"Bunda Aku berangkat sekolah yah!" Ucal Seorang laki laki yang sedang berlari menuruni anak tangga dengan terburu buru sambil memakai jaketnya.
"makan dulu nak!" Ucap Seorang perempuan yang masih terlihat sangat muda dengan piring di tangannya.
"udah telat Bund, Abang berangkat sekarang yah!" Pemuda itu menyalami tangan ibunya dengan khidmat.
"Jangan ngebut! Kalo Ketauan kebut kebutan Bunda ambil motor kamu!"
"Siap Ibunda ratu!"
Pemuda dengan berbadan tinggi dan tegap itu mengemudikan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Cacian pun ia dapatkan dari pengendara lain.
Dari jauh pemuda itu dapat melihat gerbang sudah ditutup, dan ada yang lebih menyeramkan dari gerbang di tutup, terlihat kepala sekolah sedang berdiri di dekat gerbang.
"selamat Pagi Pak..." sapa Arkan dengan cengesesan.
"Mau apa kamu? Ini sudah jam berapa? kamu ini selalu saja seperti itu"
Pemuda itu turun dari motornya.
"Ya elah Pak saya cuman telat tiga puluh menit!"
"Kamu bilang tiga puluh menit itu cuman? Sekarang masuk dan berdiri di lapangan!"
Arkan dengan kesal melajukan motornya masuk ke dalam, kepala sekolah yang mendengar suara motor Arkan lantas langsung mengusap dadanya mencoba sabar.
Setelah memarkir motornya dia berjalan menuju lapangan.
"Telat lo Sean!" Arkan menepuk bahu salah satu siswa lain.
"Bang Arkan!" sapanya.
"lyah Bang, semalem begadang gue sampe malem bgt. gila gak sih bangun-bangun jam tujuh!"
Arkan menggeleng-gelengkan kepalanya, tatapannya kembali melihat ke depan.
"Hari ini tidak akan ada toleransi lagi untuk siswa atau siswi yang telat, jangan ada yang beralasan saya baru satu kali terlambat, terlambat tetap terlambat!"
"Mila cantik yah Bang!" Arkan melirik ke arah Sean lalu tersenyum kecil.
"Cantik di mata lo, dia kalo berhadapan sama gue jadi kayak singa!" jawab Arkan sambil terus memperhatikan gadis yang disebut Mila itu.
"Hukuman kali ini lari muterin lapangan sebanyak sepuluh kali, dan menyapu halaman hingga bersih!"
Arkan membelakan matanya.
"Waras lo? Nih matahari udah ada di atas kepala lo mau nyiksa kita semua!"
"Iyah Kak udah panas nih..."
"Aduh Kak, bener yang dibilang sama Kak Arkan panas banget!"
"Kak Mila jahat banget, kalo lari ya lari aja nyapu ya nyapu aja!"
Beberapa orang ikut membela Arkan, sedangkan gadis yang berada di depan hanya menatap Arkan sinis. Sedangkan Arkan mengedipkan sebelah matanya menggoda membuat gadis itu memelototkan matanya kesal.
"Arkan lo gak usah jadi provokator, gue cuman jalanin aturan dari sekolah!"
"Gak ada bantahan apa pun, sekarang kerjain hukumannya!"
Semua mulai mengerjakan hukumannya gadis yang dipanggil Mila itu tampak tidak terpengaruh dengan umpatan-umpatan kasar.
Setelah berlari sepuluh kali, Arkan berjalan menjauh di antara kerumunan dia berdiri di dekat pohon besar sambil bersandar.
Tangannya terulur untuk mengambil sesuatu dari sakunya.
Arkan mulai menyalakan rokoknya, asap-asap bertebaran di mana-mana dia memperhatikan orang-orang yang sedang
membersihkan halaman sekolah.
"ARKAN?!"
Suara melengking seseorang terdengar sangat memekakan telinga, Arkan tau siapa yang berteriak seperti itu.
"Kamila suara lo bikin kuping gue sakit!"
"Siapa yang nyuruh lo ngerokok di sini, ini lingkungan sekolah Akan!"
Kamila mengambil rokok yang ada di tangan Arkan lalu menginjaknya.
"Mana rokok lo yang lainnya!" pinta Kamila.
"Gak ada itu tinggal satu!" jawab Arkan sambil bersidekap dada.
"Bohong, siniin rokok lo!"
"Gak ada Kamila, lo budeg?" kata Arkan membuat Kamila membelakan matanya kesal.
"Lo yang budeg, dari awal gue udah bilang lari abis lari bersihin lapangan, emang dasarnya lo yang budeg bukannya bersihin lapangan sama halaman malah ngerokok di sini.
Arkan tersenyum kecil, Kamila yang menyadari senyum Arkan lantas langsung menghentikan ocehannya.
"Ngapain lo senyum-senyum gila lo?!"
"Udah?" Kamila mengerinyitkan dahinya heran.
"Lo marah-marah mulu Mil kalo sama gue, lo cewe harusnya lemah lembut kalo lo begitu kan gue bisa nyoba buat suka sama lo! Gue tau lo suka sama gue kan?" kata Arkan dengan penuh percaya diri.
Kamila amat sangat terkejut mendengar ujaran Arkan.
"Huekk. Cuih... Gue gak pernah mimpi suka sama brandalan sekolah kayak lo!" Kamila berdecih sinis.
"Oh ya? Berani taruhan?" tantang Arkan.
"Cuman orang bodoh yang mau taruhan sama manusia sinting kayak lo!"
Kamila pergi begitu saja, Arkan yang melihat Kamila pergi tersenyum dengan smirknya.
Tapi senyum itu menghilang saat ponsel Arkan berbunyi, dia melihat sebuah notifikasi.
"Shiitt.. Sialan...!"
"REVAN KELUAR LO BRENGSEK!"
Prok... Prok... Prok.
"Selamat datang Tuan muda Arkan!" Arkan menatap Revan dengan tatapan sengit penuh permusuhan.
"Apa kabar Bro! Gue rasa gue gak usah nanya apa mau lo dateng ke Singgasana gue yang amat sangat mengagumkan ini!"
"Cih mengagumkan katanya!" ujar Bastian sinis.
"Tempat yang lo bilang singgasana ini lebih buruk dari neraka!" lanjut Bastian.
"Kenapa sih kita harus ke sini, tempat kayak sarang nyamuk gini, bisa kena demam berdarah gue!" celetuk Kean dengan wajah kesalnya.
"Lagi-lagi gue harus ketemu sama dedemit modelan dia, sumpah gue lebih baik di hukum sama Pak Kumis dari pada ketemu nih dedemit satu!"
"Udah lah Kan dia cuman mancing emosi lo, manusia kayak dia gak akan ada puasnya!" kata Daren menepuk bahu Arkan.
"Makhluk neraka kayak dia gak usah diladenin!"
Revan hanya terkekeh dia membuang puntung rokok itu lalu menginjaknya.
"Terus lo pikir ketua lo itu gak lebih kotor dari makhluk neraka?" ucap Arkan semakin mengetatkan.
"Dia itu laki-laki paling munafik, dia berlaku menjadi anak baik di depan wanita yang dia sebut Bunda tapi pada kenyataannya?"
"Ck.. Ck.. Ck... Gue kadang kasian sama ibunya mau banget dibohongin sama anaknya sendiri, oh atau mungkin Ibunya emang bodoh!"
"Hahahahah!" Semua anak buah Revan tertawa.
"Anaknya makhluk neraka berarti ibunya juga dari neraka!"
"Jaga mulut lo!"
Bugh... Bugh...
"Mati lo! Lo gak ada hak buat ngehina nyokap gue dengan mulut sampah lo!"
Bugh... Bugh..
Semua teman-teman Arkan ikut maju mereka saling menghajar satu sama lain, di dalam mata Arkan hanya ada amarah rahangnya menjadi keras menyalurkan seluruh emosinya.
Brakh...
Semua kayu hancur mereka saling melempar satu sama lain.
"Hahah Arkan, gimana kalo gue bawa nyokap lo ke sini biar dia tau gimana kelakuan anaknya!"
"Jaga mulut lo sialan!"
Bugh..
Arkan meninju wajah Revan membuat sudut bibirnya berdarah. Revan tersenyum dengan smirknya dia mengeluarkan sesuatu dari sakunya.
"Mati lo Arkan!"
"Argghhh biadap!" Revan menusuk pundak Arkan dengan sebilah pisau membuat darah mengalir di seragamnya.
Arkan berjalan mendekati Revan dia menarik tangan Revan, mata Arkan tidak bisa berbohong ada sejuta amarah dan kebencian di dalamnya.
Krak..
"AARGHH!" Arkan mematahkan tangan Revan dengan sekali putar, terdengar patahan tulang membuat teman-teman Arkan yang lain menghentikan perkelahian.
"Mati lo An*ing!"
Dugh..
Arkan menendang Revan hingga tersungkur wajahnya sudah babak belur.
Arkan berjalan tertatih-tatih menuju Revan yang sedang mengusap sudut bibirnya.
Bugh... Bugh...
Arkan sudah seperti orang kesetanan.
Emosi Arkan sudah memuncak dia tidak bisa menahan emosinya lagi saat ada yang menghina ibunya.
Arkan memukuli Revan dengan membabi buta.
"Gue gak akan puas kalo lo belum mati!"
Arkan mengambil pisau yang tergeletak di bawah. Dia saat ini berada di atas tubuh Revan. Arkan mengangkat pisau itu matanya menghunus tepat ke arah mata Revan.
"MATI O ANJ*NG!"
"Kan udah Kan, lo bisa bunuh tuh orang, lo mau masuk penjara!"
Bastian menahan tangan Arkan yang
hendak menusuk tubuh Revan.
Prang...
Arkan melempar pisau itu hingga mengenai sebuah vas bunga dan membuatnya pecah.
Arkan bangkit dari atas tubuh Revan, terlihat pemuda itu sudah sangat lemah.
Arkan menyambar jaketnya,
"Cuih.."
Arkan meludah tepat di samping Revan.
"Kali ini lo selamat, berani lo bawa-bawa nyokap gue, gue pastin neraka tempat lo hari itu juga!"
"ARKAN?!"
Seorang pemuda yang tengah bergelung dengan selimutnya lantas langsung terjengkit kaget, melompat dari kasur lalu berlari turun ke bawah.
"Iyah Bunda!"
Arkan mencari ibunya, dia melihat ibunya sedang berada di dekat tempat mencuci baju.
"Ada apa Bunda?"
Terlihat ibunya membalikan tubuh sambil memegang seragam sekolahnya yang berawarna putih.
"Ini apa? Kamu berantem lagi?"
Tatapan menusuk ibunya seakan hendak memenggal kepala Arkan. Alisha menarik tangan Arkan, dia melihat pundak belakang Arkan ada luka di sana.
"Ini lukanya sama kayak darah di lengan baju kamu Arkan.
"Itu Bund kemarin itu---" Arkan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Itu apa? Itu kemarin kamu berantem, iyah? Bunda cape deh ngurusin kamu, kamu mau buat Bunda stroke liat kelakuan kamu?"
"Ini darah Arkan, kamu mau jadi sok jagoan atau gimana? Bunda gak pernah ngajarin kamu buat jadi sok jagoan!"
"Ada apa sih Bund?"
Arkan bernafas lega penyelamatnya datang terlihat Ayahnya datang dengan baju
yang basah sepertinya dia baru saja
berolahraga.
"Diem Marvin, aku gak ngomong sama kamu!"
Arkan Rivaldi Pratama putra pertama dari Marvin dan Alisha, entah kenapa sikapnya sangat sulit ditebak.
Tatapan menusuk Alisha kembali kepada Arkan sedangkan yang ditatap begitu hanya menundukan kepalanya.
"Arkan, kamu mau buat Bunda kena serangan jantung?" tanya Alisha dengan nada kesal.
Arkan menggelengkan kepalanya.
"Enggak Bunda, Arkan minta maaf!"
Alisha hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
" Maaf, maaf, maaf itu terus yang kamu
bilang tapi gak pernah ada perubahan"
"Bund udah, mungkin Arkan emang gak sengaja berantem pasti ada alasannya dong kenapa dia bertengkar."
Marvin mengusap-usap pundak Alisha menenangkan.
Brukh...
"Anak kamu tuh, sama aja kayak kamu susah di atur!" Alisha melempar baju Arkan yang tadi dia pegang kepada Marvin.
"Bunda..." panggil Arkan.
Arkan melihat kepergian ibunya itu dia merasa sangat bersalah, bahkan ayanya tidak akan bisa berbuat apa-apa jika ibunya sudah marah.
"Ayah, ini gimana? Aku gak mau buat Bunda kecewa aku gak bisa di diemin Bunda!" Marvin menghela nafasnya.
"Ya lagian kamu apa sih Arkan kenapa berantem gitu kamu tau kan Bunda gak suka kekerasan!"
"Nanti Ayah coba bicara sama Bunda yah!" Arkan menganggukan kepalanya.
"Terima kasih Ayah!"
Marvin berusaha membujuk Alisha agar memaafkan Arkan tapi memang pada dasarnya Bundanya Arkan itu keras kepala dia tidak akan semudah itu memaafkan putrnya.
Arkan berkali-kali mendekati ibunya namun lagi-lagi yang dia dapatkan hanya tatapan sinis dan ucapan ketus.
Hingga siang hari pun ibunya masih mendiami Arkan, Arkan melihat ibunya ada di dapur sedangkan Ayahnya berada di ruang keluarga.
Arkan mendekati Alisha.
"Bund aku minta maaf!" Arkan mengikuti ke
manapun Alisha pergi.
Alisha ke dapur Arkan ikut ke dapur, saat ibunya ke ruang tengah dia juga ikut ke ruang tengah.
"Bund jangan diem gini dong, aku gak bisa di diemin Bunda kayak gin---"
"Udah tau gak bisa di diemin tapi bikin salah terus," potong Alisha ketus.
Marvin sebenarnya ingin tertawa melihat Arkan seperti anak ayam yang kehilangan induknya.
"Bund... Maaf!"
Alisha menghela nafasnya dia berdiri berhadapan dengan Arkan.
"Gak ada seorang Ibu yang mau liat anaknya kenapa-kenapa Arkan!"
"Bunda ngelarang kamu karena Bunda takut kamu kenapa-kenapa!"
Arkan menundukan kepalanya.
"Maaf Bunda." Alisha mencubit tangan Arkan.
"Jangan berantem-berantem lagi!" Alisha pergi begitu saja setelah mencubit Arkan.
Pemuda itu tersenyum tidak ada yang lebih melegakan selain melihat Bundanya.
Drt.... Drt..
Ponsel Arkan berbunyi pemuda itu merogoh sakunya dia mengambil ponselnya.
"Halo, ada apa Sean?"
"Oke gue otw!"
Arkan langsung berlari menuju kamarnya dia mengambil jaket dan kunci motornya,
Alisha yang baru saja keluar dari kamar bingung saat melihat putranya terburu-buru.
"Arkan mau ke mana kamu?" tanya Alisha saat Arkan menuruni anak tangga dengan cepat.
Arkan menghentikan langkahnya dia melihat Alisha turun dari tangga, Arkan kembali naik ke atas mendekati ibunya.
"Mau keluar sebentar Bund, tadi di telpon Sean ada urusan sebentar!" ujar Arkan.
Alisha menatap putranya itu dengan tatapan menelisik mencari kebohongan.
"Enggak Bund aku gak bohong, nanti kalo Arkan pulang Bunda boleh cek ada luka atau enggak di tubuh Arkan!"
Alisha menangguk-anggukan kepalanya.
"Yaudah hati-hati, nanti ada barang yang mau Bunda titip, kamu beliin yah!" ujar Alisha.
Arkan menganggukan kepalanya lalu berlagak hormat.
"Siap Ibunda ratu tersayang! Kabarin aja!"
Senyum Alisha mengembang.
"Yaudah sana!"
"Okay Bunda!"
Anaknya itu menyalami tangan Alisha. Arkan berjaln menuju motornya yang ada di garasi, di dalam garasi ada mobil milik ayah dan bundanya, ini hari minggu Ayahnya itu pasti sedang tidur.
Arkan mengemudikan motornya menuju tempat teman-temannya berkumpul.
"Ada apa?" tanya Arkan saat sudah sampai di tempat teman-temannya.
"Gak papa sih nongkrong lah Kan, lo minggu di rumah bae!" saut Bastian.
Arkan duduk di kursi samping Kean.
"Gue abis di diemin Bunda dari pagi makanya gue baru keluar ini juga
gak lama keburu Bunda ngamuk-ngamuk lagi," ucap Arkan.
"Tante Alisha kenapa lagi Kan?" tanya Daren yang sedang mengisap rokok di mulutnya sambil membaca buku.
"Biasa, semalem gue cape banget badan sakit banget, gue gak sempet ngilangin bekas darah di baju, semalem Revan nusuk bahu gue, tadi pagi Bunda mau nyuci liat itu yaaa tau lah gimana, Bunda gak mau gue
berantem-berantem!"
Arkan itu memang sangat menyayangi ibunya bahkan ibunya akan selalu menjadi nomor pertama, walaupun terlihat kejam saat marah tapi jika sudah berurusan dengan ibunya, Arkan akan berubah menjadi kucing penurut.
Arkan membuka ponselnya ada pesan dari ibunya, Arkan bangkit dari duduknya.
"Gue duluan yah, Bunda nyuruh gue ke supermarket kayaknya mau buat kue, nanti malem lo semua dateng aja ke rumah, gue bilang ke Bunda lo semua mau dateng!"
"Asik ke rumah Arkan, gue demen nih yang begini, di rumah Arkan itu selain adem banyak fasilitas gue juga demen emaknya pinter masak banyak makanan lumayan duit bulanan gue utuh!" saut Kean membuat Arkan dan yang lainnya tertawa.
Plak...
"Yee itu mah demennya lo, malu-maluin!" Sean menggeplak kepala Kean.
"Sialan main geplak-geplak aja, pala gue udah dipitrahin nih sama bokap gue!"
"Bokap lo bokap gue juga!" kata Sean ngegas.
"Dih ngaku-ngaku!" jawab Kean. Sean yang kesal langsung memiting kepala Kean di ketiaknya.
"Mampus lo makan tuh ketek gue aroma-aroma sultan!" ujar Sean tertawa puas.
"Anjing lo gak mandi berapa hari bau banget sialan!" ujar Kean yang masih berada di bawah ketiak Sean.
Kean dan Sean adalah adik kakak wajah mereka sangat mirip, Kean adalah kakaknya Sean adiknya mereka beda satu tahun itu lah kenapa Sean memanggil Arkan dengan sebutan Abang.
"Sean gua mau pingsan Sean!"
Kean memukul-mukul tangan Sean.
"Mati gue Sean!"
Kean berpura-pura pingsan membuat Sean
melepasnya.
"Anjir mati beneran apa yak Abang gue!"
Setalah Sean melepas Kean pemuda itu langsung berlari menjauh dari Sean.
Kean berpindah menjadi di samping bastian.
"Sumpah Bas bau banget keteknya si Sean!"
Srotttt...
Kean mengelap wajahnya lalu membuang hingusnya menggunakan tisu.
"B*bi! Jorok woy!" kata Bastian mendorong Kean menjauh.
"Sean kayaknya lo berdua bukan sodara deh, Abang lo prik!" lanjut Bastian.
"Mungkin, kelakuannya minus!" kata Sean.
"Jahat lo semua, gue mau ke Arkan aja!"
"Gue mau balik, duluan yah!"
Arkan pergi meninggalkan mereka
semua dia berjalan menuju motornya.
"Jahat lo Kan gak setia kawan!" ucap Kean sambil menghentak-hentakan kakinya sebal.
Arkan menunjuk Daren, "Noh
Daren nganggur!"
Kean melihat ke arah Daren yang tengah menatapnya dingin. Kean bergidig ngeri.
"Kaga Bang ampun, gue harus, Lakik!" kata Kean sambil mengikuti suara tegas laki-laki
video yang kemarin dia tonton dia juga menunjukan otot di lengannya.
Daren menggidikan bahunya acuh, "Gak normal lo!"
"What?!" Sean membelakan matanya.
"Lo yang gak normal pacaran sama buku terus! Dah lah males, gue mau ke Bi Amah aja mau bikin mie laper gue!" Kean berlalu begitu saja.
"Bi Amah, indomie satu, utang ya Bi belum gajian!"
"Yang kemaren juga belum ari atuh kamu mah!" kata Bi Amah yang keluar dari warung.
"Minta ke Bastian Bi, duit dia bejibun apalah daya saya yang anak terlantar tidak di anggap mau makan juga susah Bi!" kata Kean memelas.
"Aamiin!" saut Bastian dan Sean sambil mengusap wajah mereka.
"Kenapa di aamiinin woy!" sungut Kean.
"Biar lo jadi gembel!" jawab Sean dengan ringannya.
"Kalo gue jadi gambel, lo juga jadi gembel, adik laknat!" Sean nampak berpikir.
"Lah iya gua kan adeknya yah!" gumam Sean.
Daren memutar bola matanya malas, "Abang adek lemotnya sama aja!"
Bastian sudah tertawa terpingkal-pingkal, "Mampus!"
Arkan masuk ke dalam supermarket dia melihat ponselnya, ibunya itu menitipkan pesanan yang banyak sekali.
Arkan mengelilingi supermarket dia mencari apa yang ada di list ibunya. Pertama dia mencari susu kental manis, keju seres Arkan mencari bahan lain dengan mudah hingga tiba di barisan tepung terigu Arkan bingung karena di depannya ada banyak merek tepung.
"Bunda kebiasaan deh, gue kan gak tau Bunda biasa pake yang mana!"
Arkan merogoh sakunya dia mengambil ponselnya lalu menelpon ibunya.
"Bund tepungnya yang mana ini ada banyak!" kata Arkan.
"Oke Bund!" Arkan mematikan sambungan teleponnya.
Arkan berjalan mencari terigu yang tadi disebutkan oleh bundanva.
"Kata Bunda bungkusnya biru!" Mata Arkan berbinar saat melihat benda yang dimaksud.
"Dapat!" Arkan memegang tepung itu tapi ada yang ingin memegangnya juga.
"Gue duluan!" kata Arkan mengambil lebih dulu.
"Arkan!"
"Kamila!"
"Balikin tepungnya itu gue duluan yang ngambil!" pinta Kamila.
"Bapak lo duluan, orang gue duluan liat nih di tangan gue kan barangnya!" ujar Arkan.
"Bapak gue di rumah, balikin Arkan, lo jadi cowo gak mau ngalah banget sih!"
"Oh tidak bisa!" ledek Arkan dia kembali mendorong trolinya.
Kamila menghentak-hentakan kakinya sebal, "Lagian lo cowo ngapain belanja!"
Arkan melirik Kamila sekilas, "Masalah buat lo?"
"Nanti ada berita, seorang brandalan sekolah belanja bahan kue di supermarket, sungguh sangat mencengangkan!" kata Kamila menyindir Arkan.
Arkan bersidekap dada sambil melihat Kamila.
"Ngapain lo liatin gue begitu?" tanya Kamila.
"Lo cantik.." kata Arkan.
Blush... Pipi Kamila memerah dia merasakan suhu tubuhnya panas.
"Lebih cantik lagi kalo lo diem, gak guna lo mencak-mencak gitu, mirip dakocan! Nih barang tetep punya gue!" Arkan pergi menuju kasir.
Kamila membelakan matanya dia tidak percaya Arkan mengatakan itu.
"Arkan sialan, cowo gila! Dasar brandalan!" sungut Kamila sebal.
"Ivah gue tau lo suka sama gue kan?" jawab Arkan penuh percaya diri.
"Amit-amit, mimpi lo ketinggian!" kata Kamila sebal.
"Gue emang tinggi, emangnya lo, pendek, dasar cebol!"
What?!
"Sembarangan! Gue gak pendek, lo nya aja yang ketinggian!" jawab Kamila.
"Giwi gik pindik li ny iji ying kitinggiyin! Dasar cewe! Ngeles mulu kayak bajai."
***
"Lompat Mil lompat aelah lo tinggal lompat aja susah amat!" kata Arkan yang masih berada di bawah sana.
Kamila memutar bola matanya malas, "Lo pikir ni pager gak tinggi nanti kaki gue patah lo mau ganti pake kaki lo?" tanya Kamila sebal.
"Ck... Udah gampang kalo kaki lo patah nanti gue tambal pake kaki sapi.
"Lo pikir gue fosil main tambal-tambal aja!" kata Kamila tidak terima.
Arkan memijit pelipisnya, "Udah nanti lagi bahasnya, terserah nanti mau lo ganti pake kaki sapi, kaki kambing, kaki gajah juga gak papa, sekarang lompat Kamila keburu ada
Kamila masih menimbang-nimbang dia lompat atau tidak, Kamila benar-benar bimbangbtapi saat ini Kamila sudah berada di atas.
"Lama lo!" Arkan yang sudah jengah dia ikut naikke atas pagar, lalu lompat, Kamila membelakan matanya melihat Arkan yang sudah berada di dalam lingkungan sekolah.
"Kan tungguin!" ujar Kamila.
Arkan memutar bola matanya malas, "Dari tadi juga gue bilang lompat Kamila, lo nya budeg!"
"Iyah nih gue lompat!"
"Cepet!" kata Arkan.
Kamila mengambil ancang-ancang untuk melompat dia meyakinkan dirinya semua akan baik-baik saja buktinya Arkan
baik-baik saja.
"KAMILA?! ARKAN?! APA YANG KALIAN LAKUKAN!"
Brukh...
Kamila yang tadi hendak melompat terkejut saat ada suara bariton menyebut namanya membuat Kamila jatuh tepat di atas Arkan.
Arkan menatap wajah Kamila yang sangat dekat, deru nafasnya sangat terasa. Cukup lama mereka berada di posisi seperti itu.
"Lo nyaman banget Mil ada di atas gue, posisi favorit yah?" tanya Arkan sambil menaik turunkan alisnya menggoda.
Plak...
Kamila memukul wajah Arkan membuat pemuda itu meringis. Kamila langsung bangkit dari atas Arkan dia merapikan
seragamnya.
"Gila lo Mil itu tangan manusia apa Thanos muka gue sampe perih!"
"Bapak lo Thanos!"
"Kalian berdua ikut saya ke lapangan!" Pak Samsul sebagai guru bk menatap keduanya nyalang.
Mau tidak mau keduanya mengikuti langkah Pak Samsul. Mereka berdiri di tengah lapangan, Pak Samsul bersidekap dada.
"Sedang apa kalin di halaman belakang? Kalian terlambat?" tanya Pak Samsul dengan sangar.
Kamila menundukan kepalanya sedangkan Arkan menatap ke kanan ke kiri.
"Kamila Bapak bingung kenapa kamu bisa telat padahal kamu itu bagian seksi keamanan di anggota osis, kamu udah kayak monyet aja gelantungan di atas pager!"
"Pfftt.." Arkan menahan tawanya membuat Kamila menatapnya sinis.
"Lo monyet katanya Mil!" bisik Arkan sambil tertawa kecil.
"Lo----"
"Kamu juga Arkan, saya udah cape ngurusin kamu, setiap hari selalu terlambat, kapan mau berubah Arkan? Kamu sudah kelas tiga SMA bukan anak kecil lagi! Kamu gak baca peraturan sekolah? Atau kamu emang gak bisa baca!" kata Pak Samsul
kepada Arkan sedangkan yang sedang
dimarahi dia hanya terkekeh.
"Peraturan dibuat untuk dilanggar Pak! Kalo masa SMA nya kayak Kamila bosen Pak, belajar terus nanti gila!" jawab Arkan dengan ringannya.
"Kamu selalu saja menjawab apa pun yang saya katakan, sekarang kalian berdua berdiri di lapangan sampai jam pelajaran pertama selesai!" kata Pak Samsul mutlak.
"Tapi Pak----"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!