...~•Happy Reading•~...
Menjelang malam, di depan QB Mall di daerah yang ramai dan padat lalu lintas, seorang gadis manis bertubuh langsing berjalan cepat sambil merapikan tali tas kecil di bahunya. Dia mendekap paper bag di dadanya dengan satu tangan, lalu berjalan makin cepat ke jalan raya.
"Mayaaa... Tungguuu..." Terdengar suara seorang pria memanggilnya dari belakang.
^^^Mendengar namanya dipanggil oleh pria yang suaranya dikenal, gadis itu makin mempercepat langkahnya, malah mulai berlari kecil.^^^
"Kau ngga dengar, tadi aku bilang mau antar pulang?" Tanya pria tersebut setelah bisa menyusul dan berjalan di sisi Maya dengan nafas terengah-engah.
"Kau juga ngga dengar, aku bilang ngga mau diantar pulang?" Maya tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya, karena dia bisa disusul oleh pria yang memanggilnya.
"Memangnya aku ngga punya telinga? Aku kurang apa, sampe ngga mau jalan danganku?" Pria tersebut jadi emosi melihat keenggangan Maya untuk berjalan dengannya. Apa lagi untuk diantar pulang.
"Kau ngga kurang, Fanus. Aku yang kurang ...(suka)" Maya berkata terusannya di dalam hati, karena melihat Fanus sudah mulai emosi. Dia khawatir Fanus berlaku kasar padanya.
"Stef... Suka asal panggil nama orang." Fanus jadi kesal, Maya memanggil namanya dengan sesukanya. Orang lain memanggilnya dengan Stef, tapi kalau kesal dan tidak suka dengan sikapnya, dia akan memanggilnya Fanus.
"Loh namamu stefanus, kan? Masih bagus aku panggil Fanus dari pada Anus?" Maya balik protes dengan kesal. Hatinya mau tersenyum mendengar potongan nama yang disebutkannya, tapi kalah dari rasa kesal dan marahnya.
"Terseraaaa... Cepat ikut ke parkiran. Aku akan antar pulang." Fanus menahan emosinya, karena dia ingin mengatar Maya pulang. Dia sudah berusaha beberapa kali agar bisa tahu tempat tinggal Maya, tapi tidak pernah berhasil.
"Iiihhhh... Apa haknya, maksain lagi? Kau pikir aku becanda ngga mau diantar? Mendingan urus tokomu, biar ngga bangkrut. Aku masih tau jalan pulang." Maya makin kesal, Fanus masih memaksakan kehendaknya.
^^^Maya menarik nafas untuk mengendalikan emosinya, agar mereka tidak jadi perhatian orang. Dia bukan saja tidak suka Fanus, tapi merasa risi, bahkan jijik jika Fanus mendekatinya.^^^
^^^Semua itu dirasakan, karena Fanus suka mencari kesempatan untuk berdekatan dengannya. Kadang mencuri kesempatan untuk menyenggolnya, jika dia sedang bekerja di toko.^^^
^^^Fanus tidak pernah mengatakan apa pun padanya. Tapi sikapnya yang cendrung kurang ajar, membuat Maya malah takut berdekatan dengannya. Dia terus bekerja tiga bulan ini, karena tidak enak pada Riska, yang sudah memberikan pekerjaan tersebut kepadanya.^^^
^^^Tapi hari ini dia sudah tidak tahan dengan sikap Fanus yang terus mendekati dan coba memegangnya. Sehingga pegawai toko yang lain mulai berpandangan sinis dan menyindirnya terang-terangan.^^^
"Ngga usah cari alasan dan jangan so' jual mahal. Aku boss mu." Fanus menggunakan jurus terakhir untuk memaksa Maya, agar mau diantar pulang. Walau mereka tidak berbeda usia, tapi dia adalah boss Maya.
^^^Maya adalah salah seorang pegawai di toko sepatu. Fanus sudah lama tertarik dan terobsesi pada Maya sejak berkerja di tokonya. Dia sudah berusaha dengan berbagai cara agar Maya bisa jadi miliknya. Tetapi Maya selalu menghindarinya, bahkan tidak mau merespon sikap sukanya.^^^
^^^Maya menyadari rasa ketertarikan Fanus kepadanya bukan selayaknya orang yang mau pacaran, tapi mau menguasainya atau hanya terobsesi padanya. Oleh sebab itu, dia akan pulang secepatnya setelah selesai jam kerja, agar dia tidak bisa diantar oleh Fanus.^^^
^^^Kedua karyawan wanita di toko sudah mulai nyinyir, karena menyadari juga rasa tertarikan boss mereka kepada Maya. Sehingga mereka suka kesal atau marah, jika diminta tutup tokoh oleh Fanus, karena buru-buru mau mengantar Maya pulang.^^^
"Jual mahal? Emangnya aku spatu?" Maya mengomel kesal, lalu segera naik angkutan umum (angkot) tujuan tempat tinggalnya yang lewat di depannya.
^^^Melihat Maya yang sudah naik angkot, Fanus jadi ikut naik angkot, dengan rasa emosi dan marah. Dia tidak menyangka, Maya tetap tidak mau diantar olehnya dan langsung naik angkot.^^^
^^^Maya yang menyadari Fanus ikut naik angkot, jadi tidak enak dengan penumpang lain. Dia terdiam dan tidak mau beradu mulut dengan Fanus. Sehingga dia menahan rasa kesalnya, dan bersikap seolah-olah tidak mengenalnya.^^^
Walaupun sedang emosi, Maya berusaha tenang, karena Fanus sudah nekat. Dia berpikir serius agar bisa meloloskan diri dari Fanus. Ketika mendapat ide, dia memberikan isyarat kepada penumpang yang duduk di depannya untuk diam dan tidak bereaksi.
Setelah dekat dengan tempat tinggalnya, Maya minta sopir angkot berhenti. Dengan cepat dia membayar ongkos, lalu segera turun dan mengetuk bodi mobil, agar sopir segera menjalankan angkotnya.
Sedangkan Fanus yang hendak ikut turun bersama Maya, jadi terkejut karena dia tidak bisa turun. Tali tasnya terkait oleh sesuatu di balik tempat duduk di belakangnya.
^^^Akibat ulah Maya, penumpang dalam mobil jadi mengerti isyarat Maya dan tersenyum tertahan melihat Fanus berusaha melepaskan tali tas dari bahu dan juga tempat duduk angkot.^^^
Saat Maya sedang merasa senang bisa lolos dari Fanus, dia tidak menyadari motor dari belakang mendekatinya dengan kecepatan sedang, lalu tiba-tiba rem di belakangnya, membuat Maya jatuh terduduk di aspal.
^^^Dia tidak ditabrak motor, tapi jatuh karena terkejut mendengar suara rem motor di belakangnya.^^^
"Kau kira ada di rumah?" Bentak pria yang membawa motor, setelah membuka kaca helm nya.
"Kau tidak bisa klakson?" Maya kembali membentak, karena selain jantungnya berdegup kencang dan hampir copot, pergelangan kakinya sangat sakit.
^^^Rasa terkejutnya membuat dia jatuh salah gaya. Sehingga pergelangan kakinya terkilir. Dia tetap duduk di pinggir jalan sambil memegang pergelangan kakinya, menunggu rasa sakit agak berkurang.^^^
"Kau tidak mengerti fungsi lampu motor di malam hari?" Tanya pria itu lagi dengan kesal di atas motor. Dia sudah memberikan isyarat lampu dari jauh dan juga memperlambat laju motor, tapi cuek. Sehingga dia harus ngerem di dekatnya, untuk memberi peringatan padanya.
Melihat Maya masih belum berdiri, dia berpikir, Maya sedang akting atau pura-pura sakit. Karena dia merasa tidak menabrak Maya. 'Apa wanita ini merasa malu, karna jatuh di jalan?' Tanya dia dalam hati.
^^^Dia tidak bisa menghindar untuk lewati Maya, karena banyak angkot yang lewat. Jadi dia harus terus di jalurnya, agar tidak ditabrak mobil di belakangnya, jika dia tiba-tiba ambil jalan agak ke kanan.^^^
"Bukan tidak mengerti. Tidak liaaattt... Emangnya aku ada lihat motormu?" Jawab Maya kesal. Dia lagi sakit, bukannya tolong, tapi tinggal ngomel dari atas motor.
^^^'Orang macam apa ini, yang tidak punya rasa empati pada orang yang sedang sakit dan kesulitan.' Maya kesal dan mengomel dalam hati. Dengan perlahan, dia berusaha berdiri sambil tertati-tati.^^^
^^^Sambil menahan sakit, dia mendelik ke arah pria di atas motor yang sedang memperhatikannya. "Ini hantuuu... Puaasss?" Bentak Maya yang makin kesal dilihat tanpa rasa empati pada orang yang sedang sakit.^^^
Pria di atas motor jadi terkejut, saat melihat Maya kesulitan berdiri. Setelah Maya berdiri, baru terlihat pergelangan kakinya yang mulai bengkak. Dia hendak turun dari motor untuk membantu, tapi tiba-tiba seorang pria berlari dari depan sambil memanggil 'Mayaaa', dan makin mempercepat larinya untuk mendekati mereka.
...~•••~...
...~●○♡○●...
...~•Happy Reading•~...
Melihat siapa yang memanggil dan berlari ke arahnya, Maya menarik nafas panjang dan menghembusnya dengan kuat. Sehingga bahunya ikut naik dan turun mengikuti tarikan dan hembuhan nafasnya yang kuat.
"Makanya, jangan jahatin orang. Itu akibatnya." Ucap Fanus kesal yang sudah berada di dekat Maya.
^^^Fanus yang sudah bisa melepaskan tali tasnya, segera minta sopir berhenti lalu berjalan cepat ke tempat Maya turun. Dia masih penasaran dengan tempat tinggal Maya dan juga keluarganya.^^^
^^^Bagi Fanus, penampilan Maya tidak seperti kedua karyawan lainnya. Selain cara berpakaian, kulitnya sangat bersih, lembut dan terawat baik. Membuat dia sangat penasaran dan tertarik padanya. Dia ingin tahu siapa Maya, tempat tinggal, juga keluarganya, agar bisa menjawab rasa penasarannya dan mengatakan keinginannya kepada Maya.^^^
^^^Mengapa dia mau bekerja di toko sepatunya, padahal menurut Riska, dia sarjana. Riska hanya mengatakan dia sedang tunggu kerja kantoran. Dia hanya mengisi waktu sambil mencari uang jajan.^^^
^^^Dia sudah tanya tempat tinggal Maya pada Riska, tapi dibilang dia tidak menetap di suatu tempat. Sering berpindah-pindah, jadi Maya tidak pernah memberikan alamat tempat tinggalnya pada Riska.^^^
Mendengar ucapan Fanus, Maya sontak melihatnya, lalu menunduk melihat kakinya yang mulai bengkak. 'Bernakah, tadi dia telah berlaku jahat padanya?' Tanya Maya dalam hati sambil terus melihat pergelangan kakinya.
...~•• Tuhan, maafin, yaa... Tadi aku hanya mau terhindar darinya. Aku tidak bermaksud menjahatinya. Tolong aku, agar bisa terhindar darinya, Tuhan.' Maya berkata dalam hati dan mulai sedih. ••~...
"Mas, jangan marah lagiii... Bantuin aku, dong... Kakiku sakit, bangeeettt." Maya tiba-tiba berkata pelan dengan suara yang sangat berbeda kepada pria di atas motor dengan tatapan sedih. Membuat pria tersebut kebingungan. Dia melihat Maya dan Fanus bergantian sambil berpikir.
^^^Ucapan Maya seolah-olah mengenal pria di atas motor dan bersikap manja padanya. Dia bersikap seakan mereka sedang salah paham dan pria di atas motor marah padanya. Sehingga Maya minta mereka berbaikan kembali, layaknya sepasang kekasih yang sedang ribut.^^^
Pria tersebut mau turun dari motor untuk menolong sesuai permintaan Maya, tapi hati kecilnya melarang untuk tidak ikut campur. 'Sudah pasti pria yang baru datang mengenal wanita ini.' Pria di atas motor berpikir sambil melihat Maya dan Fanus dengan serius.
^^^Dia jadi berpikir lagi. 'Mungkinkah wanita ini tadi tidak konsentrasi, karena sedang berantem dengan pacarnya? Makanya dia tidak sadar ada motor yang datang dari arah belakangnya?^^^
Berpikir demikian, dia hendak menjalankan motornya untuk meninggalkan pasangan yang sedang marahan itu. 'Biarkan mereka selesaikan masalah sendiri. Apa lagi kaki wanita itu sedang sakit. Pria itu tidak mungkin terus marah padanya.' Pria di atas motor berkata dalam hati lalu menyalakan mesin motornya.
"Maaasss... Maafiiiinn..." Maya berkata dengan air mata tergenang, menahan sakit dan juga dia tidak mau ditinggal sendiri dengan Fanus. Dia tidak mau diantar pulang oleh Fanus, atau Fanus menyentuh tangannya untuk memapah.
^^^Walaupun Maya tidak mengenal pria di atas motor, tapi saat melihat mata dan gerakannya mau menolong, Maya berpikir pria tersebut orang baik, walau kesannya galak dan kasar.^^^
"Siapa dia?" Tanya Fanus dengan nada tinggi sambil menunjuk pria di atas motor. Dia makin emosi, karena sudah dikerjain dan berlari jauh, malah dicuekin juga.
"Maaf, ya, Boss... Aku sudah dijemput tunanganku. Jadi lebih baik, jaga sikapmu, atau aku cerita kelakuanmu padanya." Maya berpikir, ini adalah kesempatan baginya lolos dari Fanus. Agar tidak datang menganggunya lagi.
"Tunangan?" Fanus sangat terkejut, lalu melihat pria di atas motor yang sedang melihatnya dari balik kaca helm.
^^^Pria di atas motor juga balik melihatnya dengan serius, saat mendengar Maya menyebut Fanus boss dan dia tunangannya.^^^
^^^'Jadi mereka bukan sepasang kekasih? Lalu mengapa boss nya begitu marah padanya? Wanita ini sudah lakukan apa yang disebut jahat oleh boss nya?' Pria di atas motor terus bertanya dan berpikir serius.^^^
^^^'Apakah terjadi sesuatu di tempat kerjanya sehingga boss nya berlari mendatanginya dengan marah? Padahal wanita ini baru turun dari angkot.' Pria di atas motor jadi ingin tahu. Dia tidak jadi menyalakan mesin motornya.^^^
Fanus jadi berpikir. 'Apa tunangannya sedang datang menemui Maya? Tapi selama ini dia tidak pernah jemput Maya di toko. Apa karena mereka sedang marahan? Padahal Riska bilang dia belum punya pacar.' Fanus terus bertanya dan menjawab sendiri dalam hatinya.
'Jika dia tunangannya, mengapa dia diam saja, saat melihat Maya kesakitan?' Fanus jadi ragu dengan pernyataan Maya tentang tunangannya. Untuk itu, dia mau menguji keraguannya terhadap pernyataan Maya.
Fanus mendekati Maya lalu mengulurkan tangan untuk memegang tangan Maya, agar dia bisa berdiri dengan baik.
Melihat sikap Fanus yang nekat mau menyentuhnya, Maya lompat mundur sambil berjijit dengan kaki yang sehat untuk menghindarinya. Maya mengangkat kedua tangannya menghindari sentuhan Fanus, membuatnya hampir oleng dan jatuh.
"Maaaasssss..." Teriak Maya ke arah pria di atas motor, sangat berharap pada pertolongannya.
^^^Melihat situasi yang tidak baik dan Maya hampir menangis, pria di atas motor menepikan motornya agak ke pinggir jalan, lalu pasang standar. Kemudian dia mendekati Maya tanpa melepaskan helmnya, agar tidak terlihat oleh Fanus.^^^
^^^Dia tetap was-was, ikut campur urusan orang. Ucapan Maya bahwa dia adalah tunangannya adalah sesuatu yang tidak berarti baginya. Karena dia memang bukan tunangannya.^^^
^^^Dia hanya tahu, wanita yang bernama Maya sedang menghindari bahkan takut pada pria yang baru datang, yang disebutnya boss. Dia memegang sikut Maya agar bisa berdiri dengan baik.^^^
"Mas, bisa tolong bonceng aku sedikit ke depan untuk menghindari dia?" Maya berkata pelan, berharap ditolong lagi. Dia tidak mau Fanus mengetahui tempat tinggalnya, sehingga terus datang mengganggunya. Padahal dia sudah sangat suka dengan tempat tinggalnya yang sekarang.
"Tapi kakimu seperti ini, dan pakaianmu begini. Mana bisa bonceng?" Pria tersebut keberatan dan sudah buka kaca helm nya.
^^^Dia khawatir dengan kaki Maya yang sudah bengkak dan Maya mengenakan dress lebar di bagian bawah. Akan sulit duduk di atas motor, walau dress nya sedengkul. Dia berpikir lagi untuk menyetujui permintaan Maya.^^^
"Aku akan tahan. Sebentar saja, Mas..." Bisik Maya, memohon. Dia sangat berharap bisa ditolong, karena Fanus belum pergi dan sedang melihat mereka dengan serius.
Ketika melihat Maya dituntun ke arah motor untuk naik motor, Fanus jadi kesal dan marah. "Kau kupecat...!" Teriak Fanus dengan emosi ke arah Maya.
"Kau duluan yang kupecat. Weeeeh... Egepeee..." Balas Maya ke arah Fanus dengan mimik dan mulut yang lucu, lalu berbalik dan meringis karena kakinya sakit.
^^^Dia memang sudah tidak mau kembali bekerja di toko sepatu Fanus, saat tadi meninggalkan toko. Dia sudah membawa semua barang pribadi yang ada di toko dalam paper bag di pelukannya.^^^
Apa yang diucapkan Maya membuat pria yang sedang memegang sikutnya langsung menutup kaca helm nya. Dia tidak bisa sembunyikan senyumnya, mendengar dua orang yang sedang melampiaskan emosi dengan kata dan sikap kocak. Dia tidak bisa berkata-kata, karena sedang menahan tawa.
...~•••~...
...~●○♡○●~...
...~•Happy Reading•~...
Setelah Maya bisa naik ke atas motor dengan baik, pria tersebut menjalankan motornya pelan untuk meninggalkan tempat itu, tanpa mengerti mau ke mana. Sedangkan Fanus yang sedang menahan emosi, sibuk mengotak-atik ponselnya, tanpa mau melihat ke arah Maya yang sudah duduk di atas motor.
^^^Tiba-tiba Maya cari pegangan, lalu memegang perut pria tersebut, karena kakinya yang menggantung terasa sangat sakit.^^^
"Pelan-pelan aja, Mas." Ucap Maya tiba-tiba, karena jika jalanan tidak rata, pergelangan kakinya makin sakit karena lonjakan pada jok motor.
"Apa ini kurang pelan? Keong aja, bisa ngalahin motorku." Jawab pria tersebut, karena sudah tidak tahu bagaimana yang disebut pelan oleh Maya.
"Eeeh, iyaa... Semoga siput sudah pada tidur. Kalau ngga, kita disorakin." Maya menyadari jalan motor sudah pelan, jadi coba menetralkan suasana. Dia khawatir penolongnya kesal dan menurunkan dia di tengah jalan, karena rewel dan banyak mau.
"Malah aku suka, kalau siput belum tidur. Supaya kau bisa dengar sorakan siput, karna keong menang." Jawab pria itu lagi, asal, untuk menjaga kesabarannya. Agar dia bisa terus menjaga kestabilan kecepatan motornya.
"Ooh iya, Mas. Kalau dia sudah pergi, tolong balik ke tempat yang tadi, ya. Aku tinggal di situ." Maya berkata sambil menahan sakit, dan tidak mau membalas ucapannya lagi.
^^^Pria tersebut, yakin Maya sedang menahan sakit, karena pegangan Maya pada perutnya bukan karena takut jatuh, tapi menahan sakit.^^^
"Ok..." Ucap pria itu, lalu mengatur letak kaca spion.
"Mas, tolong putar balik, ya. Dia sudah naik mobil." Maya yang sesekali menengok ke belakang, melihat Fanus sudah naik sebuah mobil.
^^^Pria tersebut segera putar balik, saat melihat ada tanda putar balik di depannya. Kemudian putar balik lagi ke tempat kejadian.^^^
"Tunjukan arah rumahmu." Ucap pria itu saat mereka sudah berada kembali di tempat kecelakaan.
"Aku turun di sini aja, Mas. Tempat tinggalku ada di dalam gang itu." Maya berkata sambil menunjuk sebuah gang kecil yang bisa dilewatin motor.
"Biar aku antar. Kakimu lagi begitu." Ucap pria itu, karena tahu kaki Maya pasti sangat sakit.
"Ngga usah, Mas. Ngga terlalu jauh dari sini, ko'. Maaf, ya, sudah sangat merepotkan. Trima kasih." Maya sangat berterima kasih, karena pria tersebut sudah menolongnya dari gangguan Fanus.
^^^Sambil berpegangan pada pahu pria itu, Maya turun perlahan dari motor lalu berjalan pelan dengan cara menjijit masuk ke gang.^^^
^^^Pria tersebut yang melihat cara berjalan Maya, tertati-tati dan sangat kesulitan, tidak jadi menjalankan motornya untuk meninggalkan gang tersebut.^^^
Dia mematikan mesin lalu mengarahkan motornya masuk ke arah gang. Dia mengikuti Maya sambil mendorong motornya pelan dengan kaki, tanpa turun dari motor. Dia hanya memastikan tidak terjadi sesuatu dengan Maya.
...~••Dia teringat pesan Kakeknya, jika menolong orang yang kesulitan, jangan tanggung. Nanti seperti nasi yang dimasak tidak matang. Tidak enak untuk dimakan••~...
Maya yang sedang konsentrasi pada kaki sakitnya, tidak menyadari ada yang mengikutinya. Dia melihat dan terus menjaga langkahnya, hingga tidak menyadari sedang diikuti. Ketika dekat satu rumah, Maya ke kanan lalu merangkak naik tangga besi.
Pria yang sedang mengikutinya jadi terkejut, saat melihat ujung tangga tersebut ada di atas rumah berlantai dua.
'Sangat mudah bagi orang yang sehat untuk naik tangga tersebut. Tetapi tidak untuk orang yang kakinya sedang bengkak dan sakit seperti Maya.' Pria tersebut membatin.
Dia langsung memarkirkan motor dan menguncinya dengan cepat. Lalu berjalan cepat ke arah tangga dimana Maya sedang merangkak naik. Dia langsung menggendong Maya ala bridel lalu membawanya naik tangga.
Maya yang tidak siap dan sedang berusaha menahan sakit, sangat terkejut. "Jangan bergerak, kalau tidak mau kita salto ke bawa." Pria tersebut berkata cepat, karena merasa Maya mau berontak untuk melepaskan diri darinya.
Setelah tiba di ujung tangga, dia berjalan ke arah sebuah kursi bambu lalu mendudukan Maya di atas kursi tersebut. Dia meluruskan kaki Maya di atas kursi, agar tidak menggantung dan makin bengkak.
"Sangat keras kepala. Mau kakimu seperti kaki gajah?" Pria tersebut jadi emosi melihat Maya yang ngotot untuk tidak diantar, padahal kakinya sedang sakit.
Dia melepaskan helm dan memegangnya di tangan, lalu melihat Maya dengan kesal. "Ada apa?" Tanyanya galak ke arah Maya yang sedang melihatnya dengan wajah yang tidak bisa ditebak. Dia mengira Maya akan protes atas tindakannya menggendong dia naik tangga.
Maya hanya menggeleng sambil menutup mulutnya dengan tangan sambil melihat pria tersebut dengan mata membesar.
"Kepalamu menggeleng, tapi ekspersimu mengatakan ada sesuatu. Apa? Mau minta aku kembalikan ke bawa lagi?" Tanya pria itu lagi, karena melihat Maya masih menutup mulut dengan tangan tanpa bersuara.
Maya kembali menggeleng, lalu melepaskan tangan dari mulutnya. "Rambutmu sangat bagus..." Ucap Maya tiba-tiba, membuat pria itu hampir tertawa.
"Ini yang dibilang, mengagumi rumput tetangga lebih hijau, padahal rumput di halamannya sendiri lebih hijau." Kata pria itu lalu menggelengkan kepalanya.
Pria itu tahu, rambut Maya yang sedang dikuncir juga indah dan terawat dengan baik, juga harum. Jadi dia mengatakan itu, untuk menyadarkan Maya.
Tapi bagi Maya, dia baru pernah lihat rambut pria gondrong yang sangat bersih dan mengkilap. Pasti terawat dengan baik. Tadi saat pakai helm tidak terlihat. Tapi setelah dia melepas helm, membuat Maya tertegun. Dia merasa rambutnya kalah indah dari pria tersebut.
"Ngga usah perhatikan rambutku. Kau tinggal dengan siapa di sini?" Tanya pria tersebut, serius.
Mendengar pertanyaan pria itu, Maya jadi ragu, lalu perhatikan sekeliling yang sepi.
"Ngga usah khawatir, aku tidak akan mengganggumu. Aku hanya mau tau, ada yang membantumu dalam kodisi kaki seperti itu." Ucap pria itu serius.
"Ooh, ngga papa... Ada ini." Maya berkata sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tas kecil yang masih selempang di bahunya dan menunjukan ke arah pria tersebut.
"Ok. Kau bisa sendiri ke dalam?" Tanya pria itu sambil menunjuk ke arah pintu satu-satunya ke ruangan yang ada di situ.
"Iya, bisa. Aku mau duduk sebentar." Maya berkata sambil mengangkat tangan, membentuk tanda OK dengan jarinya.
"Kalau pesan sesuatu lewat ojol, ngga usah buka pintu. Minta letakan di situ saja. Jangan tunjukan kakimu sedang sakit." Pria itu mengingatkan lalu melipat rambutnya untuk memakai helm nya.
"Eeeh... Maaf, Mas. Sudah bantu aku, boleh tau namanya?" Tanya Maya, karena sangat bersyukur sudah dibantu oleh pria tersebut.
"Untuk apa tau namaku?" Pria itu tidak jadi memakai helm nya.
"Supaya kalau berdoa, bisa sebutin namanya. Sudah bantu aku dari tadi." Maya mengatakan alasan yang terlintas di pikirannya, karena dia sangat berterima kasih padanya.
Mendengar alasan Maya meminta namanya, pria itu jadi tersenyum dalam hati. 'Bisa saja punya alasan seperti itu.' Dia ngebantin.
"Philemon... Jangan coba-coba dipotong jadi Lemon atau Emon." Ucapnya dengan galak, tapi hatinya tersenyum saat mengingatkan Maya. Sebab ada teman yang suka memanggilnya demikian. Jadi dia mencegahnya terlebih dulu.
"Trima kasih... Aku Kamaya." Jawab Maya pelan, tapi hatinya tersenyum mengingat dia suka memotong nama teman-temannya dengan sesukanya. Apa lagi jika dia sedang kesal atau diganggu.
...~•••~...
...~●○♡○●~...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!