Suasana di salah satu perusahaan besar di Indonesia yaitu Perusahaan Wijaya sangat sibuk belakangan ini, hal tersebut dikarenakan kami kedatangan CEO baru. CEO tersebut tadinya mengurusi cabang perusahaan kami yang terdapat di Amerika. Akan tetapi, CEO sebelumnya yaitu Danu Wijaya mendadak sakit dan harus dirawat di Rumah Sakit. Beliau digantikan oleh cucunya yang bernama Arga Satria Wijaya. Pergantian tersebut membuat seluruh karyawan kerja ekstra karena Arga langsung meminta laporan setiap divisi sehingga semua karyawan ikut sibuk untuk menyelesaikan laporan yang diminta oleh Arga.
Alena Prameswari merupakan karyawan bagian keuangan Perusahaan Wijaya, salah satu perusahaan yang besar di Indonesia. Tentunya sebagai salah satu staf keuangan dia juga ikut sibuk menyelesaikan laporan yang nantinya akan dipresentasikan oleh kepala bagiannya.
Tiba-tiba suara dering ponsel berbunyi, hal tersebut membuat Alena menghentikan pekerjaannya sebentar dan melihat siapa yang meneleponnya di jam-jam sibuk seperti ini. Ternyata Kakeknya meneleponnya, tidak ingin membuat kegaduhan dikarenakan dering ponselnya, Alena segera mengangkat telepon tersebut.
"Assalamualaikum," ucap Alena dengan setengah berbisik karena dia takut mengganggu rekan kerjanya.
"Waalaikumsalam, Alena kamu sedang apa? Sabtu nanti kamu sibuk tidak?" tanya Kakeknya.
"Ada apa, Kek? Alena sedang sibuk sekarang. Kalau tidak ada yang penting nanti saja ya Alena telepon kembali," jawab Alena kepada Kakeknya seraya ingin memutuskan komunikasi mereka.
"Tunggu-tunggu, jangan ditutup dulu! Dasar anak satu ini sangat tidak sabaran. Kakek ada permintaan kepadamu. Sabtu ini, kamu harus ikut Kencan Buta dengan cucu teman Kakek ya. Harus mau, tidak boleh tidak. Lagi pula sekarang kamu tidak mempunyai kekasih kan?" cecar sang Kakek.
"Apa? Kencan Buta?," pekik Alena ketika menerima telepon dari Kakeknya. Pekikan Alena tersebut menimbulkan
keributan yang mengganggu kerja rekan setimnya.
"Ssstttt Alena, pelan-pelan," ujar Vania mengingatkan.
Alena Prameswari terlihat kebingungan saat menerima telepon dari Kakeknya yang menginginkannya untuk melakukan kencan buta dengan cucu dari temannya. Zaman sekarang masih diminta kencan buta? Apalagi
dijodohkan oleh Kakeknya sendiri. Hal tersebut, membuatnya sangat gelisah karena permintaan Kakeknya tersebut.
"Iya Van, sorry sorry," sahut Alena sambil menundukkan kepala dan menangkupkan kedua tangannya.
"Alena tidak mau, Kek. Memangnya ini Zaman Siti Nurbaya dijodoh-jodohin terus diminta kencan segala," tolak
Alena.
"Pokoknya kamu harus datang ke kencan itu Alena. Kakek bisa menjamin orang yang menjadi teman kencan butamu itu adalah orang yang berkualitas dan cocok menjadi cucu menantu Kakek," ujar Kakek tetap memaksa Alena.
"Tapi Kek," sanggah Alena.
"Tidak ada tapi-tapian Alena. Kakek itu sudah lama ingin menimang cucu. Bagaimana bisa menimang cucu kalau kamu kekasih saja tidak punya apalagi menuju jenjang selanjutnya sampai ke pernikahan. Kamu harus menyempatkan waktumu untuk melakukan kencan ini karena Kakek sudah berjanji pada teman Kakek," cerocos Kakeknya Alena.
"Ya sudahlah. Lihat saja nanti ya, Kek," jawab Alena yang kemudian buru-buru memutuskan komunikasi mereka. Masih terdengar ocehan dari Kakeknya namun Alena tidak memperdulikannya karena pekerjaannya benar-benar menumpuk.
"Aduh, pikiranku tambah pusing jadinya," celoteh Alena sambil menatap layar monitor komputernya.
"Kenapa sih, Len?" ujar Vania, sahabat baik Alena dari semenjak kuliah.
"Kakekku memaksaku untuk datang kencan buta, aku dijodohin sama Kakekku," jawabku sambil memasang wajah cemberut.
"Hush.. Kalau ingin mengobrol nanti saja. Kalian mengganggu konsentrasiku," tegur rekan satu divisiku yang bernama Candra.
"Iya iya." sahutku dan Vania berbarengan.
****
Sementara itu, di sebuah rumah sakit di ruangan VIP berbaring seorang Kakek yang ditemani oleh cucunya. Pria paruh baya tersebut bernama Danu Wijaya. Dia memiliki seorang cucu yang bernama Arga Satria Wijaya. Saat ini, Danu sedang dirawat di rumah sakit dikarenakan kelelahan. Danu masih mengelola perusahaan mereka Perusahaan Wijaya sedangkan cucu satu-satunya yang sangat irit bicara tersebut mengelola cabang perusahaan
mereka yang berada di Amerika. Sakitnya sang Kakek membuat pria lajang tersebut segera terbang ke Indonesia untuk menjenguk Kakeknya.
"Arga, tolonglah segera menikah ga! Kakek ingin segera memiliki cucu. Kakek punya janji dengan seorang teman untuk menjodohkan kamu dengan cucunya," lirih Kakek Danu sambil menatap cucunya dengan pandangan memohon.
"Arga tidak mau dijodoh-jodohkan, Kek," sahut Arga dengan muka datarnya.
"Kamu bisa mulai dengan berkencan dahulu dengannya. Jadi, kamu bisa mengenalnya lebih jauh," ujar Kakek Danu dengan mata yang berbinar.
Arga tampak berpikir sebentar kemudian dia menjawab pertanyaan dari Kakeknya. "Baiklah. Tapi aku tidak janji kencan ini akan mendapatkan hasil yang Kakek inginkan." ujar Arga.
"Iya, kamu tenang saja. Perempuan ini merupakan cucu dari teman Kakek. Kakek pernah ditolong olehnya semasa merintis perusahaan kita dulu. Oleh karena itu, Kakek berjanji untuk menjodohkan kamu dengan cucunya." kata Kakek Danu panjang lebar kepada Arga. Orang yang sedang diberikan penjelasan tetap saja memasang wajah datarnya, seakan tidak peduli dengan penuturan panjang Kakek Danu.
"Arga, kamu dengarkan penjelasan Kakek dong!" Tegur Kakek Danu.
"Iya Kek, aku mendengarnya," sahut Arga. "Memang nama perempuan itu siapa?" tambah Arga.
Pertanyaan tersebut membuat wajah Danu sumringah, dia mengira Arga sedikit tertarik dengan kencan buta yang telah direncanakan.
"Nama gadis itu Alena Prameswari, cantik bukan namanya pasti orangnya juga cantik," jawab Kakeknya.
"Hmmm," Arga hanya berdehem kecil saja dan itu membuat Danu sedikit kesal.
"Kamu itu, paling tidak tunjukkan sedikit ketertarikan Arga. Usia kamu itu sudah sepantasnya menjalin hubungan dengan lawan jenis dan menikah." Kakek Danu berceloteh menunjukkan kekesalannya.
"Iya Kek." Arga membalas celotehan Kakeknya dengan singkat.
"Kosongkan jadwal kamu, Arga. Sabtu ini kamu menemui Alena untuk kencan, jangan terlalu fokus pada karirmu saja tapi kehidupan percintaanmu diabaikan." Kakek Danu menatap Arga dengan kesal karena membalas celotehannya dengan sekenanya.
Arga yang sudah malas untuk membahas tentang kencan yang telah diatur sedemikian rupa oleh Kakeknya segera menduduki sofa yang tidak jauh dari ranjang tempat Kakek Danu berbaring. Saat mendengar bahwa pria yang berpenampilan selalu rapi tersebut sakit, Arga langsung terbang menuju Indonesia. Arga pikir sakit jantung Kakeknya kembali kambuh, ya Kakek Danu memiliki riwayat penyakit jantung. Oleh karena itu, Arga sangat mengkhawatirkan keadaan Kakeknya.
Arga melihat gelagat Kakek Danu masih akan berbicara panjang lebar segera memintanya untuk istirahat.
"Sudahlah kek, Kakek harus istirahat agar lekas pulih," ujar Arga ingin menghentikan pembicaraan mereka.
"Baiklah, tapi kamu harus berjanji ya Arga. Kamu harus datang ke kencan buta yang telah kakek persiapkan," desak
Kakek Danu.
"Iya Kek. Nanti aku akan memberikan perintah kepada Adam untuk mengosongkan jadwalku." Arga yang mendengar desakan Kakek Danu hanya bisa menuruti keinginan Kakeknya. Adam merupakan sekretaris Arga sehingga semua jadwal Arga diatur oleh Adam.
"Janji loh, Arga," ucap Kakek Danu.
"Iya Kakek Pemaksa," balas Arga sembari menghubungi Adam dan memintanya untuk mengosongkan jadwalnya Hari Sabtu ini.
Di sebuah kafe terdapat dua gadis yang sedang berceloteh melepas penat setelah berjibaku dengan pekerjaannya di kantor. Mereka saling bercerita tentang kehidupan masing-masing.
"Aduh, aku bingung sekali. Kakekku terus saja menerorku dengan mengirimkan pesan singkat kepadaku." Alena mengawali cerita tentang Kakeknya.
"Apa isi pesan singkatnya?" Tanya Vania dengan wajah yang penasaran.
"Coba kamu baca sendiri saja, Van," jawab Alena sambil menyerahkan ponselnya. Vania mengambil ponsel Alena kemudian membaca isi pesan yang disampaikan oleh Kakek Aditnya, Kakek dari Alena.
Kakek :
Ingat Alena, kamu harus datang Sabtu ini untuk kencan bertemu dengan cucu teman Kakek. Tidak ada alasan untuk menolaknya kecuali kamu sudah mempunyai kekasih.
Setelah Vania membaca pesan tersebut, dia berpikir sejenak.
Alena :
Iya Kakek. Katakan saja tempat yang harus aku datangi nanti aku akan datang.
Kakek :
Di cafe X, pukul 19.00. Kamu harus datang tepat waktu ya, jangan terlambat.
"Bagaimana kalau kamu coba dahulu untuk menemuinya? Tidak ada salahnya mencoba," ujar Vania menyerahkan kembali ponsel Alena setelah membaca pesan tersebut lalu berkata dengan raut wajah serius sambil menyeruput es kopinya.
"Aku tidak suka dijodoh-jodohkan seperti ini," gerutu Alena sambil memainkan sedotan yang berada di gelasnya.
"Coba saja, siapa tahu kamu cocok atau laki-laki itu tampan kan kamu belum pernah ikut kencan buta sebelumnya," saran dari Vania untuk meyakinkan Alena mengikuti kencan yang telah direncanakan oleh Kakek dari Alena.
Pikiran Alena berkelana, dia tidak ingin mengikuti perjodohan ini. Maka, gadis berambut panjang itu harus memikirkan cara untuk menggagalkan kencan buta ini. Atau bisa juga membuat pasangan kencannya tidak tertarik atau ilfeel.
"Van, Bagaimana caranya agar laki-laki itu tidak tertarik padaku ya?" Alena bertanya kepada Vania untuk memikirkan caranya membuat teman kencannya tidak tertarik dan membatalkan perjodohan ini.
"Ganti penampilanmu saja, agar menjadi tidak menarik," usul Vania.
"Terlalu biasa tidak ya atau ubah penampilanku menjadi sedikit lebih berani. Biasanya kan laki-laki baik tidak ingin mempunyai istri yang berpenampilan berani ya." Alena berpikir pakaian yang pantas digunakan saat kencan.
"Ya terserahmu saja. Menurutku lebih baik kamu coba dahulu," ujar Vania.
"Besok sehabis pulang kerja antarkan aku berbelanja, Van. Aku butuh belanja untuk mengubah penampilanku." Alena mengajak Vania untuk berbelanja.
"Baiklah, lagipula aku tidak ada acara besok," sahut Vania yang menerima ajakan Alena.
***
Di sebuah ruangan terdapat seorang pria yang sedang berjibaku dengan pekerjaannya. Laporan yang menumpuk tersebut menunggu untuk diperiksa olehnya. Di samping pria tersebut, berdiri sekretarisnya yang sedang membacakan jadwalnya hari ini. Hari ini merupakan hari Jumat, dan laporan yang diminta oleh Arga telah dikumpulkan dan berjejer di mejanya menanti untuk di periksa.
"Arga, untuk jadwal Sabtu ini sudahku kosongkan. Memangnya ada acara apa?" tanya Adam sambil melihat jadwal Arga di tablet miliknya.
"Aku akan pergi untuk kencan buta. Kakek sangat berharap aku datang untuk berkencan dengan cucu dari temannya." Arga yang masih sibuk membaca laporan menghentikan pekerjaannya sebentar.
"Jadi, serius kamu akan datang? Aku kira kamu hanya membual di depan Kakek." Adam kembali memastikan kedatangan Arga.
"Ya serius. Coba kamu bayangkan kalau aku tidak datang pasti Kakek akan merencanakan sesuatu yang tidak kita tahu. Kau tahu dengan pasti bagaimana watak Kakek bukan?" Arga menjelaskan hal tersebut dan sedikit menyeruput kopi yang tersedia di meja.
"Benar juga perkataanmu. Kalau kamu menolak pasti Kakek akan menemukan berbagai cara untuk memastikan rencananya berhasil." kata Adam membenarkan perkataan Arga.
"Ya begitulah. Jadi, daripada aku menghindar lebih baik hadapi saja." Arga meletakan penanya dan sedikit merenggangkan otot yang lelah karena terlalu banyak memeriksa laporan.
"Istirahatlah kalau sudah lelah. Jangan terlalu memaksakan dirimu." Adam menasihati Arga agar tidak terlalu memaksakan dirinya.
"Iya aku mengerti," sahut Arga kemudian kembali berkutat dengan laporan yang menumpuk. Sebenarnya perusahaan yang dipimpin di Indonesia baik-baik saja, hanya Arga perlu menguasai lapangan dengan lebih baik. Selama ini memegang perusahaan di Amerika tentu saja berbeda dengan di Indonesia. Kepindahan Arga ke Indonesia juga terkait dengan Kakek Danu yang sedang sakit jadi Arga harus ekstra untuk mengetahui ritme perusahaan di Indonesia. Untung saja Perusahaan yang berada di Amerika bisa dipegang oleh orang kepercayaan Arga sehingga Arga tidak perlu khawatir.
***
Di salah satu Pusat Perbelanjaan, dua orang gadis sibuk memilih pakaian. Mereka adalah Alena dan Vania, sudah berkali-kali Alena mencoba dress yang pantas untuk digunakan saat kencan buta nanti. Akan tetapi, tidak ada yang sesuai dengan kriteria dari Alena. Alena ingin menggunakan dress yang membuat teman kencannya tidak tertarik lagi untuk melanjutkan hubungan ke tahap selanjutnya.
"Van, pilih dress yang cokelat atau yang pink ini ya?" Alena yang telah berulang kali bergonta-ganti baju akhirnya telah menyeleksi pakaian yang menurutnya sesuai.
"Yang pink terlalu terbuka dan pendek, coklat saja hanya terbuka dibagian bahu. Apa kamu yakin, Len? Menggunakan dress seperti itu?" tanya Vania sambil menyarankan dress yang tepat untuk Alena kenakan.
"Iya aku yakin. Lagipula aku tidak suka ikut kencan buta yang sudah diatur seperti ini. Aku ingin sekali mencari pasangan hidupku sendiri." Alena meyakinkan Vania bahwa ini merupakan keputusan yang sudah tepat untuk diambil.
"Ya terserah kamu saja, asal kamu tidak menelan ludahmu sendiri," ledek Vania sambil ikut memilih dress yang menurutnya menarik.
"Tenang saja, tidak ada dalam kamus di hidupku untuk menarik kata-kataku. Aku ingin memiliki kisah romantisku sendiri bersama pangeranku." Alena berkhayal sambil tersenyum.
"Pangeran berkuda putih? Kebanyakan mengkhayal kamu," sahut Vania menghentikan khayalan indah Alena.
"Ah sudahlah, aku pilih yang cokelat saja. Besok kamu mendandaniku ya. Ingat harus tampil berani dan tidak menarik untuk dijadikan kekasih apalagi istri," pinta Alena kepada Vania.
"Iya tenang saja. Soal mendandani kamu aku paling jago," kata Vania.
"Ya sudah aku bayar dulu dress ini. Kamu sudah belum belanjanya?" tanya Alena.
"Sudah, aku membeli kemeja saja untuk ke kantor." Vania berkata seraya mengambil kemeja yang berwarna salem.
Setelah puas berbelanja, Alena dan Vania singgah sebentar untuk makan malam di salah satu restoran. Pelayan mencatat menu yang mereka pilih kemudian Alena dan Vania berbincang-bincang ringan. Perbincangan mereka terhenti oleh suara seorang pria yang menegur Alena.
"Alena. Kamu Alena kan?" tanya pria tersebut.
Alena menoleh ke samping dan melihat seorang pria yang sangat tidak ingin dia temui. Jantung Alena berpacu saat melihat pria tersebut. Pria yang pernah singgah di hatinya dan menimbulkan luka yang belum sembuh.
"Alena. Kamu Alena kan?" tanya pria tampan yang berdiri mendekati Alena.
Alena menoleh ke samping dan melihat seorang pria yang sangat tidak ingin dia temui. Jantung Alena berpacu saat melihat pria tersebut. Pria yang pernah singgah di hatinya dan menimbulkan luka yang belum sembuh.
"Alena!" Kali ini Vania menyentuh tangan Alena menyadarkan Alena dari lamunannya.
Kehadiran pemuda tersebut tidak bisa dipungkiri mengingatkannya akan masa lalu. Masa lalu yang sangat ingin Alena lupakan. Kenangan itu kembali terkuak di dalam benak Alena.
"Aku mencintaimu, Alena." Seorang pemuda bernama Yudha mengungkapkan perasaan kepadanya.
Degup jantung Alena bertalu-talu bergerak sangat cepat. Tidak dapat diungkiri pernyataan dari pemuda seperti Yudha dapat membuat perasaannya membuncah dan merasa sangat bahagia. Sudah dari dahulu Alena sering kali memerhatikan Yudha. Siapa yang tidak kenal dengan Yudha? Salah satu pemuda yang populer di kampusnya.
Yudha yang memandangi Alena dengan tatapan yang lembut membuat Alena memalingkan wajahnya. Alena merasa sangat malu, wajahnya memerah membuat pipinya yang memang sudah merona semakin merah.
"Jadi, bagaimana Alena? Apa kamu juga mencintaiku?" Yudha bertanya kepada Alena sambil menatap penuh harap jawaban yang diberikan oleh Alena sesuai dengan perasaannya pada gadis itu.
Alena menolehkan pandangannya agar dapat menatap ketulusan di mata Yudha. Yudha yang ditatap oleh Alena, menggantungkan harapannya dengan mata yang masih bertanya dia menatap balik Alena. Alena yang ditatap seperti itu akhirnya mengangguk. Tanda bahwa dia juga mempunyai perasaan yang sama dengan Yudha.
Hubungan Alena dan Yudha berjalan mulus tanpa hambatan, mereka jarang sekali bertengkar. Mungkin hanya terdapat sedikit kesalahpahaman dan akan cepat terselesaikan. Hubungan yang sudah berjalan tiga tahun itu kandas setelah Alena melihat Yudha berciuman dengan sahabatnya sendiri. Ya. Dahulu, Alena sempat mempunyai sahabat dekat yang bahkan sudah seperti saudara. Nama sahabat Alena adalah Dania, Dania merupakan sahabat sekaligus tempat Alena mencurahkan isi hatinya. Bahkan, sebelum hubungannya dengan Yudha terjalin Dania telah mengetahui perasaan sahabatnya itu. Akan tetapi, dengan teganya mereka mengkhianati Alena.
Sejak saat itu, Alena memutuskan hubungan dengan Yudha maupun Dania. Alena saat itu hampir menyelesaikan kuliahnya dan hanya menunggu sidang skripsi, sehingga membuatnya tidak terlalu sering pergi ke kampus. Alena pun memblokir semua akses Yudha dan Dania sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan apa yang terjadi saat itu.
"Len. Alena," panggil Vania kembali menghentikan lamunan Alena.
Alena yang tersadar setelah dipanggil oleh Vania sedikit terengah. Yudha juga menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Alena, bisakah kita berbicara? Semenjak saat itu aku tidak dapat menghubungimu. Aku ingin menjelaskan hal yang saat itu kamu lihat tidak seperti yang kamu pikirkan." Yudha berusaha meraih tangan Alena. Akan tetapi sebelum, tangan Yudha menggapainya segera di tepisnya tangan tersebut.
"Sudahlah Yudha, apa yang ingin kamu jelaskan? Bukankah semua sudah jelas? Kalian telah bermain api di belakangku," ucap Alena yang mulai berkaca-kaca. Terdapat denyutan rasa sakit yang menekannya apabila dia mengingat lagi hal tersebut. Kejadian itu membuat trauma yang mendalam. Bahkan setelah tiga tahun menjalani hidup tanpa Yudha dan Dania. Alena baru bisa membuka hatinya dan kembali memiliki sahabat yaitu Vania.
"Tapi Alena itu tidak seperti yang kamu lihat. Itu hanya kesalahpahaman. Kami tidak sengaja.."
Alena segera memotong ucapan Yudha, "Ah, sudahlah aku tidak ingin mendengar lagi alasanmu yang tidak masuk akal tersebut." Alena kemudian berdiri dan mengajak Vania untuk mengikutinya. Vania yang sedari tadi hanya bisa melihat interaksi antara Yudha dan Alena kebingungan tetapi Vania segera mengikuti Alena yang meninggalkan Yudha. Yudha yang ditinggalkan hanya menatap kepergian Alena dengan wajah yang memelas.
"Alena, tunggu aku dong." Vania berusaha mengejar Alena yang berjalan sangat cepat. Alena yang mendengar perkataan Vania menghentikan jalannya.
"Mengapa aku harus bertemu dia lagi, Van? Aku kesal sekali tadi." Alena berkata sambil berkaca-kaca.
"Sudahlah Alena. Tidak usah kamu pikirkan dia lagi. Sekarang jalani saja hidupmu dengan bahagia, mungkin bertemu dengannya tadi hanya untuk membuktikan bahwa kamu masih tidak bisa melupakannya. " Vania memang telah mengetahui masa lalu Alena. Alena sangat trauma untuk memiliki sahabat, tetapi Vania sangat mengerti Alena dan membuat Alena nyaman dan mau berteman dekat dalam artian bersahabat kembali.
"Tidak. Aku sudah melupakannya. Aku pasti melupakannya," ujar Alena.
"Yasudah, lebih baik sekarang kita pulang saja. Kami harus istirahat besok kamu akan berkencan bukan?" Vania mengatakan hal tersebut sambil menggandeng Vania dan berjalan keluar dari pusat perbelajaan. Mereka pergi dengan menggunakan mobil Vania, maka dari itu Vania mengantarkan dahulu Alena ke rumahnya baru setelah itu pulang menuju rumahnya.
***
Di sebuah perusahaan, Arga terlihat sedang memeriksa email yang masuk dan berkaitan dengan pekerjaannya. Arga merupakan pekerja keras dan dia sangat perfeksionis. Dia selalu memeriksa pekerjaannya dengan teliti agar tidak terdapat kesalahan sekecil apa pun.
"Arga, sudah larut malam. Pekerjaanku hari ini sudah selesai, aku pulang dahulu ya." Adam sekretaris Arga berpamitan untuk pulang.
"Baiklah, kalau pekerjaanmu sudah selesai," sahut Arga yang masih berkutat dengan pekerjaannya.
"Hei, jangan terlalu memaksakan dirimu. Ingat dengan kesehatanmu juga." Adam berkata sambil membereskan berkas yang diperlukan.
"Iya, aku mengerti," ucap Arga.
"Lagipula besok kamu harus menghadiri kencan bukan. Santailah sedikit dan nikmati hidupmu," saran Adam. Arga memang seorang yang sangat cuek, bahkan sampai saat ini Adam belum pernah melihat Arga berkencan dengan perempuan manapun. Padahal Adam telah bekerja bersama Arga semenjak Arga memimpin Perusahaan Wijaya yang ada di Amerika.
"Iya aku mengerti, sudahlah kamu pulang saja. Aku masih ingin melanjutkan pekerjaanku." ujar Arga yang membaca beberapa dokumen.
"Baiklah. Aku pulang," pamit Adam lalu meninggalkan Arga yang masih melanjutkan pekerjaannya.
Sebenarnya Arga memikirkan kencannya esok hari. Bagaimana rupa gadis yang menurut Kakeknya sangat cocok untuk menjadi pendampingnya? Bagaimana bila kencan mereka kacau dan akhirnya mengecewakan sang Kakek? Akan tetapi, Arga mengalihkan pikirannya dengan bekerja seperti biasa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!