Suasana hening melatarbelakangi ruangan yang didominasi oleh warna putih tersebut, hanya terdengar bunyi mesin pendeteksi detak jantung yang menandakan adanya seseorang yang saat ini tengah berjuang untuk hidup.
Seorang gadis muda, duduk sambil memegang tangan seorang laki-laki yang terbaring dengan mata terpejam dibankar rumah sakit, laki-laki itu terlihat damai seolah tertidur pulas meskipun dibeberapa bagian wajahnya terdapat goresan luka yang tidak bisa dibilang ringan.
"Kak Raka." gadis itu memanggil nama laki-laki yang terbaring itu dengan panggilan pilu dan sangat pelan, gadis itu menangis dalam diam, air mata tumpah ruah sehingga membentuk anak sungai dikedua pipinya.
Gadis itu bernama Rose, gadis berperawakan mungil yang saat ini berpakaian serba hitam karna beberapa jam yang lalu mengantarkan jasad kedua orang tuanya ke peristirahatan terakhirnya, kedua orang tua Rose sudah meninggal karna kecelakaan beruntun dijalan tol, setelah dari pemakaman, Rose langsung datang ke rumah sakit untuk menemui tunangannya yang dinyatakan oleh dokter mengalami koma.
Mereka berempat, yaitu Rose, Raka dan juga kedua orang orang tua Rose berada dalam satu mobil saat kecelakaan, hari yang seharusnya menjadi hari bahagianya menjadi hari nahas sehingga menimbulkan duka yang begitu sangat dalam untuk Rose, dihari wisudanya tabrakan beruntun itu terjadi dan mengambil kedua orang tua Rose, sedangkan Raka yang merupakan tunangan Rose terbaring koma dengan berbagai peralatan medis yang saat ini menunjung kehidupan laki-laki yang begitu sangat dicintai oleh Rose tersebut, hanya Rose yang tidak mengalami cedera yang fatal, dia hanya mengalami luka-luka dibeberapa bagian anggota tubuhnya.
Raka tidak hanya tunangan, tapi juga kakak angkat Rose, orang tuanya mengadopsi Raka dari sebuah panti asuhan sejak Raka berusia 5 tahun, dan tidak ada yang menyangka kalau pada akhirnya antara Raka dan Rose tumbuh benih-benih cinta, dan berita bahagianya adalah, orang tua Rose ternyata merestui hubungan mereka sehingga kini, hubungan mereka bukan hanya sebagai kakak dan adik angkat, tapi juga sekaligus sebagai tunangan.
Rose meraih tangan Raka yang tergeletak disamping tubuh laki-laki itu, tangan Raka yang berada digenggaman Rose terasa begitu dingin, "Cepat sembuh kak Raka, aku akan selalu setia menantimu." Rose mencium tangan tersebut dengan mata terpejam untuk meredam hatinya yang remuk redam karna beban masalah yang saat ini tengah dia hadapi, rasanya Rose tidak sanggup menanggung semua ini, tapi Rakalah yang membuatnya tetap kuat dan bertahan.
*****
"Sayang, aku sudah siap nieh, aku tunggu ya." ucap seorang gadis cantik yang tengah berbicara dengan seseorang lewat telpon.
Rose datang membawa sepasang sepatu berwarna silver, "Ini sepatu kamu Della." Rose meletakkan sepatu mahal itu didepan saudara sepupunya yang bernama Della, gadis yang saat ini tengah bertelpon ria dengan kekasihnya.
"Hmmm." gumam Della tanpa mengucapkan terimakasih.
Sudah dua tahun berlalu sejak kejadian nahas yang menimpanya, dan mimpi buruk tentang kejadian itu masih menghantui Rose sehingga kadang membuat gadis itu takut untuk tidur, dia ngeri saat melihat kedua orang tuanya yang terbujur kaku, Rose bahkan harus mengkonsumsi pil penenang, dia berharap, dengan pil tersebut bisa menghilangkan trauma masa lalunya, tapi sayangnya, pil-pil yang dia konsumsi tidak membantu banyak.
Dan setahun yang lalu, Rose memilih untuk tinggal bersama dengan keluarga om Doni yang merupakan kakak kandung ibunya, sementara rumah peninggalan orang tuanya harus terpaksa dia jual untuk membiayai pengobatan Raka yang sampai saat ini belum ada perubahan sama sekali, sebenarnya dokter sudah memvonis kalau Raka sudah mati, Raka hanya bertahan karna bantuan dari peralatan medis yang terpasang dibeberapa area tubuhnya, hal tersebut membuat dokter dirumah sakit yang menangani Raka meminta Rose untuk mengikhlaskan kepergian Raka saja dan mencabut alat-alat yang menunjang kehidupan Raka, namun Rose dengan tegas menolak, dia yakin Raka akan membuka matanya suatu saat, akan sehat seperti sedia kala dan akan menikah seperti janji mereka, Rose sangat percaya dengan adanya keajaiban dari Tuhan selama dia tetap berdoa dan berharap.
Dan setelah mengantarkan sepatu sepupunya itu, Rose berniat kembali ke dapur untuk melanjutkan aktifitas memasaknya untuk makan malam untuk keluar omnya, namun, teriakan Della membuat Rose menghentikan langkahnya dan berbalik untuk melihat apa yang terjadi dengan Della.
"Apaaaa." wajah Della terlihat merah padam saat mendengar jawaban kekasihnya, "Kamu gak bisa lagi keluar kali ini."
"........"
"Tapi kamu sudah janji Ray, bagaimana sieh kamu."
"........"
"Kerja lagi, kerja lagi, apa kerjaan kamu lebih penting dari pada aku hah, aku bosan diginiin terus sama kamu."
"......."
"Sudahlah, kalau kamu memang tidak serius dengan aku, lebih kita sudahi saja hubungan ini, capek aku karna selalu kamu nomer duakan melulu." setelah memutuskan hubungannya secara sepihak, Della langsung mematikan sambungan tanpa membiarkan kekasihnya untuk membalas.
"Berantem lagi." gumam Rose hanya menggeleng maklum, dia jadi ingat, dulu juga dia sering banget berantem dengan Raka hanya karna hal-hal kecil, dan meskipun biasanya Rose yang salah, tapi Rakalah yang selalu meminta maaf, mengingat hal tersebut membuat Rose jadi sedih.
"Kak Raka, kapan kak Raka membuka mata, aku kangen kak, aku kangen senyum kakak, kata-kata lembut kakak." suara hati Rose.
Ingatannya tentang Raka terputus oleh suara bentakan Della, "Hehh parasit, ngapain kamu masih berdiri disana, kamu nguping ya." begitulah Della dan mamanya memanggil Rose, Rose dipanggil dengan panggilan parasit karna menurut mereka, Rose hanyalah parasit yang menumpang hidup dikeluarga mereka, hanya om Donilah yang baik sama Rose, sementara tante Vivi yang merupakan istri dari omnya, Della dan Dio yang merupakan saudara sepupu Rose selalu berbuat jahat kepadanya dan selalu memanggilnya parasit.
Rose sebenarnya sudah tidak tahan tinggal dengan kelarga omnya karna selalu diperlakukan semena-mena, apalagi Dio yang selalu memandangnya dengan pandangan kurang ajar dan melecehkan, tapi Rose mengingatkan dirinya untuk bertahan sementara sampai Raka kembali membuka mata dan sembuh, dan setelah itu mereka akan memulai kehidupan mereka yang baru, meskipun sebenarnya ada ketakutan dihati Rose kalau Raka tidak akan pernah membuka mata selamanya apalagi mendengar kata-kata dokter yang menanganinya, tapi kata hatinya selalu mengingatkannya kalau keajaiban itu pasti ada.
"Mmm, tidak kok, aku gak nguping." Rose kemudian buru-buru melanjutkan langkahnya ke dapur, dia tidak mau menjadi sasaran amukan Della, pasalnya, wanita itu kalau sudah kesal sama seseorang, dia sering menjadikan Rose sebagai sasaran kekesalannya.
"Dasar gadis gak berguna." umpat Della menatap punggung Rose yang menjauh, "Biasanya hanya nyusahin keluarga gue."
Ponsel yang masih berada ditangan Della berdering, dan itu merupakan panggilan dari kekasihnya, dengan kesal Della merijek panggilan tersebut dan mematikan ponselnya supaya tidak bisa dihubungi lagi oleh sang kekasih yang telah membuatnya kesal.
"Rasain, siapa suruh membuat aku kesal." desisnya sembari memandang ponselnya yang layarnya sudah gelap sempurna.
Della kemudian mengambil ponselnya yang satu lagi dari dalam tasnya, wanita itu memang memiliki dua ponsel yang dikhususkan untuk menghubungi selingkuhannya, "Jemput aku, sekarang."
Dan setelah mendapatkan kepastian, Dela kembali memasukkan ponselnya didalam tasnya.
"Hahh, kamu fikir aku tahan dijadiin yang kedua terus, kamu sibuk dengan pekerjaan kamu, aku bisa bersenang-senang dengan pacarku yang lain." desis Della tersenyum sinis.
****
Sementara itu, didalam sebuah mobil mewah, seorang laki-laki tampan dengan mengenakan stelan jas formal tengah duduk dikursi penumpang, laki-laki gagah itu mungkin terlihat tenang diluar, tapi tidak dengan hatinya, hal ini dikarenakan karna kekasihnya yang marah karna dia terpaksa harus membatalkan janji kencan yang telah mereka sepakati karna dia harus menemui klien dari luar negeri malam ini, karna kliennya itu hanya ingin bertemu malam ini dan tidak bisa diwaktu lain.
Laki-laki itu adalah Rayyan Pratama, pengusaha muda yang tengah naik daun karna usaha yang dia jalankan berkembang dengan pesat, laki-laki muda yang menginspirasi sehingga membuat wajahnya menjadi langganan sampul-sampul majalah bisnis, dengan segala hal yang dia miliki, banyak gadis-gadis muda dari semua kalangan, baik dari kalangan anak pejabat, artis, model yang mendekatinya, dan pilihan Rayyan ternyata jatuh pada Della, dan Rayyan tidak berniat untuk pindah ke lain hati sedikitpun, disini, Della merupakan gadis yang beruntung karna berhasil mendapatkan Rayyan ditengah banyaknya wanita yang menginginkan Rayyan.
Rayyan kembali menghubungi nomer kekasih yang begitu sangat dia cintai, sayangnya, nomer Della tidak aktif, Rayyan menghembuskan nafas berat dan bersandar dikursi mobil yang dia duduki, "Della, Della." gumamnya mengingat tingkah kekasihnya yang cendrung kekanak-kanakan, gadisnya itu hobi sekali ngambek, dan kalau ngambek sudah pasti akan minta putus, tapi Rayyan yang begitu sangat mencintai Della dengan sabar menghadapi tingkah gadis itu.
"Kapan kamu akan berubah sieh sayang, kenapa kamu tidak bisa dewasa sedikit, padahal kita akan menikah sebentar lagi." keluhnya, keluhan ini sudah sangat sering keluar dari bibir Rayyan, namun meskipun begitu, rasa cintanya tidak berkurang sedikitpun untuk Della.
Dalam hati Rayyan berjanji akan langsung ke rumah Della begitu pertemuan bisnis yang dirangkaikan dengan acara malam berakhir, Rayyan paling tidak bisa melihat kekasihnya ngambek begini.
*****
Setelah keluarga omnya selesai makan malam, disaat semuanya duduk santai sambil nonton TV diruang keluarga, tidak begitu dengan Rose, dia harus mencuci piring bekas makan keluarga omnya itu, keluarga omnya tidak memiliki pembantu sehingga semuanya Rose yang harus mengerjakan pekerjaan rumah meskipun dia juga sebenarnya bekerja disebuah perusahaan, dia harus bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan, pulang bekerja juga harus langsung pulang, intinya, Rose tidak punya waktu untuk bersenang-senang, tante Vivi benar-benar menganggapnya sebagai pembantu gratis dirumah tersebut.
Saat tengah mencuci piring-piring kotor, Rose dikaget dengan tepukan dibokongnya, hal tersebut reflek membuatnya menoleh, wajah mesum Dio menyambut indra penglihatan Rose dan itu membuatnya sangat murka.
"Jangan kurang ajar ya kamu Dio." berangnya menunjuk wajah Dio.
"Duhh galaknya, tapi gue suka, lo makin galak makin menggoda." Dio mengedipkan matanya genit.
Sumpah melihat wajah Dio tersebut membuat Rose jijik dan ingin melayangkan piring-piring yang saat ini tengah dicucinya ke wajah Dio, tapi dia masih bisa menahan diri, karna kalau hal itu dia lakukan, sudah pasti dia akan diusir dari rumah itu, sedangkan dia tidak tahu harus pergi kemana.
"Dasar laki-laki menjijikkan kamu Dio." desis Rose.
"Ayoklah, jangan sok munafik, gue tahu, lo senangkan kalau gue sentuh, apa lo mau yang lebih, lo mau dimana, dikamar gue atau dikamar lo."
Plakk
Saking marahnya, Rose tidak sadar tangannya lebih dulu melayang dipipi sepupunya yang mesum itu, saking kerasnya tamparan itu sampai membuat wajah Dio oleng ke samping, fikir Rose, Dio benar-benar kurang ajar kali ini, padahal mereka adalah saudara, belum lagi Rose lebih tua darinya, tapi saudara sepupunya itu sama sekali tidak pernah menghargainya.
"Dasar wanita sialan." Dio marah, laki-laki itu menekan bahu Rose dan mendorongnya hingga menempel dibak wastfel cuci piring, dan seketika Dio mendekatkan wajahnya untuk mencium Rose.
Rose yang tidak terima meronta dan memukul dada Dio, "Lepasin aku Dio, lepasin." Rose meronta, dia benar-benar terhina karna dilecehkan begini sampai membuat air matanya jatuh.
"Wanita sialan, rasakan akibat perbuatanmu."
"Lepaskan aku Dio."
Dan belum sempat Dio berhasil melaksanakan niatnya, mamanya tiba-tiba memasuki dapur, wanita itu terkejut melihat adegan yang tengah terjadi didapur.
"Dio, apa-apan ini." bentak mama Vivi menatap tajam anak laki-lakinya dan keponakannya.
Mendengar suara sang mama, Dio buru-buru menarik tubuhnya menjauh dari tubuh Rose, "Ehh mama." lirih Dio santai seolah-olah dia tidak melakukan sesuatu yang salah.
Rose menghapus air matanya.
Mama Vivi menatap Dio dan Rose bergantian, dan kemudian tatapannya tajam ke arah Rose "Apa yang kamu lakukan pada putraku Rose."
Selalu seperti ini, meskipun bukan dia yang salah, tapi pasti dia yang akan disalahkan, tidak ada gunanya membela diri, sudah pasti tantenya akan tetap menyalahkannya, tapi meskipun begitu, Rose tetap membuka bibirnya berharap keberuntungan kali ini berpihak kepadanya, "Aku tidak...."
Sayangnya, kata-katanya dipotong oleh mama Vivi sebelum dia berhasil menuntaskan kata-katanya untuk membela diri, "Kamu menggoda putraku lagi hah." mata mama Vivi melotot, ini bukan untuk pertama kalinya memang mama Vivi memergoki putranya yang bersikap kurang ajar sama Rose, tapi selalu saja Rose yang dituduh menggoda Dio.
"Dasar wanita gatal, kasihan sekali tunanganmu itu, ternyata dia mencintai wanita ******." Rose dikata-katai sedemikian rupa dengan kata-kata yang sangat menyakitkan.
Dio tersenyum puas, karna mamanya lagi-lagi menyalahkan Rose, "Rasain kamu, kalau kamu nurutkan gak jadi seperti ini jadinya." batin Dio.
"Bukan begitu tante, aku...." air mata Rose kembali mengalir yang membuat kata-katanya tidak bisa keluar, "Aku tidak...aku tidak menggoda Dio, Diolah yang selalu bersikap kurang ajar sama aku."
"Bohong ma, mana mungkin aku bersikap kurang ajar sama dia, dia tidak semenarik itu kali."
"Dasar wanita tidak tahu diri, sudah numpang hidup dirumah kami, kamu malah memfitnah Dio lagi, kalau bukan karna om kamu, tante sudah lama mendepak kamu dari sini."
Papa Doni yang akan meminta Rose membuatkannya kopi masuk ke dapur dan melihat ketegangan yang terjadi disana, "Ada apa ini, papa dengar ada suara teriak-teriak."
"Ini nieh pa keponakanmu itu." mama Vivi menunjuk Rose, "Dia lagi-lagi menggoda Dio dan memfitnah Dio kalau Diolah yang melecehkannya."
Papa Doni sangat yakin kalau Rose tidak pernah melakukan hal seperti yang dituduhkan oleh istrinya, dia yakin disini memang Diolah yang salah, putranya itu memang agak bandel, namun terang-terangan mengatakan apa yang difikirannya tentu saja membuat istrinya semakin marah, dan papa Doni tidak ingin memperpanjang masalah sehingga dia mengatakan, "Papa rasa ini hanya salah paham doank ma, sudahlah, hal ini sebaiknya tidak usah diperpanjang, ini sudah malam, kita sebaiknya istirahat saja." papa Doni memandang Rose dengan prihatin, dia kasihan dengan keponakannya yang hampir tiap hari dimarahi oleh istrinya, tapi toh dia tidak bisa berbuat apa-apa, karna kalau dia membela Rose, maka istrinya juga akan memarahinya juga.
****
Mama Vivi tentu tidak setuju dengan suaminya, suaminya selalu saja mengatakan salah paham ketika suatu hal yang melibatkan Rose, mama Vivikan ingin suaminya memarahi Rose atau bahkan menghukumnya, saat mama Vivi akan melontarkan keberatannya itu, suara bell rumah yang berbunyi membuatnya kembali menelan kata-katanya tersebut.
Ting tong
Mama Vivi menoleh pada Rose, "Kenapa kamu malah bengong saja, cepat sana buka pintunya." bentaknya.
"Iya tante." patuh Rose berjalan dengan tergesa-gesa ke pintu depan, untuk pertama kalinya Rose bersyukur mendengar suara bell berbunyi karna dia punya kesempatan untuk pergi dari dapur.
"Pa, papa jangan kebiasan ya setiap seperti ini bilangnya salah paham, sekali-kali papa marahin ke itu keponakan kesayangan papa itu, atau bila perlu papa hukum tuh dia, gara-gara papa yang lembek seperti ini membuat sik parasit jadi seenak jidatnya." mama Vivi memang mengada-ngada kalau berbicara, Rose anaknya tahu diri kok, dia tidak pernah bersikap seenaknya seperti yang dia katakan.
"Seharusnya mama nasehatin tuh anak mama." tatapan papa Doni diarahkan pada putranya, "Papa yakin, Dio yang berbuat iseng sama Rose, Rose itu anaknya baik ma." dan ini untuk pertama kalinya papa Doni menyuarakan pembelaannya pada Rose.
"Kok papa jadi nyalahin Doni sieh pa." padahal memang dia yang salah, tapi tidak terima saat dirinya disalahkan.
"Pa, mama tahu papa menyayangi keponakan papa itu, dan tidak seharusnya papa membelanya kalau dia melakukan kesalahan, bagaimana sieh papa ini, jahat sekali sama anak sendiri main tuduh begitu saja." mama Vivi pasang badang membela buah hatinya.
"Sudahlah ma, papa tidak mau membahas masalah ini, papa capek mau istirahat." tidak mau ribut, papa Doni memilih pergi begitu saja.
"Paaa...papa." teriak mama Vivi namun tidak diindahkan oleh papa Doni, "Kita belum selesai pa."
"Menyebalkan sekali." rutuk papa Vivi melihat suaminya pergi tanpa mengindahkannya.
"Kamu juga sana belajar Doni." bentak mama Vivi pada anak laki-lakinya tersebut.
"Hmmm." Doni melangkahkan kakinya menuju kamarnya dengan patuh, tapi bukan untuk belajar, tapi untuk main game.
*****
Saat membuka pintu, Rose menemukan Rayyan kekasih Della berdiri didepan pintu, wajah laki-laki itu seperti biasa, datar dan dingin, hal itu membuat Rose agak segan kepada Rayyan.
"Kak Rayyan, ngapain disini, Dellakan lagi pergi, apa Della tidak memberitahunya apa." batin Rose saat melihat kemunculan Rayyan dipintu rumah.
"Della mana." Rayyan bertanya dengan suara dinginnya, laki-laki itu memang seperti itu, hanya pada Dellalah dia bersikap hangat dan manis, bahkan sama orang tua Dellapun yang notabennya adalah calon mertuannyapun Rayyan bersikap datar.
"Dellanya keluar kak, apa dia tidak memberitahu kakak." jawab Rose jujur.
"Keluar." suara Rayyan meninggi sehingga berhasil membuat Rose berjengit saking kagetnya.
Rayyan itu marah saat mengetahui kalau kekasihnya pergi tanpa memberitahunya, Rayyan adalah tipe laki-laki posesif yang selalu ingin tahu kemana sang kekasih pergi.
"Kemana."
"Aku gak tahu kak, memangnya Della tidak memberitahu kak Rayyan." Rose terlihat ketakutan karna Rayyan tidak merendahkan suaranya seolah-olah disini Rose yang salah karna kepergian Della.
"Dasar tolol, kalau dia memberitahuku, tidak mungkin aku kesinikan untuk mencarinya."
"Maafkan aku kak." Rose tidak bersalah sama sekali, tapi kok dia yang malah minta maaf.
Suara Rayyan yang berteriak-teriak ternyata terdengar sampai dalam, penasaran siapa yang berteriak, mama Vivi keluar untuk melihat, dan agak kaget juga karna ternyata sang calon menantu yang datang.
"Astaga, nak Rayyan." mama Vivi kaget begitu mengetahui ternyata calon menantunya yang datang.
Mama Vivi tentu saja sangat bersyukur karna putrinya pacaran dengan Rayyan, pengusaha muda dan kaya raya, Rayyan adalah laki-laki yang royal dan murah hati, saat membelikan Della barang-barang mahal, sudah pasti mama Vivi dan juga papa Doni akan kecipratan keroyalan Rayyan, intinya mama Vivi menekan Della untuk bisa mendapatkan dan menikah dengan Rayyan, dengan putrinya menikah dengan Rayyan, tentu juga keluarganya akan dihormati.
"Tante." sapa Rayyan mengangguk singkat.
"Nak Rayyan mencari Della ya."
"Iya."
"Aduhh, maaf ya nak Rayyan, Della sepertinya lupa memberitahu nak Rayyan, setelah janji dengan nak Rayyan batal, Shinta datang menjemputnya untuk merayakan ulang tahun Shinta." Shinta adalah sepupu Della dari pihak ibu yaitu mama Vivi sendiri, dan mama Vivi berbohong, wanita itu tahu kalau putrinya itu keluar dengan selingkuhannya, dan dia mencoba melindungi sang putri, baginya, selama itu kedua laki-laki yang dipacari oleh putrinya menguntungkan, mama Vivi akan mendukung, asal Della main cantik dan tidak sampai ketahuan, tapi tetap saja mama Vivi lebih ingin kalau Della menikah dengan Rayyan karna Rayyan lebih segala-galanya dibandingkan dengan selingkuhan Della itu.
Rayyan mengangguk mengerti dan tidak berkomentar.
"Ayok nak Rayyan masuk, nanti tante telpon Della dan memintanya untuk pulang."
"Tidak perlu tante, saya sebaiknya langsung pulang saja."
"Ohh baiklah nak Rayyan, hati-hati."
Rayyan hanya mengangguk singkat tanpa ekpresi, memang laki-laki batu, sama calon mertua saja dia bersikap seperti itu.
"Kamu lihat tuh Della, dia bisa mencari pacar yang kaya raya, wajar sieh, Della itukan sangat cantik, jadi, putri kesayanganku itu bisa menggaet laki-laki manapun yang dia mau, tidak seperti kamu, dekil dan jelek, mana ada laki-laki yang mau sama kamu, pantas saja sampai sekarang kamu masih menunggu laki-laki yang masih terbaring dirumah sakit." lisan mama Vivi begitu Rayyan pergi.
Kata-kata tante Vivi sangatlah menyakiti hati Rose, apalagi dia membawa-bawa Raka tunangannya yang masih belum ada tanda-tandanya membuka mata, karna tidak ingin tante Vivi melontarkan kata-kata yang lebih kejam, Rose memilih pergi dan ke kamarnya saja.
Mama Vivi hanya bisa mendelik kesal melihat kepergian Rose, "Dasar gadis pembawa sial, gara-gara dia kedua orang tuanya meninggal dan membuat tunangannya sampai koma dan tidak bangun sampai sekarang, dan kami yang harus repot dan menampungnya disini." selain memanggilnya parasit, oleh tantenya, Rose juga dipanggil dengan gadis pembawa sial, padahal kecelakaan itu jelaslah hal yang tidak diinginkan oleh Rose.
*****
Rose tidak punya kesempatan untuk tampil cantik seperti karyawan-karyawan lainnya, dia hanya menggunakan suncreen dan lipstik supaya tidak kelihatan pucat, dia harus bangun sangat pagi dan mengerjakan pekerjaan rumah, masak untuk sarapan keluarga omnya, dan setelah memastikan semuanya beres, barulah dia bergegas mandi, memakai pakaian kerjanya, bahkan untuk sarapanpun sering Rose lakukan didalam angkot yang ditumpangi karna dia tidak mau terlambat, perusahaan tempatnya bekerja merupakan perusahaan besar dan tidak menolerir keterlambatan.
Saat dia tengah menunggu angkot dipinggir jalan yang akan membawanya ke kantor tempatnya bekerja, Rose mendengar suara deru motor dan berhenti tepat didekatnya dan terdengar sapaan dari pengendara motor tersebut.
"Hai cantik, lagi nunggu angkot ya, mau gue antar gak." ujar sik pengendara motor yang tidak lain adalah Dio.
Rose hanya melirik sekilas pada saudara sepupunya itu, sampai matipun Rose tidak akan pernah mau diantar oleh saudara sepupunya yang mesum itu, apalagi saat dia mengingat kejadian semalam.
"Tidak terimakasih, aku naik angkot saja." tolaknya ketus tanpa menoleh.
"Emang lo gak capek apa naik angkot berdesak-desakan gitu tiap hari, sudahlah yuk gue anterin, lo gak usah jual mahal, gue anterin lo sampai tujuan, naik motor lebih enak, dan satu lagi..." Dio menatap Rose dengan tatapan yang seperti biasa dia berikan yaitu tatapan mesumnya, "Lo bisa peluk gue dari belakang."
Rose mendesah kesal, kedua sepupunya, baik Della, lebih-lebih lagi Dio sangatlah menyebalkan, kalau Della sieh Rose masih bisa mengontrol dirinya kalau gadis itu bersikap menyebalkan, tapi kalau berhadapan dengan Dio, Rose biasanya sering lepas kendali seperti semalam.
"Aku gak mau Dio, aku jauh lebih suka naik angkot, jadi kamu tidak perlu memaksa untuk mengantarku, kamu sebaiknya pergi sana, kuliah yang benar, jangan kerjaannya hanya bikin masalah dan nyusahin om Doni." telak Rose karna dia tahu Dio kerjaannya keluyuran melulu dan jarang masuk kuliah meskipun dia pamitnya pada orang rumah akan pergi ke kampus.
Dio tentu saja marah mendengar kata-kata Rose yang memang benar adanya, "Wanita sialan emang lo." umpatnya dan pergi meninggalkan Rose sendirian dipinggir jalan.
"Dasar berandalan, bisanya hanya merepotkan om Doni." desah Rose menatap kepergian Doni yang menggeber sepeda motornya.
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!