NovelToon NovelToon

Elang Bersama Sayap Yang Patah

Bab.1

Elang Mahesa, ketua geng motor Black Angel, selalu membuat kerusuhan di lingkungan masyarakat atau kampus. Seperti pagi ini, Elang dengan santai berdiri di ruang dosen.

Dosen tersebut hanya berdecak menatap Elang, langganan ruangan dosen. Selain Elang yang selalu datang telat, yang lain hanya datang saat mereka meminta bantuan tentang tugas.

"Astaga, Elang, apa kamu gak bosan berurusan dengan saya?" tanya Maria, si dosen pendamping angkatan Elang.

"Ya, mau bagaimana lagi, saya sudah semaksimal mungkin datang tepat waktu." Elang membuat alasan agar tak dapat hukuman.

"Ke ruang perpustakaan, baca buku tentang etika! Itu hukuman kamu, Elang!" kata Maria dengan tegas.

Elang berdecak dengan kesal, tanpa berkata apa pun dia berangsur pergi meninggalkan ruang dosen tersebut.

Terhitung hampir setiap hari Elang datang terlambat, tetapi nilai yang didapat di semua mata kuliah selalu memuaskan. Entah apa yang dia lakukan di rumahnya sehingga ia kerap kali datang terlambat. Setelah keluar dari ruang dosen, Elang berjalan menyusuri gedung Manajemen menuju ruang perpustakaan.

Dia berjalan gontai menuju tempat koleksi buku-buku kampus karena ini masih cukup pagi untuk melakukan hal serius seperti membaca. Lagipula belum banyak mahasiswa yang datang, batang hidung mereka hanya bisa dihitung dengan jari.

Elang mengembuskan napas pelan, ia memutuskan untuk mendekam di perpustakaan sampai jam kuliah berakhir.

Di dalam kelas.

"Ke mana Elang? Kok, dia gak ada?" tanya Falisha pada Kevin dengan berbisik.

"Gue bukan nyokapnya," ketus Kevin, membuat Falisha kesal dan menendang kursi yang diduduki Kevin.

"Yang di belakang, tolong jangan ribut!" seru dosen.

"Maaf, Pak," sahut Falisha.

Mereka kembali mengerjakan tugas yang diberi dosen, beliau sudah terbiasa dengan ketidakhadiran Elang di pagi hari.

Pukul sembilan, Elang keluar dari perpustakaan, dia menuju kantin untuk memanjakan perut yang sudah minta diisi.

"Elang," pekik seorang gadis, yang tak lain adalah Falisha.

Elang hanya berdecak dengan kesal, dengan langkah cepat dia menjauh meninggalkan Falisha.

"Elang ... tunggu aku! Kenapa kamu ninggalin aku, sih!" teriak Falisha, di belakang gadis itu ada dua temannya yang ngos-ngosan.

"Fali, Elang pasti ke kantin ... Hah, capeknya ...," keluh Kamila.

"Benar, dia pasti ke kantin. Ayo, cepat jangan lelet," perintah Falisha, kini dia tak lari lagi karena sudah tahu tujuannya ke mana.

Benar saja, Falisha melihat Elang yang tengah menyantap makanannya bersama keempat sahabatnya.

"Liat tuh, cewek lo nyusul," bisik Daffa pada Elang.

"Sekali lagi lo bilang dia cewek gue, gue colok mata lo!" ancam Elang tak suka.

"Elah, biasa aja kali. Gue, kan, cuma bercanda." Daffa mendengkus, sementara yang lain hanya tertawa.

Falisha duduk di hadapan Elang, dia tanpa malu terus menempeli Elang. Hal itu tentu saja membuat pemuda tersebut risi.

"Bisa minggir, gak lo?" ucap Elang dengan dingin.

"Gak bisa, aku kangen sama kamu," rengek Falisha. Ucapan barusan membuat Daffa, Kevin, Raka, dan Reno ingin muntah.

"Udah-udah, kita balik aja ke kelas. Sebentar lagi jam kuliah dimulai," ujar Raka.

Elang pun tanpa banyak kata melenggang pergi meninggalkan kantin. Hari ini mata kuliah Manajemen jadi dia harus hadir.

"Makanya jadi cewek, tuh, jangan murah," cibir Daffa.

"Sialan, awas aja. Kalau gue jadian sama Elang, gue bakal bikin kalian semua jadi budak gue," kesal Fali--sapaan akrab Falisha.

Jam pembelajaran kuliah Manajemen selesai tepat pukul satu siang. Elang memilih menuju basecamp bersama anggota Black Angel yang lain.

"Lang, lo tadi diapain sama Miss Maria?" tanya Kevin, pasalnya dia belum sempat bertanya saat di kantin tadi.

"Kepo," sahut Elang, membuat Kevin memutar bola matanya, saking sudah terbiasanya dengan sikap dingin Elang dan bicaranya yang sangat irit kata.

Anggota Black Angel, meraungkan motor mereka lalu melesat cepat membelah jalanan Kota Kembang. Meskipun mereka ngebut, tetapi tak pernah sekalipun mereka ugal-ugalan. Terlebih lagi, Elang dan teman-temannya justru rajin membantu orang yang sedang susah atau mengawal mobil ambulans yang sedang membawa pasien. Walau terlihat berandal di luar, tetapi sungguh mereka baik hati dan peduli sesama.

Sementara itu di tempat lain ...

"Sudah selesai?" tanya sang ayah.

"Sudah, Pa. Besok mungkin aku langsung mengajar. Tapi katanya aku dijadikan dosen pendamping," kata Aiyla.

Adskhan, ayah Aiyla, menghela napas pelan. Dia hanya ingin sang anak membantunya di perusahaan keluarga.

"Kalo butuh sesuatu katakan pada Papa."

"Iya, Pa," jawab Aiyla.

Dia mematikan sambungan video dengan sang ayah. Aiyla memang tidak tinggal di rumah bersama kedua orang tuanya. Dia tinggal di apartemen pemberian sang ibu, karena jaraknya dengan kampus tempat dia bekerja lebih dekat.

Aiyla tersenyum sangat lebar, impiannya untuk jadi dosen akan segera terkabul, walaupun dia lulusan Psikolog, tetapi dia akan buktikan pada sang papa bahwa dia bisa.

"Aku pasti bisa, Pa," gumamnya tersenyum sendiri.

Aiyla pun berniat memasak untuk makan malam, tetapi sayangnya dia kehabisan bahan makanan dan memutuskan pergi ke supermarket yang berada di bawah gedung apartemen.

Saat akan menyeberang jalan, dia dikejutkan dengan suara motor yang memekakkan telinga pendengarnya.

"Astaga .... Anak muda zaman sekarang, bisanya cuma ugal-ugalan," keluh wanita paruh baya di samping Aiyla.

Aiyla pun membenarkan pernyataan itu. Dahulu saat dia masih sekolah, tidak ada siswa yang seperti itu, Aiyla hanya menggeleng melihat kelakuan anak muda yang baru saja melintas.

Elang dan anggota Black Angel terus melesat menuju tempat mereka biasa nongkrong sepulang kuliah. Tak jauh dari situ, hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit mereka sudah sampai di basecamp.

"Lain kali kita balapan lah," usul Reno.

"Boleh, udah lama kita gak balapan di jalan lalu dikejar polisi," ucap Kevin sambil terkekeh, membuat semua tertawa. Hanya Elang yang tersenyum tipis dan langsung merebahkan diri di sofa, dia mencoba memejamkan mata walaupun di luar ramai sekali.

Suasana menjadi heboh saat Falisha dan kawan-kawannya mendadak datang ke basecamp tersebut. Hal itu membuat para pemuda lain berdecak kesal.

"Ngapain, sih, mereka nyusul?" tanya Raka pada Kevin yang sedang sibuk memetik gitar.

"Mana gue tahu," jawabnya dengan acuh.

"Paling dia mau nempel lagi sama Elang," sahut Reno sambil membawa empat kaleng minuman dingin yang baru dia ambil dari dalam.

Basecamp mereka memang lumayan komplit, terdapat kulkas untuk menyimpan minuman dingin, kompor portabel, dan benda-benda lainnya yang bisa digunakan jika sewaktu-waktu mereka ingin memasak.

"Hai, guys," pekik Falisha.

"Aku bawa makanan, nih, buat kalian." Falisha meminta Kamila dan Mila untuk menyimpan makanan yang dia beli di hadapan teman-teman Elang.

"Thanks, Fal, tapi lo gak perlu repot-repot bawain kita makanan segala," celetuk Raka.

Falisha hanya bisa mencebik, dia tidak peduli pada ocehan sahabat Elang itu. Fokusnya saat ini adalah mencari sang pujaan hati, siapa lagi kalau bukan Elang.

"Dimana Elang?"

"Dia tidur, jangan ganggu," ujar Kevin yang sudah seperti tangan kanan Elang. Kevin mengurus hampir di setiap ada masalah dalam geng motor, dia akan selalu maju paling depan.

Rata-rata setiap ada balapan motor pun selalu diwakilkan oleh Kevin atau Raka, Elang jarang turun ke lapangan, dia hanya mengamati dengan tatapan tajam dalam diam. Dia bisa tahu semuanya. Tak salah jika orang tuanya memberikan nama 'Elang' untuk anaknya.

Bersambung...

Selamat datang di karya aku, yang kesekian hihihi jangan pernah bosan ya.

Jangan lupa tinggalkan jejak 🙏💜

Bab.2

Ketika sang surya sudah menampakan jingganya, Elang masih betah berada di basecamp. 

"Lang, gak pulang?" tanya Kevin.

"Bentar lagi," sahut Elang.

Dia menatap kosong ke depan, walau hanya ada pemandangan sawah dan gunung. Hati Elang kadang terasa damai ketika menikmati hamparan alam semesta di pagi hari, apalagi saat mengingat kejenuhannya di rumah di kala melihat sang ibu yang selalu sibuk ini dan itu.

"Elang," panggil Falisha dengan suara lembut, membuat teman-temannya yang mendengar serasa ingin muntah.

Elang melirik sekilas ke arah Falisha, lalu kembali menatap ke depan.

"Antar aku pulang, ya!" pinta Falisha, dia sudah bermanja pada lengan Elang. Tentu saja gelagat Falisha membuat pemuda tersebut risi, ia pun menepisnya dengan kasar.

"Orang di sini bukan cuma gue aja, Falisha. Ada Kevin, Raka, Daffa, dan Reno," ujar Elang, menyebut nama semua teman-temannya.

"Tapi aku maunya sama kamu," rengek Falisha.

"Gue gak bisa," tolak Elang sembari berdiri meninggalkan Falisha dan menyalakan motornya.

Sementara itu, sahabat-sahabat Elang tertawa melihat Falisha yang lagi dan lagi ditolak. Mereka juga sudah bersiap di atas motor.

"Lo gak sadar diri, Fal. Elang risi sama lo. Lo udah kaya lem, nempel terus sama dia, dan lo bisa pulang sama bestie lo," tunjuk Kevin ke arah teman-teman Falisha. Setelah mengatakan itu, Kevin melajukan motornya meninggalkan tempat tersebut dan disusul oleh yang lain.

Falisha menghentakkan kakinya ke tanah, dia sangat kesal pada sahabat-sahabatnya Elang. Dia sudah bertekad bahwa jika nanti dia menjadi kekasih Elang, dia akan melakukan apa yang dia mau.

"Cabut, guys," ajak Falisha pada kedua temannya.

Elang sendiri entah ke mana arah dan tujuannya, asal jangan pulang ke rumah terlebih dulu. 

***

Di apartemen Aiyla

Aiyla baru saja selesai memasak, dia menatap menu makan malam yang menurutnya terlalu banyak. Aiyla berinisiatif untuk membagikannya kepada tetangga depan kamarnya, dan juga untuk orang-orang yang berlalu-lalang di jalan raya. Pada saat Aiyla membagikan makanan, saat itu juga Elang melintas di hadapannya. Laki-laki itu hampir menabrak Aiyla dan seorang pemulung yang sedang menerima makanan dari Aiyla.

"Astaga ...  Tuhan," pekik Aiyla.

"Gak apa-apa, Non?" tanya si ibu pemulung tersebut.

"Gak apa-apa, Bu," sahut Aiyla, beruntung makanannya tidak ada yang tumpah.

"Pemuda itu memang gitu, Non. Dia suka ngebut di jalan sama empat orang temannya," tutur si ibu pemulung.

"Tapi sejujurnya, mereka baik, lho, Non. Suka bagi-bagi makanan dan lainnya," lanjutnya lagi.

Aiyla hanya tersenyum samar atas informasi pemuda tersebut yang Aiyla yakini adalah anggota geng motor.

"Ya, sudah. Kalau begitu saya permisi dulu," pamit Aiyla, dijawab anggukan oleh si ibu pemulung.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul sebelas malam, dan selama itu pula Elang berada di jalanan tak jelas tujuannya. Bahkan ibunya melakukan panggilan pun tak dipedulikan sama sekali. Elang berhenti di restoran cepat saji yang buka dua puluh empat jam. Dia menikmati makanannya sendiri.

[Kamu di mana, Elang?]

Notifikasi masuk ke dalam ponselnya, Elang dengan santai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya sambil melirik isi pesan dari ibunya. 

"Kenapa repot-repot ngurusin gue?" gerutu Elang.

Yurika, ibu Elang, mondar-mandir di rumah karena cemas. Pasalnya Elang tak biasanya pulang larut malam begini. Biasanya saat dia pulang, Elang justru sudah terlelap. Yurika terus saja melakukan panggilan telepon pada sang anak, walau dia tahu hasilnya tak akan dijawab. Dia terus berusaha menghubungi Elang. Berkali-kali panggilan tak kunjung membuahkan hasil. Pada akhirnya, Yurika pun menyerah, dia menghela napas pelan, lalu menatap ponselnya, membaca surat panggilan dari pihak kampus. Perihal keterlambatan Elang dan sikap jailnya terhadap teman satu kelasnya.

***

Keesokan harinya, Yurika sengaja berangkat siang hanya untuk bertemu Elang. Namun, saat Yurika memberikan surat panggilan dari pihak kampus, Elang hanya melirik sekilas. Dan memilih melanjutkan sarapannya dengan acuh tanpa menatap sang ibu.

"Apa ini, Elang?" tanya Yurika.

"Kamu bisa baca, kan? Maka baca saja sendiri. Gak harus dijelaskan," ujar Elang.

Yurika mengembuskan napasnya dengan sepenuh dada, dia menatap anak semata wayangnya. Merasa gagal telah mendidik sang anak, selama ini dia sibuk mengembangkan bisnis kecantikan dan butiknya demi masa depan Elang.

"Mama mohon Elang, jadilah anak baik!"

"Memang selama ini, aku anak nakal? Kamu tidak pernah tau apa pun tentang ku. Jadi, jangan pernah mengurusi urusanku, urus saja bisnismu!" bentak Elang seraya meletakkan sendok dan garpu dengan kasar, membuat hati Yurika sakit. Melebihi sakitnya saat mengetahui ayah dari anaknya itu selingkuh.

"Elang," lirih Yurika, menatap punggung sang anak. Jika bukan karena wanita sundal, dia dan ayahnya Elang pasti akan mendidik sang anak dengan baik.

"Maaf …," ucap Yurika lirih. Meski pelan, perkataannya ini masih bisa didengar oleh Elang.

"Basi."

Elang meninggalkan ruang makan, Yurika hanya menatap nanar anaknya. Hubungan mereka menjadi semakin jauh, dari tahun ke tahun. Bahkan sampai Elang akan lulus kuliah, dia dan Elang seperti orang asing. Hanya keajaiban yang Yurika tunggu, agar Elang bersikap baik padanya. Saat mendengar suara motor, Yurika menatap dari balik jendela. Elang sudah dewasa, banyak hal yang dia lewati tentang tumbuh dan kembang sang anak.

"Yang sabar, Nyonya. Suatu saat nanti, Den Elang akan lebih menghargai Nyonya," ujar sang pembantu yang bernama Anisa, ia telah ikut dengan Yurika sejak Elang masih bayi. Dia juga yang mengurus Elang saat dirinya sedang bekerja.

"Selain gagal dalam berumah tangga, aku juga gagal dalam mendidik anak, Bi," lirih Yurika dengan mata berkaca-kaca.

"Nyonya ...." Nisa, sapaan akrabnya, hanya bisa memeluk sang majikan dan mengelus punggungnya. 

Nyonya-nya ini pasti butuh sandaran. Dia juga mengetahui kebusukan mantan tuannya, ayah dari Elang. Nisa berharap Yurika dan Elang bisa berbaikan. Nisa juga yang paling tahu bagaimana Yurika dan Elang, karena mereka sudah hidup bersama sejak lama. 

"Yang sabar, Nyonya," ucap Nisa menenangkan.

"Terima kasih, Nis. Selama ini kamu selalu ada untuk saya," isak Yurika. Anisa hanya mengangguk dan terus memeluk sang majikan. Setidaknya, dia bisa meringankan beban kesedihan sang nyonya.

bersambung ...

Jangan lupa tinggalkan jajak 🙏

Bab.3

Hari-hari berlalu begitu cepat, sudah satu bulan sejak Elang dan Yurika bertengkar. Sejak hari itu Elang tak pernah makan di rumah, dia selalu pulang malam, dan pergi pagi saat Yurika belum bangun. Lalu dia mampir ke apartemen milik Kevin atau Daffa. Dia juga selalu telat masuk di semua jam mata kuliah. Seperti hari ini, dia pun datang terlambat.

"Ya Tuhan … kamu lagi, kamu lagi. Saya sudah bosan melihat kamu telat, Elang!" bentak Maria, tetapi Elang tak merespon ucapan sang dosen. Ia hanya diam menatap Maria dengan datar.

"Ke ruang dosen sekarang, jangan buat dia susah, Elang. Dia dosen pendamping baru di sini," beritahu Maria, pasalnya Maria sudah bosan berurusan dengan Elang. Lebih baik Elang lemparkan saja pada Aiyla.

"Ya, saya tahu," sahut Elang berjalan dengan santai, terkadang ada yang suka berbisik-bisik di belakangnya. Akan jadi apa dia di masa depan? Selalu saja membuat kerusuhan di jalan raya dan juga kampus.

Elang pun tak pernah tahu akan jadi apa dirinya di masa depan, dia hanya ingin kebebasan dan tinggal terpisah dari Yurika atau Louis. 

Setibanya di ruang dosen, Elang dibuat mengernyit dengan suara lembut di dalam. Karena rasa penasarannya, dia langsung membuka pintu begitu saja. Ada perasaan aneh pada diri Elang, tidak seperti biasanya masa bodoh ketika datang ke ruang dosen. Entah kenapa, kini dia melangkahkan kakinya dengan pelan, masuk ke ruangan tersebut. Seketika Elang membeku, dia terpana akan kecantikan sosok wanita di hadapannya. Dia adalah Aiyla, dosen pendamping baru yang tadi dikatakan oleh Miss Maria. 

"Gila! Cantik, selama sebulan ini ke mana aja dia?" teriak Elang dalam hati, mendadak dia menjadi anak remaja yang sedang jatuh cinta.

"Kamu ... Elang, kan?" tanya Aiyla, dosen pendamping baru pengganti Maya yang sedang cuti melahirkan. Maya dan Maria, keduanya adalah dosen pendamping untuk angkatan Elang. 

Selama satu bulan kemarin, Aiyla ditempatkan untuk mengajar terlebih dulu di kampus jurusan Bisnis Ekonomi. Lalu, ketika hari melahirkan Maya telah dekat, barulah Aiyla langsung diminta untuk menggantikan Maya selama dia cuti.

"Ya," jawab Elang dengan singkat, tetapi Aiyla tak tersinggung, justru tersenyum manis. Sudah biasa menghadapi murid macam Elang. Dulu saat dia KKN--Kuliah Kerja Nyata--pun pernah mendapat murid yang bebal.

Aiyla mempersilakan Elang duduk. Sebenarnya bisa saja Elang mendapat hukuman dari Maria, tetapi Aiyla ingin Elang mengungkapkan isi hatinya terlebih dahulu pada dirinya Dia tahu ada sesuatu yang tertahan dari diri Elang. Sebagai orang lulusan Psikologi, Aiyla tahu ada yang tak beres dari Elang.

"Kenapa kamu terlambat? Memang jarak dari rumah ke kampus berapa meter?" tanya Aiyla dengan lembut, menatap berkas di hadapannya. 

Elang pun menjawab pertanyaan dari Aiyla, dan Aiyla tersenyum senang karena Elang mau berbicara dengannya. Walau Elang memang agak sedikit kaku dan tidak bisa mengekspresikan diri.

"Baiklah, cukup. Kamu boleh masuk ke kelas, aku yang menjamin jika kamu dimarahi," ujar Aiyla.

Sebelum keluar, Aiyla meminta Elang untuk kembali saat selesai jam pelajaran. Saat keluar dari ruangan Aiyla, entah mengapa hati Elang begitu tenang walau dia hanya memberitahu hal-hal kecil tentang dirinya.

"Dia memang beda," gumam Elang tersenyum sendiri, para mahasiswi yang melihat Elang tersenyum langsung memotret Elang tanpa sepengetahuan pemuda tersebut.

"Astaga ... Elang, manis sekali. Asli, kaya idol K-pop gak, sih!" seru salah satu mahasiswi yang sedang duduk di taman.

"Banget, kalo menurut gue dia kaya Kim Seokjin," sahut yang lainnya.

Para mahasiswi terus saja membicarakan Elang yang tersenyum manis setelah keluar dari ruang dosen. Menurut mereka, itu adalah hal langka, karena Elang sempat dijuluki si paling jarang senyum. Falisha pun penasaran akan foto pria idamannya.

"Foto apaan, sih?" tanya Falisha pada Kamila dan Mira.

"Ini, Elang senyum. Hal langka yang pernah dia lakukan," seru Mira.

"Heh, inget! Elang inceran gue, jangan ngincer lo, ya!" ucap Falisha. Mira berdecak kesal pada sang sahabat.

"Ya, gue tahu," balas Mira memutar bola mata malas. 

"Apa yang buat dia senyum?" tanya Falisha.

"Ya, mana gue tau, gue bukan cenayang yang bisa baca pikiran orang," ujar Kamila.

"Ahhh ... gue tahu, jangan-jangan dia lagi jatuh cinta!" tebak Kamila, dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari Falisha. 

"Mana mungkin, selama ini Elang tipe cowok yang sulit didekati," kesal Falisha.

"Kita ke kantin saja, yuk," putus Falisha, ia yakin saat ini Elang berada di kantin.

Setibanya di kantin.

"Lang, tadi diapain sama dosen?" tanya Raka.

"Cuma diajak ngobrol," jawab Elang singkat.

"Ngobrolin apa?" 

"Udahlah, Ka, percuma lo banyak tanya sama Elang. Gue yakin seratus persen Elang gak akan jawab," sela Kevin, yang sangat tahu sifat dan sikap Elang. Kevin, Elang, dan Daffa mereka sudah bersama sejak sekolah menengah pertama. Jadi, mereka sudah mengenal dan paham satu sama lain. Raka memutar bola mata malas, lalu melanjutkan makan sebelum jam mata pelajaran kedua dimulai.

Falisha tersenyum menatap Elang yang tengah menyantap makanannya. Seperti biasa, Elang memang selalu memesona. Walau tatapannya begitu dingin dan selalu acuh, tapi Falisha tetap suka.

"Elang," panggil Falisha, gadis tersebut langsung duduk di samping Elang.

Kamila dan Mira duduk di dekat Reno dan Daffa, dan tersenyum sekilas, lalu menawarkan makanan pada kedua teman Falisha tersebut.

"Senyum kamu manis banget, Lang! Aku suka," celetuk Falisha.

"Maksud lo apa?" tanya Elang. 

Falisha memperlihatkan foto Elang yang tersenyum.

"Hapus!" pinta Elang dengan dingin.

"Enggak!" tolak Falisha dengan tegas.

"Falisha, gue udah kasih peringatan sama lo. Jangan sampe nyesel, jika foto itu ada di sosial media lo, awas aja!" cetus Elang, langsung berdiri dan meninggalkan kantin. Disusul oleh teman-teman Elang yang lain, meninggalkan Falisha, Mira dan Kamila.

"Hapus aja, deh, Fal. Nanti jadi masalah," ujar Kamila, diangguki oleh Mira.

"Kayaknya Elang gak suka wajahnya terekspos, apalagi kehidupannya. Kita aja gak tau, wajah nyokapnya," sahut Mira.

"Gue bilang enggak, ya enggak. Ini foto yang langka," cetus Falisha, kemudian dia juga meninggalkan kantin.

Mira dan Kamila menghela napas dengan pelan, mereka mengikuti Falisha ke mana pun gadis itu pergi. Sudah seperti pengawal pribadinya saja mereka berdua ini.

"Sabar, Mir. Setelah lulus kita gak akan ketemu si Fali lagi," bisik Kamila.

"Ya, mudah-mudahan," sahut Mira.

Mira dan Kamila berharap suatu saat nanti bisa terlepas dari Falisha. Walau Falisha baik pada mereka, tapi sifatnya yang sombong dan suka memerintah membuat mereka tidak suka. Jika ingin jujur, mereka berdua ingin sekali meninggalkan Falisha. Namun, mereka pun tak tega karena sudah bersama sejak lama. Alhasil, mereka hanya bisa sabar.

bersambung ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!