NovelToon NovelToon

Bermain Game Santai Dan Menjadi Kaya

Benda misterius

"Ayah, dia masih seperti itu, apa dia akan baik-baik saja?" Seorang gadis cantik bertanya pada ayahnya. Mereka sedang menatap seorang pemuda malang yang duduk termenung sambil melihat keluar jendela.

Pemuda itu bernama Kaivan, dan hanya informasi tersebut yang mereka ketahui tentangnya. Dia adalah pemuda yang menjadi salah satu korban selamat dari sindikat penculikan dan penjualan organ ilegal.

Seorang polisi menitipkan pemuda itu di rumah mereka untuk dirawat, kebetulan si polisi adalah adik ipar ayahnya si gadis. Pria pemilik rumah adalah pria paruh baya yang masih gagah berasal dari Australia yang menikahi wanita dari Korea Selatan dan memiliki dua putri. Gadis remaja cantik yang bersama pria itu saat ini adalah putri bungsunya.

Rumah itu dipilih murni karena si polisi hanya mempunyai mereka sebagai kerabat, tidak ada polisi lain yang mau merawat si bocah, sedangkan si bocah harus diawasi. Polisi membutuhkan keterangan lebih lanjut dari bocah laki-laki itu, tapi si bocah sangat trauma dengan apa yang dia alami, jadi ada semacam gangguan. Sementara luka-luka yang pemuda itu dapatkan sedang dirawat, sebagian telah sembuh. Namun, luka batin sulit sembuhnya.

Mereka ingin tahu, bagaimana cerita si pemuda malang tersebut.

"Aku akan membawakannya biskuit!" Ucap si gadis dengan ceria.

Setelah mengambil setoples kecil biskuit dengan choco chips, gadis itu kembali ke depan kamar si pemuda. Dia mengetuk pelan pintu kamar lalu masuk dengan langkah pelan.

"Halo, ini aku, Dania, aku membawakan mu kue, kau suka?" Ucap Dania, gadis ceria itu pada Kaivan, yang hanya dibalas dengan tatapan kosong, membuat Dania sangat iba.

Kaivan hanya menatap gadis itu dan toplesnya bergantian. Setiap hari Dania selalu datang membawakan dia makanan atau minuman, gadis cantik yang ceria itu tidak menyerah meski Kaivan berlaku kasar.

Kaivan hanya terguncang, kadang dia tidak sadar membanting makanan yang Dania bawakan, namun senyuman gadis itu tidak pernah pudar.

Saat ini, Dania tersenyum lagi.

Bagi Kaivan yang mendapatkan kekerasan baik fisik maupun batin selama hidupnya merasa aneh dengan perlakuan baik Dania. Padahal dalam hatinya Kaivan ingin tersenyum dan mengucapkan terimakasih, namun sangat sulit untuk dia lakukan.

"Maaf jika mengganggu, aku akan pergi sekarang," Dania pun beranjak dari sana, namun saat Kaivan mengucapkan sesuatu, dia pun terdiam.

"Ma... Maaf." Hanya itu yang Kaivan ucapkan.

Dania berbalik lalu tersenyum cerah, "iya! Tidak masalah! Makan kuenya, mungkin kamu akan merasa lebih baik!"

Gadis itu selalu ceria seperti biasa. Kenapa ada orang sebaik dia sih? Tidak masuk akal, semua orang di rumah itu baik, bahkan kakaknya Dania yang terlihat judes pun sebenarnya baik. Namanya Dasha, gadis cantik yang penampilannya selalu modis terlihat judes dan cuek, tapi dia tidak pernah bicara buruk tentang Kaivan sama sekali.

Kaivan tidak ingin menjadi beban mereka, dia ingin sembuh dari traumanya dan mengungkapkan semua pada pak polisi, pamannya Dania, tapi itu sangat sulit. Seolah ada batu besar yang menghalangi.

Masalahnya adalah, bagaimana Kaivan bisa berakhir bersama sindikat penculikan dan penjualan organ ilegal itu, alasannya sangat menyakitkan.

Kaivan memiliki kehidupan buruk sejak lahir, ibunya adalah wanita yang suka gonta-ganti pasangan. Sudah menikah sekitar delapan kali dan berpacaran lima belas kali. Bahkan ibunya tidak tahu siapa ayah Kaivan sebenarnya.

Kaivan mendapat kekerasan dari suami baru ibunya, pacar ibunya, dan dari ibunya sendiri. Adik-adik Kaivan ada sekitar sepuluh, Kaivan juga punya kakak tapi meninggal semua. Kaivan curiga kakaknya meninggal karena dijual seperti dia.

Iya, ibunya yang menurut dia adalah orangtua yang harusnya menjadi pelindungnya malah menjualnya.

Sudah setahun yang lalu ibunya menjualnya, itu artinya Kaivan sudah delapan bulan bersama sindikat, mendapat kekerasan lagi disana.

Mentalnya sangat kacau tapi dia masih berusaha untuk tetap waras.

Sekarang, melihat ternyata ada orang baik di dunia ini, meski bukan siapa-siapa, membuatnya ingin merubah hidupnya.

"Aku... Ingin hidup bahagia" gumam Kaivan dengan suara lirih.

Air mata yang selama ini sudah kering kembali mengalir membasahi kulit pipinya yang masih terdapat luka goresan yang hampir sembuh.

Tanpa dia ketahui, di luar jendela, langit malam memperlihatkan bintang jatuh yang indah. Bersamaan dengan itu, Kaivan pun terlelap sambil memeluk toples kue.

Keesokan harinya, saat pelayan rumah datang untuk bersih-bersih seperti biasa, Kaivan terbangun. Pelayan hampir berteriak karena terkejut, tapi dia segera keluar. Pelayan rumah ini takut dengan Kaivan yang penampilannya sangat buruk, kulitnya pucat dan penuh luka, matanya kosong, raut wajahnya suram.

Sudah seperti hantu begitu kata pelayan.

Kaivan tidak mempedulikan pelayan itu, dia hanya mencari toples kuenya lalu membuka dan memakan satu kue.

Manis.

Biasanya semua makanan pahit, tapi kali ini manis, apa ini keajaiban?

Kaivan merasa tidak seperti biasanya, dia merasa rileks.

"Apa ini?" Suara seraknya terdengar saat melihat sebuah benda aneh dibalik selimutnya.

Kaivan tahu itu apa, itu adalah semacam tablet, atau iPad, apalah itu namanya. Benda mahal yang tidak akan pernah dia bisa dapatkan.

Tapi kenapa ada disana bersamanya? Apa Dania sempat datang sebelum berangkat sekolah untuk meminjaminya itu?

Kaivan dan keluarganya memang miskin, tapi dia tahu apa itu ponsel pintar, dia juga tahu kegunaannya, meski tidak pernah memilikinya. Ibunya dan suami-suami ibunya selalu memilikinya, mereka terlihat sangat sibuk dengan benda itu, sampai adik-adik sebanyak itu diasuh oleh Kaivan seorang.

Sekarang, Kaivan ingin tahu bagaimana kabar adik-adiknya saat ini. Kadang, ada saat adiknya menghilang satu, Kaivan panik dan bertanya pada ibunya. Namun, tamparan keras saja yang dia dapat, serta ucapan "bukan urusanmu, urusi saja adikmu yang lain!"

Saat itu Kaivan tidak mau ambil pusing, dia hanya berpikiran positif. Sampai adik sebanyak itu kini tinggal lima. Tapi tidak tahu lagi sekarang, sudah satu tahun.

Apa mereka dijual semua?

Entahlah, Kaivan juga ingin tahu.

Biip!

Tablet itu menyala, mengejutkan Kaivan, lalu ada tulisan muncul di layar gelap. Meski miskin, Kaivan paling tidak anak yang cerdas, dia dengan cepat menguasai baca dan tulis bahkan saat usianya masih lima tahun. Berkat kecerdasannya, dia pun sekolah, dengan beasiswa.

Tapi itu tidak penting, karena segera setelah lulus SMP, dia dijual pada sindikat penculikan yang kejam.

Padahal, selama ini sekolah adalah pelariannya untuk menghilangkan stress. Meski dia mendapat pembullian juga di sekolah. Tapi lebih baik dari rumah.

(Letakkan tangan kanan di layar)

Begitulah perintahnya, Kaivan pun menurut dan meletakkan telapak tangannya di layar hitam itu.

Dia terkejut lagi saat cahaya putih muncul, kemudian layar menyala sepenuhnya. Memperlihatkan wallpaper bergambar uang dollar Amerika dihamburkan.

(Tablet ini menjadi milikmu!)

(Selamat, saudara Kaivan!)

(Sekarang anda bisa memainkan semua permainan dan mendapatkan banyak poin!)

(Selamat bersenang-senang!)

Di dalam layar, ada beberapa ikon game mudah dan santai.

Ada idle restauran, idle hotel, idle supermarket, flower matches, dan lain-lain.

Kaivan yang belum pernah main game pun mencoba salah satunya.

Sepertinya game baik untuk membantu dia menyembuhkan sakit mental dan traumanya, jadi dia ingin mencoba.

Dia memilih permainan mencocokkan berbagai barang dengan pasangan tiga barang, game yang mudah pada awalnya.

Kaivan selalu mendapat 1000 poin saat naik level. Tidak terasa waktu berlalu, saatnya makan siang. Pelayan datang lagi memberikan makanan, dia berdecak kesal melihat sarapan yang tidak dimakan, tapi tidak mau protes karena dia takut pada Kaivan.

"Siapa yang memberinya iPad? Jadi asyik sendiri kan?" Gumam pelayan itu.

Oh iya, selama empat bulanan Kaivan di tempat itu, lebih tepatnya di Korea Selatan, atau kota Seoul, Kaivan sudah bisa paham ucapan mereka. Dia memang cerdas untuk memahami sesuatu.

Kaivan juga mengerti pelayan menggerutu, tapi dia sudah asyik dengan game yang menyenangkan itu.

Sudah level seratus sekarang dia sudah mengumpulkan 150.000 poin, karena di level 50 keatas hadiahnya dua kali lipat.

Kaivan melirik makanan baru yang pelayan berikan, dia pun berhenti main game dan makan terlebih dahulu.

Dia sudah merasakan kewarasan mulai datang, mungkin berkat game.

Dia masih belum sadar jika benda pipih itu adalah benda ajaib.

Peri pemandu sistem

Seharian ini Kaivan hanya bermain game, sampai Dania bingung darimana Kaivan mendapat iPad mahal begitu. Tapi Dania pikir itu dari pamannya, jadi dia tidak bertanya. Penghuni rumah lain juga berpikir itu dari pak polisi, berhubung pak polisi yang bertanggung jawab atas bocah itu saat ini.

Kaivan hanya bermain game dan makan, kalau capek ya tidur, lalu main game lagi, karena hanya itu yang bisa dia lakukan.

Sampai satu game sudah tamat, dia mendapatkan ucapan selamat dan poin sebanyak 2.550.000.

(Selamat anda berhasil menamatkan satu game!)

(Anda naik level dua!)

(Anda mendapatkan hadiah pemandu sistem)

Kaivan yang bingung dengan tulisan heboh di layar tablet hanya mengerjapkan matanya beberapa kali, hingga benda pipih itu bersinar dan sesuatu keluar dari sana.

Saat sinar itu menghilang, muncul sesosok kecil peri cantik dengan gaun indah warna merah muda, sayap kupu-kupu warna hitam dan merah muda berkerlip, rambut yang juga merah muda.

Peri yang Kaivan pikir hanya bisa dilihat di kartun atau imajinasi, kini bisa dia lihat secara langsung.

Oh tidak! jangan-jangan Kaivan sudah gila.

Peri itu mendekati Kaivan sampai beberapa centi meter di depan hidung Kaivan, lalu peri itu terkekeh.

"Kamu terlihat lucu sekali saat bingung! tenang saja, kamu tidak gila kok, kamu masih waras! ehem! kenalkan, aku adalah Roseta, panggil saja Rose! aku yang akan memandu mu disini, jadi kita harus membuat kontrak dulu agar terhubung satu sama lain, ayo mulai!"

Kaivan hanya diam saat Rose mengeluarkan belati kecil yang sangat kecil seperti jarum bagi Kaivan, kemudian Rose menggores jari telunjuk Kaivan hingga mengeluarkan sedikit darah.

Rose sendiri juga mengeluarkan darahnya dari jari telunjuk, lalu mencampurkannya pada milik Kaivan. Kedua darah itu menjadi satu dan bersinar, lalu menghilang. Setelah hilang, muncul tanda yang aneh di telapak tangan kanan Kaivan, di telapak tangan mungil Rose juga ada. Tanda itu bergambar mawar dengan aksen sulur tanaman yang cantik.

"Tanda ini adalah bukti kita sudah terhubung! sekarang kita menjadi satu! aku akan memandu mu dengan baik, Kaivan!"

Entah mengapa, senyuman Rose membuat Kaivan ikut tersenyum. Rasa bahagia yang jarang dia rasakan kini dia bisa merasakannya. Ini aneh, tapi menyenangkan juga.

Suara Rose itu sebenarnya sangat kecil hingga hampir tidak terdengar, namun suara Rose langsung terhubung pada pikiran Kaivan, jadi dia bisa memahami dengan baik.

"Nah, ada yang ingin kamu tanyakan?" tanya Rose.

Kaivan mengangguk pelan, "iya, aku tidak mengerti semuanya, tolong jelaskan juga apa dan bagaimana benda ini muncul" ucap Kaivan sambil menunjuk tabletnya.

"Oh! haha, sudah ku duga kamu akan menanyakannya, baiklah akan ku jelaskan. benda itu muncul karena kamu mendapatkan kesempatan untuk memilikinya, hanya orang terpilih yang dapat memiliki benda itu. semacam hadiah! memang itu benda ajaib. dengan benda itu, kamu bisa melakukan apa saja! menjadi kaya, populer, kebahagiaan, mungkin bisa kau dapatkan. hanya dengan bermain game yang ada di benda itu kamu bisa mengumpulkan poin. poin sendiri digunakan untuk membeli apa saja yang kau inginkan. sini ku perlihatkan!"

Rose mengangkat tablet dengan sihir, hingga melayang di depan Rose dan Kaivan. kemudian Rose menunjukkan cara menggunakan poin.

"Lihat ini, ini adalah toko sistem! disini ada banyak sekali yang bisa kau beli, nanti periksa sendiri ya. Ada skill tertentu, ada barang berguna, ramuan - ngomong-ngomong bukankah kamu sedang sakit ya Kai? mau disembuhkan?"

Dengan cepat Kaivan menganggukkan kepalanya.

"Baiklah, aku periksa dulu dengan sihir ku ya?"

Rose mengulurkan tangan kanannya lalu dengan tangan mungil itu menyentuh dahi Kaivan.

Ukuran peri itu hanya sekitar 10-15 cm, kecil sekali tapi penampilannya sama seperti perempuan remaja, lekuk tubuhnya sudah terbentuk dengan indah.

Kaivan sendiri melihat Rose itu cantik dan lucu seperti boneka. Dia pernah melihat boneka yang cantik seperti itu juga, Dania punya di kamarnya. Gadis itu pernah memperlihatkannya pada Kaivan, sebulan yang lalu, hadiah dari pacarnya.

Iya, Dania punya pacar, Dasha juga punya.

Pacar Dania menghadiahkan boneka ball jointed doll yang cantik dengan rambut pirang dan mata biru, memiliki gaun ala Putri kerajaan. Katanya boneka itu dipilih karena mirip Dania.

Gadis itu senangnya bukan main, sampai memperlihatkan boneka cantik itu pada semua orang.

Sekarang, Kaivan punya Rose yang lebih cantik dari boneka.

"Uhm! kamu memiliki banyak trauma, mental mu lemah tapi tidak selemah itu juga, tubuhmu pun memiliki banyak racun yang menghambat pertumbuhan tubuhmu. Aku sarankan membeli penguatan mental dan bathbomb emas" Rose menunjukkan barang yang dia sebutkan.

Penguatan mental adalah skill, ada sampai sepuluh level, sedangkan bathbomb itu digunakan untuk berendam.

Untungnya di kamar mandi yang ada di kamar Kaivan ada bath tubnya.

bathbomb itu memiliki klaim dapat mengeluarkan kotoran dan racun dalam tubuh, serta mempercantik kulit.

Harga skill penguatan mental ada 800.000 poin sedangkan bathbomb emas ada 5 poin. Kaivan membeli semuanya.

"Bagus, sekarang berendam lah dan pakai bathbombnya. Oh iya, penguatan mental itu agar kamu tidak merasa takut saat ada musuh, mungkin belum bisa menyembuhkan trauma yang kamu miliki, tapi perlahan pasti nanti sembuh, kita berjuang bersama ya?"

Kaivan tersenyum dan mengangguk, dia senang karena punya seseorang yang membantunya - maksudnya peri. peri bukan orang, kan?

Saat itu sudah dini hari, Kaivan tidak bisa tidur lagi, jadi dia memilih untuk berendam air hangat menggunakan bathbomb emasnya.

Rose bilang saat dia suruh keluar, Kaivan sudah harus keluar atau dia dobrak agar Kaivan keluar.

Saat berendam selama lima menit, Kaivan kaget saat air bath tub berubah menjadi hitam. dia merasa ngeri, jadi keluar dari bath tub dan mandi di shower.

Awalnya Kaivan agak aneh dengan kamar mandi moderen yang canggih itu. selama dua bulan pak polisi dengan sabar membantu Kaivan mandi. Sebagai orang depresi dan trauma, Kaivan tidak mau mandi sampai dipaksa. Kaivan biasa mandi dua atau tiga hari sekali, kalau pak polisi datang.

Kamar mandi di rumah Kaivan dulu di Indonesia jelas jauh dari kamar mandi itu, hanya ada toilet jongkok, satu bak mandi dan gayung. Untuk sabun, shampoo dan pasta gigi jika habis, Kaivan harus memohon lima hari untuk dibelikan. Kadang tetangga memberikan cuma-cuma karena kasihan.

Mengingat itu membuat Kaivan sedih dan sesak.

"Oh? kok sudah selesai?" Rose heran melihat Kaivan sudah keluar saja dari kamar mandi.

Karena orang Korea mandinya tidak memakai handuk besar, jadi Kaivan hanya punya handuk sedang, dia langsung berpakaian lagi dengan pakaian kering setelah membersihkan air dengan handuk, kini handuknya di keringkan.

"Anu... airnya jadi hitam" ujar Kaivan, yang masih bingung dengan situasi tersebut.

Rose mengangguk mengerti, "oh gitu ya? berarti kamu harus memakai bathbomb beberapa kali lagi, jangan khawatir, airnya hitam karena mengeluarkan racun di tubuh mu, sekarang bagaimana perasaan mu?”

Kaivan terdiam, lalu duduk di tepi ranjang dan berusaha merasakan sesuatu.

"Eum, sepertinya aku sudah merasa lebih ringan dari sebelumnya, tapi aku belum sembuh kan?"

Rose mengangguk pelan, "benar, nanti pagi kamu harus olah raga ya? aku akan memandu mu, nanti akan dapat poin lagi jika olah raga. oh iya, poin yang kamu dapat bisa dijadikan uang lho, mau mata uang negara manapun bisa, kamu tinggal kunjungi toko sistem dan pilih tukar poin! harga tiap mata uang berbeda-beda. ini lihat!"

Rose kembali menunjukkan toko sistem dan pilihan tukar poin menjadi mata uang negara Korea, yaitu won. satu poin seharga 100.000 won. Kaivan tidaklah bodoh, 100.000 won sangatlah banyak, lalu poin Kaivan masih tersisa banyak sekali.

Berarti Kaivan banyak uang sekarang!

"Kaivan mau melihat status saat ini?" tanya Rose, yang Kaivan tanggapi dengan anggukan kepala semangat.

*-*

Nama: Kaivan ?

Umur: 16 tahun

Status: level 2

Pemandu: Roseta

Poin: 1.749.995

*-*

"Kenapa namaku ada tanda tanya?"

Rose mengernyitkan dahinya sambil menatapi status Kaivan, "eum, itu artinya kamu belum ada marga, kamu belum tahu siapa ayahmu?"

Mendadak wajah Kaivan muram, jelas dia tidak tahu siapa ayahnya. bahkan adik-adiknya saja Kaivan tidak tahu anak suami atau pacar ibunya yang mana. Kadang juga ibunya setelah cerai pergi beberapa bulan, datang-datang bawa pacar baru dan bayi baru. Kaivan tidak paham juga dengan hal itu.

Kaivan pernah bertanya juga, dia anak siapa, tapi yang ada dia dimarahi dan dipukul. Bahkan akta kelahiran Kaivan saja nama ayahnya adalah mantan suami ibunya. Akta itu dibuat dengan terpaksa karena Kaivan dapat beasiswa. ibunya senang Kaivan dapat beasiswa, karena selain sekolah dan seragam gratis, tiap bulan dapat uang dari pemerintah.

"Aku tidak tahu, Rose"

"Mau cari tahu?"

Kaivan menatap Rose sejenak, lalu menggeleng, "tidak perlu."

Olahraga di tepi sungai

"Tapi, kenapa? tidakkah kamu ingin tahu siapa ayahmu?" tanya Rose bingung.

Kaivan menggeleng pelan, "ayahku meninggalkanku bersama ibu kejam seperti itu, bagaimana aku bisa percaya padanya, tidak ada jaminan dia lebih baik dari ibuku kan?"

Rose yang mendengar itu jadi ikutan sedih, dia pun memeluk pipi Kaivan yang dingin itu dan mengusap pipinya dengan tangan mungilnya.

"Sudah, tidak apa, bukankah orang disini baik padamu? mereka juga alasan kamu ingin berubah, bukan?"

Kaivan mengangguk pelan lalu tersenyum kecil, sampai suara perutnya berbunyi nyaring. Rose yang mendengar itu pun terkekeh, suara tawanya seperti bunyi lonceng, membuat Kaivan malu dan kesal.

"Ja-jangan ketawa!"

"Haha, maaf maaf... aku tidak akan ketawa, kalau mau makan, bisa ke dapur, disana kan ada banyak makanan!"

"Tapi... aku sungkan," ucap Kaivan.

"Kalau begitu, mau beli makanan di toko sistem?" tawar Rose, dia mengangkat tablet dengan sihirnya lagi, kemudian membuka toko sistem dan memilih pilihan delivery.

Di pilihan Delivery ada berbagai macam makanan, minuman dan benda lain yang bisa dibeli. Tapi ada beberapa yang masih dikunci, mungkin karena level Kaivan sendiri masih dua.

"Pilihan Delivery akan menyesuaikan tempatmu berada, berhubung ini di Seoul, ada banyak pilihan restoran atau kafe yang buka 24 jam! wah, lihat ayam ini, sepertinya enak! ayo beli ayam!" Rose terlihat tergiur dengan gambar ayam bawang pedas manis dari salah satu restoran.

"Terus nanti ada orang akan kemari?" tanya Kaivan yang masih bingung.

Rose menggeleng, "tidak, makanan akan langsung muncul disini, ini ada pilihan diantar manual atau diantar sistem kan? memang diantar sistem membayar satu poin, jadi sistem yang akan membelikan dan mengantarkannya. oh iya, sebelum beli, kamu tukarkan dulu poin menjadi won, biar tidak susah."

Kaivan mengerti itu, harga di menu delivery adalah menggunakan won, bukan poin. meski bisa dibayar dengan poin, tapi akan sulit, mengingat harga poin itu 100.000 won, padahal harga makanan tidak sampai segitu. Oh iya, 100.000 won itu sekitar 1.169.000 rupiah lah.

Akhirnya Kaivan membeli pizza keju dengan daging sapi pedas, ayam bawang yang Rose inginkan, lalu dua ice cream vanilla dan dua minuman teh dingin.

Semuanya mengeluarkan dua poin saja untuk membayar, itupun Kaivan mendapatkan kembalian 10.000 won. Kembaliannya masuk di saldo rekening sistem, karena Kaivan kan tidak punya rekening sama sekali.

Kaivan tidak menyangka Rose bisa makan makanan manusia, dia bahkan lebih lahap dari Kaivan sendiri. Padahal yang kelaparan kan Kaivan.

Mereka makan sambil menonton drama Korea yang sedang booming.

Kaivan sendiri sudah bisa mengobrol dengan bahasa Korea, dia bisa belajar dengan cepat lewat mengamati ucapan orang lain, belajar dari televisi juga. Sambil makan dan menonton, Kaivan jadi ingat pak polisi lagi, beliau masih mengurusi Kaivan disana karena ingin mendapat informasi dari sindikat penculikan dan penjualan organ ilegal yang membeli Kaivan dari ibunya.

Kaivan bersyukur dia pandai dan berguna, jadi dia bertahan selama delapan bulan di tempat keji itu sebelum kepolisian Korea datang menyerbu dan menyelamatkan Kaivan. Padahal teman satu sel Kaivan banyak yang sudah tiada, sebagian dijual pada orang lain, terutama yang perempuan, dijual pada orang kaya kejam yang suka memiliki budak. Ada juga yang dijual organ dalamnya, Kaivan hidup dalam kengerian di tempat itu, makanya dia mengalami trauma yang berat, apalagi ibunya sendiri yang dengan sadar menjual Kaivan pada mereka.

Kaivan masih ingat, harganya hanyalah dua ratus juta. Memang itu uang yang sangat banyak bagi orang miskin seperti mereka, tapi apakah manusia pantas diperjualbelikan dengan harga yang hanya segitu? Kaivan juga ingat senyuman bahagia ibunya setelah menjualnya.

"Kaivan? Hei!"

Kaivan mulai sadar ketika Rose muncul di depan hidungnya.

"Kau tiba-tiba pucat dan wajahmu aneh, jangan pikirkan hal yang menyakitkan, kita senang-senang saja ya? udah jam segini, mau jalan-jalan keluar?"

Makanan dan minuman telah habis, Rose sudah melenyapkan sampah mereka juga, agar tidak ada yang curiga.

Jam sudah menunjukkan pukul empat pagi kst, Kaivan mengangguk dan menerima usulan Rose.

Sebenarnya Kaivan jarang sekali keluar kamar, selama empat bulan mungkin keluar kamar bisa dihitung dengan jari tangan. Tapi entah mengapa dia sudah hafal dengan letak rumah. Jam segitu pelayan sudah bangun dan membuka kunci rumah lebar-lebar agar udara segar masuk. Pelayan juga sudah pergi ke pasar untuk membeli bahan masak. Jadi, Kaivan bisa menyelinap keluar.

Rumah itu adalah rumah yang cukup besar, untuk ukuran kota metropolitan, sudah jelas penghuni rumah itu orang kaya. Orangtua Dania memiliki rumah lain, mereka juga punya dua mobil, benda-benda mahal juga ada. Bahkan satpam saja ada dua.

Satpam yang bertugas kaget melihat Kaivan muncul, dia hanya bengong sambil menunjukkan ekspresi ketakutan.

Sepertinya pelayan dan satpam sungguhan menganggap dia hantu. Mungkin juga karena penampilan Kaivan sendiri, kulit putih pucat, rambut panjang berantakan, luka-luka di wajah...

"Lukamu sudah sembuh kok, kamu gak ngaca sih!" ucap Rose. Saat itu Kaivan sudah bilang mau jalan-jalan ke sungai Han yang dekat rumah pada satpam dan diangguki saja dengan wajah pucat, satpam sungguhan takut dengan Kaivan.

"Kamu bisa membaca pikiranku?" tanya Kaivan, Rose mengangguk pelan, "bisa jika aku mau membacanya, kamu pendiam sih, susah mengungkapkan apa yang kamu pikirkan, jadi apa boleh buat kan?"

Rose terbang di depan Kaivan, dia terlihat sangat senang saat ini, sayapnya juga berkilauan dan cantik. Hanya Kaivan yang dapat melihat Rose.

"Oh iya, lebih baik kamu olah raga sebagai misi dan mendapat poin ya? silahkan melakukan pemanasan kemudian lari keliling tempat ini. jadi lakukan pemanasan ringan, push up sepuluh kali, sit up sepuluh kali, squat jump sepuluh kali dan lari sepuluh meter saja, kamu akan mendapat 1000 poin!"

"Oh, sedikit ya?"

Rose menggembungkan pipinya kesal, "kalau dibandingkan main game ya sedikit! tapi ini demi tubuhmu sendiri, dimulai dari olahraga sedikit saja, nanti misinya bertambah sesuai tubuhmu dan poin juga bertambah kok!"

Kaivan mengangguk, "aku mengerti, aku tidak masalah dengan poinnya kok, maaf kata-kata ku membuatmu kesal," ucap Kaivan, dia pun mulai melakukan pemanasan seperti yang diajarkan di sekolahnya dulu.

"Yah, aku bisa memaklumi mu sih, kamu jarang ngobrol sama manusia!"

Rose tidak salah, Kaivan jarang mengobrol dan sangat pendiam. Bahkan disini yang banyak mengobrol dengannya hanya Dania, itupun dia yang selalu banyak bicara. Kaivan juga ingin mengobrol tapi dia tidak tahu bagaimana caranya, sangat sulit baginya.

Selama beberapa menit, Kaivan menjalankan misinya untuk olahraga. setelah capek, dia mengeluarkan uang sepuluh ribu won miliknya, lalu membeli minuman segar di mini market dekat sana. Setelah mendapat minumannya, dia pun duduk di bangku taman yang menghadap sungai Han, minum sambil melamun disana.

"Kaivan!!"

Suara yang Kaivan kenali muncul, kemudian terlihat Dasha dan Dania berlarian menghampirinya dengan raut wajah khawatir.

Setelah dekat, Dania memeluk Kaivan dari samping.

"Kaivan! kami pikir kamu kabur! aku sangat khawatir!" ucap Dania sambil menatap Kaivan dengan mata berkaca-kaca.

"Kalau mau pergi jalan-jalan sebaiknya minta ditemani dong! untung saja kami sudah bangun saat pak satpam melapor, kalau ada yang menyakitimu gimana?" ucap Dasha, gadis yang biasanya judes dan cuek itu ternyata sangat mengkhawatirkannya.

"Maaf ya, aku tidak ingin merepotkan kalian," ucapan Kaivan ini adalah yang paling panjang dan paling jelas yang pernah mereka dengar. Untuk beberapa saat mereka bengong, tidak percaya dengan apa yang mereka dengar.

"Kamu bisa bahasa Korea?" tanya Dania.

Kaivan mengangguk perlahan, "sedikit, aku belajar," gumamnya.

"Sudahlah, gimana kalau kita jalan-jalan saja, ayo!" Dasha pun menyeret mereka untuk jalan-jalan di sekitar sana.

Mereka juga membeli jajanan seperti hotteok, tteokpoki dan lainnya dengan menggunakan uang Dasha.

Entah mengapa, Kaivan sangat senang dengan hal itu, dia merasa memiliki teman. Dasha dan Dania sangat baik, mereka bahkan mengkhawatirkan Kaivan, tidak pernah Kaivan dikhawatirkan sebelum ini, biasanya hanya tatapan iba. Antara khawatir dan iba tentu berbeda.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!