Sebuah pernikahan merupakan salah satu ibadah dengan ikatan lahir dan batin yang dilaksanakan menurut syariat Islam antara pasangan suami dan istri untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga.
Pernikahan juga dimaksud untuk menciptakan rasa bahagia. Di mana, sudah seharusnya suami istri saling memberi kasih sayang serta perasaan aman satu sama lain. Menikah membuat kita mendapatkan sahabat atau pendamping hidup yang di dalamnya dipenuhi dengan kasih sayang dan perasaan cinta.
Setelah menjadi pasangan halal, begitu ada banyak rasa damai tercipta yang dirasakan. Karena setiap saat kita akan mendapatkan perlakuan baik dari pasangan kita masing-masing. Mulai dari senyuman, kemudian kemesraan yang sering dilakukan, lalu mendapatkan perhatian dan juga merasa dicintai. Benar bukan?
Pasangan yang bahagia akan senantiasa selalu kompak dan harmonis. Pasangan yang bahagia akan dapat menentukan hal-hal kecil yang diputuskan untuk dilakukan secara bersama-sama. Hal ini bisa lebih mendekatkan hubungan dengan pasangan dan kembali menumbuhkan asmara seperti saat pacaran dulu.
Seperti diriku, Amanda Wulandari yang mendapatkan perlakuan khusus dari suamiku yang dia selalu memberikan kehangatan atas perlakuannya. Dia mencintaiku dengan memberikan perhatian-perhatian sekecil apapun itu. Aku begitu merasa sangat dicintai dengan segenap jiwa dan raganya. Dan aku juga melihat dimatanya ada ketulusan cinta kepadaku.
"Sayang, temani Mas saja di sini. Urusan dapur serahkan saja pada pelayan. Mas tidak mau melihatmu lelah," perintah suamiku, Gibran Radhika. Dia menahan tanganku ketika Aku hendak melangkah keluar dari kamar.
"Tapi...," ucapku terhenti.
"Ssstttt, tidak boleh membantah. Ini hari libur dan Mas ingin menghabiskan waktu berdua bersamamu di ranjang ini," mas Gibran langsung menarik tanganku hingga tubuhku jatuh ke dalam pelukannya.
"Akhhh ... Mas geli," tubuhku sedikit terguncang karena mendapatkan serangan kenikmatan disekitar leherku dari mas Gibran.
Ada kisah yang berbeda dari setiap kehidupan insan di bumi ini. Berbagai ragam kisah menarik, sedih dan juga bahagia serta suka duka datang silih berganti. Entah kapan, tapi suatu saat pasti akan terjadi.
Pernikahan, selain memperoleh ketenangan dan kedamaian, juga saling melengkapi dan memiliki keturunan. Menikah bukan sekedar menciptakan kebahagian saja. Dalam pernikahan pula sering terdengar bahwa setiap pasangan akan adanya cobaan dan godaan, namun itu adalah sebuah tantangan agar bisa semakin memperkuat pernikahan, bila kita dan pasangan saling mencintai dan berusaha memahami satu sama lain.
Selama ada kemauan dari kedua pasangan untuk tetap menjaga kemesraan, maka akan mampu memiliki pernikahan yang senantiasa romantis. Bila kemesraan terus dijaga, ikatan pernikahan pun akan kuat.
Di ibaratkan sebuah hubungan itu seperti akar pada tumbuhan. Semakin sehat, akarnya akan berkembang semakin kuat dan mampu menyerap makanan untuk disalurkan ke setiap batang dan dahan agar tumbuh semakin rindang. Akar yang mampu menopang untuk memberi penghidupan dan berbuah kebahagiaan.
Pernikahan layaknya sebuah roller coaster, kadangkala terasa begitu menyenangkan, ada kalanya pula terasa begitu berat. Hal tersebutlah yang membuat pernikahan terasa begitu berwarna. Oleh karena itu, meskipun banyak rintangan yang harus dihadapi dalam mengarungi kehidupan berumah tangga, pasangan suami istri harus mampu mempertahankan ikrar yang telah diucapkan bersama untuk hidup bersama selamanya.
Saling berusaha, saling menjaga, saling peduli di saat senang ataupun saat sulit, di saat sehat ataupun sakit, dalam suka maupun duka sama-sama mau untuk saling berusaha membina komunikasi yang terbuka dan tidak hanya salah satu saja yang berusaha.
Meskipun di awal-awal pernikahan dunia bak serasa milik berdua, namun seiring berjalannya waktu berbagai permasalahan tentu akan datang menghampiri.
Seiring berjalannya waktu dan semakin lamanya hubungan pernikahan, biasanya rasa jenuh dan bosan bisa mungkin melanda sebuah hubungan. Rasa jenuh dapat membuat seseorang menjadi lebih sensitif terhadap pasangannya. Rasa bosan dan jenuh ini biasanya timbul karena aktivitas atau kegiatan yang sama dan terkesan monoton yang dilakukan terus-menerus dalam berumah tangga.
Dan semakin bertambahnya umur pernikahan kami, semakin pula Aku rasakan ada perubahan yang tidak wajar yang tidak pernah Aku bayangkan, yakni perubahan sikap mas Gibran terhadapku. Suamiku itu semakin hari semakin Aku tidak mengenalnya. Sosoknya benar-benar berubah, yang dulu selalu ceria dan selalu memberikan perhatian kepadaku.
Kini mas Gibran telah berubah menjadi sosok yang tidak banyak bicara, selalu menyibukkan dirinya dan lebih banyak diam hingga wajahnya terlihat begitu menyeramkan di mataku setiap saat. Sekedar menyapanya saja Aku sungkan dan harus berpikir dua kali.
"Emm ... Mas Gibran, sarapannya sudah siap," dengan sedikit ragu Aku memberitahunya agar mas Gibran segera turun ke ruang makan.
"Ah sial," Aku mendengar mas Gibran mengumpat, lalu dia dengan cepat memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Dia gelagapan seperti orang ketakutan. Matanya tidak fokus menatapku.
"Aku langsung ke kantor, ada meeting. Kamu sarapan saja sendirian," sering kali ada alasan seperti itu dari mas Gibran. Nadanya penuh penekanan.
Dan yang membuat Aku resah yaitu mas Gibran sudah melupakan kebiasaan dirinya memanggilku dengan sebutan 'sayang' bahkan suamiku itu yang biasanya menyebut dirinya dengan panggilan 'Mas' kini berubah menjadi 'Aku'. Ada apa dengan mas Gibran sebenarnya?
Kemudian Aku mengantar mas Gibran berangkat kerja sampai depan pintu rumah.
"Jangan menungguku pulang, karena aku mungkin pulang malam nanti, bisa jadi aku menginap di kantor," pesannya mengingatkan. Kali ini nada suaranya dingin. Akhir-akhir ini mas Gibran sering pulang malam. Aku tidak ingin berpikir macam-macam.
"Rumah adalah tempat terbaik untuk pulang. Jangan berlama-lama di tempat kerja, ya Mas. Hati-hati di jalan, Mas!" Aku mencium tangannya ketika mas Gibran hendak memasuki mobilnya.
"Hem," sahutnya singkat dan wajahnya tak ada ekspresi sama sekali.
Aku terpaku saat itu juga, Aku menatap nanar kepergian mas Gibran. Aku sangat berharap dan menunggunya untuk mencium keningku. Tapi nyatanya, harapanku pupus. Mas Gibran bahkan tidak melakukannya. Padahal ketika setiap saat suami mencium kening istrinya menandakan bahwa ia akan mendapatkan sebuah ketenangan dan ketentraman batin. Hal itu juga mas Gibran mengetahuinya, tapi sekarang perlakuan itu sudah dia lupakan termasuk cara memperlakukan Aku dengan baik, seolah musnah.
"Kamu sudah berubah, Mas!" lirihku dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Aku sedih dan hatiku sangat sakit melihat perubahan aneh suamiku itu. Sungguh perubahan mas Gibran membuatku syok.
Apa yang sebenarnya terjadi? Apa mas Gibran sedang ada masalah pekerjaan di kantornya? Apa mas Gibran sudah tidak mencintaiku lagi? Apa mas Gibran bermain curang di belakangku?
Semua pikiran buruk mulai bermunculan di kepalaku. Bahkan perilaku baik dan senyuman manis suamiku itu tidak terlihat lagi di mataku.
Pada awal masa pernikahan, semua hal mungkin akan terasa indah. Setiap masalah yang muncul, mungkin akan dengan mudah terselesaikan.Tidak heran jika beberapa bulan pertama pernikahan, disebut dengan 'honeymoon stage' atau fase bulan madu tahap awal suatu hubungan. Pada fase ini, kegembiraan kita dan pasangan meningkat. Fase awal ini, tampaknya tak ada hal lain yang lebih penting selain menghabiskan waktu berdua bersama pasangan kita.
Pernikahan juga membuat setiap orang dapat mempelajari banyak hal baru, termasuk menoleransi kebiasaan menjengkelkan pasangan yang mungkin tidak pernah tampak sebelumnya.
"Mas, ayo bangun. Ini sudah kesiangan loh kita. Aku laper, kapan kita sarapannya kalau kita masih di kamar terus. Mandi gih, Mas!" Aku mengguncang tubuh mas Gibran agar dia bangun.
"Mas maunya mandi sama kamu, sayang. Kita lakukan sekali lagi pagi ini, ya please! Nanti setelah itu kita turun ke bawah," manjanya mas Gibran hingga dia memeluk pinggangku membuat Aku susah turun dari ranjang.
"Bohong, sekali lagi itu maksud kamu durasinya pasti panjang, kan? Semalam saja kamu melakukanya selama 6 jam. Aku kewalahan, Mas!" Aku memasang wajah cemberut.
"Hehehe, tapi pagi ini cuma sekali doang kok. Sekaliiiii saja, paling 15 menit," ujarnya menggoda.
"Bohong kamu Mas."
"Nggak kok, janji deh nggak bakal lama," kemudian mas Gibran langsung bangkit dan menarik tubuhku dalam pelukannya.
"Akhhh, Massss!" sontak Aku menjerit.
"Pokoknya, aku akan makan kamu kembali, sayang," ucap mas Gibran.
"Aduh Mas pelan-pelan, sabar dong!" Aku pasrah dengan segala cumbuan dari mas Gibran yang seperti singa kelaparan.
Sungguh melelahkan, belum puas semalam dan kini Aku di serang kembali oleh mas Gibran. Setelah menghabiskan waktu 2 jam, kami pun mandi bersama.
"Dasar pembohong," umpat ku kesal sambil melangkah keluar dari kamar mandi kemudian disusul oleh mas Gibran.
"Ya gimana lagi, sayang. Jangan salahkan Mas dong. Nih salahkan si junior yang susah sekali tidur. Maunya on terus jika dekat kamu, sayang!" mas Gibran mengarahkan tanganku ke area barang kebanggaan dirinya kepadaku.
"Ihhh, dasar mesum!" Aku menyentakkan tanganku dengan kesal.
"Hahahaha," tawa mas Gibran.
Kamar tidur yang kami gunakan sudah tak berbentuk, bantal berserakan di lantai, bahkan pakaian kami pun berceceran di sana sini. Yang jelas kami menikmati bulan madu kami di hotel dengan bebas, penuh gairah.
Jujur saja, sebenarnya kita ingin menghabiskan sebagian besar waktu untuk bersama dengan pasangan kita. Namanya juga masih masa bulan madu, tentunya kita ingin membicarakan banyak hal dengan pasangan, tanpa adanya gangguan dari orang lain ataupun pekerjaan. Kita dan pasangan tidak lagi merasa canggung. Sebaliknya, kita akan menikmati setiap kesempatan yang bisa kita lakukan berdua dengannya, tanpa adanya gangguan orang lain.
Kebanyakan pasangan dapat melewati batas enam bulan pertama pernikahan dengan baik, itu berarti telah mencapai tonggak penting dalam sebuah hubungan di mana masing-masing orang tidak lagi hanya sekadar dibutakan oleh cinta, tetapi tetap saling mencintai.
Selama beberapa bulan pertama pernikahan tentu akan ada banyak perubahan yang terjadi pada hidup dan juga hubungan setiap pasangan. Beberapa perubahan mungkin akan terasa tidak nyaman, sementara ada pula yang membuat pernikahan terasa semakin indah.
Saat ini, mendekati satu tahun pernikahan.
Kami merasa nyaman satu sama lain. Meski kenyamanan dengannya memang sudah kami rasakan jauh sebelum menikah, namun setelah pernikahan hal ini akan berbeda. Misalnya, kami tidak akan keberatan dan merasa tetap nyaman untuk tampil berantakan setelah bangun tidur. Atau Kami bisa tetap merasa nyaman saat berbicara mengenai hal-hal intim dengan pasangan.
"Kamu pengen punya anak berapa, sayang?" tanya mas Gibran sambil mengelus rambutku.
"Emm ... sebanyak mungkin lah."
"Yakin, kamu sanggup? Ngurus anak nggak gampang loh sayang," mas Gibran sedikit terkejut oleh ucapanku barusan.
"Insya Allah aku sanggup kok, Mas. Aku kan wonder women. Kalau banyak anak, banyak rezeki juga nanti."
Terdengar olehku mas Gibran menghela nafasnya. Ya, Aku rasa ucapanku tadi di buat serius oleh mas Gibran. Aku tersenyum geli dibuatnya.
"Ya baiklah, terus nanti kita buat rumah yang besarrrrr sekali dan bertingkat lima," ucapnya sambil memperagakan dengan kedua tangannya.
"Aamiin," Aku sih hanya menjawab dengan do'a.
"Loh kok di Aamiin kan sayang," mas Gibran kali ini terlihat frustasi. Ya, mungkin dia hanya membual dengan perkataan sebelumnya tadi.
"Lah bukannya itu yang Mas Gibran sendiri bilang tadi," jawabku.
"I-iya sih, tapi....," mas Gibran ragu sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Apa hayooo," ledek ku.
"Ya sudah, sekarang kita wujudkan untuk membuat baby. Jangan salahkan Mas jika durasinya panjang, karena kamu yang minta banyak anak," Mas Gibran mulai memposisikan dirinya untuk menindihku.
"Ya tapi nggak langsung banyak juga kali, Mas!" protes ku.
"Bisa saja sayang, mungkin saja hasilnya nanti twin, anak kembar, kembarnya tujuh. Gimana sayang?" ujar mas Gibran.
Mataku membulat sempurna menatap mas Gibran.
"What, a-anak kembar!" sontak tubuhku seketika lemas mendengar perkataan dari mas Gibran.
Hahahaha
Tawa mas Gibran pecah, dia sungguh membuatku kesal. Bisa-bisanya dia malah menggodaku.
Derttt derttt derttt
Mas Gibran beralih ke arah ponselnya yang berdering. Dia langsung turun dari ranjang dan meraih ponselnya. Dengan serius pula mas Gibran menatap layar ponselnya.
"Telepon dari siapa, Mas?" tanyaku.
"Ah, itu ... dari ... temen bisnis, sayang. mas angkat telepon dulu, ya."
Mas Gibran langsung melangkah ke luar balkon. Aku merasa heran dengan tingkah mas Gibran. Dia terlihat gugup saat melihat panggilan telepon di layar ponselnya.
Karena penasaran, Aku diam-diam mengikuti mas Gibran dari belakang. Ya seperti memata-matai suami yang sedang selingkuh. Rasanya Aku nggak rela bila itu terjadi. Padahal Aku yakin bahwa mas Gibran sangat mencintaiku dan tidak mungkin melakukan curang di belakangku.
Sewaktu langkahku lebih dekat ke mas Gibran dan siap memasang telinga untuk menguping, padahal sebenarnya hal itu nggak boleh dilakukan, tapi ya apa boleh buat. Eh, ternyata tiba-tiba mas Gibran langsung memutuskan sambungan teleponnya, mungkin kehadiranku mulai disadari olehnya, lantas dia berbalik ke arahku. Sontak Aku terkejut.
"Eh, sa-sayang ... ngapain kamu di sini? Udah lama?" kaget plus gugup terlihat dari wajah mas Gibran.
"Barusan saja, kok. Ada apa Mas?" tanyaku ingin tahu.
"Oh, ini cuma ... masalah pekerjaan saja kok," mas Gibran tersenyum hambar.
"Oh gitu," Aku manggut-manggut.
Tanpa sadar mas Gibran menatapku dengan intens, lama dia pandangi Aku dengan mata nakalnya.
"Kamu ngapain lihat-lihat aku kayak gitu, Mas?" tanyaku heran.
Mas Gibran perlahan semakin mendekat ke arahku.
"Mas akan memakan kamu, sayang!" dengan gerakan cepat mas Gibran menggendongku.
"Akh, Massss!" Aku berteriak.
Ya, begitulah indahnya awal pernikahan kami mendekati tahun pertama. Kita akan merasa pasangan kita adalah orang yang benar-benar tepat. Secara tidak sadar, naluri kita akan memberi tahu bahwa kita telah bersama dengan orang yang tepat. Akan ada banyak kejadian yang tampaknya di luar perkiraan dan justru membuat kita menyadari betapa beruntungnya kita memilikinya.
Menjalin sebuah hubungan itu membutuhkan kesiapan mental, juga keyakinan untuk memantapkan hati. Sebab, dalam perjalanannya nanti, setiap pasangan pasti akan menemui kerikil dan lika-liku jalan yang tidak selalu mulus dan tak jarang terjal yang dapat membuat goyah sebuah hubungan. Kalau tidak mempersiapkan hati sebelumnya, dan hanya menjalani saja, maka semua itu dapat berubah menjadi sebuah hubungan yang tidak sehat.
Setelah beberapa bulan terlewati dengan indah, lambat laun kebahagiaan kami seketika lenyap. Memasuki satu tahun pernikahan, Aku mulai merasa ada perubahan pada rumah tanggaku. Hubunganku dan mas Gibran mulai tidak baik, seperti ada pembatas.
Meskipun sulit menghadapi suami yang dingin, Aku perlu berusaha untuk memperjuangkan hubunganku dan mas Gibran. Tidak harus merasa kalah atau merasa terus mengalah karena rasa cinta harus dipupuk setiap hari. Hal ini dilakukan agar perubahan sikap dan munculnya sikap asli suamiku bisa tertangani dengan baik.
"Mas, aku rindu kamu. Tumben hari ini kamu pulang kerjanya telat," Aku memeluk mas Gibran ketika dia merebahkan tubuhnya di sampingku.
"Wajar lah aku kerja, bukannya main atau tidur-tiduran!" saat itu nada suara mas Gibran sedikit ketus. Tidak biasanya suamiku sedingin itu. Ya, mungkin karena dia lelah, pikirku.
"Iya, iya aku tahu sayang," Aku mencium pipi mas Gibran.
"Aku capek, mau tidur. Matikan lampunya!" Mas Gibran malah melepaskan pelukan yang Aku beri padanya seolah Aku sedang ditolak untuk bermesraan dengannya.
Aku hanya menghela nafas dengan sabar. Ya, lagi-lagi aku pikir karena mas Gibran lelah bekerja seharian, makanya dia mengacuhkan Aku malam ini. Ok, tidak apa-apa, Aku masih berpikir positif kala itu.
Penyebab mas Gibran acuh dan ketus terhadapku, bisa jadi karena suamiku sedang sibuk dengan pekerjaannya. Mungkin akhir-akhir ini ada banyak pekerjaan yang menumpuk, sehingga suamiku menggunakan waktunya lebih banyak untuk bekerja. Bukankah sibuk dengan pekerjaan juga bisa membuat suami kelelahan dan langsung istirahat setelah sampai di rumah? Aku hanya beranggapan seperti itu.
Pagi harinya, masih di ranjang yang sama dengan mas Gibran. Aku membangunkan dia dari tidur lelapnya.
"Good morning, sayang!" sapaku mengecup bibir mas Gibran ketika dia baru membuka matanya.
"Morning," sahutnya datar dan singkat, dia langsung bangkit dan turun dari ranjang lalu berjalan ke kamar mandi tanpa membalas kecupanku.
Aku terpaku melihat sikap mas Gibran akhir-akhir ini. Biasanya sesering mungkin kami melakukan morning kiss, terkadang dia yang mulai, lalu Aku membalasnya, terkadang Aku yang mulai, lalu dia membalasnya. Tapi sudah beberapa hari ini mas Gibran berubah. Dia tidak sehangat dan seromantis bahkan perhatian seperti dulu.
Aku pikir mas Gibran saat itu lelah bekerja sehingga dia cuek padaku tapi semakin hari mas Gibran memperlihatkan sisi dirinya seolah dia itu bosan. Buktinya tiap kali Aku memberikan perhatian padanya namun dia malah bersikap dingin dan sering mengalihkan pandangan matanya ke arah lain.
Dalam hubungan pernikahan, rasa bosan memang bukanlah sebuah rasa yang bisa dihindari. Bahkan rasa bosan dan jenuh dalam pernikahan memang mungkin saja terjadi. Dan itu adalah hal yang wajar jika perasaan bosan dengan pasangan dan hubungan itu mungkin berkurang setelah menetap bersama dalam hidup yang melibatkan rutinitas sehari-hari.
Akan tetapi, sekali lagi itu semua tidak berarti semuanya menurun setelah fase bulan madu selesai dan kehidupan tahun hingga tahun berlalu.
Sungguh Aku semakin bingung. Padahal hubungan di antara kami baik-baik saja. Boro-boro bertengkar, selisih paham saja tidak ada. Meski begitu, keluarga bahagia tidak selalu berarti bebas dari konflik. Masalah dalam sebuah pernikahan akan selalu ada. Hal yang perlu dipahami adalah Aku dan mas Gibran berasal dari latar belakang yang berbeda dan menyatukan perbedaan tentu bukan perkara yang mudah.
Untuk membuat kehidupan rumah tanggaku berjalan harmonis, terutama sebagai seorang istri, Aku membutuhkan cara lain agar mendapatkan perhatian lebih dari sang suami. Jadi Aku putuskan malam nanti Aku akan memberikan kejutan untuk mas Gibran. Ya, sedikit hiburan. Siapa tahu suamiku itu terhibur dan lelahnya hilang.
*******
Malam ini, Aku sudah berdandan yang sangat cantik. Semuanya menurutku sempurna, dari atas hingga bawah penampilanku mempesona. Ya, itu sih menurutku. Parfum pun sudah Aku semprotkan di bagian sisi kanan kiri hingga atas bawah pakaianku. Dan pastinya Aku memakai pakaian yang seksi, lingerie berwarna hitam yang sedikit tipis. Ya, karena ini memang pakaian yang dipilihkan sendiri oleh mas Gibran sewaktu kami honeymoon pertama kali. Ok, here we go!
"Selamat malam suamiku, muach...!" Aku menyambut dengan semangat kedatangan mas Gibran sembari memberi ciuman singkat di bibirnya. Aku tersenyum padanya.
Mas Gibran memandangku dari atas hingga bawah. Yes, berhasil. Suamiku itu terlihat terpesona pada penampilanku. Dan kali ini Aku yakin pasti mas Gibran terhibur olehku dan pasti lelahnya hilang karena disambut oleh istri yang cantik dan seksi sepertiku. Hah, saat itu sih Aku kepedean banget. Nggak apa-apa lah, ini juga demi kebahagiaan rumah tanggaku, kok.
Tapi setelah beberapa detik kemudian, terlintas senyuman kecut dari suamiku. Dia menggelengkan kepalanya, setelah itu berkacak pinggang. Sontak senyumanku memudar.
"Apa-apaan kamu? Mau menggodaku? Kamu salah besar tau nggak. AKU CAPEK DAN INGIN ISTIRAHAT."
Deg
Mas Gibran menekan kalimat terakhirnya dengan ekspresi menahan amarah.
"Ma-makan dulu Mas," ucapku dengan suara terbata.
"Kamu saja, tadi aku sudah makan di luar!" ketus mas Gibran, lalu dia langsung melangkah menuju kamar.
Dadaku sungguh sakit, air mataku tidak bisa dibendung lagi. Awalnya Aku kira sikap suamiku itu hanya dingin sesaat terhadapku. Tapi nyatanya, Aku dimaki habis-habisan olehnya, seperti ada kebencian dimatanya terhadapku.
Menjalani hubungan pernikahan artinya kita harus mempedulikan perasaan pasangan, bukan? Bila kita lelah dan merasa stres seharian, jangan melampiaskannya pada pasangan begitu dia pulang kerja. Melepaskan stres memang penting, tapi menjaga perasaan istri juga penting. Melampiaskannya pada istri justru bisa menimbulkan masalah yang jauh lebih besar.
Dalam menjalin suatu hubungan juga merupakan perjalanan suami istri sebagai proses saling mengerti dan memahami pasangan satu sama lain. Kehidupan berkeluarga pun tak sesederhana ketika masa penjajakan atau berpacaran. Ada banyak hal yang mungkin sebelumnya tidak terjadi, dan malah terungkap setelah pernikahan. Sikap suami berubah bisa menjadi salah satunya.
Apa salahku hingga Aku mendapatkan perlakuan buruk seperti ini oleh suami yang sudah bertahun-tahun Aku kenal sangat lama. Dan nyatanya inilah sifat dan perilaku asli dari mas Gibran, membuat hatiku terluka.
"Kamu berubah mas Gibran, hiks...hiks...!"
Aku menangis dengan sesak di dada. Aku sendiri menahan luka ini. Benar-benar sakit.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!