Hari ini ada seorang anggota menikah dengan putri seorang sultan membuat suasana begitu ramai tak seperti hari biasanya. Tatanan megah dan meriah menghias nyaris seluruh lingkungan kesultanan.
Nampak jelas hiruk pikuk beberapa prajurit tentara yang baru saja selesai bertugas melaksanakan tradisi pedang pora. Tradisi yang dilaksanakan untuk memperkenalkan tentang sekilas kehidupan militer.
"Foto dulu..!!" Ajak pengantin pria pada para juniornya yang tadi telah membantunya melancarkan kegiatan tradisi pedang pora.
Beberapa foto sudah di abadikan dan kini tiba saatnya acara bebas.
:
Para anggota sedang berkumpul dan melontarkan candaan khas bujangan.
Tak lama ada seorang gadis berjalan anggun menyapa dengan takzim pada beberapa orang yang mungkin di kenalnya. Kalem, lembut, secantik paras wajahnya.
"Ndoro ayu..!!" Seorang si mbok menyapa gadis tersebut dengan tergopoh-gopoh.
"Ada apa mbok, pelan-pelan saja." Kata gadis itu.
"Garwa ayu marah karena Kanjeng Sultan hanya membawa Gusti permaisuri ke pendopo agung. Beliau ingin ikut dalam acara pernikahan Raden Bagus." Jawab si Mbok.
"Ijinkan saja mbok.. kenapa harus di larang. Beliau juga ibunya Laras. Biarkan beliau masuk pendopo..!!" Perintah gadis itu.
"Tapi Ndoro..!!" Si mbok begitu cemas dengan keberanian junjungannya.
"Nanti saya yang akan bicara dengan Romo. Tidak baik membuat keributan dalam suasana sakral seperti ini mbok." Jawab gadis itu lalu berjalan menuju jalan yang tidak terlalu lebar lalu menghilang masuk ke dalam sebuah tempat mirip paviliun.
"Ijin Bang, siapa dia?" Tanya seorang pria berpangkat Letnan dua di sana.
"Adik perempuan Bang Bija, namanya Laras. Gusti Ayu Dyah Pradha Larasati."
"Waaw.. putri Sultan. Pantas cantik sekali." Gumam Bang Seno.
Mata Bang Seno tak lepas memperhatikan setiap gerak gerik gadis itu. Dadanya berdesir naik turun, nadinya berdenyut kencang, hatinya mulai gelisah.
Beberapa rekan anggota tersenyum licik melihat ekspresi wajah penasaran Bang Seno terutama seniornya. Dengan usilnya senior Bang Seno mengganti minuman softdrink dengan minuman tradisional daerah setempat. Minuman yang hanya di suguhkan pada saat tertentu saja dan tentunya sudah dalam pengawasan dan menyesuaikan dengan aturan.
"Ijin Bang, saya takut Seno tidak tahan dengan minuman fermentasi ini. Bukannya kalau tidak biasa bisa mabuk ya." Kata litting Bang Seno.
"Aaahh.. kamu diam saja, masa tentara minum beginian mabuk. Seno nggak akan mabuk.. paling hanya sakit perut aja." Jawab senior Bang Seno namun tak cukup itu saja keusilannya. Senior Bang Seno menambahkan sesuatu dan mengaduknya dengan bungkus serbuk tersebut.
Para anggota Junior pun diam dan pasrah dengan ucapan senior. Sesaat kemudian Bang Seno benar-benar menenggak minuman tersebut.
"Aacchh.. opo iki???" Bang Seno merasakan ada yang berbeda dari minuman yang di teguknya tadi. "Duuhh.. panaaass..!!" Gumamnya.
Senior Bang Seno ternganga. Bagaimana bisa pria yang pintar minum minuman haram beralkohol tinggi, merk luar negeri namun tidak bisa minum minuman tradisional yang kadar 'mabuk' nya tergolong rendah.
Bang Seno berlari menuju lorong sempit, secepatnya ia mencari toilet karena isi di dalam perutnya sudah berontak tak karuan.
~
Bang Seno menatap wajahnya pada cermin di toilet. Pantulan wajahnya seakan berbayang, kepalanya tiba-tiba terasa berkunang-kunang, nafasnya sesak, tubuhnya terasa ringan panas dingin dan yang paling parah adalah bagian jantannya sudah menegang sempurna.
"Aku kenapa?" Gumamnya bingung.
Secepatnya Bang Seno melangkah keluar dari toilet tapi tubuhnya yang terhuyung.
Tak lama seorang wanita menghampirinya. Ia mencoba menyangga tubuh pria tersebut tapi jelas saja tubuh kekar itu tak mampu di topangnya. "Lho.. Kangmas temannya Mas Bija khan???.. Kangmas tidak apa-apa?" Tanya Laras. "Aduuuhh.. Kangmaaass.. Dinda nggak kuaaatt..!!" Pekiknya hampir tertimpa tubuh Bang Seno.
Entah setan apa yang merasuki pikiran Bang Seno, pria itu langsung memanggul dan membawanya ke dalam paviliun dimana tadi Larasati masuk.
"Kangmassss.. Kangmas mau apa????" Laras kembali berteriak dan berontak namun percuma saja, suara sound system yang begitu keras membuat suara Laras lenyap bak tertelan bumi.
Bang Seno yang sudah lupa daratan mengunci pintu kamar lalu setengah membanting Laras di atas ranjang. Kewarasan Bang Seno seakan hilang. Kesadarannya kalah dengan nafsunya yang sudah setinggi langit. Ia membuka jas yang di kenakannya, lalu membuka kemejanya.
Laras yang begitu ketakutan langsung mundur ke sudut ranjang apalagi melihat sorot mata buas yang siap menelannya bulat-bulat.
Bang Seno yang kalap menyambar kaki Laras dan menariknya tepat ke arahnya. Sekilas dirinya sadar akan perbuatannya namun kemudian lagi-lagi kalah dengan naf_su bi_rahi nya. Ia membuka kain jarik yang melilit di tubuh gadis itu.
"Jangaaaaann..!!! Ampuuunn Kangmasss..!! Dinda takuuutt..!!!" Teriak Laras sekuatnya. Rasa takutnya semakin menjadi saat pria tersebut membuka ikat pinggang dan mengeluarkan senjata tempurnya lalu menindih Laras.
"Dinda.. tenanglah sedikit..!! Saya juga tidak paham apa yang terjadi pada diri saya." Baru kali ini Bang Seno bersuara sejak sedari tadi dirinya hanya diam tanpa kata. "Jika terjadi sesuatu padamu.. cari dan tuntutlah saya..!! Saya akan bertanggung jawab..!!" Ucapnya di sela kesadarannya yang naik turun dan kemudian ia menerobos palang pintu tanpa permisi.
Samar terdengar suara isakan tangis namun dirinya sama sekali tidak bisa mengingat apapun.
***
Bang Seno tersadar di tengah malam dan mendapati dirinya tanpa sehelai benang pun dengan bekas cairan berbau 'minyak urut' khas pria. Tidak ada seorang pun disana kecuali dirinya. "Astagfirullah hal adzim.. apa yang terjadi??" Bang Seno gugup dan segera memakai pakaiannya. "Apa aku menodai wanita??? Dengan siapa aku melakukannya??" Hatinya semakin resah melihat ada bercak darah yang terhapus bahkan sebagian ada di pangkal pahanya.
Setelah kembali rapi, Bang Seno melihat keadaan pendopo masih sangat ramai dan musik belum berhenti menggoncang kesultanan. Perlahan ia keluar dari paviliun seakan tidak terjadi apapun namun saat kembali ke pendopo, tak ada satu orang pun rekannya disana.
...
"Baru pulang Sen??" Sapa seorang senior dengan senyum menyebalkan.
"Siap.. ijin Bang, apa Abang mengganti minuman saya?? Atau mencampur sesuatu??" Tanya Bang Seno. Dirinya terpaksa naik ojeg online sampai ke Batalyon karena di tinggalkan rekan-rekannya kembali lebih dulu ke mess Batalyon.
"Mencampur apa?? Kurang kerjaan sekali saya mencampur minumanmu? Saya hanya mengganti minumanmu. Masa prajurit intai khusus nggak tahan minum arak???" Ledek senior.
Mau tidak mau Bang Seno diam seribu bahasa. Bagaimanapun juga senior adalah makhluk Tuhan yang tidak bisa di lawan setelah wanita. Mencari perkara dengan senior akan remuk sendiri pada akhirnya.
"Siap salah Abang. Mohon maaf."
"Ya setidaknya orang kalau tidak tahan minum pasti banyak berkhayal." Sudahlah jangan banyak pikiran..!!" Kata senior.
"Siaapp..!!"
'Apa aku berkhayal menunggangi wanita??? Tapi rasanya masih sangat jelas dan terasa?? Apa ada mimpi dan khayalan serasa nyata??'
.
.
.
.
Laras meringkuk menangisi dirinya. Kejadian semalam sungguh membuatnya terpukul.
"Kenapa aku tak sanggup melawannya?" Laras terisak-isak di dalam kamarnya.
"Ndhuk.. buka pintunya..!!!" Terdengar suara Bang Bija memanggil Laras. Ia segera menghapus air matanya lalu secepatnya berdiri dan membuka pintu.
Cckkllkk..
"Lho.. kenapa ndhuk????" Tanya Bang Bija cemas melihat wajah adik kecilnya terlihat sembab.
"Nggak ada apa-apa Mas." Jawab Laras.
Mungkin semua orang bisa di bohongi tapi tidak dengan kakak kandungnya itu.
"Lihat Mas Bi.. kenapa nangis?? Siapa yang buat kamu nangis???" Tanya Bang Bija.
"Nggak ada, beneran mas. Laras hanya sedih saja Mas hanya sebentar disini..!!" Kata Laras menutupi apa yang telah di alaminya semalam.
Kejadian semalam begitu membekas dalam ingatannya hingga wajah pria tersebut sama sekali tak bisa di lupakannya.
Sebagai seorang kakak jelas Bang Bija merasa sedih, Laras adalah satu-satunya adik perempuannya dari ibundanya yang memang seorang permaisuri kesultanan.
"Waktu terus berputar, usia kita semakin menua.. sudah waktunya Mas mengakhiri masa lajang. Nanti kamu pasti juga akan mengalaminya, tentunya dengan pria yang menyayangimu." Kata Bang Bija.
Laras menangis kemudian terisak memeluk Bang Bija. Mungkin setelah ini dirinya tidak lagi bebas memeluk Abang tercintanya. Jarak memisahkan mereka hanya ikatan darah saja yang akan selalu melekat.
"Jangan nangis..!! Kalau ada apapun kamu tetap bisa hubungi Mas Bi..!!" Bang Bija menghapus air mata adiknya.
Sejak Romo menikah lagi dengan Garwa ayu, Laras tidak lagi dekat dengan Romonya. Waktu sang Romo telah banyak terbuang untuk istri keduanya apalagi sekarang dirinya memiliki adik perempuan dari ibu tirinya dan sejak saat itu pula Romo tak banyak memperhatikan dirinya, hanya Bang Bija saja tempatnya mencurahkankan rindu. Sayangnya beberapa waktu ini pun Abangnya sudah semakin sulit di hubungi, mungkin karena kegiatannya yang padat sebagai seorang abdi negara.
Laras mengangguk. "Iya Mas. Selamat ya atas pernikahan Mas Bi dan Mbak. Cepat kasih Laras keponakan ya Mas."
"Pasti ndhuk."
\=\=\=
Dua bulan berlalu.
"Mbok.. Laras pengen yang asem-asem. Tolong carikan mangga muda mbok..!!" Pinta Laras pada si mbok yang sedang membereskan pakaian Laras.
"Aahh.. Ndoro ayu ini seperti sedang ngidam saja. Tengah hari begini minta mangga muda, kemarin ndoro ayu baru minta asinan kedondong." Kata si Mbok.
Laras termenung sejenak mengingat kapan terakhir kali dirinya mendapatkan haid.
"Memangnya tanda-tanda hamil bagaimana sih mbok?" Tanya Laras.
"Ya mirip Ndoro ayu begini. Pusing, mual, muntah, pengen yang asem-asem, perut kram dan yang pasti.. nggak haid ndoro."
Laras semakin terhenyak pasalnya semua ciri-ciri tersebut saat ini sedang ia rasakan. Hatinya cemas, gelisah dan takut jika sampai dirinya mengandung tanpa seorang suami.
"Tapi Ndoro tidak perlu cemas, bukankah ndoro ayu masih haid." Imbuh si mbok.
Laras hanya tersenyum kecut menanggapi ucapan si mbok.
'Jika benar aku hamil, bagaimana aku akan mengatakan pada Mas Harsa???'.
"Laras mau persiapan ke toko kue."
...
Pikiran Laras terus di hantui rasa cemas. Setelah membulatkan tekad, ia memberanikan diri membeli alat test kehamilan di apotek yang letaknya tidak jauh dari toko kue miliknya.
"Ini hanya begini saja ya?" Gumamnya gugup sembari mencelupkan alat test kehamilan tersebut di wadah sample urine. Di dalam toilet lantai atas sebelah ruang kerjanya, ia menunggu hasil dari sample urine nya dengan harap-harap cemas. Setelah beberapa detik berjalan, ia pun mengangkat alat test kehamilan tersebut.
"Garis dua.. Ha_mil???? Aku hamil?????" Ucapnya setengah terpekik tak percaya.
"Bu.. ibu Laras..!!!! Ibu tidak apa-apa???" Tanya seorang karyawan toko kue milik Laras.
"Ii_iya saya nggak apa-apa." Jawab Laras kemudian menyimpan hasil testpack tersebut ke dalam sakunya, tapi karena gugup dan terlalu terburu-buru akhirnya testpack tersebut jatuh tanpa di sadari nya.
:
Siang itu Laras baru saja usai makan siang di ruangan nya. Hatinya yang terbolak-balik gundah gulana seketika tersentak mendengar suara ribut. Saat itu telinganya samar mendengar cek cok dari arah dapur. Terdengar suara managernya hingga ke dalam ruangannya. Ia pun segera menghampiri ke dapurnya.
"Ada apa sih ribut sekali??? Kalau pelanggan dengar khan nggak enak." Tegur Laras sebagai pemilik toko kue tersebut.
"Maaf Bu, saya hanya menegur mereka. Saya menemukan test pack di toilet. Ibu khan tau sendiri toilet karyawan sedang rusak, jadi kami terpaksa join toilet bersama ibu di lantai atas dan ternyata saya menemukan ini, hasil testpack positif." Mas Syahrial menunjukan testpack positif di hadapan semua orang termasuk Laras.
Karyawan yang lain menjadi cemas dan risau lantaran benda kecil di tangan Mas Syahrial.
Melihat keributan yang terjadi, tentu saja Laras tidak tinggal diam.
"Toilet di ruangan saya pun mati, jadi saya juga pakai toilet di luar ruangan." Laras menghentikan keributan tersebut. "Masalah testpack itu...... Testpack itu punya saya."
Para karyawan saling pandang, mereka terkejut mendengar ucapan Laras. Mereka terdiam seakan tak percaya lantaran Laras yang mereka kenal adalah wanita yang kalem, anggun dan sopan santunnya begitu tinggi.
Laras duduk pada sebuah bangku yang ada di dapur. Dirinya yang berusaha tegar akhirnya terbawa perasaan juga.
"Inilah kenyataannya. Saya hamil, tanpa menikah." Ucapnya sendu namun berusaha keras untuk tegar.
"Tapi bukankah Pak Harsa belum kembali dari penugasan???" Tanya Mas Syahrial.
"Benar, dan ini bukan anak Mas Harsa. Ini anak pria lain. Sayaa.. di perkosa saat malam resepsi pernikahan kakak saya." Jawab Laras.
"Apa?????" Seluruh karyawan ternganga mendengarnya.
Laras pun menarik senyumnya. "Ini masalah saya, saya sudah sangat berdosa, mengandung tanpa ikatan pernikahan. Saya akan membesarkan anak ini. Nantinya perut saya akan membesar dan tidak bisa di tutupi lagi. Jika kalian ingin mengundurkan diri tidak apa-apa. Saya hargai keputusan kalian. Saya tau apa yang terjadi pada diri saya adalah hal yang sangat tidak baik dan tidak patut di contoh." Kata Laras.
Tak menyangka para karyawan wanita langsung memeluk dan memberi dukungan pada Laras. Mereka salut dengan keputusan Laras. Mungkin untuk kedepannya.. atasannya itu akan berjuang lebih keras lagi dalam hidupnya.
"Kami tau siapa ibu, kami akan terus bersama ibu dan tidak akan meninggalkan ibu." Ucap tulus salah seorang karyawan dan di ikuti anggukan dari rekan-rekan.
\=\=\=
Beberapa bulan setelahnya. Laras membuka seluruh isi lemarinya, ia lumayan panik karena rata-rata pakaiannya sudah tidak muat lagi di tubuhnya terutama di bagian perut.
Tepat saat itu si mbok masuk ke kamar Laras dan terkejut melihat perut Laras yang mengembang. Memang Laras tidak pernah melarang si mbok masuk ke dalam kamar paviliunnya.
"Ndoro ayu.. benarkah yang si mbok lihat ini?" Tanya si mbok tak percaya dengan apa yang di lihatnya.
"Iya mbok, Laras hamil." Jawab Laras tak bisa menutupi lagi tentang kehamilannya.
"Ya Allah Ndoro.. sama siapa?" Si mbok tak kuasa menahan air mata, dirinya sudah bagaikan ibu bagi Larasati karena sudah merawatnya mulai bayi.
"Jangan tanyakan lagi Mbok, hanya Laras yang tau siapa bapak dari jabang bayi di perut Laras." Jawab Laras.
.
.
.
.
"Ini bagaimana Ndoro?? Kalau ada acara keluarga seperti ini pasti semua akan pakai kebaya. Apa Ndoro akan keluar dengan pakaian seperti itu? Perut Ndoro tidak akan bisa di tutupi." Kata Si Mbok bingung memikirkan junjungannya.
"Hari ini Laras akan mengakui semuanya di hadapan Romo dan keluarga, apapun yang akan terjadi.. Laras akan mempertahankan anak ini." Jawab Laras dengan tegas. Sadar dosanya sudah begitu menumpuk, ia tidak ingin membuat prahara semakin besar lagi dalam hidupnya.
//
Bang Seno termenung mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Sungguh dirinya tidak bisa mengingat apapun tapi hatinya jelas meyakini bahwa dirinya telah merenggut kesucian seorang gadis.
"Ya Allah, siapa dia? Bagaimana keadaannya sekarang?? Apakah dia bisa menjalani hidupnya dengan baik setelah hari itu?" Gumamnya. Sejak hari itu tidak sedetik pun hari-harinya di lalui tanpa penyesalan. Ia sudah berusaha mengingat apa yang terjadi tapi semua terasa buntu tanpa jawaban.
Ia mencoba mencari informasi andai saja ada seorang wanita dalam daftar nama tamu undangan yang mungkin depresi karena kejadian itu, namun selama enam bulan pencarian tidak ada kabar apapun dan Bang Seno pun pasrah.
Bang Seno bersandar melepaskan penat dan hati yang lelah. "Saya bukannya tidak mau bertanggung jawab, tapi jika suatu saat saya bertemu denganmu.. dalam keadaan apapun saya akan berusaha memberikan yang terbaik untukmu bahkan jika sampai kamu melahirkan anak saya, apapun akan saya perjuangkan dan lakukan demi kamu."
//
Di kesultanan sudah ramai dengan cibiran bahwa Ndoro ayu mereka telah mengandung tanpa seorang suami.
Seketika Romo Sultan terduduk lemas dan ibunda permaisuri langsung terkena serangan jantung. Dalam situasi seperti ini, Garwa ayu mengambil alih kepemimpinan.
"Ndoro ayu telah merusak citra dan nama baik kesultanan. Saya adalah Garwa ayu yang masih punya rasa belas kasihan.. saya tidak akan mengasingkan Ndoro ayu, tapi Ndoro ayu harus pergi jauh.. jauh dari lingkup kesultanan dan meninggalkan seluruh harta benda dan apapun yang ada di pulau ini. Kami menganggap Ndoro ayu tidak pernah ada." Ucap tegas Garwa ayu.
"Baik ibunda ayu. Laras akan meninggalkan seluruhnya. Laras akan membesarkan anak Laras." Laras pun sudah tegar dengan segala yang akan di hadapinya.
"Tunggu dindaa...." Romo ingin berbicara tapi beliau pun akhirnya ikut tumbang tanpa arahan dan ucapan apapun sebagai Sultan.
...
Malam itu juga Laras meninggalkan kesultanan, tidak membawa apapun juga dan hanya menyisakan tabungan yang jumlahnya pun tidak banyak, jika tidak di kelola maka uang itu akan habis dalam sekejap mata.
Kepergiannya menimbulkan tangis bagi para abdi dalem yang menyayangi Laras, mereka tidak percaya dengan apa yang dituduhkan Garwa ayu pada putri Sultan yang cantik itu. Beberapa orang abdi dalem sampai rela merogoh sakunya dan diam-diam membekali Laras dengan sejumlah uang, memang tidak banyak tapi para abdi dalem termasuk si mbok berharap uang itu cukup untuk bekal hidup Sekar kedhaton kesayangannya.
Laras terus berjalan membawa beberapa lembar pakaian, menjauh dari lingkungan kesultanan.
Di tengah perjalanan manager toko kuenya dan seorang rekan wanitanya datang menghampiri Laras.
"Ayo naik Bu..!!" Kata Mas Syahrial dari atas mobil. Mobil penunjang operasional yang pernah di beli Laras dari hasil kerja kerasnya membanting tulang.
"Jangan panggil saya ibu lagi. Saya bukan apa-apa. Bukan pula atasan kalian." Mata Laras berkaca-kaca melihat dua orang di hadapannya. Toko kue yang sudah ia kembangkan, telah di ambil alih oleh Garwa ayu.
"Selamanya ibu adalah atasan kami. Kami akan ikut dan akan setia bersama ibu. Dulu ibu yang memberi kami lapangan pekerjaan dan mengubah hidup kami. Sekarang susah senang kita sama-sama." Kata Mas Syahrial.
Baru kali itu tangis laras pecah, ia tidak sanggup lagi menahan beban di hatinya. "Terima kasih, terima kasih banyak untuk semuanya."
"Kita harus membuka lembaran hidup baru, di luar pulau lebih berpotensi. Kita merintis lagi usaha dari awal. Ibu Laras tenang saja.. kami handle semua, ibu hanya mengawasi saja dan jaga keponakan kami baik-baik." Imbuh Elya.
\=\=\=
Satu setengah bulan berlalu. Laras dan kedua sahabatnya sudah membuka toko kue. Dengan menyewa ruko sederhana, mereka menyulapnya menjadi toko kue yang sangat cantik hingga menarik perhatian orang.
"Kita tidak punya uang lagi." Kata Laras sampai jatuh sakit karena memikirkan kondisi keuangan mereka.
"Tenang Mbak Laras. Kita dapat orderan dari seorang anggota tentara dari Batalyon. Beliau bertunangan dan mempercayakan pada kita untuk menghandle semua snacks sampai cake nya. Kemarin beliau tanya apa kita bisa menghandle menu catering karena beliau baru tiba pindah penugasan, jadi sekalian syukuran." Elya melaporkan apa yang terjadi hari ini. Kini mereka sudah jauh lebih akrab dan sudah bagai saudara kandung sendiri.
Laras berpikir keras, kandungannya sudah mulai besar tapi tak bisa di pungkiri bahwa dirinya membutuhkan keuangan untuk biaya hidup dan persalinan.
"Baiklah, terima saja semua permintaannya. Mana yang lebih dulu harus di lakukan? Acara pertunangannya dulu atau syukurannya?" Tanya Laras.
"Syukurannya dulu mbak." Jawab Elya.
"Baik, biar aku catat perinciannya dan bisa segera di DP yang bersangkutan..!!" Kata Laras.
...
Malam hari itu juga ada sejumlah uang masuk ke dalam rekeningnya, atas nama Inka dan uang yang masuk tersebut menjadi income terbesar pertama selama mereka membuka bisnis toko kue disana.
"Baiklah, uang sudah masuk. Kalian segera belanja ke pasar inpres sekaligus beli bahan-bahan untuk cake dan snack..!!" Pinta Laras kemudian.
Mas Syahrial dan Elya segera berangkat ke pasar menggunakan mobil yang di kirim lewat laut bersama mereka saat pindah.
***
Laras masih terjaga dan mengolah masakan serta berbagai orderan yang masuk tersebut meskipun Mas Syahrial dan Elya ketiduran karena lelah. Laras melakukan semuanya demi anak yang ada di dalam kandungannya.
Laras mengusap perutnya yang sudah sangat besar. "Sabar ya nak, Mama akan melakukan apapun demi kamu. Kamu tidak perlu sedih karena tidak punya Papa.. Biar seluruh dunia menolak hadirmu.. Mama akan selalu menyayangimu." Ucap Laras dengan senyumnya kemudian kembali mengaduk masakan yang ada di hadapannya.
-_-_-_-_-
Bang Seno menyantap hidangan masakan yang ia pesan dari catering di ujung jalan menuju arah kota. Ia tersenyum, agaknya mulut dan perutnya merasa puas lantaran masakan tersebut begitu cocok di lidahnya.
"Waahh.. ini sih bisa di order lagi." Gumam Bang Seno menilai masakan dari catering dadakan di toko kue tersebut.
Saat sedang asyik menikmati makanannya, ada panggilan telepon dari Inka. Bang Seno segera mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum Bang."
"Wa'alaikumsalam dek. Kamu masih di butik?" Tanya Bang Seno.
"Masih Bang, bagaimana cateringnya. Enak nggak?"
"Enak dek. Acara pertunangan kita pakai ini saja." Kata Bang Seno.
"Inka tanya dulu ya Bang, soalnya yang punya toko kuenya sedang hamil besar, sudah dekat HPL nya." Jawab Inka.
"Begitu ya, Abang sudah cocok sama yang ini dek. Coba pastikan lagi dek..!!"
.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!