya kalau mau tidur, lah ini melek ya mana bisa tidur malah makin terang itu mata," gerutu Alvin seraya menggantungkan sapunya, dia telah selesai menyapu.
Sarah menghidupkan musik untuk meredam omelan Alvin sepanjang pagi itu. Alvin tidak akan membiarkan Sarah berangkat kerja sendiri karena Sarah tidak tidur, sehingga Alvin yang akan mengantarnya. Omelan Alvin pagi itu ditutup oleh sarapan yang dibuat Sarah, nasi goreng kampung dan teh hangat. Bekal sudah siap di kotak bekal masing-masing. Bekal Alvin di kotak Biru dan Sarah di kotak merah.
Sarah dan Alvin bekerja sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Jogja. Namun, di kampus yang berbeda. Alvin sebagai dosen Hukum dan Sarah sebagai dosen Farmasi. Mereka berdua memang sengaja memilih untuk tidak satu tempat kerja karena itu akan membuat mereka tidak nyaman.
Setelah semuanya siap mereka pun berangkat bersama. Sarah tidak merasa mengantuk sama sekali, namun dapat dipastikan setelah maghrib nanti ia bahkan tidak akan bisa membuka matanya walau sebentar.
Sarah cukup senang karena hari ini dia tidak perlu membawa kendaraan, karena pangerannya akan dengan setia mengantar dan menjemputnya.
Tbc..
♫ You know I love a London boy
I enjoy walking Camden Market in the afternoon
He likes my American smile
Like a child when our eyes meet, darling, I fancy you ♫
Taylor Swift - London Boy.
Sarah bernyanyi sepanjang perjalanan menuju ke Palembang. Taylor Swift adalah salah satu penyanyi Favorit Sarah, hampir seluruh playlist yang ada di mobil adalah lagu kesukaan Sarah karena memang Alvin tidak begitu antusias dalam musik.
"Ayang, besok kalo nyanyi ini tolong diganti ya liriknya! Ini Ambon boy!" Protes Alvin tanpa mengalihkan pandangannya dari kemudi.
"You know i love a Ambon boy!" teriak Sarah seraya tertawa mengejek Alvin.
Sarah berasal dari Palembang dan Alvin berasal dari Ambon, mereka bertemu di Palembang saat mereka mengajar di salah satu kampus disana. Mereka memutuskan untuk merantau karena memang tempat mereka sekarang sangat nyaman bagi mereka.
Setelah selesai mengurus berkas untuk keberangkatannya, sekarang waktunya berpamitan dengan dengan beberapa keluarga terdekat. Orang tua sarah sudah meninggal, tetapi Sarah masih memiliki 2 orang kakak yang berdomisili di Palembang, tempat kelahirannya.
Sesampainya di Palembang, ternyata Sarah dan Alvin disambut oleh keluarga besar Sarah. Selain Kakak dan Keponakannya ternyata Paman dan Bibi Sarah juga datang. Sarah sangat senang sampai tidak bisa membendung air matanya, ia sangat merindukan keluarganya.
Bibi yang sangat heboh karena antusias langsung memeluk Sarah dan mereka pun menghabiskan sambil bercerita ditemani dengan pempek dan tekwan hangat.
"Jadi nanti habis dari sini kalian langsung ke Ambon?" tanya Kak Ikhsan pada Alvin.
"Iya kak, rencananya begitu. Mobil Sarah mau kita titip disini kalau boleh, dipakai aja karena nanti disana juga ga ada yang pakai. Rencananya yang di Jogja mau kita jual." jawab Alvin sembari menyeruput kopinya.
"Kalo Kakak beli aja gimana? Lumayan buat tambahan kalian pindah," usul kak Ikhsan.
"Nanti Alvin diskusikan dulu sama Sarah ya kak," jawab Alvin sungkan.
...🍀🍀🍀...
Sudah tiga hari Alvin dan Sarah di Palembang, hari ini jam 7 malam adalah jadwal keberangkatan ke Ambon dengan rute transit di Jakarta, mereka akan sampai ke Ambon Jam 8 pagi waktu Ambon besok.
Sejak malam Sarah terus murung karena akan berpisah dengan para keluarga terdekatnya itu. Keponakannya menjanjikan pada sarah bahwa mereka akan mengunjungi Sarah dan Alvin ke sana dan itu membuat Sarah sedikit lega. Sarah tidak pernah jauh dari keluarganya, belum satu tahun mereka pindah ke Jogja dan di awal kepindahan Sarah sering menangis merindukan trio bocah kesayangannya.
Setelah berpamitan di bandara, sesampainya di ruang tunggu Sarah menangis terisak-isak. Sebelumnya saat berpamitan Sarah masih baik baik saja tetapi sekarang dia menangis sampai semua mata tertuju padanya. Alvin mengajak Sarah bersembunyi di salah satu coffee shop yang ada disana agar tidak menjadi bahan tontonan.
"Sudahlah ya, diliatin orang. Nanti lanjut lagi," bisik Alvin seraya mengelus punggung Sarah.
"Kamu tuh ga tau, kamu tuh ga rasain, aku tuh sedih banget liat Dinda tadi udah berkaca-kaca matanya," sembur Sarah dengan air mata yang bertambah deras.
Alvin hanya bisa memaklumi, ia merangkul istrinya itu sambil sesekali mengelusnya sekedar mencoba menenangkan tangis istrinya itu. Alvin sudah tidak peduli lagi dengan banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka.
Dalam perjalanan dari Jakarta ke Ambon Sarah tertidur lelap, pasti karena malam sebelumnya dia tidak bisa tidur memikirkan perpisahan dengan trio bocah kesayangannya itu.
Sesampainya di Ambon, sebelum menaiki kapal menuju kampung Liaela tempat keluarga Alvin, mereka mampir membeli beberapa buah-buahan sebagai buah tangan. Sarah dan Alvin membawa berbagai macam pempek dari Palembang, tetapi karena Mama dan Keponakan Alvin sangat menyukai buah mereka menyempatkan untuk mampir membelinya.
...🍀🍀🍀...
"Tua datang! Tua datang!" para keponakan kegirangan menyambut kedatangan Alvin dan Sarah.
Alvin dan Sarah disambut tidak kalah hangatnya seperti di Palembang, para keponakan kegirangan karena mereka sudah ingin mencicipi pempek dan buah-buahan yang Alvin dan Sarah bawa. Hari itu dihabiskan dengan berkeliling rumah keluarga besar Alvin, karena memang Saat acara pernikahan tidak semua keluarga Alvin yang datang ke Palembang.
"Loh, ada sop buntut!" Sarah bersorak saat ia lihat di meja makan ada menu favoritnya itu.
"Disini banyak ikan. Kata Alvin, Sarah suka itu jadi Mama sengaja titip sama tukang sayur dari minggu lalu," bisik Mama sambil memasukan sop buntut ke mangkok kecil dan diberikan ke Sarah.
"Terima kasih Ma!" jawab Sarah seraya memeluk Mama mertuanya itu.
Sarah bermain, bercerita dengan adik dan keponakan Alvin sampai tak terasa hari sudah larut. Mereka memutuskan untuk tidur di ruang keluarga karena para keponakan tidak ingin melepaskan Sarah dan masih ingin bercerita.
Sarah sangat senang berada berada di rumah mertuanya itu. Bermain di pantai, minum kelapa muda, ikan bakar dengan sambal dabu-dabunya serta kebersamaan dengan keluarga disana. Tanpa terasa sudah waktunya mereka untuk kembali, seperti biasa Sarah dengan gundah dan tangis perpisahannya yang tidak bisa dipisahkan.
"Nanti disana hati-hati ya, kalau bisa pulang lebaran sempetin pulang," ujar Mama seraya memeluk Sarah yang sudah tidak bisa membendung air matanya.
Alvin dan Sarah pulang ke rumah dengan perasaan lega setelah bertemu dengan keluarga untuk berpamitan. Mereka akan menjual rumah yang hampir satu tahun ini mereka tempati karena mereka pikir tidak akan ada yang mengurusnya saat mereka pergi. Begitu juga dengan kendaraan dan barang-barang lainnya, mereka hanya membawa pakaian dan beberapa peralatan yang diperlukan saja.
Sarah yang tumbuh di lingkungan keluarga besar yang ramai akan selalu merasa tidak nyaman saat tiba-tiba harus merasakan kesunyian, dia akan uring-uringan, murung atau bahkan menangis. Alvin yang memang sudah hafal hal itu bisa memaklumi, karena memang Sarah butuh waktu.
Malam sebelum keberangkatan, Sarah dan Alvin kembali berpamitan sekaligus mengabarkan terkait keberangkatan besok. Namun, ada yang sedikit berbeda. Sarah tidak menangis sama sekali, ia tersenyum tertawa bahkan bercanda saat berpamitan lewat telpon. Alvin tersenyum lega, dia sangat bangga pada Sarah karena sudah tidak lagi larut dalam sedihnya. Sarah tertidur lebih cepat malam ini, tentu saja, karena besok adalah hari yang panjang untuknya.
Alvin memandangi wajah istrinya yang tertidur lelap, karena harus mengurus beberapa hal terkait pekerjaan, penjualan mobil dan rumah Sarah terpaksa pergi sendiri terlebih dahulu dan Alvin akan menyusul paling cepat bulan depan atau paling lambat bisa 2 bulan kedepan. Alvin sedikit khawatir karena Sarah akan sendirian disana, tetapi Sarah meyakinkanya bahwa ia bisa. Ada beberapa teman Alvin yang juga sedang menempuh kuliah disana yang akan membantu Sarah besok dan itu cukup membuatnya sedikit tenang.
"Selamat Istirahat Sayang." Alvin mencium kening istrinya seraya membetulkan selimut.
Tbc…
Long Distance Marriage, mungkin ini adalah istilah yang sangat cocok dengan apa yang sedang dilalui Alvin dan Sarah. Alvin masih memiliki beberapa hal yang harus diselesaikan, sehingga terpaksa menunda keberangkatan dan sarah pun harus berangkat terlebih dahulu.
Saat ini Sarah tengah menempuh pendidikan doktor di Cardiff University, Wales, Inggris. Perbedaan waktu sekitar 6 jam antara Sarah dan Alvin tak membuat mereka kesulitan berkomunikasi. Sarah tidak sendiri, ada beberapa teman Alvin yang juga tengah menempuh pendidikan di sana, sehingga merekalah yang membantu Sarah mencari tempat tinggal dan berbelanja sekedar melengkapi kebutuhannya.
Hari ini adalah hari pertama Sarah berkuliah, seperti halnya sekolah pertama, Sarah sangat antusias menyiapkan semuanya. Pagi Hari di Cardiff sama dengan siang hari di Jogja, sarah mengawali pagi dengan bertatap wajah melalui layar ponsel dengan suaminya.
Sesampainya di kampus, Sarah bertemu dengan salah seorang kenalannya yang kebetulan sama-sama dari Indonesia, Mega. Mereka telah mengenal satu sama lain sebelumnya, Sarah dan Mega pernah ikut seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil sebagai dosen di kampus yang sama, tetapi Sarah tidak lulus dalam tahap seleksi akhir yaitu wawancara, sedangkan Mega lulus dan sekarang berstatus sebagai dosen di perguruan tinggi negeri tersebut. Sebelumnya Mega memang sudah mengajar di kampus tersebut selama 2 tahun sebagai dosen tetap tetapi bukan PNS.
"Hai, udah dari kapan disini?" tanya Sarah mencoba mencairkan suasana.
"Udah hampir satu bulan sih, disini enak. Aku suka," jawab Mega sambil tertawa.
Sarah mencoba untuk dekat dengan Mega karena memang selain mereka berdua, mahasiswa lainnya berasal dari luar Indonesia. Sarah merasa perlu memiliki teman dari Indonesia setidaknya karena budaya yang sama.
Kelas pun dimulai, pada pertemuan pertama ini banyak dihabiskan dengan perkenalan satu sama lain untuk setidaknya saling mengenal. Namun, di akhir kelas hampir semua dosen memberi tugas untuk pertemuan selanjutnya.
"Mega, untuk tugas Prof Jason nanti, kamu akan buat presentasi singkat atau kamu akan menjabarkan terlebih dahulu?" tanya Sarah pada Mega.
"Di kampusmu sebelumnya, tidak pernah ada tugas presentasi kah?" ketus Mega tanpa melihat ke arah Sarah dan terus memasukan buka dan alat tulisnya ke dalam tas.
Sarah tertegun dengan jawaban Mega, Sarah paham karena Mega terlihat memang kurang menyukainya sejak awal. Sarah hanya diam dan tidak lagi melanjutkan pembicaraan dengan Mega kemudian Mega pun berjalan Keluar kelas tanpa menoleh ke arah Sarah. Sarah membuang pandangannya ke sembarang arah, mencoba menahan emosinya dan menetralkan amarahnya.
Sebelum pulang Sarah memutuskan untuk berbelanja keperluan di rumah karena sudah dua minggu dan bahan makanannya sudah mulai habis. Sarah tiba dirumah pukul 5 sore, ada banyak pesan dari Alvin menanyakan bagaimana kuliah hari pertamanya. Sarah hanya tersenyum kecut, sedikit mengecewakan terkait pertemanan namun selain itu sarah menyukainya. Para Profesor yang ramah, berwawasan luas dan materi yang memang disukai oleh Sarah.
Sarah mulai merasakan kesunyian. Suara air keran yang menetes, jam yang berdetik dan rintik hujan di luar menambah kehampaan di hati Sarah dan air matanya akhirnya jatuh tak tertahan. Cukup lama Sarah menangis sampai tiba-tiba ponsel Sarah berdering, Sarah mencoba menetralkan suaranya namun wajahnya tentu tidak tertolong, Sarah hanya bisa pasrah dan mengangkat panggilan video dari Alvin itu.
"Assalamualaikum Sayang," Sapa Alvin.
"Waalaikumsalam, kenapa belum tidur?" Ucap Sarah sambil merebahkan tubuhnya ke kasur
"Radarnya nyala," canda Alvin sambil tertawa.
"Ada apa? Kok mukanya gitu? Abis nangis?" lanjutnya khawatir.
Tanpa menjawab, Sarah yang telah cukup lama mencoba menahan air matanya, akhirnya hanya air mata yang deras dan rengekan yang keluar dari mulutnya sambil menyalahkan Alvin karena tidak kunjung datang menyusul. Alvin hanya bisa diam memandangi istrinya yang sedang menangis tersedu-sedu itu, dia paham betul, tetapi kondisi membuatnya belum bisa segera menyusul ke sana.
Sebelumnya entah kenapa, Alvin tidak bisa tidur karena belum mendapatkan balasan pesan dari Sarah. Dia menelpon untuk memastikan, ternyata benar saja. Radarnya terkoneksi langsung dengan suasana hati sang istri saat itu. Alvin sangat tau bahwa Sarah tidak nyaman dengan kesunyian, sehingga mereka seringkali menghabiskan waktu berpandang pandangan di ponsel untuk memecah kesunyian itu.
Alvin membiarkan Sarah menangis sampai ia merasa lebih baik. Alvin mengambil gitarnya dan mencoba menyanyikan beberapa lagu. Alvin cukup mahir dalam bermain alat musik, suaranya juga bagus, tetapi entah kenapa Alvin seperti buta nada saat bernyanyi. Musik yang iya mainkan ke timur namun lagu yang iya dendangkan menyeberang ke barat, mereka berlintasan di udara. Sarah pun tertawa melihat tingkah suaminya itu. Setelah Sarah cukup tenang, Alvin meyakinkan Sarah bahwa iya akan segera menyusul begitu semua urusannya selesai dan Sarah hanya bisa berharap itu segera terlaksana.
Sarah makan malam ditemani Alvin yang telah tertidur di layar ponsel. Di Indonesia sudah tengah malam, dan Sarah tidak suka sendirian setidaknya dia ditemani oleh suara nafas Alvin. Sesekali sarah melirik ponselnya memastikan Alvin tidur dengan nyenyak.
Sarah mematikan panggilan videonya dengan Alvin karena akan mengerjakan tugas tugasnya. Sarah tidak akan berkonsentrasi jika terus menerus memandangi suaminya itu. Sarah pun mulai mengerjakan tugasnya diiringi oleh suara hujan di luar rumah dan televisi yang menyala, lumayan untuk mengusir kesunyian.
***
Sarah sudah berada di kampus satu jam sebelum kelas dimulai, ia menghabiskan waktu di kafetaria kampus karena dia suka keramaian. Hari ini Sarah akan melakukan presentasi untuk mata kuliah Prof Jason, tentunya sarah sudah sangat siap dengan itu. Sarah memakan fried fries pesanannya sambil sesekali berbalas pesan dengan Alvin.
"Don't move!" bisik seseorang di telinga Sarah.
Sarah tersenyum lebar saat menyadari 2 teman barunya telah tiba, Tia dan Rebecca. Sejak kejadian tempo hari Sarah sedikit menjaga jarak dengan Mega, tentu karena Sarah menyadari bahwa Mega tidak menyukainya. Namun, Sarah justru semakin akrab dengan teman-teman lain di kelasnya, terlebih Sarah memperoleh 2 teman yang dirasanya cukup baik ini.
Tia dan Rebecca berasal dari London dan mereka teman sekantor, jadi memang mereka cukup dekat. Tibalah waktunya memasuki kelas, mereka sudah sangat siap untuk memulai kelas hari ini. Seolah akan maju bertempur, Sarah benar-benar menyiapkan hari ini dengan sangat matang. Ibarat daging rendang, kini lembut dagingnya sudah sampai ke tahap tidak butuh effort lagi untuk menggigit, lumer di mulut.
...🍀🍀🍀...
Presentasi pun selesai, sesuai yang diharapkan tugas Presentasi Sarah satu-satunya yang mendapat pujian dari Prof Jason, bahkan Prof Jason berulang kali menyebut materi presentasi Sarah sangat mengagumkan. Sarah sangat bahagia tentunya, setidaknya dia bisa menunjukkan pada Mega bahwa dia sudah pernah presentasi sebelumnya.
Selesai kelas, Rebecca tak henti menggoda Sarah. Mereka memutuskan untuk berdiskusi dan mengerjakan tugas bersama sepulang kuliah. Tia dan Rebecca adalah sosok yang jujur menurut Sarah, mereka akan mengatakan yang mereka tidak suka dengan cara yang baik. Namun, bukan berarti mereka tidak ingin berteman. Justru mereka adalah tipe teman yang akan mendukung teman temanya yang lain untuk maju bersama.
Sarah tidak menyesal sempat ingin dekat dengan Mega, setidaknya karena kejadian itu ia bisa lebih berani untuk dekat dengan teman lainnya. Ternyata patah hati dalam pertemanan di awal tidak selalu buruk, tuhan akan mengambil yang baik dan menggantikan dengan yang lebih baik. Itulah yang dirasakan Sarah sekarang.
Tbc
mohon dukunganya dengan komen dan like ya..
terima kasih
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!