NovelToon NovelToon

The Art Of Female Death (Psychopath)

Kasus pertama

Hedrick terbangun dari tidur nyenyaknya. Diregangkannya semua otot-otot tubuhnya lalu segera beranjak dari tempat tidur pergi ke kamar mandi. Ia melepaskan pakaiannya sebelum air dingin itu membilas seluruh tubuhnya yang putih. Cukup lama ia membiarkan air yang jatuh dari pancuran mengguyur rambutnya yang ikal. Ini adalah salah satu bagian favorit nya saat mandi karna sedikit membawa kenangan masa kecilnya yang suka bermain hujan-hujanan. 20 menit kemudian Hedrick mematikan kran air. Ia mangapai handuk yang tergantung tepat dibalik tirai mandi lalu mengerikan tubuh serta rambutnya.

Selesai mandi dan berpakaian, Hedrick turun menuju dapur rumahnya. Ia meraih dua roti dan memasukannya ke toaster. Setelah itu ia mengambil satu butir telur dan dua daging ham di dalam kulkas. Seperti biasa ia menyiapkan sarapan paginya sebuah roti panggang berisi telur mata sapi, daging ham, selada dan keju. Tak lupa ia juga menambahkan saus tomat dan mayones. Sandwich sederhana seperti itu adalah makanan kegemarannya sejak kecil tapi ini semua tidak lengkap tanpa ditemani secakir kopi.

Hedrick Gardner, seorang pria muda berusia 25 tahun. Ia berkerja di biro periklanan setelah menyelesaikan pendidikannya di suatu universitas negeri. Di rumah dua lantai yang tidak terlalu besar ini ia tinggal sendirian. Kedua orang tuanya telah lama meninggal dunia. Ia hanya memiliki satu saudara kandung yang juga telah meninggal. Hidup dalam kesendirian sudah menjadi hal yang biasa ia rasakan. Sejak kecil ia memang tidak perna merasakan kasih sayang sebuah keluarga, malahan ia sering mendapat perlakuan kasar secara fisik maupun batin.

Ibunya meninggal sejak ia lahir, sedangkan ayahnya hanyalah seorang laki-laki pengangguran yang kerjaannya suka menghamburkan uang untuk berjudi dan minum-minuman keras. Yang berkerja keras dan menjadi tulang punggung keluarga hanyalah kakak perempuannya. Seorang kakak yang berselisi umur 9 tahun itu terpaksa harus putus sekolah agar bisa berkerja untuk membiayai kehidupan adik tersayang nya. Hedrick kecil dulu merasa tidak tega melihat kakaknya berkerja keras siang dan malam mencari uang.

Perna terbesit di pikirannya untuk berhenti bersekolah dan membantu kakaknya berkerja. Namun kakaknya dengan tegas melarang hal itu. Biarlah dirinya yang harus banting tulang demi adiknya bisa tetap melanjutkan sekolah. Perkataan kakaknya ini lah yang membuat Hedrick giat belajar sampai bisa mendapat beasiswa dari sekolah ternama. Namun kehidupannya seketika suram disaat satu-satunya orang yang memberi kehangatan dan kasih sayang tiada di depan matanya sendiri. Kehidupan Hedrick seketika berubah.

"Berita pagi ini."

Lamunan Hedrick buyar saat mendengar berita di tv. Sambil menunggu teko air mendidik, ia menyempatkan diri menonton berita pagi sejenak. Berita kali ini sangat menarik perhatiannya.

"Tepat pukul 17.00, Seorang wanita ditemukan tewas dalam keadaan termutilasi dan tanpa berbusana namun masih mengenakan perhiasan lengkap. Mayat wanita tersebut ditumukan oleh warga setempat yang dalam perjalanan pulang ke rumah. Kondisi mayat benar-benar sangat mengenaskan dengan potongan tubuh yang disusun sedikian rupa. Kedua kaki dan tangan tergeletak membentuk persegi dengan bagian badan tepat terletak ditengah-tengah dan kepala yang terpisah tertancap pada tongkat kayu. Para warga setempat beranggapan kalau motif dari pembunuhan tersebut adalah tubal dari sebuah ritual penyembahan setan. Pihak polisi sedang menyelidiki kasus ini...."

"Berita di acara tv dari hari ke hari semakin aneh-aneh saja. Sudah zaman apa lagi orang-orang masih mempercayai hal-hal konyol seperti itu," ujar Hedrick seketika mengubah saluran tv tersebut.

Ding! Dong!

Bell rumah di bunyikan membuat Hedrick bergegas menuju pintu. Ia sedikit bertanya-tanya siapa yang datang ke rumahnya pagi ini. Awalnya ia berpikir kalau itu mungkin temannya, Veeno. Iya, karna temannya itu memang berencana datang berkunjung. Namun ia cukup dikagetkan begitu membuka pintu dan melihat siapa yang bertamu. Dua orang itu tentunya bukan temannya atau orang yang ia kenal.

"Selamat siang tuan. Apa benar anda bernama Hedrick Gardner?" tanya salah satu dari mereka.

"Iya. Saya, Hedrick. Ada perlu apa ya kalau boleh tahu sebelumnya?"

"Kami dari pihak kepolisian ingin menanyakan beberapa hal pada anda," pria itu menunjukan lencana kepolisian miliknya.

"Oh... Baiklah."

Sebelum polisi itu mengajukan pertanyaan pertama, terdengar suara peluit dari arah dapur. Hedrick baru teringat kalau ia sedang memanaskan air di teko elektri miliknya. Suara peluit itu merupakan pertanda kalau airnya telah mendidih.

"Boleh permisi sebentar? Saya harus mematikan teko elektri saya dulu," pinta Hedrick.

Tanpa menunggu persetujuan polisi itu, Hedrick berbalik dan melangkah masuk. Tapi polisi itu tiba-tiba mencegat Hedrick. Hal itu membuat langkahnya terhenti.

"Apa boleh kami masuk?"

"Oh, Maafkan saya, petugas. Silakan masuk. Maaf karna sedikit berantakan. Saya belum sempat beres-beres."

Hedrick mempersilakan bagi kedua polisi tersebut masuk ke rumahnya. Ruang tamu yang cukup berantakan dengan beberapa barang bertebaran tidak pada tempatnya dan seekor anjing peliharaan Hedrick masih tertidur pulas di atas sofa. Anjing berjenis Doberman yang bernama Max. Dua polisi itu terlihat melirik kesana kesini meneliti setiap sudut ruang tamu tersebut. Hedrick membiarkannya. Ia bergegas menuju dapur dan mematikan teko elektrinya.

"Anda tinggal sendirian?" tanya polisi itu setelah Hedrick kembali dari dapur.

"Iya. Saya hanya memiliki satu saudara perempuan, namun ia telah meninggal dunia 13 tahun yang lalu. Ibu saya meninggal sebelum saya mengerti dunia ini. Sedangkan ayah, ia juga telah berpulang karna serangan jantung," jelas Hedrick.

"Itu berarti anda telah tinggal sendirian sejak kecil?"

"Tidak. Sebelum melanjutkan pendidikan di universitas, saya tinggal bersama paman dan bibi."

"Apa perkerjaan anda?"

"Setelah tamat kuliah, saya berkerja di biro periklanan sampai sekarang."

"Apa anda telah mendengar kabar tentang penemuan mayat wanita yang termutilasi di semak-semak sore kemarin?"

"Iya. Baru disiarkan di tv tadi. Mengapa?" tanya Hedrick sedikit bingung. "Untuk apa para polisi ini menanyakan hal seperti itu? Apa mereka mencurigaiku?"

"Mayat tersebut sudah di identifikasi. Ia merupakan manejer dari perusahaan yang bergerak di bidang bisnis produk kecantikan. Namanya Anisa, umur 28 tahun," polisi itu menunjukan selembar foto wanita pada Hedrick.

"Iya, iya, saya ingat. Dia perna datang ke perusahaan biro periklanan lima hari yang lalu untuk meminta bantuan mengiklankan produknya. Saya sendiri yang merancang iklan tersebut."

"Bisa kami melihat rancangan iklan tersebut?"

"Tentu saja."

Hedrick naik menuju kamarnya dan mengambil laptopnya. Salah satu dari polisi itu mengambil kesempatan ini untuk memeriksa lebih teliti bagian ruang tamu tersebut. Tapi sepertinya ia tidak menemukan hal yang mencurigakan. Hedrick kembali dari kamarnya dengan sebuah laptop di tangannya. Ia membuka laptop tersebut dan menujukan hasil dari rancangan iklan yang diminta Anisa.

.

.

.

.

.

.

ξκύαε

Target baru

"Ini rancangan iklan yang saya kirim padanya dua hari setelahnya."

Dua polisi itu melihat rancangan iklan tersebut.

"Bisa ceritakan dimana dan apa yang anda lakukan kemarin malam?"

"Setelah pulang kerja tepatnya pukul 20.00, saya tidak ada rencana untuk pergi kemana-mana. Malam itu saya habiskan untuk menonton film horor bersama anjing saya. Karna terlalu keasikkan, saya sampai bergadang dan tertidur di sofa tanpa mematikan tv. Tetangga kami, Mr. Cavill sempat menegur saya karna anjing saya terlalu berisik. Ia melaung di tengah malam akibat mengikuti suara lolongan manusia serigala dari film yang kami tonton."

"Menonton film memang sangat menyenangkan jika sambil menikmati popcorn. Masih ada sisa popcorn Disini padahal kau menonton film itu kemarin malam. Apa kau selalu membiarkan sisa makananmu berserekan dan membusuk di lantai?" tanya polisi itu mencurigai.

"Sejujurnya pagi kemarin saya kesiangan dan tidak sempat membereskan semuanya. Rencananya hari ini saya mau bersih-bersih rumah."

"Anda tidak berkerja?"

"Saya libur hari ini."

"Baiklah Mr. Gardner. Terima kasih atas kerja sama nya."

"Sama-sama petugas. Apapun yang bisa saya bantu, saya akan melaksanakannya."

"Kami permisi."

"Iya."

Para polisi itu berlalu pergi. Hedrick mengantar mereka sampai ke depan pintu. Di perhatikan nya terus dua polisi itu begitu mereka masuk ke mobil yang tepat terpakir di depan rumahnya, namun mereka tidak kunjung berangkat. Salah satu dari mereka terlihat sedang menghubungi rekannya yang lain.

"Bagaimana hasil penyelidikannya?" tanyanya melalui walkie talkie.

"Kami tidak menemukan hal-hal yang mencurigakan. Mr. Cavill, tetangannya memberi keterangan bahwa kemarin malam ia sempat menegur Mr. Gardner karna suara anjingnya yang berisik. Ia bahkan datang langsung ke rumahnya dan memang benar Mr. Gardner ada di kediaman pada malam itu."

"Alibinya cukup meyakinkan. Kembali ke kantor," perintahnya.

"Baik."

Mobil polisi perlahan melaju meninggalkan halaman rumah Hedrick setelah tidak mendapatkan petunjuk apapun. Hedrick hanya tersenyum kecil lalu bergumang.

"Dasar para polisi bodoh."

"Selama pagi petugas," sapa seseorang pria begitu melihat mobil polisi yang berjalan melaluinya. Ia adalah teman Hedrick yang bernama Veeno. "Apa kabar Hedrick."

"Baik. Ayok masuk. Aku sudah lama menunggumu," Hedrick mempersilakan temanya itu masuk.

"Ada perlu apa para polisi itu mampir ke rumahmu?"

"Cuman menanyakan beberapa pertanyaan tentang korban yang ditemukan termutilasi di semak-semak."

"Hei, mereka tidak mencurigaimu, 'kan?"

"Aku yakin mereka tidak akan memasukan aku ke daftar tersangka. Pak tua disebelah rumah merupakan saksi kuat untuk melindugiku."

"Bagus," Veeno tiba-tiba merangkul bahu temannya itu. "Bagaimana? Apa kita jadi pergi hari ini?"

"Aku mau beres-beres sebentar. Aku tak suka rumahku berantakan seperti ini."

Hedrick mengemasi barang-barangnya yang berhamburan dan melegakannya kembali ketempat semula. Veeno juga ikut membantu karna sebagian kekacauan ini juga akibat ulah nya sendiri. Selesai membereskan rumah dan sarapan, mereka berangkat sesuai rencana Veeno. Dengan menggunakan mobil milik Hedrick, Veeno mulai menancap gas memasuki jalan raya yang mengarah ke pusat kota. Hedrick sama sekali tidak tahu kemana sebenarnya Veeno mau mengajaknya.

"Kita mau kemana? Kau belum memberitahu ku," tanya Hedrick.

Veeno mengeluarkan selembar foto dan meyodorkannya pada Hedrick. "Aku menemukan target baru."

"Oh... Menarik. Apa alasannya kau memilih dia sebagai gadismu?"

Hedrick memperhatikan foto wanita yang ia terima itu. Seorang wanita berambut pirang sebahu dengan mata biru yang indah tampak sedang berbincang dengan seseorang di telpon. Foto tersebut diambil secara diam-diam oleh Veeno.

"Dia cantik, bertubuh tinggi dengan kakinya yang panjang dan mulus. Ia begitu menggoda dan juga suaranya juga sangat indah. Aku sudah tidak sabar mendengar jeritannya. Uuu... Pasti akan membuatku jatuh cinta," pikiran Veeno sudah melayang kemana-mana.

"Cuman satu. Melihat raut wajahmu itu aku pasti tidak kebagian. Carikan lah satu lagi untukku agar aku juga bisa bermain."

"Tipemu itu sulit di cari."

"Aku 'kan sudah perna bilang kalau aku itu suka dengan gadis yang glamor, suka berfoya-foya dan sombong. Bukankah gadis seperti itu banyak di kota ini?"

"Aku benar-benar bingung denganmu. Kenapa kau suka dengan gadis-gadis seperti itu? Padahal 'kan yang lebih enak itu gadis-gadis yang memiliki bantalan lemak yang indah dan berisi."

"Ada alasan tersendiri untukku. Kau tidak perlu tahu."

"Terserah kau saja. Oh, iya. Aku baru ingat kalau ia juga mengajak salah satu temannya hari ini. Kau bisa memilih dia."

"Kita akan bertemu dengannya secara langsung? Aku pikir kita akan memata-matai dia saja seperti biasa."

"Tidak. Aku sudah berencana berkencan dengannya hari ini tapi dia terlalu pemalu. Sebab itu kami sepakat untuk mengajak masing-masing seorang teman."

"Kebiasaan mu selalu menjebakku. Kalau seperti ini aku tidak mau pergi denganmu."

"Inilah alasannya aku tidak mau memberitahu mu dari awal."

Satu jam perjalanan kemudian, akhirnya mereka sampai di tempat pertemuan dengan dua wanita yang kemungkinan menjadi target mereka selanjutnya. Mobil behenti tepat di depan sebuah kafe. Mereka berdua keluar dari mobil dan melangkah masuk ke kafe tersebut. Mereka memilih tempat duduk yang cukup tersembunyi dari kamera pengawas. Seorang pelayan datang menghampiri mereka dan menanyakan apa mereka mau memesan sesuatu. Mereka berdua kompak memesan kopi hitam yang menjadi menu favorit di kafe tersebut. 15 menit menunggu, dua wanita yang mereka tunggu datang juga. Hedrick sudah hampir mau pulang karna kelamaan menunggu. Ia paling benci hal itu.

"Hai, maaf membuat kalian lama menunggu. Terjadi kemacetan tadi," ujar wanita itu sambil mengambil tempat duduk dihadapan Veeno.

"Tidak lama. Kami juga baru sampai," kata Veeno. Ia sedikit memirikan tubuhnya ke Hedrick lalu berbisik. "Apa aku bilang. Dia cantik, bukan?"

"Cantik saja cukup untukmu tapi tidak untukku," balas Hedrick berbisik.

"Ah, kau ini."

"Jadi mereka dua pria yang kau maksud itu, Viona? Penampilanan mereka berdua tampak biasa-biasa saja," kata wanita yang satunya dengan sombongnya setelah melirik Hedrick dan Veeno dari ujung rambut sampai kaki.

"Ini baru yang aku mau," gumang Hedrick sambil tersenyum melihat mangsa yang sesuai dengan keinginannya.

"Sara, jangan berbicara seperti itu," Viona menarik tangan temannya itu dan memintanya duduk. "Maafkan atas ketidak sopanan temanku ini."

"Ah, tidak apa-apa. Kami sama sekali tidak tersinggung. Penampilan kami memang sederhana karna kami memang tidak suka terlalu mencolok," kata Hedrick. Ia yang tadinya tidak menyukai pertemuan ini, sekarang mulai bersemangat.

"Oh, apa itu benar?" tanya Sara meragukan perkataan Hedrick.

"Aku tahu kalau bicara saja tidak cukup menyakinkan seorang wanita. Bagaimana kalau kita jalan-jalan ke mall hari ini sebagai tanda perkenalan kita?"

.

.

.

.

.

.

ξκύαε

Bujuk rayu

Hedrick memulai aksinya dalam merayu wanita di depannya ini. Tawaran berbelanja ke mall tentunya tidak akan bisa di tolak oleh wanita matrek seperti dia.

Sara tersenyum. "Sepertinya aku bisa bersenang-senang dengannya untuk sesaat. Akan aku gerogoti semua harta benda milikmu setelah itu baru aku tinggalkan," batin Sara. "Baiklah."

"Tidak adil. Aku mengajakmu kesini untuk menemaniku. Kenapa malah kau yang beraksi duluan?" protes Veeno tidak terima.

"Hihi... Kau lumayan lucu," ujar Viona saat melihat tingkah Veeno.

"Benarkah? Tapi sayang, kalau boleh aku katakan senyummu itu sungguh manis sampai-sampai aku bisa terkena diabetes hanya karna melihatmu saja," gombal Veeno.

"Ah... Kau bisa saja," Viona tersipu malu dengan pipi merona.

Obrolan mereka berlanjut dari mulai memperkenalkan diri masing-masing, pekerjaan, hobi, keluarga dan bahkan sampai hal yang terbilang cukup pribadi. Suasana yang santai memang membuat Viona dan Sara tidak menaruh curiga pada Hedrick dan Veeno. Mereka berempat begitu menikmati obrolan tersebut sambil makan dan minum. Setelah saling mengenal dan memahami watak masing-masing, sesuai dengan janji Hedrick tadi, mereka berempat berangkat menuju mall untuk berbelanja. Veeno satu mobil bersama Viona dengan menggunakan mobil yang Viona bawa. Sedangkan Hedrick satu mobil bersama Sara dengan menggunakan mobilnya sendiri.

Tepat seperti dugaan Hedrick bahwa Sara akan memanfaatkan dirinya untuk membeli semua barang-barang mewah. Ia membiarkan itu dan terus menuruti kemauan Sara tanpa membantah sedikitpun. Ia sangat senang melihat senyum kepuasan yang terpancar dari wajah Sara. Biarlah mangsanya merasa telah menang terlebih dahulu, maka dengan begitu disaat membalikkan keadaan nanti akan lebih terasa nikmatnya.

Jam 16.30 Hedrick dan Veeno mengantar masing-masing teman kencan mereka. Alamat rumah Sara dan Viona yang berada di kompleks perumahan yang sama membuat Hedrick tidak kesulitan menjemput Veeno dan dapat pulang bersama. Mereka telah mengunci target. Tinggal membangun kepercayaan terhadap target mereka, maka dengan begitu mereka bisa memulai aksi.

"Kau menghabiskan ribuan dolar dalam sehari," kata Veeno.

"Semuanya akan sepadan. Lagi pula nanti juga akan balik lagi."

"Kau benar juga."

...⚛⚛⚛⚛...

Seminggu berlalu Hedrick dan Veeno menjalin hubungan dengan Sara dan Viona. Akhir pekan ini mereka siap memulai rencana mereka yang sebenarnya. Sara dan Viona dibujuk untuk liburan ke suatu vila yang dimana akan menjadi tempat mereka bermain. Tanpa merasa curiga Sara dan Viona langsung menyetujui saran tersebut. Mereka bersiap-siap untuk liburan. Di pagi hari Hedrick dan Veeno menjemput Sara dan Viona menggunakan mobil berbeda dengan plat nomor kendaraan palsu agar tidak dapat di lacak polisi. Lokasi vila berada jauh di tengah hutan terpencil. Butuh waktu setidaknya 3 jam perjalanan setelah keluar dari kawasan kota.

Sebuah vila mewah tiga lantai membuat Sara dan Viona terpesona. Mereka tidak menyangka akan ada vila seindah ini di tengah hutan belantara. Pemandangan yang disuguhkan tidak cuman hutan saja. Tepat di sebelah vila terdapat air terjun mini dengan aliran air yang jerni. Tempat seperti ini memang cocok untuk bersantai dan menenangkan diri dari kebisingan kota atau menjadi tempat yang sangat pas untuk melancarkan aksi mereka tanpa ketahuan.

"Wow... Tempat ini sungguh cantik," kata Viona begitu keluar dari mobil.

"Kau benar Viona. Siapa gerangan pemilik dari vila ini?" tanya Sara.

"Tentu saja vila ini milik kami," jawab Hedrick sambil mengeluarkan barang-barang bawaan mereka.

"Sungguh? Kami pikir kalian menyewahnya."

"Tidak. Vila ini kepemilikan pribadi. Kami berdua patungan untuk membangunnya," kata Veeno. Ia ikut membantu mengeluarkan barang dari bagasi mobil.

"Hebat," puji Viona.

"Ayok masuk."

Mereka berempat melangkah menuju vila tersebut. Veeno mengeluarkan kunci lalu membuka pintu vila tersebut. Bagian dalam vila ini ternyata tidak kalah dengan apa yang ada di luar. Interior dan eksteriornya begitu mewah serta memanjakan mata.

"Luar biasa. Bagian dalamnya tak kalah dari bagian luar," puji Sara sambil melangkah masuk.

"Tapi tempat ini sepi sekali."

"Wajar saja karna hanya kita berempat saja yang ada disini," jawab Hedrick.

Guk!

Max, anjing Hedrick menggonggong saat dirinya tidak masuk dalam hitungan. Ia memang selalu ikut dalam setiap liburan Hedrick. Karna rencananya mereka akan menginap di vila tersebut, Max tentunya tidak mungkin ditinggal begitu saja di rumah. Siapa yang akan menjaganya nanti?

"Maaf. Berlima termasuk dirimu," Hedrick mengelus anjing kesayangannya itu.

"Apa?! Tapi kalian bilang kita akan tinggal disini beberapa hari. Bagaimana... Kalian tahu 'kan kalau aku dan Sara tidak bisa masak," Viona tampak ragu-ragu mengatakannya.

"Jangan khawatir. Kita disini memiliki koki ahli disini. Benar, 'kan Hedrick?" Veeno menepuk punggung temannya itu.

"Kau juga harus membantuku memasak, kalau tidak... Tidak akan ada makanan untukmu."

"Syukurlah kalau begitu," ucap Sara merasa lega.

"Oh, iya. Ini kunci kamar kalian. Kalau ada yang diperlukan tinggal minta saja pada kami," Hedrick menyerahkan sebuah kunci pada Sara.

"Baiklah. Terima kasih. Kami mau istrihat dulu," ujar Sara setelah menerima kunci tersebut.

"Iya. Perjalanan hari ini sangat melelahkan."

Kamar mereka ada di lantai dua. Hedrick dan Veeno membantu membawakan barang bawaan Sara dan Viona menuju kamar. Mereka membiarkan para wanita untuk beristirahat. Veeno pergi menuju kamarnya yang ada disebelah. Ia juga ingin membagikan tubuhnya di atas tempat tidur. Menyetir lebih dari 4 jam ternyata melelahkan juga. Sedangkan Hedrick pergi ke dapur untuk memberi makan Max dan sedikit membuat camilan untuk dirinya sendiri.

...⚛⚛⚛⚛...

"Veeno!" panggil Viona.

Setelah istirahat sebentar, Viona berencana ingin menyegarkan dirinya dengan berendam air panas namun kran di kamar mandi di kamarnya tidak menyala. Ia keluar dari kamar dan mencari Veeno untuk memberitahu masalahnya ini. Ia sudah mencari di kamar Veeno tapi tidak menemukan dia disana. Ia mencoba mencari di tempat lain. Setiap ruangan dalam vila tersebut ia masuki seperti ruang bersantai, perpustakaan, GYM, atap, kolam berenang dalam ruangan, dapur, kamar tamu lainnya dan dimanapun, Viona belum kunjung menemukan keberadaan Veeno maupun Hedrick. Sampailah ia di satu ruangan di lantai tiga yang letak pintunya cukup tersembunyi. Karna penasaran Viona mencoba memeriksa ruangan tersebut. Ia memutar knop pintu dan ternyata tidak dikunci. Begitu pintu dibuka hanya kegelapan yang menyambutnya.

"Hallo... Veeno, apa kau ada di dalam?" panggil Viona.

Tidak ada jawaban. Viona memberanikan diri melangkah masuk. Tangannya meraba-raba dalam kegelapan mencari tombol lampu yang ia temukan di sebelah pintu. Saat lampu menerangi ruangan tersebut, betapa terkejutnya Viona mendapati seluruh rak yang ada menyimpan potongan-potongan bagian kecil dari tubuh manusia. Potongan-potongan itu tersimpan di dalam toples kaca berisi cairan. Selain potongan tubuh ada juga beberapa organ manusia seperti jantung, hati, ginjal, paru-paru, mata dan bahkan otak. Tubuh Viona gemetar ketakutan melihat itu semua.

"AAAAA ! ! !" teriak Viona melengking sangking takutnya.

.

.

.

.

.

.

ξκύαε

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!