"Ainsley! Sini kamu!"
"Madam! kenapa menarik ku seperti ini? Madam akan membawa ku kemana?" tanya Ainsley dengan kebingungan yang luar biasa. Dia telah tertidur dan tiba-tiba Madam menariknya dengan kasar.
"Diam!" pekik madam Cloe pula seraya menarik tubuh mungil Ainsley, gadis berusia 8 tahun itu hanya bisa pasrah dan mulai menangis, bukan hanya kedua tangannya yang ditarik, terkadang rambutnya pun dijadikan sasaran untuk ditarik.
Tangisnya yang makin kencang justru membuat madam Cloe jadi geram, "Diam Ainsley! jangan sampai tangisan mu itu membangunkan semua orang!" gertak madam Cloe kemudian, dia adalah pemimpin panti asuhan untuk anak-anak yatim piatu.
Ainsley telah berada ditempat ini sejak dia kecil, Ainsley bahkan tidak tau kapan pastinya dia datang ke sini. Kini usianya telah 8 tahun, kemarin madam Cloe mengatakan bahwa dia akan segera pergi dari panti asuhan tersebut, karena telah ada seseorang yang akan mengadopsinya.
Tapi tiba-tiba malam ini madam Cloe masuk ke dalam kamar Ainsley dan menarik gadis mungil tersebut untuk keluar dari panti asuhan.
Membelah jalanan kota yang mulai nampak sepi, entah kemana madam Cloe akan membawa Ainsley pergi.
"Madam, kita mau pergi kemana?" tanya Ainsley sekali lagi, bertanya dengan suaranya yang lirih, dia bahkan memeluk tubuhnya sendiri karena merasa begitu dingin. Kini Ainsley hanya menggunakan baju tidurnya yang tipis.
"Berhentilah mengajukan pertanyaan Ainsley, madam akan segera membawamu pada orang yang akan mengadopsimu," jelas madam Cloe, tapi senyum yang diukir di sudut bibirnya justru membuat Ainsley merasa cemas.
Kenapa dia harus pergi malam-malam begini? Kenapa dia tidak berpamitan dengan teman-temannya yang lain lebih dulu? Kenapa mereka pergi seperti sembunyi-sembunyi?
Ainsley jadi merasa cemas.
Entah berapa menit perjalanan itu berlangsung, sampai akhirnya mobil yang dikemudikan oleh supir madam Cloe pun berhenti di sebuah kedai makanan yang nampak kecil dan kumuh.
"Ayo turun!" ajak madam Cloe dengan kasar, bahkan lagi-lagi menarik Ainsley untuk turun dari mobil tersebut.
"Madam, ini dimana? Aku takut."
"DIAM!"
Ainsley seketika menciut, suara keras itu membuatnya tak berani lagi untuk buka suara.
Kedai makanan yang nampak kumuh tersebut, ternyata hanyalah kamuflase semata, karena di dalamnya terdapat sebuah tempat tersembunyi dengan banyak penghuni.
Ainsley si gadis kecil makin tak kuasa menunjukkan diri, dia takut, sangat takut.
"Beri aku uang 50 juta! Anak ini akan jadi milik kalian," ucap Madam Cloe seraya melemparkan tubuh kecil Ainsley ke arah depan, hingga gadis itu jatuh tersungkur di bawah kaki seorang pria yang entah siapa.
"Madam! Aku tidak mau seperti ini, madam maafkan aku! Aku tidak mau dijual!" mohon Ainsley, dia merangkak memeluk kaki sang madam, seseorang yang selama ini selalu dia anggap sebagai ibu.
Tapi tak lama kemudian tubuhnya ditarik oleh seseorang hingga pelukannya terlepas, lalu dibawa pergi dari sana, di bawa masuk entah kemana.
"Madam! MADAM!!" pekik Ainsley meminta pertolongan, tapi madam Cloe justru tersenyum melihat kepergian Ainsley.
Senyum yang begitu membekas di ingatan gadis kecil tersebut, hingga tangisnya jadi terdengar begitu pilu.
Tempat ini adalah sindikat perdagangan manusia, para anak-anak diculik atau diperjualbelikan dengan sangat gampang. Kelak anak-anak itu akan kembali dijual pada para bangsawan. Ada yang menginginkan organnya ada pula yang dijadikan budak seumur hidup.
Ainsley diseret ke lorong penjara bawah tanah, dia melihat banyak bilik penjara di dalam sana. Banyak anak-anak seusianya yang menatap dengan tatapan sendu, membuat air mata Ainsley jadi makin jatuh tak terbendung.
Pada akhirnya Ainsley yang malang pun dilempar di salah satu penjara, ruangan remang yang terasa begitu dingin.
Brug! Tubuh mungil itu jatuh terjerembab di atas lantai, sementara tangisnya makin terisak tak terkendali.
Ainsley tidak sadar bahwa di dalam penjara itu ada bocah laki-laki berusia 10 tahun terduduk di sudut ruangan dan memperhatikan. Melihat gadis kecil tersebut, seperti sedang menatap dirinya sendiri saat pertama kali dilempar dalam penjara ini.
"Hei, sudahlah, jangan menangis lagi," kata Damian.
Suara yang membuat Ainsley terkejut lalu buru-buru bangkit dan menyingkir. Sampai tubuh mungilnya membentur jeruji besi, "Jangan sakiti aku, aku mohon," pinta Ainsley, dia mengatupkan kedua tangannya di depan dada, merasakan ketakutan yang luar biasa.
Damian lantas bangkit dari duduknya dan berdiri, "Jangan takut, aku juga diculik hingga sampai di sini," jawab bocah laki-laki tersebut.
Sebuah kondisi yang membuat Ainsley merasa sedikit tenang, karena nyatanya dia tidak sendirian. Ya, semua anak yang ada di sini senasib dengannya.
Dada Ainsley sesak sekali, dia ingin berhenti menangis, tapi tidak bisa.
Damian Lynford adalah calon penerus kerajaan bisnis Lynford Kingdom. Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas, tembaga dan perak. Hidup Damian harusnya selalu nyaman dan tentram semasa hidupnya. Namun naas di hari ulang tahunnya yang ke 10 tahun dia justru diculik dan berakhir di tempat ini.
"Jangan menangis lagi, tangisanmu justru akan membuat para penjaga itu marah," ucap Damian, dia telah berada di tempat ini selama 1 minggu, otaknya yang cerdas telah mengamati banyak hal. Patuh adalah satu-satunya cara agar menghindari semua siksaan.
Dan mendengar ucapan bocah asing tersebut, tangis Ainsley memang sedikit mereda. Namun sisa-sisa Isak tangisnya masih terdengar jelas.
"Namaku Damian," ucap Damian seraya mengulurkan tangan kanannya ingin berkenalan.
Ainsley nampak ragu untuk menerima uluran tangan itu, Damian terlihat berbeda dengan anak-anak yang berada di bilik penjara yang lain. Damian nampak bersih, tinggi dan memiliki paras yang tampan. Hanya dilihat sekilas seperti ini saja Ainsley bisa mengetahui bahwa sebelumnya Damian pasti berasal dari keluarga yang berada.
Entah bagaimana caranya tiba-tiba bocah tampan ini berada di sini?
"Kamu tidak ingin memperkenalkan dirimu?" tanya Damian lagi, "Di sini aku tidak punya teman, ku pikir kita bisa berteman," katanya lagi.
"Na-namaku adalah Ainsley," jawab Ainsley akhirnya, meski bicara dengan suara yang putus-putus.
"Berapa usiamu?"
"8 tahun."
"Berarti kamu harus memanggilku Kakak. Karena aku lebih tua darimu," jelas Damian, dia memang sangaja banyak bicara untuk mengalihkan rasa sedih Ainsley, bocah dengan tubuh mungil yang nampak begitu menyedihkan di mata Damian.
Namun sebanyak apapun malam ini Damian bicara, Ainsley tetap saja tak banyak buka suara, hanya sesekali mengangguk dan menggeleng.
Hingga entah di jam berapa akhirnya dua anak malang tersebut terlelap beralaskan tikar tipis di dalam penjara tersebut.
"Bangun!! ini makanan kalian!" ucap seorang penjaga seraya melemparkan sebungkus roti untuk satu orang. Tiap penjara di isi oleh 2 sampai 4 orang anak, sesuai dengan harga jual mereka masing-masing. Untuk saat ini harga tertinggi ada di penjara paling ujung, penjara yang ditempati oleh Damian dan Ainsley.
"Bangun!!" pekik penjaga itu lagi dengan suara yang terdengar lebih keras. Hingga membuat Ainsley tersadar dari tidurnya. Menyadari bahwa suara itu berasal dari seseorang yang semalam menariknya ke tempat ini, Ainsley langsung bergegas mendekati jeruji besi ...
"Tuan! dimana madam Cloe? Aku ingin bertemu dengan madam Cloe!" pinta Ainsley, seketika itu juga dia menangis memohon untuk di bebaskan, memohon untuk ditemukan pada sang ibu.
Namun bukannya menjawab pertanyaan Ainsley, penjaga itu justru menendang jeruji penjara tersebut, BRAK! Suaranya yang riuh membuat semua anak-anak jadi ketakutan, sementara Ainsley sontak mundur dan memeluk dirinya sendiri.
"Madam Cloe sudah menjual mu pada kami gadis cantik, jadi jangan tanyakan lagi madam Cloe mu itu, PAHAM?!" bentaknya dan membuat tangis Ainsley jadi tertahan, dia sampai tak berani menunjukkan kesedihannya tersebut.
"Pagi ini kamu tidak mendapatkan makanan!" kesal sang penjaga, dia hanya melempar sebungkus roti dan sebotol kecil air mineral. Jatah sarapan untuk Damian seorang, sementara Ainsley tidak mendapatkannya.
Ketika para penjaga itu pergi, barulah Damian mendekati Ainsley. "Jangan menangis Ainsley, apapun yang terjadi kita harus tetap hidup kan? Ayo makan, aku akan membagi roti ini untuk mu," ucap Damian.
Namun kalimat itu justru membuat dada Ainsley makin terasa sesak, sampai tenggorokan tercekat hingga sulit untuk bernafas.
Sementara Damian benar-benar membelah roti berukuran kecil itu jadi dua, satu dia ulurkannya pada Ainsley.
Dan gadis kecil yang merasa kelaparan itu pun tak bisa menolak, dia ambil meski dengan tangan yang bergetar.
"Tidak apa-apa, jangan menangis lagi ya. Percaya padaku, semuanya akan baik-baik saja," ucap Damian, coba menenangkan, dia bahkan mengelus puncak kepala Ainsley dengan lembut. Baginya Ainsley sudah seperti adik.
"Te-te-terima kasih, Kak," kata Ainsley, Akhirnya dia menjawab ucapan Damian, bukan hanya anggukan dan gelengan kepala lagi.
Damian pun mengangguk, seraya tersenyum yang terlihat begitu menenangkan bagi Ainsley. 1 bungkus roti mereka makan berdua, juga sebotol air minum untuk bersama.
"Mulai sekarang jangan bersedih lagi, kita justru harus pikirkan bagaimana caranya keluar dari tempat ini," bisik Damian.
"Memangnya kita bisa bebas dari tempat ini Kak? Tempat ini jauh sekali, aku bahkan tidak bisa mengingat jalan pulang."
Damian terdiam sesaat, sebelum akhirnya dia mengatakan pada Ainsley tentang siapa dia sebenarnya. Seluruh keluarga Lynford pasti saat ini sedang mencari keberadaannya. Satu-satunya agar mereka bisa ditemukan dengan cepat adalah mengirim signal tentang keberadaan mereka di tempat ini.
Damian sejak kemarin mencari celah untuk bisa mengambil salah satu ponsel penjaga tapi tidak pernah berhasil.
"Kita harus bisa menghubungi nomor keluargaku, tapi sebelum itu aktifkan lokasi di ponsel mereka," bisik Damian.
Ainsley sudah gemetar tubuhnya saat merencanakan hal tersebut, merasa tak mungkin mereka bisa terbebas dari tempat ini. Tapi daripada diam saja mereka lebih baik berjuang.
Dan diantara keputusasaannya, hanya Damian lah yang bisa Ainsley harapkan.
Hari demi hari pun bergulir, sampai tanpa sadar membuat hubungan Damian dan Ainsley semakin dekat. Sampai kasih sayang itu tumbuh untuk saling melindungi satu sama lain.
Bagi Ainsley, Damian seperti sang kakak, dewa penolong yang telah dikirimkan oleh Tuhan dalam neraka tersebut. Sementara bagi Damian, Ainsley adalah gadis kecil yang harus dia lindungi, makin membuatnya bertekad untuk segera keluar dari tempat ini.
"Ayo keluar! Boss ingin melihat kalian berdua sebelum dilelang!" ucap seorang penjaga pada Damian dan Ainsley.
Dua anak tersebut saling pandang lalu menelan ludah kasar, merasa ini adalah satu-satunya kesempatan mereka untuk melakukan eksekusi rencana.
Ainsley berjalan sedikit di belakang hingga tubuhnya ditarik oleh salah satu penjaga agar lebih cepat berjalan. Mendapatkan perlakuan seperti itu Ainsley dan Damian tak bisa melawan, karena semakin mereka melawan maka akan semakin banyak mendapatkan hukuman.
Kuncinya hanya 1, Patuh!
Setelah menyusuri lorong-lorong penjara bawah tanah akhirnya mereka tiba di sebuah tempat yang nampak seperti aula, tempat pertemuan yang cukup lebar. mungkin bisa menampung sekitar 50 orang dewasa di dalamnya.
Di bagian depan pun ada sebuah panggung kecil lengkap dengan satu meja berukuran sedang.
Ainsley tidak tahu tempat apa ini, tapi Damian sudah mengira bahwa ini pasti tempat pelelangan. Apalagi banyak kursi pula yang tersedia di sana. Dia dan Ainsley nanti malam akan dijual di tempat ini.
Damian melebarkan pandangannya, mencari celah untuk mencuri ponsel salah satu orang di tempat ini.
"Boss, ini mereka," lapor seorang penjaga. Dia juga sedikit mendorong tubuh Ainsley dan Damian agar lebih menghadap pada pria bertubuh tambun tersebut.
Pria yang dipanggil Boss lantas berbalik dan memperhatikan dua bocah tersebut, cantik dan tampan juga nampak begitu mahal.
Fus! Hendy Carlson meniup rokoknya dengan sombong, dia adalah pemilik kedai makanan di luar sana, juga pemilik tempat jual beli manusia ini.
"Bagus, pastikan mereka terjual dengan harga tinggi," balas Hendy.
"Tuan, aku ingin pergi ke kamar mandi," ucap Ainsley, dia bertugas mengalihkan perhatian semua orang, sementara Damian yang akan mencari celah untuk mengambil ponsel di atas kursi. Ya, di salah satu kursi ada sebuah ponsel yang tergelak, entah milik siapa ponsel tersebut.
Tapi dari tatapan mata kedua bocah tersebut, mereka telah menjadikan ponsel tersebut sebagai target.
"Hais! Bawa dia pergi!" kesal Hendy pula, terdengar menjijikkan ditelinganya ketika bocah tersebut mengucapkan tentang kamar mandi.
Penjaga yang merasa sikap Ainsley tak sopan langsung mendorong gadis kecil tersebut, di dorong cukup kuat sampai Ainsley jatuh terjerembab ke arah kursi.
Kursi yang diatasnya ada sebuah ponsel.
Deg! Jantung Ainsley makin berdegup, dengan kecepatan tangannya dia pun menyimpan ponsel itu di dalam baju. Semuanya terjadi diluar rencana, karena ternyata Ainsley yang memiliki kesempatan untuk mengambil ponsel tersebut.
"Cepat! Kamar mandinya ada di ujung sana!" kesal sang penjaga.
Ainsley dengan segera pergi menuju kamar mandi tersebut, sementara Damian hanya mampu membuang nafasnya dengan lega, karena dia lihat di atas kursi tersebut sudah tak ada lagi ponsel yang tergeletak, itu artinya Ainsley berhasil mengambil ponsel itu.
Kini Damian menaruh harapan besar pada Ainsley, berharap gadis itu masih menghapal nomor ponsel yang dia beri tahu selama ini. Berharap Ainsley tidak terlalu gugup sampai melupakan nomor ponsel tersebut.
Sudah masuk ke dalam kamar mandi, Ainsley dengan segera mengambil ponsel di dalam bajunya. Tangan dia gemetar, basah pula dengan keringat dingin, sedangkan jantungnya sudah berdegup tidak karuan.
"Aktifkan lokasinya dulu, dimana? dimana?" cemas Ainsley, "kata kak Damian gulir ke bawah layar dari atas, ah ini!" Ainsley menekan tanda lokasi dengan cepat.
Lalu segera mencari dimana menu untuk panggilan. Karena gugup ponsel itu bahkan nyaris jatuh.
0899 1020 0000
Ainsley dengan cepat menekan tanda panggil dan saat itu juga pintu kamar mandi tersebut didobrak dengan kuat.
BRAK!
"ANAK KURANG AJAR! Berani-beraninya kamu mencuri ponsel!" pekik Hendy, itu adalah ponsel miliknya.
Hendy lantas menjambak rambut Ainsley dan menarik bocah tersebut untuk keluar, Dia lempar Ainsley seperti sedang melempar kertas, ringan sekali sampai Ainsley jatuh terjerembab ke atas lantai.
BRUG!!
Damian dengan cepat memeluk tubuh Ainsley saat serangan cambuk nyaris mengenai tubuhnya.
SHAT! cambuk itu akhirnya jatuh di tangan Damian hingga menimbulkan bekas merah yang sangat jelas.
"SHIIT!" kesal Hendy, tapi dia pun tak bisa menganiaya dua anak ini karena kelak malam akan di lelang.
"Masukkan mereka ke dalam penjara!" titah Hendy, dia lantas mengambil ponselnya dan segera memutus sambungan telepon tersebut.
"SIAL!" maki Hendy pula saat melihat panggilan itu telah terhubung selama 3 detik.
Tapi dia tidak berpikir banyak, dipikirnya Ainsley menghubungi teman-temannya di panti asuhan, itu tidak akan berpengaruh apapun padanya.
Hendy tidak tahu bahwa panggilan itu telah terhubung ke jaringan keluarga Lynford.
Ainsley dan Damian akhirnya kembali di lempar ke dalam penjara.
"Maafkan aku Kak, tanganmu jadi terluka," kata Ainsley dengan suara yang terdengar begitu pilu.
"Tidak apa-apa Ainsley, kamu hebat. Semoga panggilan itu sampai pada ayahku."
Ainsley hanya mampu mengangguk dengan air mata yang masih jatuh. Hatinya seperti teriris benda tajam, luka di tangan Damian bahkan tidak mendapatkan penanganan apapun.
Ainsley hanya mampu meniupnya untuk mengurangi sedikit rasa sakit.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!