NovelToon NovelToon

Tepi Senja

Ultimatum

Semilir angin menggoyangkan daun-daun pepohonan di taman sekolah. Suara riuh para siswa dan siswi saat keluar kelas dan deru motor yang keluar dari parkiran sekolah. Terdengar saling tumpang-tindih. Langit sore, mulai menampakan dirinya. Perlahan-lahan para siswa dan siswi berkurang satu persatu.

Suasana yang tadinya begitu ramai, tiba-tiba terasa begitu sunyi. Hanya sedikit siswa/i yang tersisa di sore itu, untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler. Yang memang dilaksanakan dua kali dalam seminggu.

Nampak dua orang siswi berjalan bersama di koridor menuju ruang siaran. Selisih tinggi mereka terlihat cukup mencolok. Wajah mereka terlihat kelelahan, setelah menjalani kehidupan SMK yang baru mereka rasakan selama 6 bulan ini.

Saat mereka sudah ada didepan pintu ruang siaran tiba-tiba saja pintunya terbuka dari dalam dan, muncul dua orang siswa.

"Loh Sienna, Talia kok kalian baru dateng sih?" tanya seorang lelaki sambil memegang gagang pintu ruang siaran.

"Hehe maaf ya Rigel, Luan soalnya tadi kita ada praktikum di lab jadi telat deh pulangnya, hp ku juga mati jadi gak bisa ngabarin." Sienna menjelaskan apa yang terjadi sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal itu.

"Pantesan, baru aja kita mau cari kalian berdua." Ucap Rigel sambil menunjuk dirinya dan Luan yang berdiri disampingnya tanpa berkata apa pun.

"Tumben, emang kenapa kalian mau cari aku sama Sienna?" tanya Talia memiringkan kepala dan menyilangkan tangannya di dada.

"Katanya kita dipanggil sama kesiswaan, sebagai perwakilan ekskul penyiaran," bisik Rigel memastikan tak ada yang mendengar obrolan mereka.

"Buset udah kaya orang penting aja nih kita dipanggil kesiswaan," canda Sienna tersenyum lebar.

"Tapi, kalian ngerasa aneh gak sih? Kenapa kesiswaan tiba-tiba pengen ketemu sama kita? biasanya kita gak pernah dianggap ada." Luan yang sedari tadi hanya diam, tiba-tiba langsung mencecarkan pertanyaan.

"Dari rumor yang aku denger sih, kalo ekskul yang gak pernah dianggap tiba-tiba dipanggil kesiswaan di semester 2 katanya bukan suatu pertanda baik buat ekskul itu," bisik Rigel sambil mengangkat telunjuknya kehadapan bibirnya.

"Udah-udah, mending sekarang kita langsung temuin kesiswaan aja, biar tau apa yang mau mereka omongin." Sienna mencoba menenangkan teman-temannya.

Merekapun bergegas menuju ruang kesiswaan, untuk memastikan apa yang ingin disampaikan kepada mereka.

"Assalamualaikum Bu, permisi saya bersama teman-teman saya sedang mencari Bu Millie kesiswaan," ucap Sienna mewakili teman-temannya.

"Waalaikumsalam neng, silahkan masuk meja Bu Millie ada di paling ujung dekat lemari kaca," ucap salah seorang Ibu guru yang ada di sana.

"Terimakasih Bu, mari." Sienna dan kawan-kawan nya berterimakasih dengan serentak.

Ibu guru itu mengangguk dan tersenyum lalu melanjutkan aktivitas yang ia kerjakan sebelumnya, sedangkan Sienna dan kawan-kawannya memasuki ruangan menuju ke tempat dimana kesiswaan berada.

Disana tampak seorang guru duduk di meja kerjanya, sepertinya beliau sudah menunggu kedatangan ekskul penyiaran. Suasana yang tadinya biasa saja entah mengapa, terasa begitu tegang ketika mendekati meja itu, tatapan tajam yang tertuju pada mereka membuat mereka takut seakan akan terjadi sesuatu yang buruk.

"Assalamualaikum Bu, perkenalkan nama saya Sienna dan ini teman-teman saya dari ekskul penyiaran, kalau boleh tahu Ibu ada apa memanggil kami?" tanya Sienna sambil tersenyum.

"Waalaikumsalam, sebenarnya saya tidak memanggil kalian semua, saya hanya perlu menyampaikan ini kepada ketua ekskul kalian," ucap Bu Millie ketus.

"Mohon maaf ibu, tapi ketua ekskul penyiaran saat ini adalah kelas XI yang sedang menjalankan PKL, kebetulan saya ditunjuk sebagai penanggung jawab sementara untuk ekskul penyiaran." Sienna menjelaskan keadaan ekskul penyiaran dengan singkat.

"Apa boleh buat, lagipula kalian sudah ada disini. Saya rasa, saya tidak perlu berbasa-basi jadi saya akan langsung menjelaskan apa maksud saya memanggil kalian kemari," ucap Bu Millie singkat enggan berbasa-basi.

Mata Bu Millie menatap lekat wajah setiap anggota ekskul penyiaran, terutama Sienna yang menjadi lawan bicara utamanya. Suara hembusan angin kencang menambah ketegangan yang terjadi diantara mereka.

"Baik, seperti yang kalian ketahui ekskul penyiaran saat ini sudah tidak mempunyai guru pembimbing, selain itu juga saya rasa adanya ekskul penyiaran saat ini sudah tidak relevan lagi. Seperti yang kita ketahui sekarang sudah tidak ada lagi yang mendengarkan radio sekolah, semua ekskul saat ini juga sudah memiliki media sosial mereka sendiri hampir semua liputan kegiatan ekskul dan sekolah juga sudah diambil alih oleh OSIS, kalian juga tidak pernah mengharumkan nama sekolah ini dalam lomba. Bahkan saya tak pernah melihat kalian membuat kegiatan yang jelas. Jadi saya tidak melihat adanya alasan lagi untuk mempertahankan ekskul penyiaran." Bu Millie menjelaskan dengan nada sinis dan tatapan tajam

“Tapi Bu …” belum selesai Sienna berucap namun sudah dipotong oleh Bu Millie. “Sudah, saya tidak ingin mendengar alasan apa pun lagi dari kalian. Ini ada dokumen administrasi pembubaran ekskul, silahkan kalian baca terlebih dahulu, tanda tangani besok langsung serahkan lagi kemari.” Ucap Bu Millie tanpa berbasa-basi.

Keringat bercucuran dari dahi Sienna, debaran jantung mereka tak beraturan ketika mendengar semua ini. Mereka tak menyangka akan mendengar kabar seperti ini, rasanya seperti disambar petir disiang bolong. Sienna tak percaya dia harus menghadapi tanggung jawab sebesar ini tanpa bantuan seniornya.

Sienna yang teringat akan seniornya seketika mendapat pencerahan.

“Tapi Bu, karena saya hanya penanggung jawab sementara dari ekskul ini saya tidak dapat memutuskan ini sendirian.Jika berkenan bolehkah Ibu memberikan kami kesempatan untuk mendiskusikan hal ini dengan ketua ekskul kami?” Pinta Sienna sedikit memelas.

“Hadeh, yasudah saya beri kalian kesempatan empat hari untuk mendiskusikan hal ini.Toh cepat atau lambat kalian akan bubar juga,” ucap Bu Millie seraya menghela napas panjang.

“Terimakasih banyak Bu, saya sangat bersyukur Ibu memberikan kesempatan ini kepada kami.” Sienna berterimakasih sambil tersenyum.

“Ya sudah saya rasa tak ada lagi yang perlu kita bicarakan, kalian semua sudah boleh pulang atau melanjutkan kegiatan ekskul kalian.” Kata Bu Millie dengan ketus. “Baik Bu, terimakasih.” Ujar mereka serentak seraya mencium tangan Bu Millie lalu berjalan meninggalkan ruang kesiswaan.

Sambil berjalan keluar ruangan itu, Sienna berkata,“Kumpul dulu ya.”

Dijawab dengan anggukan seluruh anggota ekskul penyiaran. Sesampainya di ruang penyiaran mereka langsung merebahkan badan mereka ke kursi yang ada disana. Tak ada yang mengeluarkan suara, mereka terjebak dalam lamunan mereka masing-masing.

Suara jam dinding mebuyarkan lamunan Luan. Dia membetulkan posisi duduknya dan memecahkan keheningan dengan berkata,“Kita bubar?”

Sienna, Talia dan Rigel yang sedang dalam lamunan mereka kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Luan. “Jangan dong masa kita gini aja nyerah sih?” ucap Rigel.

“Betul kata Rigel, kita gak boleh langsung nyerah kaya gini.” Talia mendukung ucapan Rigel.

“Tapi kita harus gimana? Tadi kalian denger sendiri kan apa yang Bu Millie bilang, ada 1000 alasan untuk ngebubarin kita,” kata Luan dengan pesimis.

“Gak, meskipun Bu Millie punya 1000 alasan buat ngebubarin ekskul kita. Kita harus punya 1001 cara buat mempertahan ekskul ini,” ucap Sienna sambil terus membolak-balik dokumen pembubaran ekskul penyiaran.

“Tuh dengerin.” Ucap Rigel sambil membantu Sienna membaca dokumen itu. Tak terasa waktu menunjukan pukul 17.00 waktu dimana semua

siswa/i diharuskan untuk meninggalkan sekolah. Pencarian informasi untuk mempertahankan ekskul penyiaran pun sementara harus berakhir, tanpa membuahkan hasil.

Bimbang

Pak guru mulai membereskan perlengkapan mengajar bersiap untuk meninggalkan kelas, para siswa dan siswi mulai berhamburan keluar kelas. Kantin mulai dipenuhi oleh para siswa/i yang tengah lapar. Di tengah suasana istirahat yang begitu ramai ini Sienna justru terlihat murung.

"Na, kapan kamu mau kasih tau Kang Atlas sama Teh Sitta?" ucap Talia sambil mencolek punggung Sienna dari belakang. 

Merasakan adanya sentuhan dipunggung nya Sienna lantas membalikan badannya perlahan. 

"Em ... gak tau aku Li, aku bingung ngasih taunya gimana selain itu aku juga khawatir ganggu mereka, kamu tau sendiri Kang Atlas lagi PKL sedangkan Teh Sitta lagi persiapan ujikom sama persiapan masuk PTN. Banyak yang harus mereka pikirin Li, aku gak mau nambah beban pikiran mereka." Kata Sienna sambil menghela napas.

Ting

Nampak dilayar ponsel milik Sienna ada pesan masuk dari Max.

Setelah membalas pesan itu pun Sienna mulai merasakan perutnya mulai terasa lapar.

"Li mau ke kantin gak?" ajak Sienna.

"Aku bawa bekel Na maaf ya, mau aku anterin?" Talia menawarkan untuk menemani Sienna seraya mengeluarkan bekal makan siang miliknya.

"Gak usah Li, Max udah nungguin kok." Ucap Sienna sambil tersenyum kecil.

"Max anak OSIS temen SMP kamu itu?" Tanya Talia sambil tersenyum jahil. Sementara Sienna  hanya mengangguk.

"Yaudah, aku ke kantin dulu ya. Aku makan disana, jadi kalo kamu mau makan gak usah nungguin aku, dadah." Kata Sienna melambaikan tangan sambil melangkah keluar kelas.

Sesampainya di kantin Sienna melihat Max, lelaki tinggi dengan rambut cepak itu sedang duduk menunggunya.

"Duh maaf ya, kamu udah lama nunggunya Max?" ucap Sienna buru-buru seraya duduk diseberang Max.

"Gak kok orang aku juga baru sampe, kamu mau makan apa? Biar sekalian aku pesenin, tapi bayar sendiri ya." Kata Max sambil tersenyum lebar.

“Kamu mau makan apa Max?” tanya Sienna.

“Aku lagi BM  ayam geprek sama es teh manis sih Na,” ucap Max sambil memegang dagunya.

"Yaudah aku ayam geprek sama es jeruk aja deh Max, ini uangnya makasih ya." Sienna menyerahkan uang kepada Max dengan wajah lesu nya.

"Kok kamu lemes banget, udah selapar itu kah? Tunggu ya aku pesenin, jangan pingsan dulu Na." Max dengan sigap berlari memesan makanan yang dipesan oleh Sienna menembus kerumunan siswa/i yang memenuhi setiap kedai. 

Sedangkan Sienna hanya bisa terkekeh kecil melihatnya. Tak lama kemudian Max kembali dengan membawa dua porsi ayam geprek dan dua gelas es teh manis.

"Kok cepet banget sih Max, padahal keliatannya penuh banget? Loh es jeruk aku mana?" Tanya Sienna keheranan.

"Soalnya aku bilang ke Bi Wati temenku lemes banget Bi, kelaparan takut pingsan. Jadi cepet-cepet deh dibikinin nya untungnya semua yang ngantri duluan juga pada ngalah. Hehe maaf ya aku gak beliin es jeruk soalnya takut kamu belum makan, terus minum es jeruk makan nya juga ayam geprek pedes pula, takut kamu asam lambungnya naik.  Udah, jangan banyak tanya dulu ayo kita makan nanti kamu pingsan beneran." Max berceloteh tentang apa yang terjadi sambil menarik piring dihadapannya bersiap untuk makan.

Walaupun tak memiliki selera untuk makan tetapi Sienna tetap memaksakan diri untuk makan meskipun terlihat enggan. Max yang sudah mengenal Sienna sejak SMP itu pun menyadari bahwa Sienna sedang memikirkan sesuatu.

"Na, ada apa?" Ucap Max dengan mulut yang masih penuh sehingga kalimat yang diucapkan nya terdengar tak jelas.

"Pelan-pelan, telen dulu Max." Sienna lalu menyodorkan es teh manis yang ada di hadapannya pada Max. Sienna menghela napas dalam, "Sebenarnya aku lagi bingung banget Max.”

"Pasti soal pembubaran ekskul ya?" tanya Max lembut.

"Loh kamu tau dari mana Max, jangan-jangan selama ini kamu cenayang ya?" gurau Sienna.

"Kamu ngga tau? Aku kan murid Boy Kimoii," ucap Max membalas candaan temannya itu.

Untuk sesaat mereka tertawa seakan lupa akan masalah yang dihadapi oleh Sienna.

"Aku tau Na, soalnya Bu Millie minta OSIS buat bikin dokumen administrasi pembubaran ekskul. Kebetulan ekskul itu adalah ekskul penyiaran," jelas Max tampak serius.

Dengan mata berkaca-kaca dan suara yang hampir bergetar Sienna berkata, "Aku harus gimana Max? Aku gak mau ekskul penyiaran bubar tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan."  

"Tenang dulu Na, kita pikirin sama-sama ya." Max berkata dengan lembut seraya menepuk pundak Sienna, menunjukkan dukungan nya pada Sienna.

Sienna hanya mengangguk tak tau apa yang harus ia katakan.

"Ketua ekskul udah tau?" tanya Max.

"Belum, aku dikasih waktu empat hari sama Bu Millie buat diskusi sama ketua ekskul, tapi aku gak tau harus jelasinnya gimana.Aku takut Max dia pasti kecewa sama aku. Aku kira aku bisa menyelesaikan masalah ini sendiri tapi ternyata susah Max," kata Sienna sambil tersenyum. 

Nampak terlihat jelas senyuman itu adalah senyuman palsu yang selalu digunakan oleh Sienna untuk menutupi kesedihannya.

"Na, biar bagaimanapun kamu harus ngomong ke ketua ekskul kamu, ketua ekskul kamu punya hak untuk tau hal ini langsung dari kamu. Coba pikirin perasaan ketua ekskul kamu kalo tau hal ini dari orang lain? Lagipula ini bukan salah kamu Na, kamu gak harus menghadapi ini sendirian, aku tau ini gak mudah tapi aku yakin kalian bisa melalui ini bersama-sama." Ucap Max menyemangati Sienna.

"Iya juga ya, makasih ya Max udah mau dengerin curhatan aku sekarang aku udah lega. Aku mau ngajak ketua ekskul aku buat ketemu pulang sekolah besok deh, sekali lagi makasih ya Max udah nyemangatin aku," seru Sienna tersenyum dengan tulus. Entah mengapa setelah berbincang dengan Max Sienna merasa beban yang ada di dalam hatinya sedikit terangkat.

"Nah gitu dong, semangat semoga lancar ya." Ucap Max sambil mengacungkan jempol.

Lalu Sienna mengeluarkan ponselnya tanpa ragu dia mengirimkan pesan kepada Atlas dan Sitta.

 

***

“Max menurut kamu kalo aku chat kaya gini, gak apa-apa?” Sienna meminta pendapat Max.

“Gak apa-apa Na, udah bagus kok itu masih terbilang sopan dan gak bertele-tele.” Max mengungkapkan pendapat pribadinya.

Tiba-tiba lonceng pun berbunyi pertanda jam istirahat telah selesai. Max dan Sienna pun harus berpisah dan kembali ke kelas masing-masing untuk melanjutkan pembelajaran. Sienna kembali ke kelas dengan hati yang lebih tenang daripada sebelumnya.

 

 

 

 

 

 

Pertemuan

Ting

Suara ponsel milik seorang lelaki yang tengah fokus menatap layar monitor dihadapannya.

"Widih siapa tuh yang ngechat pak ketu," ucap lelaki ikal disampingnya.

 "Sienna nih Lix." Goda Atlas, sambil sedikit mengangkat layar ponselnya.

"Sienna? Ngapain? Pasti nanyain urang kan?" cecar Felix sambil tersenyum lebar.

"Idih pede banget, kayaknya dia tau maneh yang mana juga gak Lix. Dia minta ketemuan nih. Ada yang mau diomongin katanya, apa dia mau nembak ya?." Atlas masih saja menggoda temannya itu.

"Sembarangan, kayanya ada sesuatu yang penting deh sampe dia ngajak ketemu gitu." Ucap Felix sambil memegang dagu nya.

"Iya juga sih, apa terjadi sesuatu di ekskul penyiaran? Urang tanya aja deh," ucap Atlas sambil mengetik pesan di ponselnya.

"Weh bener, ada masalah nih kayaknya ekskul penyiaran. Maneh mau ikut ngga nih ketemu Sienna." Ajak Atlas sambil menyenggol lengan temannya.

"Dengan senang hati, ketemu Sienna cuy," ujar Felix dengan senyum sumringah.

 

***

Sementara itu di lab komputer Sitta sedang menjalani praktikum persiapan uji kompetensi saat menerima pesan dari Sienna.

Berbeda dengan Atlas justru Sitta seperti sudah mengerti apa yang akan dibicarakan oleh Sienna.

***

Melihat balasan Sitta Sienna sedikit kaget, bagaimana bisa Sitta tau apa yang akan dibicarakan olehnya, padahal mereka sama sekali belum bertemu dan Sienna yakin tak ada satupun yang mengetahui permasalahan ini selain ekskul penyiaran, OSIS dan kesiswaan itu sendiri.

Melihat balasan dari seniornya itu Sienna merasa sedikit senang karena bisa menceritakan apa yang menimpa ekskul penyiaran. Setidaknya beban yang membebani pundaknya itu akan terasa lebih ringan karena di tanggung besama-sama. Bersamaan dengan itu Atlas juga membalas pesan Sienna ia mengatakan bahwa dirinya bisa menemui Sienna pukul setengah lima sore. Tentunya Sienna yang melihat pesan dari Atlas dan Sitta sangat bersemangat karena keduanya dapat dia temui di waktu yang bersamaan sesuai apa yang dia inginkan. Semesta sungguh sedang berada dipihaknya.

Tanpa basa-basi Sienna langsung membalas pesan dari keduanya, mengajak mereka untuk bertemu di kafe yang ada di samping sekolah mereka.

***

“Cie yang mau ketemu gebetannya,” ucap Atlas sembari memasukan perlengkapan miliknya kedalam tas.

Felix yang mendengar candaan teman nya itu tidak merespon apapun dia justru memasang wajah masam.

“Dih masa mau ketemu gebetan cemberut gitu.” Goda Atlas sambil menyenggol lengan teman nya itu.

“Si Mamah pengen dibeliin Martabak 55 Las, maneh tau sendiri penuhnya kaya apa. Jadi urang gak bisa sama ketemu Sienna.” Felix tak semangat.

***

Setelah bel pulang sekolah berbunyi Sienna bergegas membereskan barang-barang miliknya. Ia menengadahkan kepalanya ke arah jam dinding yang ada dihadapannya.

“Masih jam empat,” gumam Sienna lega. Itu artinya ia masih memiliki waktu 30 menit untuk memikirkan apa yang akan ia sampaikan kepada Atlas dan Sitta yang akan segera ia temui.

Sesampai nya di kafe Sienna langsung menyimpan tasnya dan mengeluarkan dokumen administrasi pembubaran ekskul penyiaran. Ia mencoba membaca kembali dokumen yang ada di tangannya.

Tak terasa 30 menit sudah berlalu dari ujung pintu terlihat seorang lelaki bertubuh berisi berjalan mendekati meja yang Sienna duduki.

“Na udah lama nunggu nya?” ucap Atlas sembari duduk disamping Sienna.

“Gak kok kang, baru bentar.” Kata Sienna sungkan.

“Jadi ekskul penyiaran kenapa Na?” tanya Atlas.

“Gini kang …”

Dari arah depan nampak perempuan berambut pendek menoleh ke kanan-kiri mencari keberadaan Sienna. Sienna yang melihat itu pun langsung melambaikan tangannya.

“Bentar ya kang aku jelasinnya barengan sama Teh Sitta, biar sekalian hehe.”  

“Kalian udah lama nunggunya?” tanya Sitta seraya menarik kursi yang ada dihadapan Sienna.

“Baru juga duduk teh.” Kata Atlas

“Akang Teteh mau pesan makanan atau minuman dulu?  Biar aku pesan kan,” tawar Sienna sambil mengangkat tubuhnya dari kursi.

“Gak usah Na, Teteh juga gak bisa lama-lama udah ini  Teteh ada les.”

“Orang sibuk emang beda ya Na,” canda Atlas sambil mengangkat alis tebalnya itu.

Meskipun mendengar candaan dari juniornya itu Sitta hanya mengabaikannya dan justru bertanya kepada Sienna, “Ada masalah apa Na di ekskul penyiaran?”

“Gini Kang, Teh sebelumnya aku mau minta maaf karena gak bisa menangani masalah ini sendiri. Padahal ini udah jadi tanggung jawab aku selama Akang dan Teteh gak bisa ngawasin ekskul penyiaran. Dua hari lalu ekskul penyiaran dipanggil sama kesiswaan, katanya udah gak ada harapan lagi buat mempertahankan ekskul penyiaran dengan kata lain ekskul penyiaran mau di bubarin, Kang Teh. Tapi karena aku hanya penanggung jawab sementara jadi aku minta  waktu untuk ngobrolin masalah ini sama ketua ekskul. Maka dari itu aku ngajak Akang Teteh selaku ketua dan mantan ketua ekskul penyiaran untuk diskusi masalah ini. Ini ada dokumen administrasi yang harus ditandatangani dan diserahkan ke kesiswaan yang lagi aku cari celahnya Kang Teh.” Sienna menjelaskan sambil menyerahkan dokumen administrasi pembubaran ekskul penyiaran.

Atlas tampak terkejut mendengar apa yang menimpa ekskul penyiaran, ia tak percaya ekskul yang baru ia tinggalkan sebentar mendapatkan masalah sebesar ini.

“Sienna kamu jangan ngerasa bersalah, ini sama sekali bukan salah kamu ini masalah besar yang memang seharusnya kita tanggung dan cari bersama jalan keluarnya,” Atlas mencoba menenangkan Sienna.

“Iya Na, betul kata Atlas kamu jangan merasa bertanggung jawab atas sesuatu yang diluar kuasa kamu. Dan lagi ini bukan pertama kalinya kesiswaan mau bubarin ekskul penyiaran.” Kata Sitta menenangkan Sienna

“He … “ Atlas dan Sienna kaget mendengar fakta yang ada dari Sitta.

“Kok bisa Teh?” tanya Sienna.

“Alasannya sih karena ekskul penyiaran gak punya guru pembimbing, tapi aku juga gak tau alasan pastinya kenapa tapi menurut rumornya sih, karena sesuatu yang terjadi di ekskul penyiaran sepuluh tahun lalu.” Sitta menjelaskan apa yang ia ketahui kepada Sienna dan Atlas.

“Loh kok Teteh gak pernah cerita, aku baru tau loh,” tanya Atlas keheranan.

“Ya, orang gak pernah nanya.” Jawab Sitta datar.

“Terus gimana caranya ekskul penyiaran bisa bertahan Teh?” tanya Sienna penasaran.

“Waktu itu kebetulan ada guru baru yang masuk dan jadi guru pembimbing ekskul penyiaran,” jawab Sitta singkat.

“Pak Salim Teh?” tanya Atlas dan Sienna.Sitta mengangguk mengiyakan pertanyaan mereka.

“Katanya Pak Salim itu alumni ekskul penyiaran angkatan sepuluh tahun lalu,” sambung Sitta

“Jangan-jangan Pak Salim tau sesuatu yang terjadi sepuluh tahun lalu, makanya dia milih pergi dari sekolah ini,” kata Atlas curiga,

“Udahlah, lagipula itu cuma rumor mendingan sekarang kita cari cara buat mempertahankan ekskul penyiaran,” ucap Sitta sembari mulai membaca dokumen administrasi pembubaran ekskul penyiaran. Diikuti dengan anggukan kedua juniornya itu. Setelah mencari-cari poin yang dapat menjadi celah untuk mempertahankan ekskul penyiaran mereka menemukan beberapa poin yang mungkin dapat mereka gunakan.

“Halaman satu poin dua, kegiatan Ekstrakulikuler ini memiliki peminat yang banyak. Mungkin ini bisa dipake.” Ucap Sitta sambil menunjuk dokumen itu.

“ Yah Teh, boro-boro banyak peminat orang taun ini yang masuk ekskul penyiaran cuma lima orang itupun udah keluar satu,” kata Atlas sambil mengangkat bahunya.

Sitta memegangi dahinya untuk sesaat dan kembali membaca dokumen itu.

“Halaman satu poin tiga, kegiatan Ekstrakulikuler ini rutin dilaksanakan.” Ucap Sitta sambil menunjuk dokumen itu lagi.

“Kalo itu sih rutin Teh, Cuma kita gak ngapa-ngapain.” Jawab Sienna sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal itu.

“Gak apa-apa yang penting sekarang kita udah punya satu poin.” Sitta menanggapi ini semua dengan pikiran yang tenang.“Halaman dua poin satu, kegiatan Ekstrakulikuler ini selalu membuat produk dalam setiap semester. Kayaknya poin ini bisa diusahakan deh.” Kata Sitta dengan optimis

“Mungkin bisa Teh, kalo satu poin ini bisa berhasil kemungkinan poin yang lain juga akan terpenuhi,” ucap Sienna bersemangat.

“Tapi kalian mau bikin produk apa?” tanya Sitta.

“Kamu masih inget dasar-dasar penyiaran yang Akang ajarin ke kalian waktu semester satu? Gimana kalo kalian bikin siaran sendiri aja.” Atlas memberikan ide.

“Ide bagus Kang Atlas, nanti aku coba obrolin sama temen-temen. Makasih ya Akang, Teteh sudah meluangkan waktu untuk ngobrol sama aku. Bantuin cari jalan keluar untuk masalah ini.Tapi kalo boleh aku minta tolong ya Akang, Teteh anggota senior yang lain jangan dulu tau masalah ini ya, takutnya mereka jadi panik.” Sienna berterimakasih kepada kedua seniornya itu.

Mereka sudah berada diujung obrolan karena mereka sudah menemukan solusi untuk mempertahankan ekskul penyiaran. Merekapun mulai beranjak dari duduknya, dan melanjutkan perjalanan mereka masing-masing.     

 

 

 

 

 

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!