NovelToon NovelToon

MASYAALLAH, CINTA

MC 1

"Yumna, yang mas inginkan itu dirimu untuk jadi pendamping Mas, bukan Salma atau yang lainnya."

"Tapi Mas, yang diinginkan kiai Hakim untuk menjadi menantu beliau itu mbakku Mas, mbak Salma."

Dua insan itu berbicara memandang ke arah kolam ikan dibelakang rumah Yumna, berdiri berjarak kurang lebih satu setengah meter.

"Kalau begitu, mas akan bicara dengan abi dan mengatakan kalau mas hanya akan menikah denganmu, mas tidak ingin dengan yang lain."

"Mas ... Mas Wafri, Stop! kalau Mas tetap memberitahukan abi, maka aku sendiri yang akan menolakmu." teriak Yumna tidak terlalu keras.

Perkataan yang dilontarkan Yumna sukses membuat langkah Wafri terhenti. Wafri mengepalkan tangannya, menahan rasa kesal yang berkecamuk di dada.

"Jadi, menurutmu mas harus diam saja disaat mas harus menikahi orang yang tidak mas inginkan?" Wafri berjalan mendekat ke arah Yumna.

Yumna terus berjalan mundur, menunduk dengan air mata mulai membasahi pipi.

"Aku tidak ingin menyakiti Mbak Salma, Mas."

"Kamu tidak ingin menyakiti Salma, Tapi kamu menyakiti hatiku, Yumna!" ucap Wafri masih dengan nada tenang.

Hiksss ... Yumna terus menangis dan menundukkan kepalanya, tidak berani sekedar menatap Wafri apalagi harus duduk berdekatan, karena ini kali kedua mereka mengobrol berdua selama mereka sudah akil baligh, dan juga semenjak rasa malu tumbuh diantara keduanya.

"Mas, mbak Salma mencintaimu. Dia jauh lebih pantas untukmu, ketimbang aku yang masih belum mengukir prestasi apapun."

"Kamu memikirkan perasaan Salma, tapi tidak dengan perasaan mas? kamu tega Yumna," ucap Wafri sambil menekankan kata-kata terakhir nya.

Wafri berlalu pergi meninggalkan Yumna dengan segala kekesalannya. Yumna terduduk dilantai memeluk kedua lutut nya dan membenamkan mukanya, dadanya bergetar hebat menangisi keadaan yang rumit diantara mereka berdua dan gamisnya pun mulai basah terkena air mata.

*Flashback Of

Entah harus menyesal atau tidak dengan semua yang terjadi, semenjak Tujuh bulan yang lalu Yumna dan Wafri mulai ada ketertarikan satu sama lainnya. Bertepatan saat itu, Keluarga Kiai Ahmad Fathoni Malik atau sering di panggil dengan Kiai Malik di undang acara Milad pondok pesantren milik Kiai Abdul Hakim Asy'ari yang dikenal dengan Kiai Asy'ari.

Dulu semasa anak-anak mereka kerap bermain bersama, tapi semenjak remaja, mereka tidak pernah bertemu, karena Wafri yang mulai masuk pondok dan dilanjutkan kuliah di Madinah.

Kiai Malik memperkenalkan kembali dua orang putrinya yang sekarang sudah bukan anak-anak lagi, yaitu Salma Shafiyyah dan Yumna Almahyra. Salma putri sulung mereka yang sedang menempuh pendidikan di salah satu Universitas Islam di kota A dengan mengambil jurusan pendidikan agama islam, sedangkan si bungsu Yumna masih duduk di bangku Aliyah setara dengan SMA, dia bersekolah di pondok naungan sang ayahnya sendiri.

Sama seperti Kiai Malik, Kiai Asy'ari juga memperkenalkan putra semata wayangnya yang bernama Muhammad Wafri Alfarizky, yang baru menyelesaikan pendidikan di salah satu universitas islam Madinah, Kepulangannya ke tanah air tidak lain akan membantu abi nya untuk mengelola pondok pesantren.

Saat itu perkenalan yang singkat tersebut tidak menimbulkan perasaan apapun antara Wafri dan Yumna, karena Yumna hanya menundukkan pandangannya, melihat ujung gamisnya, Berbeda dengan Salma yang sesekali memandang Wafri. Sedangkan Wafri tidak memandang mereka karena ia ikut menimpali obrolan antara abi nya dan juga Kiai Malik.

Tapi, siapa yang menyangka pertemuan mereka yang singkat itu memunculkan niat baik di hati Kiai Asy'ari untuk menjalin silaturahmi lebih dalam lagi, dengan artian dia ingin melamar salah satu putri Kiai Malik untuk menjadi menantunya. Setelah acara Milad pondok selesai, Kiai Asy'ari menyampaikan niatnya pada Kiai Malik, dengan pelukan hangat Kiai Malik menerima maksud dan tujuan Kiai Asy'ari tersebut.

Sesampainya di rumah Kiai Malik menyampaikan niat Kiai Asy'ari tersebut pada istrinya bunda Laila Khadijah.

"Tidak mungkin Yumna, Ayah. Dia masih sekolah, kalau Salma Insyaallah sudah cukup dalam segala hal, jadi sepertinya lamaran Kiai Asy'ari lebih cocok untuk Salma saat ini. Bukan begitu Ayah? apa pendapat bunda salah?" tanya Laila dengan lembut.

Laila Khadijah ibunda dari Salma Shafiyyah dan Yumna Almahyra, wanita lembut dan cerdas yang mendampingi Kiai Malik hampir 30 tahun lamanya. Ia sangat lembut dan penyayang apalagi menyangkut kedua anaknya, Apalagi ia yang termasuk lama untuk mendapatkan anak, saat mendapatkan anak dijaganya dengan seluruh jiwa raga.

"Bunda benar, Salma lebih siap dari segala hal. Besok ayah akan memberitahukan hal ini pada Kiai Asy'ari, sekarang ayo kita tidur."

Kedua orang tersebut tidak ada yang tahu, kalau ada yang mendengar obrolan mereka berdua. Orang itu adalah Salma. Salma yang mendengar obrolan ayah dan bundanya begitu bahagia sekali, bagaimana tidak bahagia, Wafri laki-laki yang dari kecil sudah dikaguminya akan menjadi pendamping hidupnya. Salma bergegas meninggalkan kamar ayah bundanya dan masuk ke dalam kamarnya.

Jadi, bagaimana Wafri dan Yumna bisa saling tertarik? Ya, semenjak Wafri menyelesaikan kuliahnya, ia ikut terjun untuk mengajar di pondok pesantren milik abi nya, bahkan ia juga juga diminta membantu mengajar di pondok Kiai Malik. di saat Wafri mengajar di pondok Kiai Malik, Wafri kerap melihat kegiatan Santriwan dan Santriwati. Salah satunya kegiatan Memanah, dimana salah satu peserta yang ikut berlatih tersebut adalah Yumna. Yumna sangat senang olahraga memanah, bahkan ia juga pandai berkuda. Kelihaiannya dalam memanah menarik perhatian Wafri, walaupun yang dilihatnya itu menggunakan topi dan Masker karena cuaca sedang panas.

Bahkan di berbagai kegiatan lainnya dia sering melihat Yumna tapi pasti selalu dari posisi yang tidak jelas, dari samping atau bahkan belakang, sedangkan Yumna tidak pernah melirik ke arah Wafri, padahal begitu banyak santri yang tidak bisa menundukkan pandangannya demi bisa melihat Wafri. Suatu ketika Wafri iseng ingin mengerjai Yumna yang terkenal dengan pemalunya, dan suka menundukkan kepala ketika berjalan.

Wafri yang dari kejauhan melihat Yumna berjalan sambil membaca buku, diapun berjalan kearah Yumna, ketika berjarak hampir satu setengah meter dari Yumna, dia pun berteriak

"Awas!!! itu ada ular dekat kaki kamu!!!" teriak Wafri.

Yumna yang merasa ada suara yang menyeru kearahnya, reflek terkejut setelah mendengar teriakan tersebut.

"Ularr? Aaaggh!!" teriak Yumna Reflek membuang buku dan melompat-lompat pelan mengibaskan Roknya."

Merasa dikerjai, tanpa sadar Yumna mengangkat kepalanya dan menatap marah orang yang sudah mengerjai. Dan setelah itu dia pun memungut bukunya yang jatuh dan segera pergi dari sana.

'Deg!!!!!'

Wafri yang melihat dengan jelas wajah Yumna, melongo tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana mungkin ada perempuan yang sangat cantik dan indah dipandang mata, perempuan yang memiliki hidung mancung, bibir tipis kemerahan, dagu lancip, mata bulat, alis indah seperti di ukir. Jantungnya berdegup kencang, dan dia seperti kehilangan oksigen di sekitarnya sehingga ia berulang kali menarik nafasnya.

"Astaghfirullah hal 'adzim, Astaghfirullah, apa yang sudah aku lakukan?" Wafri mengusap wajahnya, Ia sadar dengan kesalahan yang sudah ia lakukan. Ia sadar, kalau ia sudah memandang yang bukan seharusnya ia pandang, tidak sekedar memandang, bahkan ia menikmati yang ia pandang.

Wafri juga merasa bersalah atas apa yang diperbuatnya sehingga membuat Yumna menjadi marah seperti tadi.

Keesokan harinya, Wafri menuliskan kata 'Afwan' di selembar kertas, dan menitipkannya pada salah satu santri agar disampaikan pada Yumna.

Yumna menerima kertas tersebut dan membukanya, dia hanya membacanya kemudian meremas dan membuangnya. Tidak hanya itu, karena tidak ada balasan dari Yumna, Wafri kembali mengirimkan kertas yang bertuliskan sama dengan sebelumnya ditambah dengan sebatang coklat ungu, tapi setelah membacanya Yumna mengirim balik kertas tersebut beserta coklatnya juga. Di hari-hari berikutnya juga seperti itu, kertas dan coklat itu akan balik kembali pada Wafri.

Tepat kirimannya yang ke lima, Wafri yang merasa kesal karena kirimannya selalu di tolak, di siasatinya dengan sebuah kalimat gertakan. Wafri menulis 'Saya minta maaf karena saya sudah mengerjai mu, kalau kamu mau memaafkan saya tolong terima coklat ini dan balas tulisan saya, tapi kalau kamu mengembalikannya seperti sebelumnya, saya sendiri yang akan mengantarnya ke rumah kamu', kalimat panjang tersebut ternyata sukses membuat Yumna membalas pesan Wafri, walaupun singkat bisa mengukir senyum di bibir Wafri 'Maafnya saya terima, terima kasih coklatnya'

Sejak itu entah mengapa Wafri tidak bisa melupakan Yumna, wajah Yumna selalu terbayang-bayang di pelupuk matanya. Seperti gayung bersambut, Wafri diminta mengajar pelajaran Fiqih dan Nahwu, menggantikan sementara Ustadz yang akan melakukan ibadah Umroh. Hampir dua minggu Wafri mengajar dua pelajaran tersebut dikelas yang juga terdapat Yumna. Bukan yumna tidak sadar, kalau dia selalu diperhatikan oleh Wafri, hanya saja dia tidak ingin membalas tatapan itu.

"Tolong! kalau sedang belajar perhatikan ke depan, bukan di menatap ke kolong meja, karena saya di depan, bukan di kolong meja."

Semua santri langsung membenarkan posisi duduk mereka, tak terkecuali Yumna, yang paham kalau teguran itu sebenarnya adalah untuk dirinya.

"Semua tugas yang saya berikan kumpulkan jadi satu dan antar ke ruangan saya, Yumna tolong antar ke ruangan saya," ucap Wafri.

Wafri bisa melihat reaksi terkejut dan wajah tegang Yumna atas perintahnya, diapun meminta seseorang untuk menemani Yumna.

"Riska, tolong bantu Yumna membawa tugas-tugas ini ke ruangan saya."

"Baik Ustadz."

Hingga suatu hari, karena sering nya bertemu walau hanya saat belajar di kelas, dia yang selalu memperhatikan Wafri dalam memberikan pelajaran, hingga tanpa sadar mulai menyukai Wafri, awalnya suka cara wafri menyampaikan pelajaran yang simple tapi langsung sampai pada yang menerima dan tidak bertele-tele, dan ternyata Wafri juga bukan Ustadz yang keras atau sombong, melainkan Ustadz yang tegas dan humble bahkan murah senyum bukan sama santriwati lebih tepatnya santriwan, sehingga banyak santriwati yang mengidolakannya.

Suatu hari, Saat Milad pondok pesantren milik Kiai Malik diadakan, Wafri diminta untuk membacakan Ayat suci Al-Quran. Wafri membacakan ayat-ayat tersebut dengan begitu merdu, sehingga membuat semua yang mendengarnya takjub, tak terkecuali dengan Yumna yang sampai merinding dan berdesir di dadanya, ia begitu menikmati lantunan ayat tersebut hingga meneteskan air matanya. Sejak saat itu, Yumna akan salah tingkah dan deg-degan bila melihat Wafri dari kejauhan.

Flashback On

Yumna masih menangis dengan kepala tertunduk dan memeluk lututnya, ia tidak menyadari kalau dari tadi ada seseorang yang mendengar percakapan mereka, yaitu bunda Laila. Ya, ibunya Yumna sudah mendengar dan melihat apa yang terjadi antara putrinya dan Wafri. Dia hanya bisa membekap mulutnya, dan meneteskan air mata melihat putrinya yang menangis karena terluka.

Bunda Laila pun meninggalkan tempat tersebut, dan kembali bergabung dengan suaminya dan juga tamu mereka yang tidak lain Kiai Asy'ari beserta keluarganya. Bunda Laila juga melihat kalau di sana sudah ada Wafri yang tidak banyak bicara, dia lebih banyak diam dan menundukkan kepalanya.

MC 2

Bunda Layla yang baru keluar kamar mandi menghampiri suaminya yang duduk di bersandar di tempat tidur sambil membaca buku.

"Ayah, ada yang ingin Bunda katakan dengan ayah."

Kiai Malik menutup bukunya dan membuka kacamatanya, serta meletakkan di atas nakas di samping tempat tidur.

"Ayo, kemari! duduk di sini," ucap Kyai Malik sembari menepuk kasur di sampingnya. "Ada apa? apa ada hal penting? Katakanlah!"

"Ayah, tadi Bunda tidak sengaja mendengar Yumna dan Wafri mengobrol di belakang."

Kemudian Mengalir lah cerita dari mulut Bunda Laila, tentang apa yang dilihat dan didengarnya tadi siang.

Kyai Malik mendengarkan dengan seksama semua yang diceritakan oleh Bunda Laila. Sesekali tampak kiai Malik mengernyitkan keningnya, tapi dia masih diam belum memberikan sepatah kata pun hingga Bunda Laila menyelesaikan ceritanya.

"Ayah, jadi bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan? dua-duanya adalah Putri kita, dan salah satu dari mereka pasti akan terluka dengan keputusan yang nantinya akan kita ambil, apa yang harus kita lakukan ayah? melihat Yumna tadi menangis hatiku sungguh sangat sakit, tapi memikirkan nanti Salma yang menangis aku juga tidak sanggup ayah," ucap Bunda Laila yang menghapus air mata nya kembali.

Kiai Malik menarik kepala Bunda Laila dan mendekatkan ke dadanya, tampak Kiai Malik menghela nafasnya sebelum berbicara.

"Aku akan membicarakan perihal ini terlebih dahulu dengan Kyai Asy'ari, karena bagaimanapun juga beliau harus tahu hal ini. Semoga besok kita mendapatkan mendapatkan jawaban untuk semua permasalahn ini, sekarang Mari kita tidur! sudah malam tidak baik untuk kesehatan kita yang sudah tidak muda ini lagi," ucap Kiai Malik membenarkan bantal mereka, untuk mereka tiduri.

Keesokan paginya Kiai malik sudah berencana untuk menemui Kyai Asy'ari di pondoknya terlebih dulu. Kiai Malik sarapan bersama istri dan putrinya Yumna. Kiai Malik bisa melihat muka dan mata Yumna yang sembab habis menangis.

"Nak, Apa kamu sedang sakit? ayah lihat wajahmu Pucat sekali," tanya Kiai Malik.

Yumna yang sedang tidak berselera makan dan hanya mengaduk-aduk isi piringnya dengan sendok dari tadi, tampak kaget saat sang ayah menyapanya.

"Tidak Ayah, Yumna baik-baik saja," ucap Yumna.

"Mungkin kamu kurang istirahat, jangan terlalu sering bergadang dan tidur larut malam, dan jangan terlalu diforsir belajarnya nanti kamu jadi sakit."

"Iya Ayah."

"Kapan kamu ujian akhir, Nak?"

"Minggu depan, Ayah."

Kiai Malik hanya mengangguk pelan tanda mengerti jawaban Yumna, dan melanjutkan kembali sarapannya.

"Ayah ... Bunda, yumna udah sudah selesai sarapannya, Yumna sekolah dulu ya." kemudian Yumna menyalami ayah dan bundanya.

"Ya Hati-hati, Nak," ucap Bunda Layla.

Setelah Yumna meninggalkan ruang makan Ayah Malik pun bersuara. "Bunda, ayah akan pergi menemui Kyai Asy'ari setelah ini, apapun keputusan nanti semoga itu adalah jalan terbaik dan takdir dari Allah subhanahu wa ta'ala untuk kedua Putri kita."

"Iya Ayah, Bunda hanya mengharapkan hal terbaik untuk putri-putri kita."

Setelah menyelesaikan makannya Kiai Malik pun pergi menemui Kiai Asy'ari.

"Masya Allah, Ada apa ini pagi-pagi sudah datang menemui saya? mari-mari masuk. Kalau begitu ayo kita bicarakan di sana, sepertinya ada hal penting yang membawa Kiai sepagi ini menemui saya," ucap Kia Asy'ari yang menuju Gazebo di samping rumahnya.

"hehe ... Sepertinya begitu Kiai," jawab Kiai Malik.

Kiai Malik pun memulai ceritanya mengenai Wafri dan Yumna sesuai dengan cerita yang di dengarnya dari sang istri. Sama seperti dia sebelumnya Kia Asy'ari pun tampak terkejut.

"Oleh sebab itu, saya segera ke sini Kiai. Saya ingin mendengar pendapat dari Kyai juga, saya tidak ingin salah dalam memutuskan hal ini."

Kiai Asy'ari diam memikirkan hal tersebut.

"Saya akan berbicara terlebih dulu dengan Wafri, dan ingin mendengar sendiri dari mulutnya. Dan sebaiknya Kiai juga berbicara pada Yumna, tanyakan kebenarannya. Kalau benar adanya cerita tersebut, Hhhuufftt ... Nikahkan mereka! tidak mungkin kita melanjutkan rencana kita ini, tapi mengorbankan perasaan mereka berdua. Jika kita tetap melanjutkan rencana kita, bukan hanya mereka berdua yang terluka, tapi Salma juga akan terluka karena tahu Wafri mencintai adiknya bukan dirinya."

"Ada hal yang lebih penting dari itu, kalau kita tidak menikahkan mereka maka berdua akan terus terjerumus dalam dosa, tidak menutup kemungkinan kalau diantara mereka sudah memikirkan satu sama lain, bahkan mungkin memimpikannya, atau menatap sambil memuja karena cinta, itu akan menjerumuskan mereka pada Zina, setan akan semakin menggoyahkan iman mereka," ujar Kiai Asy'ari.

"Tapi, kita tidak bisa mendaftarkan pernikahan mereka di KUA karena Yumna belum cukup umur, serta Yumna juga masih sekolah walaupun tinggal menunggu ujian akhir, apa itu artinya mereka akan menikah secara siri, Kiai?"

"Sementara nikah siri saja dulu. Lalu, bagaimana dengan Salma?" tanya Kiai Asy'ari.

Kiai Malik menghela nafasnya. "Mungkin nanti kami akan memberitahunya setelah sidangnya selesai, khawatir kalau diberitahu sekarang dia menjadi tidak fokus ujian," ujar Kiai Malik. "Baiklah ... Kiai, kalau begitu saya pamit dulu. saya akan berbicara dengan Yumna, nanti saya akan menghubungi Kiai kembali."

"Baiklah, sepertinya itu lebih baik."

Kiai Malik dan Kiai Asy'ari pun berpelukan sebelum mereka berpisah.

Kiai Asy'ari masuk kedalam rumahnya dan menuju kamar, disaat bersamaan istrinya Umi Hana memanggil dirinya.

"Kiai Malik sudah pulang Abi? apa ada hal penting yang membuat Kia Malik datang pagi-pagi sekali ke rumah kita? tadi tidak sengaja Umi mendengar kalau Kiai Malik berbicara mengenai Salma dan mengatakan Salma tidak perlu tahu agar bisa fokus, Emang ada apa Abi?" tanya Umi Hana.

"Ya, ada sedikit masalah. Bisa Abi minta tolong? tolong suruh Wafri ke ruang baca, nanti kita bicara di sana."

"Baiklah, Abi."

Umi Hana pun berlalu pergi menuju kamar Wafri, sedangkan Kiai Asy'ari menunggu mereka di ruang baca.

'Tokk ... Tok ... Tok ....'

"Wafri, Boleh umi masuk?"

'Ceklek'

"Ada apa, Umi?" tanya Wafri yang sudah membuka pintu kamarnya.

"Kamu sudah bersiap mengajar, Nak? abi, memanggilmu dan menunggumu di ruang baca."

Wafri melihat jam di pergelangan tangannya. "Baiklah, Wafri akan menemui abi."

Wafri masuk kedalam kamarnya dan mengambil ponselnya di atas meja kecil disamping tempat tidur. ia menutup pintu kamar dan menuju ruang baca.

'Ceklek'

Wafri membuka pintu dan masuk ke dalam ruang baca yang di sana sudah menunggu abi dan uminya.

"Duduklah, Nak!" ujar Kiai Asy'ari.

Wafri pun duduk di salah satu kursi di dekat abi dan uminya.

"Abi hanya ingin memastikan satu hal, dan abi ingin mendengar sendiri dari mulutmu," tanya Kiai Asy'ari yang berdiri menghadap keluar jendela.

Wafri masih diam dan mengernyitkan keningnya yang melihat abi tampak serius sekali.

"Wafri, Apa kamu mencintai Yumna?"

'Deg'

Wafri terkejut mendengar pertanyaan abinya, dia tidak menyangka abinya akan bertanya lebih dulu padanya, disaat dia masih mencari waktu yang tepat untuk berbicara.

Umi Layla pun tak kalah terkejut dengan pertanyaan suaminya, apa-apaan pertanyaan tersebut di saat mereka sudah menyusun rencana pernikahan Wafri dengan Salma. "Apa maksud pertanyaan Abi?"

Kiai Asy'ari diam tidak bergeming masih berdiri menghadap ke luar jendela dengan kedua tangannya dibelakang tubuhnya. Kiai Asy'ari memutar badannya dan berjalan mendekati Wafri, kemudian dia duduk di samping Wafri.

MC 3

Sesampainya di rumah, Kiai Malik langsung menuju ruang keluarga karena biasanya sang istri akan berada di sana sambil membaca Al-quran atau mempersiapkan bahan untuk kajian Taklim hariannya di berbagai tempat.

"Assalamu'alaikum, sepertinya serius sekali sampai enggak menjawab salam ayah."

Kiai Malik mendekat pada Bunda Laila dan duduk di sampingnya.

"Waalaikum salam Ayah, iya kah? maaf ayah, beneran Bunda gak dengar saat ayah memberi salam," ucap Bunda Laila kemudian mencium tangan Kiai Malik. "Ayah duduklah dulu, biar Bunda ambilkan minum."

Kiai Malik pun mengangguk, tidak lama berselang Bunda Laila datang membawakan segelas air putih dan disuguhkan untuk Kiai Malik.

"Silahkan, diminum ayah!"

Kiai Malik pun meneguk air putih tersebut hingga tandas.

"Apa Ayah jadi bertemu dengan Kyai Asy'ari? apa beliau sudah memberikan pendapatnya Ayah?" tanya bunda Laila dengan lembut.

Kiai Malik menganggukkan kepalanya pelan, kemudian dia menghela nafas.

"Iya, Ayah sudah bercerita dengan Kyai Asy'ari, beliau meminta kita terlebih dulu bertanya pada Yumna, kalau benar adanya Kiai Asy'ari meminta agar mereka dinikahkan."

"Tapi mana mungkin itu Ayah? sedangkan Yumna saja masih sekolah, dan dari segi umur pun kita tidak bisa mendaftarkan pernikahan mereka di KUA ayah, karena umur Yumna belum mencukupi ketentuan umur yang ditetapkan oleh pemerintah."

"Ya, Ayah tahu itu dan Ayah sudah membicarakannya pada Kyai Asy'ari dan beliau mengatakan kalau kita akan menikahkan mereka secara siri terlebih dahulu adar tidak menimbulkan fitnah serta menjaga mereka dari Zina bunda, karena mereka berdua yang saling mencintai."

Bunda Laila hanya terdiam menutup mulutnya, dia sendiri bingung harus bersikap bagaimana, karena hal ini berhubungan dengan 2 putrinya sekaligus.

"Bunda pasti lebih tahu apa yang akan terjadi kalau kita tetap memaksakan atau meneruskan rencana kita untuk menikahkan wafri dengan Salma, bukan hanya Wafri dan Yumna yang terluka tetapi Salma akan jauh lebih terluka karena dia mengetahui laki-laki yang ia nikahi, mencintai Adiknya sendiri itu akan lebih menyakitinya Bunda."

Ucapan suaminya tersebut benar adanya, tapi saat ini, Bunda Laila hanya memikirkan perasaan kedua putrinya, mereka berdua pasti akan terluka dengan keputusan apapun nantinya, sekalipun Yumna yang akan menikah dengan Wafri, Laila yakin putrinya itu akan menolaknya karena dia tidak ingin menyakiti sang kakak Salma, si bungsu yang berhati lembut dan banyak mengalah.

Bunda Laila tidak tahu harus bagaimana, sebagai seorang ibu dia tidak meminta lebih, dia sama seperti ibu pada umumnya yang menginginkan kebahagiaan untuk anak-anak mereka. Dia tidak menyangka, kalau ke dua putrinya akan terjebak pada satu orang laki-laki.

"Mungkin semua ini sudah takdir yang maha kuasa, Bunda. sekalipun kita berencana kalau Allah sudah berkehendak kita bisa apa, semoga saja Wafri memang jodoh terbaik untuk Yumna. Sekarang, kita tinggal memikirkan bagaimana caranya berbicara pada Yumna. Nanti sepulangnya dia sekolah, minta dia menemui ayah di ruang kerja karena ayah akan di sana untuk menyelesaikan sedikit pekerjaan."

"Baiklah, Ayah," ucap Bunda Laila pada Kiai Malik yang berjalan menuju ruang kerja.

**

"Bicaralah, Abi ingin mendengarnya langsung dari bibirmu." ucap Kiai Asy'ari.

Wafri tampak susah menelan salivanya, dia berulang kali membenarkan posisi duduknya yang sudah benar dari tadi.

"Sebelumnya, tolong maafkan Wafri Abi ... Umi, maafkan wafri yang membuat kesalahan dan membuat Abi dan Umi jadi malu pada keluarga Kiai Asy'ari."

Wafri menjeda sebentar kalimatnya, sedangkan umi Hana mengernyitkan dahinya yang merasa bingung pada putranya yang meminta maaf.

"Maaf kalau Wafri tidak bisa mengontrol perasaan Wafri sendiri, Wafri sudah membiarkan perasaan Wafri tumbuh dan bersarang di hati Wafri. Benar ... Ayah, yang ayah katakan tersebut benar adanya, Wafri menyukai dan mencintai Yumna." ucap Wafri dengan jelas namun kepala tertunduk.

Kiai Asy'ari memejamkan matanya dan mengusap wajahnya. Tidak ada yang salah dengan perasaan cinta, karena cinta juga hadir dari yang Maha kuasa. Letak kesalahannya adalah Wafri yang sudah mengkhitbah orang lain tapi membiarkan perasaannya terus berlanjut pada Yumna, dan dia tidak mengatakannya dari awal bahkan hingga rencana pernikahan mereka yang hanya tinggal 1 bulan lagi.

Umi Hana yang mendengar penuturan putranya hanya menggeleng tidak percaya, bagaimana mungkin Wafri bisa mencintai gadis yang masih ingusan menurutnya bahkan jauh dikatakan pantas bersanding dengan Wafri. menurut Umi Hana, Salma pilihan yang pas untuk mendampingi putranya, selain dari keluarga sepadan seperti mereka, Salma juga seorang wanita cantik dan penuh prestasi yang sebentar lagi menyelesaikan kuliahnya, itu berarti dia semakin sepadan dengan Wafri yang juga lulusan sarjana.

"Astaghfirullah ... apa umi tidak salah dengar, Nak? bagaimana mungkin kamu bisa mencintai Yumna yang masih bocah ingusan dan tidak ada apa-apanya dibandingkan Salma."

"Umi!"

Kiai Asy'ari memanggil istrinya dengan menekankan suaranya, dia tidak suka dengan sikap istrinya yang menjelekkan orang lain. Umi Hana yang mendapat teguran dari suaminya kesal dan cemberut.

"Kalau begitu, Nikahi Yumna!"

Ucapan Kiai Asy'ari sukses membuat terkejut Wafri dan Umi Hana. Umi Hana Shock mendengar penuturan suaminya yang menyuruh Wafri untuk menikahi Yumna, sedangkan pernikahan putranya itu sudah diatur sedemikian rupa dengan Salma satu bulan yang akan datang. Wafri kaget bercampur bahagia mendengar permintaan abinya, kaget karena permintaan itu mendadak untuknya bahagia tentu karena ia menikahi wanita yang dicintainya.

"Kalian tidak bisa memupuk perasaan itu semakin lama tanpa adanya ikatan yang halal, karena kalian telah memberi celah syaiton untuk masuk di antara kalian."

Wafri menunduk dan mengusap wajahnya. "Astaghfirullah," batin Wafri.

"Tapi, bagaimana dengan rencana pernikahan yang sudah di susun Abi?" tanya Wafri takut-takut.

"Batalkan rencana tersebut, lagi pula kita tidak bisa tetap melaksanakan acara tersebut dengan pengantin wanitanya Yumna, karena Yumna belum cukup umur sesuai dengan aturan pemerintah. Jadi, kita tidak bisa membiarkan orang-orang tahu kalau Yumna sudah menikah."

Lagi-lagi Umi Hana melongo tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Jadi ... Maksud Abi, Wafri akan menikahi Yumna dan pernikahannya dengan Salma batal, begitu? terus pernikahannya dengan Yumna itu dilakukan secara siri tidak terdaftar di KUA? Ya ampun, Abi ... bagaimana mungkin itu bisa terjadi? apakah Abi lupa, kalau Wafri ini adalah anak kita satu-satunya, dan mengadakan resepsi pernikahan itu adalah impian Umi dari lama Abi."

"Umi, maafkan Wafri," ucap Wafri pada ibunya.

Umi Hana yang kesal dan kecewa dengan semua yang terjadi, berdiri dari duduknya meninggalkan Wafri dan suaminya.

"Umi, tunggu!" panggil Wafri yang melihat umi Hana berjalan keluar dari ruangan tersebut.

"Biarkan saja umimu dulu! nanti biar Abi yang berbicara dengannya."

Wafri begitu merasa bersalah terhadap Uminya, dia tidak menyangka kesalahan yang diperbuatnya sudah membuat uminya kecewa terhadap dirinya.

"Sekarang kamu persiapkan dirimu kita akan datang ke rumah Kyai Malik untuk melamar Yumna."

"Baik, Abi."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!