NovelToon NovelToon

Because Of Accident

Prolog

Cahaya matahari mulai menunjukkan sinarnya menembus gorden jendela salah satu ruangan berisi gadis yang sedang tertidur lelap. Perlahan matanya terbuka karena terkena sinar mentari pagi.

"Hoammm."

Gadis itu menggeliat sambil menutup mulutnya dengan satu tangan. Matanya menatap ke arah jam di dinding yang menunjukkan pukul lima. Masih ada waktu untuk ia bersiap ke sekolah. Ia segera melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Nadira Laura. Panggil saja Nadira, atau Dira. Gadis yang baru saja melangkahkan kakinya menuju kamar mandi itu hidup sebatang kara. Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia saat ia sekolah menengah pertama, dan mulai saat itu dia harus hidup sendiri. Tinggal di rumah kontrakan yang setiap sudutnya pun masih terlihat. Dia anak tunggal, bukan tidak punya kerabat, tapi dia tidak pernah diperdulikan oleh kerabatnya.

Nadira menatap pantulan dirinya yang sedang berhadapan dengan cermin. Walaupun dengan hidung mancung dan bibir tipis itu, wajahnya tetap terlihat pucat. Ia mengambil tas sekolahnya, tak lupa mengunci pintu sebelum meninggalkan rumah. Hari ini adalah hari terakhir dimana ia bersekolah, ia sudah lulus hanya saja ada beberapa berkas yang harus di ambil.

Setelah sampai di sekolah ia tak langsung masuk, melainkan menunggu temannya terlebih dahulu di halte. "Meysa mana ya, kok lama banget?" tanyanya kepada diri sendiri

Tak lama setelah itu datang seorang gadis yang memiliki tinggi sekitar 155cm dengan langkah tergesa menghampirinya. "Sorry ya Ra, gue lama banget ya datangnya," ucapnya

"Gapapa kok, yuk masuk, gue lagi buru-buru soalnya."

Mereka segera masuk ke sekolah dan mencari ruangan kurikulum. Berdasarkan informasi yang diberikan berkasnya berada di ruangan kurikulum.

Tok.. tok.. tokk....

"Masuk." Terdengar suara dari dalam yang memerintahkan masuk

"Permisi pak, kita mau ngambil berkas kelulusan, kata wali kelas kita bisa diambil di ruangan kurikulum pak," ucap Nadira setelah masuk ke ruangan

"Namanya siapa ya? Kelas apa juga?"

"Nadira Laura sama Meysa Almira kelas 12 IPA 3, pak."

Guru kurikulum itu mulai mencari data di tumpukan mejanya. Cukup lama hingga nama Nadira yang ketemu duluan. Lalu setelah itu baru Meysa.

"Terima kasih pak, kami permisi dulu."

Kedua gadis itu berjalan beriringan keluar setelah mendapat berkas yang di perlukan.

"Ra, hari ini lo free gak? udah lama gak nongkrong nih," ujar Meysa

"Sorry ya sya, hari ini gue harus masuk kerja, ini pun gue buru-buru," desahnya kecewa, ia pun sebetulnya ingin hangout bareng Meysa, namun keadaan memaksanya untuk bekerja.

"Yaudah gapapa, lain kali aja, yuk keburu lo telat." ajak Meysa

"Gue duluan ya Mey, lo hati-hati ya," ucap Nadira sebelum menaiki bus tujuannya

Sudah hampir 4 tahun ia harus bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari mulai menjaga toko sampai sekarang ia bekerja di restoran. Semua pahitnya kehidupan mungkin sudah ia rasakan. Tak terasa bus yang dinaiki nya sudah sampai di halte dekat restoran tempatnya bekerja.

Nadira melangkahkan kakinya dengan sedikit tergesa, walaupun ia belum telat sama sekali. Dari awal bekerja di tempat ini pun hanya Nadira yang belum pernah telat masuk kerja.

Bruk..

Ia menabrak bahu seseorang saat membuka pintu masuk. Nadira menatap orang yang ditabrak nya, lelaki dengan tubuh tegap dan wajah bak dewa Yunani itu mampu membius pikirannya. Baru saja Nadira akan meminta maaf tetapi lelaki itu langsung meninggalkan nya sendiri di pintu masuk.

"Laki-laki gak jelas," gerutunya lalu segera masuk ke dalam

"Nad, nanti kalau udah ganti baju tolong anterin pesanan ini ke meja no 12 yang di pojok sana ya." Baru saja memasuki ruangan, Nadira sudah disambut oleh perkerjaannya. Buru buru ia mengganti baju agar pelanggan nya tidak menunggu lama.

Sementara disisi itu, di pojok restoran ada sekumpulan laki-laki yang mungkin kisaran umur 20 tahun keatas sedang bercanda ria. Tak lama datang lagi satu orang ke meja mereka.

"Lama banget han ngambil dompet aja, ketemu siapa dulu tuh di luar," ujar Gabriel

"Tadi gue nabrak cewek pas mau keluar," jawab Raihan

"Cantik gak han? Atau seksi gak? Siapa tau gitu lo langsung jatuh cinta sama tuh cewek," seru Gabriel lagi dengan muka hebohnya

Raihan Adinata. Laki-laki berumur 25 tahun dengan tinggi 175 cm dan mempunyai paras bak dewa Yunani itu mencuri perhatian dari banyak pengunjung restoran ini terutama kaum hawa. Dengan memiliki kepribadian yang cuek Raihan sama sekali tidak mementingkan itu semua. Ia tetap diam dengan wajah datarnya. Dan Raihan, adalah cowok yang tadi bertabrakan dengan Nadira.

"Nggak."

"Masa iya sih, lo masih suka cewek kan? Lo gak belok kan?"

"Gue masih suka cewek, dan cewek itu cuma Astrid," jawab Raihan dengan serius. Gabriel hanya memutar bola matanya dengan malas.

"Kerjaan lo gimana han, aman? Proyek bulan lalu masih jalan?" tanya Gavin yang sedari tadi diam

"Aman, gue baru aja mau nambah proyek lagi dan mau kerja sama bareng perusahaan negara sebelah," kata Raihan. Selain terkenal dengan parasnya yang sempurna, Raihan juga terkenal dengan karir nya yang sangat bagus.

Di sela-sela obrolan mereka, seorang pelayan mengantarkan makanan ke meja mereka.

"Permisi mas, saya mau nganterin pesanannya."

Pelayan itu mulai menaruh satu persatu makanan yang telah di pesan tanpa terlewat satu pun.

"Nadira, nama lo kan? Mau temenin kita disini makan gak? Nanti gue yang bilang ke bos lo deh kalau lo nemenin kita aja." Si buaya Gabriel sedang melancarkan aksinya, namun ternyata hanya dibalas senyuman tipis oleh Nadira.

"Udah, lo balik lagi kerja aja ya, gausah dengerin temen gue," ujar Afnan, si paling kalem dan ramah diantara perkumpulan laki-laki itu. Nadira yang sudah menyelesaikan tugasnya, langsung meninggalkan meja itu.

"Kenapa disuruh pergi sih, gak asik lo!" Gabriel memberenggut kesal

Mereka mulai memakan makanannya dan diselingi dengan canda tawa serta obrolan ringan.

"Minggu depan gue mau nikah." Suara Gavin menginterupsi mereka berhenti tertawa. Cowok cuek yang sebelas duabelas dengan Raihan itu membuat teman-temannya kaget.

"Lo lagi serius kan?" tanya Afnan yang dibalas anggukan oleh Gavin

"Nemu cewek dimana lo? Di khayangan? Atau di atas awan?" Kini Gabriel yang bertanya

"Gue dijodohin."

Mereka bertiga melongo mendengar penuturan Gavin. Merasa aneh apa di jaman sekarang masih ada yang namanya perjodohan, atau karena Gavin tidak ada yang mau? Tapi itu sangat mustahil.

"Jaman sekarang? Dijodohin? Lo sadar kan ngomong gitu?"

Gavin menghela nafas jengah, "gue beneran di jodohin, dan gue secara sadar ngomong ini. Maka dari itu sebelum gue nikah, gue pengen ngabisin waktu bareng kalian," jelasnya

"Cielah, mau di temenin kemana sih babang Gavin ini," goda Afnan

"Lusa temenin gue ke club."

"Ayok lah, udah lama gue gak nyari cewek, lo pasti ikut kan han?" tanya Gabriel dengan semangat yang dibalas anggukan oleh Raihan

"Gue skip dulu deh, lusa gue ada praktek," ujar Afnan

"Ayolah nan, gak asik banget lo," kata Gavin

"Iya nih, gue tau ya praktek lo cuma sampe sore doang, ke club kan malem, gak usah cari alesan deh," tambah Gabriel dengan muka songongnya

Diantara mereka berempat hanya Afnan yang sering absen jika sedang berkumpul, karena selalu bentrok dengan jadwal jaga nya. Mereka berempat sudah tau, jika berprofesi sebagai dokter adalah cita-cita Afnan dari dulu. Jadi, mereka sering memaklumi jika Afnan sering absen kumpul.

"Yaudah gue ikut, tapi kayaknya gue gak ikut minum," final Afnan

"Iya, iya terserah lo deh, bebas."

Tidak terasa waktu terlalu cepat berlalu hingga salah satu dari mereka pamit karena ada urusan lainnya, lalu disusul dengan yang lainnya. Raihan ada pertemuan bisnis, Afnan ada pemeriksaan pasien, Gavin yang harus menyiapkan beberapa hal untuk nanti menikah, dan Gabriel yang akan bertemu dengan kekasihnya.

Awal dari semuanya

"Aduh, gue harus cari kerjaan kemana lagi ya," keluh seorang cewek pemilik bola mata coklat terang yang tak lain adalah Nadira

Ia sedang berdiam diri di halte bis dekat kontrakannya, kemarin Nadira sudah mencari perkerjaan namun belum ada yang menerima. Jadi hari ini ia memutuskan untuk mencari perkerjaan kembali. Nadira memang sudah berkerja di restoran, namun ia juga memiliki kebutuhan yang semakin bertambah sehingga membuatnya mau tak mau mencari perkerjaan yang lebih besar gajinya.

"Nadira."

Seseorang memanggilnya dari samping, lalu Nadira menoleh. Sedikit mengerutkan keningnya seolah tidak kenal seseorang yang menyapanya.

"Gue Chelsea, lo masa gak inget sih, kita temen smp dulu." Seseorang bernama Chelsea itu mengulurkan tangannya

Nadira membalas uluran tangan itu lalu seulas senyum muncul di bibirnya, "oh, Chelsea kelas B ya?" ujarnya

"Iya, masa lo udah lupa lagi sih sama gue,"

"Hehe, sorry, gimana kabarnya?" tanya Nadira basa-basi

"Gue baik, kalau lo sih kayaknya keliatan baik juga ya, oh iya, lagi ngapain disini?" tanya Chelsea lalu duduk disamping Nadira

"Lagi mau cari kerja dari kemarin belum dapet."

"Temen gue lagi orang kerja loh, mau dicoba dulu buat ngelamar?" kata Chelsea

Senyum Nadira kini kembali muncul, ia langsung menganggukkan kepalanya, "gue mau banget Chel, kapan gue ketemu orangnya?"

"Nanti malem dateng ke alamat ini, temui gue di ruangan no 103 jam delapan malam," ujarnya sambil menyerahkan sebuah kartu

Lalu tak lama setelah itu sebuah motor berhenti di hadapan mereka, ternyata itu GO-JEK pesanan Chelsea. "Gue duluan ya, nanti gue tunggu kedatangannya."

Tinggallah Nadira sendiri di halte dengan pikiran yang sedang bingung. Ia sedikit ragu dengan pekerjaan yang ditawarkan oleh Chelsea, namun ia juga sangat butuh pekerjaan. Semoga saja ia bisa diterima, dan ini menjadi awal yang baik.

Nadira pun beranjak meninggalkan halte menuju rumah kontrakannya untuk menyiapkan beberapa hal yang perlu dibawa untuk melamar kerja. Karena ada beberapa yang kurang.

Waktu terasa begitu cepat hingga sang matahari telah berganti dengan bulan yang sinarnya sangat terang malam ini. Nadira mengoleskan sedikit lip balm ke bibirnya. Malam ini ia mengenakan dress selutut dengan lengan panjang dan memakai highhils dengan tinggi 3 cm. Tidak lupa tas selendang kecil serta berkas-berkas nya.

"Bismillah, semoga ini menjadi awal yang baik," ucapnya dalam hati lalu melangkahkan kakinya meninggalkan pekarangan rumah.

Sedangkan di sudut lain kota ini seorang pria dengan tinggi 175cm sedang sibuk bersiap memilih kemeja mana yang akan ia pakai malam ini. Tidak lupa ia juga memilih jam tangan branded koleksinya untuk dipakai agar menambah ketampanannya. Suara dering telpon mengalihkan perhatiannya.

"Han, lo dimana sih? Kita udah nunggu lama banget nih." Terdengar suara dari sebrang sana setelah telepon diangkat

"Gue otw sekarang."

"Cepet, jangan lama-lama."

Raihan segera memutuskan sambungan telepon itu. CEO tampan, pewaris tunggal keluarga Adinata itu akan pergi ke sebuah club terkenal di kota ini. Ia bukan tipe laki-laki yang sering keluar masuk club, namun hanya sesekali saja. Hari ini pun karena ia menepati janjinya kepada Gavin untuk menemani minum di club.

Laki-laki itu menyuruh salah satu satpam untuk mengeluarkan salah satu mobil koleksinya yang ada di garasi. Pilihannya jatuh kepada mobil Civic, mungkin harga mobil itu tidak seberapa dengan mobil lainnya. Tapi mobil itu lah yang pertama ia miliki dengan hasil jerih payahnya.

Jalanan kota Jakarta malam ini cukup lenggang, tidak terlalu banyak mobil atau motor yang melintas. Mungkin terdengar cukup mustahil, karena sebentar lagi pasti saja jalanan ini akan dipenuhi berbagai kendaraan. Seolah-olah semesta membiarkan laki-laki bak dewa Yunani itu melaju dengan tenang.

"Lama bener lo sampe, ngejalanin mobil kayak siput ya lo!" semprot Gabriel saat Raihan baru saja keluar dari mobilnya setelah parkir

"Berisik lo," balas Raihan

"Yaudah yuk masuk."

Mereka berempat beriringan berjalan ke dalam tempat berdosa itu. Gavin telah memesan satu tempat VIP di dalam club itu yang telah disiapkan beberapa minuman alkohol. Walaupun tempat VIP tapi masih ada cewek-cewek yang menggoda mereka dan ikut nimbrung berbagi minuman, karena Gavin sengaja melakukan itu.

"Nan, minum dikit napa elah, setetes aja," ujar Gabriel yang dibalas gelengan oleh Afnan

Afnan dari dulu sering menemani teman-temannya ke club, namun ia tidak pernah meminum alkohol. Selain karena ia tahu minuman itu tidak baik untuk tubuh, ia juga terlihat tidak tertarik dengan minuman pembuat mabuk itu.

"Han, lo mau sewa cewek gak? Gur bayarin deh," kata Gavin kepada Raihan yang hanya dibalas senyuman kecil oleh cowok itu

Senyuman itu bukan berarti ia mengiyakan atau mau atas tawaran Gavin, namun senyuman itu berarti ia tidak mau. Gavin ataupun yang lainnya sudah mengetahui itu, Raihan tidak mau menodai dirinya, karena ia pernah berkata kalau seluruh tubuhnya hanya untuk Astrid.

"Kalau Raihan gak mau, buat gue aja Gav, gue mau kok," ujar Gabriel yang sudah mulai terpengaruh alkohol

Waktu belum menunjukkan terlalu malam, mereka juga baru sekitar 30 menit di club ini, tapi mereka sudah mulai mabuk. Club ini sangat private hanya orang orang tertentu yang bisa masuk, pada siang hari pun club ini akan buka.

Melihat teman-temannya yang mulai tak terkontrol Afnan segera menyuruh mereka berhenti minum. Terlebih saat melihat Raihan yang sudah terkapar lemas dan mulai berbicara banyak hal ngelantur.

"Han, pulang yok, gue anter deh," ujar Afnan sambil menegakkan duduk temannya itu

"Gue mau ke hotel aja," balas cowok itu

"Yaudah gue anter."

Raihan melepaskan tangan Afnan dari kedua lengannya, "gak usah, gue bisa dan gue masih sadar, lo tolong urusin mereka berdua aja."

Afnan hanya menatap punggung temannya itu yang semakin menghilang dan berdoa semua dia baik-baik saja saat di perjalanan. Lalu pandangannya beralih menatap Gabriel dan Gavin. Karena tidak memungkinkan untuk membawanya sendiri, ia meminta bantuan kepada satpam yang bekerja untuk membawanya ke mobil.

Raihan telah sampai di salah satu hotel terdekat dengan selamat. Semesta selalu berada di pihaknya. Dengan segera cowok itu masuk dan meminta kunci, karena Raihan cukup sering ke hotel ini setelah pulang dari club.

Laki-laki blasteran Belanda itu sedikit kesusahan saat membuka kunci sehingga harus dibantu pegawai yang sedang melewati lorong itu. Ia segera membuka kemejanya dan merebahkan dirinya di atas ranjang. Namun itu tak bertahan lama saat ada seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Ck, ganggu banget sih," gerutunya namun tetap membukakan pintu

Cklek..

Masih dalam keadaan mabuk, Raihan terdiam di tempatnya terperangah melihat wajah cantik di depannya. Hanya ada satu yang ada dalam pikiran lelaki itu, Astrid. Cewek yang ia cintai, dan sudah ia incar beberapa tahun ini namun belum dapat juga. Ia mulai melangkahkan kakinya mendekati cewek itu dan mulai memegang tangannya.

"Astrid," lirih nya

Sedangkan Nadira, cewek yang mengetuk pintu tadi kebingungan. Bukankah ini kamar yang di maksud Chelsea? Ia melirik pelan ke arah nomor di samping pintu, memang benar ini kamar nomor 103. Tapi kenapa yang muncul malah lelaki yang dalam keadaan mabuk, lalu menyebutnya Astrid lagi. Jika ini memang benar teman Chelsea, tidak mungkin ketika akan merekrut pegawai dalam keadaan mabuk.

Lama terdiam dengan lamunannya, Nadira tersentak saat Raihan menariknya sedikit lebih maju, masuk ke dalam kamar. Ia segera tersadar. "Eh, maaf saya kayaknya salah kamar," ucapnya

"Kamu ini ngomong apa sih Astrid, yuk masuk, aku udah nungguin dari tadi loh," kata Raihan dengan mata sayunya

"Maaf, saya harus pergi sekarang, permisi." Nadira segera mengambil langkah mundur, namun cekalan di tangannya semakin erat.

Raihan menarik Nadira masuk ke dalam kamar tak lupa mengunci pintunya. Ia mulai membelai wajah cantik Nadira secara perlahan. "Aku udah nunggu kamu lama, kamu sih kelamaan perginya."

Nadira semakin tidak mengerti apa yang terjadi dengan lelaki dihadapannya ini. Entah berapa botol minuman keras yang lelaki ini minum. Hingga tubuh Nadira secara tiba-tiba membeku, ia mendapat serangan mendadak di bibirnya. Raihan, menciumnya.

"Lepasin gue!" teriak Nadira sambil berontak namun tak menghasilkan apa apa

Tangan Raihan tak ikut diam, hingga terjadilah hal yang seharusnya tidak dilakukan. Malam itu, Nadira harus kehilangan mahkota yang telah ia jaga. Ia sudah berusaha sekuat mungkin berontak dan pergi dari ruangan ini, namun tetap berakhir pada dekapan Raihan. Nadira tidak sama sekali menyangka, mahkota yang ia jaga harus hilang dengan cara seperti ini.

Setelah Kejadian

Nadira menatap seksama wajah laki-laki yang tertidur pulas itu. Ia akan selalu mengingat wajah itu, dan tidak akan pernah mau bertemu dengannya lagi. Nadira merasakan nyeri pada bagian bawahnya, namun laki-laki itu dengan mudahnya langsung tertidur.

Nadira memungut pakaiannya walaupun bajunya sudah sobek, terpaksa ia harus mengenakan kemeja Raihan. Dengan wajah yang basah karena air mata dan langkah tertatih, ia mulai meninggalkan ruangan itu. Dan berjanji tidak akan pernah memasuki ruangan ini lagi.

Hiks.. Hikss.. Hikss..

Di tengah gemerlapnya malam ia mencari kendaraan umum untuk membawanya pergi, bukan rumahnya nya yang menjadi tujuannya, tapi rumah Meysa. Sahabatnya. Setelah setengah jam lamanya menunggu, akhirnya ia mendapat satu angkutan umum arah ke rumah Meysa.

Tok.. Tok. Tokk..

"Iya sebentar," sahut seseorang di dalam sana

Cklekk...

"Nadira."

Meysa dengan setengah sadar menatap Nadira dengan prihatin, baju kemeja kebesaran, rambut sedikit acak-acakan, dan mata yang sembab. "Lo kenapa? Ayo masuk dulu, lo pasti kedinginan," sambungnya

Meysa membawa sahabatnya itu untuk duduk di kursi ruang tamu, mencoba menenangkannya dan memberikannya minum.

"Dir, sekarang lo cerita, lo kenapa? Kenapa sampe bisa kayak gini? Siapa yang udah nyakitin lo?" tanya Meysa secara beruntun

"Hiks.. Hiks.. Gue udah kotor Mey, gue udah gak berharga, semuanya udah hilang," ujar Nadira terdengar putus asa

"Hey, lo gak boleh ngomong gitu, terlepas dari apa yang terjadi sama lo malam ini, lo berharga," tegas Meysa sambil menatap Nadira, "kalau lo gak siap cerita, gapapa," lanjutnya

Terjadi keheningan beberapa saat. "Gue di perkosa Mey," lirih Nadira dengan sangat pelan namun masih bisa terdengar oleh orang di sampingnya

Meysa tertegun dan sontak meneteskan air mata. Ia merasa sangat kasihan kepada sahabatnya, entah apa yang akan terjadi setelah ini.

"Gue kotor kan Mey, gue udah gak berguna! Semua yang udah gue jaga, hilang begitu aja!" teriak Nadira yang langsung mendapat pelukan dari Meysa

"Dengerin gue, lo gak kotor, lo tetep berharga, sekarang lo istirahat, jangan mikirin apapun dulu." Meysa kini membawa Nadira ke kamarnya lalu memberikan baju ganti, dan ia memberikan waktu sendiri untuk sahabatnya.

Setelah Meysa keluar dari kamar, Nadira menangis sejadi-jadinya, ia merasa kecewa terhadap dirinya sendiri. Ia menyesal telah mempercayai orang dengan mudah, ia menyesal karena tidak berusaha lebih untuk kabur, namun nyatanya ia akan tetap kalah karena tenaga laki-laki itu lebih besar.

Semua yang telah ia jaga kini hilang, mahkota yang ia jaga untuk suaminya kelak, kini direnggut oleh seseorang yang sama sekali ia tidak kenal. Setelah kehilangan kedua orang tuanya dan hidup sebatang kara dan kehilangan mahkotanya secara paksa, entah apa lagi cobaan yang akan Tuhan berikan kepadanya.

"Gue kotor hiks.. gue udah gak guna buat hidup, gue pengen mati aja."

Tangisannya membawa Nadira ke dalam lelapnya tidur. Semua yang terjadi hari ini sangat melelahkan, dan sebelum ia tertidur tadi Nadira berharap tidak akan pernah bangun lagi.

***

Bulan telah berganti dengan Mentari pagi yang memancarkan sinarnya, lelaki yang sedang tertidur tanpa pakaian itu merasa sedikit terganggu. Ia mulai membuka matanya secara perlahan dan mengernyitkan kedua alisnya, merasa pusing pada bagian kepalanya.

"Gila, gue hari ada meeting lagi," ujarnya setelah melihat jam di ponselnya, lalu ia langsung menekan nomor asistennya.

"Halo bos."

"Hari ini gue gak masuk, lo tolong handel semuanya termasuk meeting nanti siang,"

"Baik bos," ujar seseorang di seberang sana yang bisa dipastikan langsung mengerjakan pekerjaannya

Raihan menghela nafas panjang, semua kejadian semalam memutar terus di kepalanya. Tapi ada satu yang mengganjal di pikirannya, setelah mendapat notifikasi dari handphonenya.

Raihan, jangan lupa jemput aku di bandara nanti jam 12 siang ya. Hari ini aku pulang.

Begitulah isi dari notifikasi itu. Kening Raihan mengernyit, jika Astrid baru saja pulang, lantas siapa cewek yang ia tiduri semalam. Raihan mengacak rambutnya asal.

"Sial! Gue mabok berapa gelas sih semalem, sampe linglung kayak gini!" umpat nya

Tidak mau ambil pusing dan memikirkan kejadian semalam, Raihan bergegas turun dari ranjang membawa bajunya karena ia juga harus menjemput Astrid. Orang yang selama ini ia tunggu. Saat akan keluar, matanya teralihkan pada benda di dekat ranjang. Sebuah gelang rantai dengan inisial N di tengah-tengahnya.

Ia menyimpan gelang itu di sakunya dan segera buru-buru keluar. Raihan langsung melajukan mobilnya membelah kota Jakarta. Tujuannya bukan kembali ke rumahnya sendiri, melainkan pergi ke rumah Afnan.

Tok.. Tokk.. Tokkk...

Pintu terbuka memperlihatkan wanita paruh baya sambil tersenyum. "Eh, den Raihan, masuk den," ucapnya sambil membukakan pintu lebih lebar

Pegawai di rumah Afnan memang sudah akrab dengan teman-teman Afnan, terutama Raihan. Bukan hanya sekali dua kali ia berkunjung atau menginap, Raihan bahkan pernah menghabiskan waktunya selama 1 bulan untuk tinggal di rumah temannya itu.

"Afnan di mana bi?" tanya Raihan

"Den Afnan ada di kamarnya, den Raihan mau dibuatin makanan atau minuman?"

"Gak perlu bi, saya langsung ke atas aja," ujarnya langsung berlalu menuju kamar temannya

Cklekk..

Tanpa permisi Raihan langsung masuk ke kamar temannya, terlihat Afnan sedang berkutat dengan laptopnya. Seperti biasa.

Raihan menghela nafas panjang, "gue nidurin cewek," ujarnya yang membuat Afnan langsung menatap ke arahnya

"Gimana bisa? Bukannya selama ini lo ngejaga banget? Terus sekarang ceweknya gimana?" tanya Afnan secara terus menerus

"Satu satu nanya nya bisa?"

Afnan mendelik tak suka, bukan karena apa-apa tapi ia tidak suka temannya tidur dengan sembarang cewek, bisa saja mereka tertular penyakit berbahaya. "Jelasin," titah Afnan

Lalu Raihan mulai menceritakan bagaimana kejadiannya, dari mulai ia memesan salah satu kamar hotel yang menjadi langganan nya, lalu tiba-tiba datang seorang wanita mengetuk kamarnya yang ia yakini itu Astrid, hingga terjadilah hal itu dan saat pagi hari wanita itu sudah tidak ada.

"Dan gue nemuin gelang ini di kamar sebelum gue keluar," kata Raihan sambil menunjukkan gelang rantai yang ia temukan tadi

"Tunggu, gue tau lo kalau mabok selalu inget Astrid, tapi yang gue pikirin kenapa cewek itu bisa ke kamar lo, dan itu kayak gak masuk akal, mungkin gak sih dia dijebak?" ujar Afnan sambil mengamati gelang itu

"Dan itu tujuan gue kesini, gue mau lo bantu gue buat cari siapa cewek itu dan tolong cek cctv di hotel, karena nanti siang gue mau jemput Astrid."

Afnan berdecak kesal, "kalau Astrid udah pulang, buat apa kita cari cewek itu?"

"Gue yang pertama buat dia, dan gue.. ya lo tau lah, gue secara gak sadar lakuin nya," ucap Raihan

"Iya, iya gue tau maksud lo, gak sadar tapi kok sampe keterusan." Afnan kembali mengamati gelang itu, "di gelang ini ada inisial N, berarti nama cewek itu inisialnya N, kalau sampe gue temuin ni cewek, lo mau gimana?" lanjutnya

Raihan mengangkat bahunya acuh, "gak tau."

"Gila ya lo, terus gue cari dia buat apa?!"

"Udah ya Afnan, gue masih pusing, terus nanti siang mau jemput Astrid di bandara, jadi gue mau tidur dulu, tolong cari cewek itu jangan lupa." Raihan langsung menenggelamkan wajahnya pada bantal yang berada di ranjang Afnan. Tertidur nyenyak.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!